Channel Diskusi Pajak
12.8K subscribers
1.73K photos
73 videos
184 files
3.02K links
Info perpajakan
Download Telegram
Direktorat Jenderal Pajak kini sedang melakukan terobosan dalam pengelolaan pelayanan perpajakan di Indonesia. Berdasarkan proporsi penggunaan proses pemotongan dan pemungutan pajak sebagai salah satu cara yang paling sering digunakan dalam pembayaran pajak yang berlaku, maka Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan aplikasi elektronik Bukti Potong (e-Bupot).

Aplikasi e-Bupot adalah fasilitas perangkat lunak berbasis web yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan, membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik.

Aplikasi e-Bupot dibuat untuk untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam melaporkan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

Merujuk Data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak, pertumbuhan penerimaan dari pajak yang dipotong/dipungut (witholding tax) terus meningkat. Untuk PPh pasal 23 sendiri, pertumbuhan penerimaan pajaknya meningkat dari 6% pada medio 2007-2010, 36% pada medio 2011-2014, dan totalnya mencapau 62% pada medio 2007-2014.

Meningkatnya jumlah tersebut belum selaras dengan meningkatnya kepatuhan pelaporan PPh Pasal 23. Selain itu, masih belum ada integrasi yang sistematis antara pemotong pajak yang melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dengan bukti potong yang diterima oleh Wajib Pajak yang dipotong. Peluncuran aplikasi e-bupot menjadi inovasi dari DJP untuk menyelesaikan segala permasalahan tersebut melalui sebuah sistem yang terintegrasi.

Lewat penggunaan e-Bupot, Wajib Pajak, baik pemotong maupun yang dipotong ,akan merasakan beberapa kenyamanan. Pertama, karena berbasis web, maka aplikasi ini bisa diakses di mana saja dan kapan saja. Wajib Pajak juga tidak perlu memasang aplikasi tambahan dalam perangkat komputernya. Kedua, Pemotong Pajak bisa membuat bukti potong sekaligus melaporkan SPT Masa PPh pasal 23 lewat aplikasi e-Bupot ini, sehingga sangat memudahkan. Wajib Pajak tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak untuk melaporkan SPT Masanya.

Selain itu, bagi Wajib Pajak yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 23, adanya aplikasi ebupot ini akan memudahkan sinkronisasi antara bukti potong yang dilaporkan Pemotong dengan SPT Tahunan Wajib Pajak tersebut. Nantinya, bukti potong dari pemotong pajak akan muncul secara otomatis dalam lampiran SPT Tahunan Wajib Pajak apabila dia menyampaikan SPT tersebut melalui e-filing.

Di sisi lain, aplikasi e-bupot akan membuat Direktorat Jenderal Pajak lebih mampu melakukan pengawasan terhadap aktivitas pengeluaran bukti potong oleh Pemotong Pajak. Direktorat Jenderal Pajak bisa melakukan validasi terhadap bukti potong, sehingga meminimalkan potensi kecurangan yang dapat muncul. Selain itu, data dari e-Bupot ini akan berguna ketika pemberlakukan Automatic Exchange of Information.

Pemotongan Pajak (Witholding Tax) merupakan cara efektif bagi Pemerintah untuk menangkap pajak dari transaksi yang sulit untuk dikenakan pajak serta meningkatkan kualitas data dari transaksi pemotongan pajak pada umumnya. Syaratnya, skema potong dan/atau pungut yang bebannya dilimpahkan pada pihak ketiga harus jelas, transparan, dan mudah. Untuk itulah aplikasi e-Bupot ini diluncurkan. Melalui e-bupot, Direktorat Jenderal Pajak bisa berperan aktif melakukan pengawasan terhadap aktivitas pemotongan pajak sehingga dapat memudahkan Wajib Pajak dan Direktorat Jeneral Pajak dalam berbagai sisi, sehingga ke depannya dapat menambah penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan di Indonesia.

#MudahEfektifTerpercaya
👍1
Billing pake ini Tekan *141*500#
Pengusaha Kena Pajak Harus Berhati-hati

Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus berhati-hati dalam menggunakan layanan pembuatan e-Faktur dari pihak-pihak yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau tanpa izin dari DJP.

Ini disebabkan banyaknya pengaduan dari wajib pajak kepada DJP yang mengalami kendala saat pembuatan e-Faktur tersebut melalui penyedia layanan aplikasi yang belum ditetapkan sebagai penyelenggara aplikasi e-Faktur.


E-Faktur sendiri merupakan faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.

Untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak, DJP telah menyediakan beberapa aplikasi atau sistem elektronik pembuatan e-Faktur melalui Client Desktop, Web Based, dan Host to Host (H2H).

Aplikasi e-Faktur melalui Web Based adalah aplikasi e-Faktur yang disediakan oleh DJP untuk PKP yang membuat e-Faktur dalam jumlah kecil. Saat ini telah diimplementasikan secara terbatas untuk PKP tertentu di beberapa Kantor Pelayanan Pajak.

Sedangkan aplikasi e-Faktur H2H disiapkan oleh DJP untuk PKP yang membuat faktur pajak dalam jumlah besar. Selain PKP dapat menggunakan sendiri aplikasi itu, PKP juga dapat membuat e-Faktur melalui Penyelenggara e-Faktur H2H.

Tentu pihak ketiga ini adalah mereka yang telah ditetapkan dan mendapat izin sebagai Penyelenggara e-Faktur H2H dari Direktur Jenderal Pajak melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Sampai saat ini, baru satu penyedia jasa aplikasi yang telah diberikan izin untuk menyelenggarakan aplikasi e-Faktur H2H yaitu PT Mitra Pajakku. Ini sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-16/PJ/2018 tanggal 31 Januari 2018. Pastinya setelah melalui serangkaian hasil uji aplikasi (User Acceptance Test).

Tentu kendala yang terjadi pada aplikasi yang disediakan oleh pihak ketiga yang belum mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Pajak ini karena mereka belum melalui serangkaian hasil uji aplikasi itu. DJP tidak menghendaki demikian karena merugikan wajib pajak dalam hal ini PKP itu sendiri.

Untuk itu PKP harus berhati-hati dengan tidak memberitahukan atau memberikan User Id, Password, Sertifikat Elektronik, dan Passphrase kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kerugian yang ditimbulkan dari penyalahgunaan informasi elektronik itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab PKP yang bersangkutan.

Yang perlu diingat adalah Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan salah satunya berdasarkan asas kehati-hatian.

Ini penting buat kita semua.

http://pajak.go.id/article/pengusaha-kena-pajak-harus-berhati-hati
Logo DJP Baru hanya dipakai dalam branding dan kegiatan kehumasan. Logo Kementerian tetap dipakai dalam Tata Naskah Dinas resmi.
Hayo.. khusus masa desember SPT Masa 21 meskipun nihil tetap wajib lapor loh.. plus lampiran nya ada khusus satu masa pajak desember dan satu tahun pajak. Dilaporkan ke KPP secara efiling bagi yg wajib elektronik.
Yang mau lapor eform silakan coba