II Ukhuwah Salafiyyah 🇲🇾 II
5.85K subscribers
3.24K photos
197 videos
54 files
3.92K links
•✦• Jalinkan Ukhuwah dengan bimbingan Kitab & Sunnah di atas pemahaman Salaf •✦•
Download Telegram
🚇SHALAT MUSAFIR - [Bagian 2]

(➌) Berapa lama waktu minimum seorang dikatakan safar?

[ Jawab ]

Para Ulama juga berbeda pendapat dalam hal berapa lama masa tinggal seseorang di suatu tempat sehingga dianggap tetap dalam keadaan safar. Beberapa pendapat yang masyhur dalam hal ini:

➀ ※ 4 hari

Jika berniat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari, maka ia bukan musafir lagi. Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

➁ ※ Sama dengan pendapat pertama, namun hari keberangkatan dan hari kepulangan juga dihitung, sehingga total 6 hari.

ⓘ Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafi ’i.

Dalil pendapat pertama dan kedua adalah:

《 يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ ‏بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا. 》

“Orang-orang yang berhijrah tinggal di Makkah setelah menyelesaikan manasik hajinya selama 3 hari” (H.R Muslim)

➂ ※ 15 hari, sebagaimana pendapat Ibnu Umar dan Imam Abu Hanifah.

➃ ※19 hari, pendapat dari Ibnu Abbas.

《 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ‌‎ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا‎ قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ‏ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ ‏وَسَلَّمَ تِسْعَةَ‏ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ‏ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ عَشَرَ‏قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا‎ أَتْمَمْنَا. 》

Dari Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhumaa beliau berkata: Nabi -ﷺ- tinggal (di suatu tempat) selama 19 hari mengqashar shalat, maka kami jika safar selama 19 hari mengqashar shalat jika lebih dari itu kami sempurnakan shalat.” [HR al-Bukhari]

➄ ※ Tidak ada batasan minimum masa tinggal.

(✔️) Pendapat yang rajih (lebih dekat pada kebenaran), Wallaahu a’lam, pendapat Ulama yang menyatakan tidak ada batasan waktu minimum. Selama seseorang tidak berniat untuk menetap di tempat tersebut, maka ia tetap dalam kondisi safar. Hal ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan didukung oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Karena memang tidak ada nash yang shahih dan sharih (tegas) yang membatasinya. Jika disebutkan bahwa Ibnu Abbas melihat batasan 19 hari karena pernah menyaksikan Nabi melakukan hal itu, bagaimana dengan hadits dari Jabir bin Abdillah yang pernah menyaksikan Nabi mengqashar shalat selama berada di Tabuk 20 hari?

《 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ‏ اللَّهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ ‏اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ ‏عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَبُوكَ ‏عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ ‏الصَّلَاةَ. 》

Dari Jabir bin Abdillah beliau berkata: “Rasulullah -ﷺ- tinggal di Tabuk selama 20 hari mengqashar shalat.” [HR Ahmad, Abu Dawud]

(▴) Demikian juga dengan yang terjadi pada Ibnu Umar yang terkurung salju di Azerbaijan selama 6 bulan, senantiasa mengqashar shalat.

(➍) Apa yang dimaksud dengan shalat qashar?

[ Jawab ]

Shalat qashar adalah shalat wajib di saat safar berjumlah 2 rakaat untuk shalat- shalat yang berjumlah 4 rakaat di waktu mukim (Dzhuhur, Ashar, Isya’).

(➎) Masihkah pelaksanaan shalat qashar relevan diterapkan di masa modern ini di saat banyak kemudahan bagi musafir dan perjalanan tidak berat mereka rasakan?

[ Jawab ]

Ya, masih relevan, Karena 2 hal yang utama:

[a] ※ Firman Allah Ta’ala dalam surat Maryam ayat 64 “Dan sama sekali Tuhanmu tidak lupa…” [QS Maryam:64]

ⓘ Sebagian Ulama menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak lupa bahwa umat manusia diciptakan melalui zaman yang bermacam-macam. Ada yang diciptakan pada saat keadaan teknologi masih minim, adapula yang hidup di masa sebaliknya, saat sarana transportasi dan segenap fasilitas yang ada memudahkan ia melakukan perjalanan jauh, sehingga tidak merasa capek, lelah, dan berat. Namun Allah tidaklah mewahyukan kepada Nabinya untuk menghapus rukhsah (kemudahan) bagi seseorang selama ia berstatus sebagai musafir.

[b] ※ Firman Allah Ta’ala:

《 وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ‌‎ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ‏ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ‏ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ‏ الَّذِينَ كَفَرُوا. 》

“Dan jika kalian melakukan perjalanan di muka bumi, tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqashar shalat jika kalian khawatir diserang orang-orang kafir…” [QS An-Nisaa’:101]
(02)
ⓘ Secara tekstual, nampak jelas bahwa alasan awal seorang boleh mengqashar shalat adalah jika dia dalam keadaan safar dan khawatir diserang orang kafir. Bagaimana jika kekhawatiran diserang orang kafir itu telah hilang? Pertanyaan semacam ini pernah ditanyakan oleh Ya’la bin Umayyah kepada Umar bin al-Khattab, Umarpun berkata bahwa ia juga pernah bertanya demikian kepada Nabi tentang ayat itu, namun justru Nabi bersabda:

《 صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا ‎عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. 》

“Itu adalah shadaqah Allah atas kalian, terimalah shadaqahNya.” [HR Muslim]

✔️ Maka, sebagaimana keadaan safar saat ini sudah tidak dicekam perasaan takut, ataupun keadaannya lebih mudah dan ringan, tidak memberatkan, mengqashar shalat pada saat safar adalah shadaqah Allah kepada kita yang diperintahkan Nabi untuk diambil.

(➏) Apakah shalat qashar boleh dilakukan dalam safar yang bukan untuk ketaatan?

[ Jawab ]

Ya, untuk segala jenis safar, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, karena keumuman dalil yang ada. Kata Ibnu Taimiyyah, karena secara asal memang shalat adalah 2 rakaat. Aisyah - radliyallahu ‘anha- menyatakan:

《 أَنَّ الصَّلَاةَ أَوَّلَ مَا ‎فُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ ‏فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ ‏وَأُتِمَّتْ صَلَاةُ الْحَضَرِ. 》

“Sesungguhnya permulaan diwajibkan shalat adalah 2 rakaat, kemudian ditetapkan pada shalat safar dan disempurnakan (ditambah) pada shalat hadir (tidak safar). [HR al-Bukhari dan Muslim, lafadz Muslim]

(➐) Apa hukum mengqashar shalat dalam safar?

[ Jawab ]

Sunnah, dan jika dia menyempurnakan shalat (bukan karena sebagai makmum yang mengikuti Imam mukim), hukumnya makruh. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengqashar shalat dalam safar.

《 مَا سَافَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى ‎اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا ‎إِلَّا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ‏رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ. 》

“Tidaklah Rasulullah -ﷺ- melakukan safar kecuali beliau shalat 2 rakaat 2 rakaat sampai kembali.” [HR Ahmad dari Imran bin Hushain, dihasankan oleh al-Baihaqy]

(➑) Apakah dipersyaratkan niat safar untuk mengqashar shalat?

[ Jawab ]

Tidak dipersyaratkan niat safar untuk mengqashar shalat sebagaimana tidak dipersyaratkan niat untuk mukim. Sehingga, seseorang yang sudah masuk dalam suatu shalat, misalkan shalat Dzhuhur dalam keadaan safar, karena dia biasa shalat 4 rakaat dan lupa sedang safar, di tengah shalat saat belum menyelesaikan 2 rakaat dia teringat bahwa ia adalah musafir, maka hendaknya ia menyelesaikan shalatnya dalam 2 rakaat saja. Tidak dipersyaratkan sebelum masuk dalam shalat ia harus berniat sebagai seorang musafir yang mengqashar shalat. [Disarikan dari penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’]

(➒) Bolehkah mengqashar sebelum meninggalkan daerah tempat tinggalnya?

[ Jawab ]

Jika seseorang akan melakukan safar, dia tidak boleh mengqashar ketika masih berada di wilayah tempat tinggalnya. Sebagaimana Nabi belum mulai mengqashar shalat ketika masih berada di Madinah. Beliau sudah mulai mengqashar shalat setelah berada di Dzulhulaifah (berjarak sekitar 6 mil = sekitar 9,6 km). Boleh pula seseorang mulai mengqashar di tengah perjalanan saat masih menempuh 3 mil, sekitar 4,8 km dari rumahnya sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab.

📚[Dikutip dari Buku “Fiqh Bersuci dan Shalat Sesuai Tuntunan Nabi” - Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman hafizhahullah]

Url: http://bit.ly/Fw400210
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber: @Sifat_Sholat_Nabi
🚇SHALAT MUSAFIR - [Bagian 3]

(➓) Bagaimana jumlah rakaat seorang musafir yang shalat di belakang seorang mukim?


[ Jawab ]

Sama dengan jumlah rakaat Imam (disempurnakan).

《 ‎عَنْ مُوسَى بْنِ سَلَمَةَ قَالَ‌‎كُنَّا مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ‏ بِمَكَّةَ فَقُلْتُ إِنَّا إِذَا ‎كُنَّا مَعَكُمْ صَلَّيْنَا ‎أَرْبَعًا وَإِذَا رَجَعْنَا إِلَى ‎رِحَالِنَا صَلَّيْنَا رَكْعَتَيْنِ‏ قَالَ تِلْكَ سُنَّةُ أَبِي ‎الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ‏وَسَلَّمَ 》

Dari Musa bin Salamah beliau berkata: “Kami pernah bersama Ibnu Abbas di Makkah, kemudian aku berkata kepada beliau: Sesungguhnya kami (musafir) jika shalat bersama kalian shalat 4 rakaat, namun jika kami kembali ke tempat (perkemahan) kami, kami shalat 2 rakaat.” Ibnu Abbas berkata: “Itu adalah Sunnah Abul Qosim (Nabi Muhammad) -ﷺ-.” [Riwayat Ahmad]

(➊➊) Apakah seorang musafir masbuq juga harus menyempurnakan jumlah rakaatnya sama dengan imam?

[ Jawab ]

Ya, jika ia masih sempat mendapati paling tidak 1 rakaat bersama Imam, maka nanti ia sempurnakan sejumlah total rakaat yang sama dengan Imam. Namun, jika ia mendapati kurang dari 1 rakaat, ia tambahi kekurangan rakaat menjadi total rakaat yang dilakukan musafir.

Contoh, seorang masbuq mendapati Imam mukim shalat dzhuhur 4 rakaat. Jika ia bisa mendapati minimal 1 rakaat, maka nanti setelah Imam salam ia sempurnakan menjadi 4 rakaat. Namun, jika ia mendapati kurang dari 1 rakaat, maka ia hanya menambah kekurangannya menjadi total 2 rakaat. Seseorang masih mendapati 1 rakaat jika ia masih sempat mandapati rukuk Imam. Sehingga, seseorang musafir yang mendapati Imam setelah ruku’ di rakaat terakhir, maka nanti ia sempurnakan shalatnya sebagaimana shalat musafir, tidak terhitung tergabung bersama jama’ah.

《 مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ‌‎ ‎الصَّلَاةِ مَعَ الْإِمَامِ فَقَدْ‌‎ ‎أَدْرَكَ الصَّلَاةَ 》

“Barangsiapa yang mendapati 1 rakaat bersama Imam, maka ia telah mendapati shalat tersebut.” [HR Muslim dari Abu Hurairah]

(➊➋) Bagaimana jika seorang musafir menjadi Imam, sedangkan makmumnya adalah orang mukim?

[ Jawab ]

Makmum menambah kekurangan shalatnya.

Contoh, jika Imam yang musafir shalat Isya’ 2 rakaat, maka saat Imam salam, makmum mukim menambah 2 rakaat lagi shalatnya.

《 مَا سَافَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى‎ ‎اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا‎ ‎إِلَّا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ‌‎ ‎رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ‌‎ وَإِنَّهُ أَقَامَ بِمَكَّةَ‏ زَمَانَ الْفَتْحِ ثَمَانِيَ‏ عَشْرَةَ لَيْلَةً يُصَلِّي ‎بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ ‏رَكْعَتَيْنِ…‏إِلَّا الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَقُولُ ‏يَا أَهْلَ مَكَّةَ قُومُوا ‎فَصَلُّوا رَكْعَتَيْنِ ‏أُخْرَيَيْنِ فَإِنَّا سَفْرٌ. 》

“Tidaklah Rasulullah -ﷺ- melakukan safar kecuali shalat 2 rakaat 2 rakaat sampai kembali. Beliau tinggal di Makkah pada Fathu Makkah 18 malam shalat bersama manusia 2 rakaat – 2 rakaat … kecuali Maghrib,” kemudian (selesai salam) beliau berkata: “Wahai penduduk Makkah bangkitlah dan shalatlah 2 rakaat yang tersisa karena kami adalah musafir.” [HR Ahmad dari Imran bin Hushain]

(➊➌) Bagaimana cara mengganti shalat mukim di waktu safar atau sebaliknya?

[ Jawab ]

Dikerjakan sebagaimana keadaan saat yang terlewatkan. Jika lupa di waktu safar, maka mengganti di waktu mukim dengan qoshor. Sebaliknya jika lupa di waktu mukim, maka mengganti di waktu safar dengan disempurnakan jumlah rakaatnya. Contoh, seseorang yang telah merasa dengan yakin melakukan shalat Dzhuhur tanpa berwudlu’.

(✔️) Dalam hal ini:
▸ Jika shalat yang telah dilakukan waktu mukim, kemudian dia safar, dan dalam safar ia teringat hal itu dan menggantinya di saat safar, maka di saat safar ia melakukan penggantian shalat tersebut 4 rakaat sebagaimana shalat mukim.
▸ Jika shalat yang telah dilakukan dilakukan waktu safar, kemudian dia kembali pulang sampai tempat tinggal, ketika itu ia teringat dan menggantinya di saat mukim, maka ia melakukan penggantian shalat tersebut 2 rakaat sebagaimana shalat musafir. [Disarikan dari penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’]
(02)
(➊➍) Bagaimana melaksanakan shalat-shalat sunnah di waktu safar?

[ Jawab ]

Di antara Sunnah Nabi adalah meninggalkan shalat- shalat sunnah rawatib (sebelum dan setelah shalat fardlu) di waktu safar. Shalat-shalat nafilah yang tetap dikerjakan Nabi pada saat mukim maupun safar adalah shalat malam dan shalat 2 rakaat sebelum Subuh.

Ibnu Umar menyatakan:

《 صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ‏ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَمَا ‎رَأَيْتُهُ يُسَبِّحُ وَلَوْ ‏كُنْتُ مُسَبِّحًا‎ لَأَتْمَمْتُ ... 》

“Aku menyertai Rasulullah -ﷺ- dalam safar, aku tidak pernah melihat beliau melakukan shalat sunnah. Kalau seandainya aku melakukan shalat sunnah, niscaya aku akan menyempurnakan shalatku (tidak safar).” [Riwayat Muslim]

(➊➎) Apakah yang dimaksud dengan shalat jama'?

[ Jawab ]

Menggabungkan 2 shalat dalam satu waktu karena keadaan tertentu. Misalnya karena sakit atau sedang dalam perjalanan safar.

(➊➏) Shalat apa saja yang diperbolehkan dijama'?

[ Jawab ]

Maghrib dengan Isya’ dan Dzhuhur dengan Ashar.

(➊➐) Manakah yang lebih baik, jama' ta’khir atau taqdim?

[ Jawab ]

Untuk shalat yang menggabungkan dua waktu, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu pertama, hendaknya ia melakukan jama' taqdim (mendahulukan), melakukan shalat pertama dan kedua di waktu pertama. Sebaliknya, jika ia safar sebelum waktu pertama dan tiba di tempat saat waktu kedua, maka ia melakukan shalat pertama dan kedua di waktu kedua (jama' ta’khir).

ⓘ Contoh, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu Dzhuhur, hendaknya ia melakukan shalat jama' Dzhuhur dan Ashar di waktu Dzhuhur kemudian berangkat safar. Sebaliknya, jika ia berangkat sebelum Dzhuhur, maka nantinya pada saat Ashar ia melakukan shalat Dzhuhur dan Ashar.

《 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِي الْمَغْرِبِ مِثْلُ ذَلِكَ إِنْ غَابَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُمَّ جَمَعَ بَيْنَهُمَا. 》

Dari Muadz bin Jabal bahwasanya Rasulullah -ﷺ- ketika berada pada pertempuran Tabuk, jika matahari tergelincir sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Dzhuhur dengan Ashar. Jika beliau pergi sebelum tergelincir matahari beliau mengakhirkan Dzhuhur hingga beliau turun di waktu Ashar. Dan pada waktu Maghrib juga seperti itu. Jika matahari terbenam sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Maghrib dan Isya. Jika beliau pergi sebelum matahari tenggelam, beliau mengakhirkan Maghrib hingga turun di waktu Isya’, kemudian menjama' keduanya. [HR Abu Dawud]

(➊➑) Apakah shalat jama' diharuskan bersambung tanpa terpisah waktu yang lama?

[ Jawab ]

Tidak harus, menurut pendapat Ibnu Taimiyyah. Karena pada hakekatnya, shalat jama' adalah penggabungan satu waktu. Sehingga, tidak mengapa bagi seseorang melakukan shalat jama' yang masing-masing shalat terpisah jeda waktu yang cukup lama. Karena memang tidak ada nash shahih dan sharih (tegas) yang membatasi waktu jeda antar 2 shalat yang dijama'. Selama antara 2 shalat tersebut tidak diselingi oleh shalat yang lain, maka tidak mengapa.

Contoh, seorang yang telah shalat dzhuhur tanpa berniat jama', kemudian selang satu jam kemudian pada saat ia masih berada di waktu dzhuhur, ia teringat harus melakukan safar, dan ia melihat akan kesulitan dan memberatkan jika tidak dijama', maka ia boleh melakukan shalat ashar di waktu dzhuhur tersebut (sebagai bentuk jama') selama tadi selepas melakukan shalat dzhuhur ia tidak melakukan shalat-shalat yang lain (misal: shalat sunnah setelah dzhuhur).
(03)
(➊➒) Apakah shalat jama' diharuskan berurutan?

[ Jawab ]

Ya, shalat Jama' harus berurutan. Maghrib dulu kemudian Isya’, demikian juga Dzhuhur dulu kemudian Ashar. Tidak boleh Isya’ dulu kemudian Maghrib atau Ashar dulu kemudian Dzhuhur. Jika seseorang sebelumnya berniat melakukan jama' ta’khir maghrib dan Isya’ di waktu Isya’ ternyata ia mendapati jamaah shalat Isya’ kemudian bergabung melakukan shalat Isya’ padahal ia belum shalat maghrib, maka nantinya ia harus melakukan shalat Maghrib dan Isya’ lagi. Shalatnya bersama jamaah terhitung shalat sunnah, bukan shalat yang menggugurkan kewajiban. [Penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’]

(➋🎯) Apakah diperbolehkan shalat jama' pada waktu safar di saat lebih banyak berdiam diri di suatu tempat/ tidak terus menerus dalam perjalanan?

[ Jawab ]

Boleh, namun yang lebih utama tidak dijama'. Dikatakan boleh, karena Nabi menjama' shalat pada peperangan Tabuk pada saat beliau lebih banyak berdiam diri tidak selalu melakukan perpindahan tempat sebagaimana riwayat Ahmad.

(➋➊) Bolehkah menjama' shalat Jum'at dengan shalat Ashar?

[ Jawab ]

Shalat Jum'at tidak sama dengan shalat Dzhuhur, karena itu ia tidak bisa dijama' dengan shalat Ashar. Nash-nash hadits yang ada adalah jama' antara Dzhuhur dengan Ashar, bukan Jum'at dengan Ashar. Jika seseorang dalam perjalanan pada waktu Jum'at hendak menjama' shalat, maka hendaknya ia melakukan shalat dzhuhur -bukan Jum'at- yang dijama' dengan shalat Ashar. Namun, jika ia memilih shalat Dzhuhur bukan shalat Jum'at, ia telah melewatkan keutamaan yang besar, karena shalat Jum'at lebih utama dibandingkan shalat Dzhuhur. [Asy-Syarhul Mumti’ syarh Zaadil Mustaqni’ karya Ibn Utsaimin]

(➋➋) Apakah jama' ta’khir mempersyaratkan niat sebelum berakhirnya waktu shalat yang pertama?

[ Jawab ]

Ya, menurut pendapat Syaikh al-Utsaimin.

Contoh, seseorang yang akan menjama' ta’khir pada waktu Ashar, ia sudah harus berniat sebelum berakhirnya waktu Dzhuhur. Seseorang yang akan menjama' ta’khir pada waktu Isya’ harus sudah berniat sebelum waktu Maghrib berakhir. Karena jika tidak demikian, ia melewatkan suatu waktu shalat tanpa berniat apapun untuk melakukan shalat.

(➋➌) Apakah seorang yang sakit boleh menjama' shalat? Apakah ia juga boleh mengqashar shalat?

[ Jawab ]

Seorang yang sakit boleh menjama', namun tidak boleh mengqashar. Karena qashar hanya berlaku bagi musafir.

Selesai, Alhamdulillah.

📚[Dikutip dari Buku “Fiqh Bersuci dan Shalat Sesuai Tuntunan Nabi” - Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman hafizhahullah]

Url: https://goo.gl/EVJtjM
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber: @Sifat_Sholat_Nabi
🚇BOLEHKAH SERING MELAKUKAN SHALAT JAMA' QASHAR KETIKA ADA DAURAH ATAU ACARA?

❱ Al-Ustadz Abu Abdillah Luqman Ba'abduh hafizhahullah


[ Pertanyaan ]

Apa nasehat ustadz untuk sebagian teman-teman yang selalu menjama' qashar ketika ada daurah atau acara (muhadharah, ed) seperti ini?

[ Jawaban ]

(➊) ※ Boleh sebenarnya dia menjama' dan mengqashar kalau dia musafir. Namun penting diingatkan kalau kita ada di sebuah masjid atau tidak jauh dari masjid, akan lebih baik diqashar saja tanpa dijama'. Kalau ada jamaah masjid shalat lima waktu maka kita ikut bersama jamaah masjid. Na'am, ini yang pertama.

(➋) ※ Kedua, mayoritas dalil yang dinukilkan dari para shahabat nabi atau tabi'in ketika mereka safar dalam keadaan naazil …,

≡ Safar itu terbagi menjadi dua,
➀ ▸ ada safar naazil,
➁ ▸ ada yang dinamakan dengan jiddus sair

➀ ▸ Kalau kita dalam perjalanan dari Medan ke Lhokseumawe (Aceh) di tengah jalan itu kita dalam posisi musafir jiddus sair (sedang perjalanan).
➁ ▸ Setibanya di Lhokseumawe kita berdiam di situ dua tiga hari, empat hari, kita dinamakan musafir naazil.

(•) Dalam dua kondisi ini boleh seorang mengqashar.
▸ Namun ketika dia jiddus sair, dibolehkan menjama' dan mengqashar.
▸ Jika dia naazil, maka sebaiknya dia mengqashar saja ketika dia di rumah, tapi ketika dia di Masjid hendaknya dia mengikuti bersama jamaah masjid.

※ Terkhusus di beberapa masjid yang jamaahnya itu belum faham, tiba-tiba ada jamaah kedua shalat, “Ini shalat apa?”. Sebagian jamaah tidak faham.

(•) Maka untuk menghindarkan kesalah fahaman
▸ sebaiknya teman-teman yang musafir tetap shalat bersama jamaah di Masjid.
▸ Kalau dia terpaksa mau pulang dia bisa melakukan shalat Ashar di beberapa masjid, toh di negeri kita ini banyak masjid dipinggir jalan.

Alhamdulillah kita bisa berhenti sejenak sambil istirehat jika kita mengenderai sendiri. Tapi kalau kita mengenderai umum maka boleh dijama', na'am.

📚[Tanya Jawab Muhadharah Lhokseumawe Aceh // Jum'at-Ahad 24-26 Jumadal Ula 1437H ~ 04-06 Maret 2016M]

Url:
[ Audio:
- https://t.me/Mp3_kajian/1646 /
- http://bit.ly/2knD2q8 ]
[ Transkrip: http://bit.ly/Fw400211 ]

📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber audio: @ForumSalafy

#Fiqh #Ibadah #Shalat #jamak #jama_ #qasar #qashar
… ︿ ︿ ︿ ︿ ︿ …

Audio Kajian Islam Ilmiah Ma'had as-Salafy Jember / Sabtu, 26 al-Muharram 1440H ~ 6 Okt. 2018M

Tema:
🚇KEMBALILAH KEPADA AS-SUNNAH & TINGGALKANLAH HAWA NAFSU

Disampaikan oleh:
[🎙] Al-Ustadz Muhammad as-Sewed hafizhahullah

| Durasi: 0:36:00 / 9.8MB

[📥] Unduh di:
- http://bit.ly/Mp3k_1652 /
- https://t.me/Mp3_kajian/1652

Sumber: @alfawaaidnet
🚇JANGAN MENGIKUTI HAWA NAFSU

❱ Faidah dari al-Ustasz Muhammad as-Sewed hafizhahullah

Allah subhanahu wa ta'ala menyatakan:

{ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ ... }

“Dan janganlah mengikuti orang² yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti HAWA NAFSUNYA ...” [Al-Kahf 18:28]

Jangan turuti mereka..!!

HAWA,
= Madzmum kulluhu (tercela seluruhnya)
= Definisinya sederhana, selain “HUDA” (petunjuk), maka itulah hawa

karena Allah menyatakan dalam ayat-Nya:

{ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ ٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ ٱللَّهِۚ }

Dipertentangkan antara HAWA dengan HUDA

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?” [Al-Qasas 28:50]

Berarti apa yang bukan hudan minallah (petunjuk dari Allah) = HAWA..!!

{{⚠️}} Apakah
dari pikirannya sendiri,
dari hawa nafsunya sendiri
ataupun dari pemikiran orang lain
atau dari hasil ngelamunnya orang lain
= itu HAWA..!!

✘ Jangan turuti hawa nafsumu dan jangan turuti hawa nafsu mereka..!! Jangan turuti hawa nafsu siapapun..!!

📚[Rekaman bertema: Kembalilah Kepada As-Sunnah & Tinggalkanlah Hawa Nafsu / Muhadharah Ma'had as-Salafy, Jember / Sabtu, 26 Muharram 1440H ~ 06 Oktober 2018M]

[📥] Unduh
- http://bit.ly/Mp3k_1652 /
- https://t.me/Mp3_kajian/1652

📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net
🚇EDISI SENYUM
… ︿ ︿ ︿ ︿ ︿ …
Taushiyah Umum
🚇MENGAMBIL IBRAH DARI MUSIBAH YANG MELANDA

[ Disertai Penjelasan Tentang Sifat-Sifat Yang Wajib Dihindari Agar Ukhuwah Terwujud ]

[🎙] Disampaikan oleh:
Al-Ustadz Abu Miqdad Novel Mas'ud hafizhahullah

[📚] Rakaman Audio
Tele-Link Ikhwah Salafy 🇲🇾 / Ahad, 12 Shafar 1440H ~ 21.10.2018M

[▶️] http://bit.ly/2Am3A0L
- Durasi 01:06:28 (31.1MB - 64kbps)

[▶️] atau Fail Audio
berukuran lebih kecil di bawah
- (8.32MB - 16kbps)👇🏻

[📥] Muat turun di:
- http://bit.ly/Mp3k_1654 /
- https://t.me/Mp3_kajian/1654

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
📚 Ikhwah Salafy 🇲🇾
🌐Channel Telegram:
@IkhwahSalafyMalaysia
🚇TERMASUK MUSIBAH TERBESAR: TIDAK PEDULI AKAN KEKURANGAN YANG DIMILIKI
… ︿ ︿ ︿ ︿ ︿ …

🚇SIKAP SEORANG MUSLIM TATKALA FITNAH MELANDA

[🎙] Disampaikan oleh: Al-Ustadz Ahmad Khadim hafizhahullah

[📚] Audio Kajian Islam Ilmiah Bontang / Jum'at-Ahad, 03-05 Shafar 1440H ~ 12-14.10.2018M

[📥] Jum'at

Tausyiah Ba'da subuh
[▶️] Birrul Walidain (Berbakti Kepada Kedua Orang Tua)
- Durasi 00:51:26 (10.4MB - 26kbps)

Sesi 1
[▶️] Takwa Kepada Allah Ta'ala Bekal Menuju Akhirat
- Durasi 01:07:14 (15.5MB - 26kbps)

Sesi 2
[▶️] Jalan Terbaik Keluar dari Fitnah
- Durasi 00:50:27 (10.2MB - 26kbps)

- - - - - -

[📥] Sabtu

Tausyiah Ba'da Subuh
[▶️] Keutamaan Sabar dan Bersyukur
- Durasi 00:45:24 (8.68MB - 26kbps)

Kajian Khusus Umahat
[▶️] Al-Iffah Adalah Sebab Kemulian Muslimah
- Durasi 00:57:13 (11.6MB - 26kbps)

- - - - - -

[📥] Ahad

Tabligh Akbar
[▶️] Sikap Seorang Muslim Tatkala Fitnah Melanda
- Durasi 01:38:22 (13.2MB - 26kbps)

[📥] Unduh di:
- https://t.me/Mp3_kajian/1656

// Sumber: @AudioKajianIlmiahBontang