Orang yang beriman tidak sepantasnya menganggap dunia ini sebagai tempat tinggalnya yang abadi. Namun, Seyogyanya ia menganggap hidup di dunia ini seperti musafir yang sedang menyiapkan bekal bepergian menempuh perjalanan yang teramat panjang.
Ini sesuai dengan wasiat para Nabi dan Rasul ‘alaihimush shalâtu was salâm dan para pengikut mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan tentang keluarga Fir’aun yang beriman yang mengatakan:
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Ghâfir/al-Mukmin/40:39)
Jika dunia bukan negeri domisili dan tempat yang abadi bagi orang Mukmin, maka orang Mukmin harus bersikap dengan salah satu dari dua sikap: Pertama, seperti orang asing yang menetap di negeri asing dan obsesinya (tujuan dan cita-citanya) ialah mencari bekal untuk pulang ke tanah airnya. Kedua, seperti orang musafir yang tidak menetap sama sekali, dia terus melanjutkan perjalanannya siang dan malam menuju negeri abadi.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma agar ia di dunia ini berada di antara salah satu dari kedua sikap berikut:
Pertama, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti
orang asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing. Hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Hatinya tetap bergantung dengan tanah airnya, tempat ia akan kembali kepadanya. Ia bermukim di dunia untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk pulang ke tanah airnya (yaitu Surga).
Kedua, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia seperti musafir yang tidak pernah mukim di satu tempat, namun tetap berjalan melintasi tempat-tempat perjalanan hingga perjalanannya terhenti di tempat tujuan, yaitu kematian. Barangsiapa sikapnya seperti ini di dunia, berarti dia menyadari tujuannya yaitu mencari bekal untuk perjalanan dan tidak disibukkan dengan memperkaya diri dengan perhiasan dunia. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah Sahabatnya agar bekal mereka dari dunia seperti bekal pengendara atau musafir.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْمِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ
Sesungguhnya cukup bagi kalian di dunia ini seperti bekal orang yang dalam perjalanan
[HR. Ahmad, II/293; At-Tirmidzi, no. 2307; dan Ibnu Mâjah, no. 4258; An-Nasa`I, IV/4 dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
For more:
🌐 almanhaj.or.id/13112-hiduplah-di-dunia-ini-seakan-akan-orang-asing-atau-musafir.html
➖➖➖➖➖➖
Join us:
@langkah_jariyah 🤝 @thequran_path
➖➖➖➖➖➖
#islam #quran #islamicquotes #journey #langkahjariyah
Ini sesuai dengan wasiat para Nabi dan Rasul ‘alaihimush shalâtu was salâm dan para pengikut mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan tentang keluarga Fir’aun yang beriman yang mengatakan:
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Ghâfir/al-Mukmin/40:39)
Jika dunia bukan negeri domisili dan tempat yang abadi bagi orang Mukmin, maka orang Mukmin harus bersikap dengan salah satu dari dua sikap: Pertama, seperti orang asing yang menetap di negeri asing dan obsesinya (tujuan dan cita-citanya) ialah mencari bekal untuk pulang ke tanah airnya. Kedua, seperti orang musafir yang tidak menetap sama sekali, dia terus melanjutkan perjalanannya siang dan malam menuju negeri abadi.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma agar ia di dunia ini berada di antara salah satu dari kedua sikap berikut:
Pertama, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti
orang asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing. Hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Hatinya tetap bergantung dengan tanah airnya, tempat ia akan kembali kepadanya. Ia bermukim di dunia untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk pulang ke tanah airnya (yaitu Surga).
Kedua, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia seperti musafir yang tidak pernah mukim di satu tempat, namun tetap berjalan melintasi tempat-tempat perjalanan hingga perjalanannya terhenti di tempat tujuan, yaitu kematian. Barangsiapa sikapnya seperti ini di dunia, berarti dia menyadari tujuannya yaitu mencari bekal untuk perjalanan dan tidak disibukkan dengan memperkaya diri dengan perhiasan dunia. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah Sahabatnya agar bekal mereka dari dunia seperti bekal pengendara atau musafir.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْمِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ
Sesungguhnya cukup bagi kalian di dunia ini seperti bekal orang yang dalam perjalanan
[HR. Ahmad, II/293; At-Tirmidzi, no. 2307; dan Ibnu Mâjah, no. 4258; An-Nasa`I, IV/4 dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
For more:
🌐 almanhaj.or.id/13112-hiduplah-di-dunia-ini-seakan-akan-orang-asing-atau-musafir.html
➖➖➖➖➖➖
Join us:
@langkah_jariyah 🤝 @thequran_path
➖➖➖➖➖➖
#islam #quran #islamicquotes #journey #langkahjariyah
Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah
Hiduplah Di Dunia Ini Seakan-Akan Orang Asing Atau Musafir | Almanhaj
HIDUPLAH DI DUNIA INI SEAKAN-AKAN ORANG ASING ATAU MUSAFIR Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ…