Teman-teman yang ga bisa hadir dalam acara *ISLAMIC HISTORY BOOK GALA* _Pembebasan Tanah Palestina oleh Generasi Shalahuddin_
Silahkan saksikan lengkapnya disini ya,
https://www.youtube.com/playlist?list=PLuoquszEEObZgJuveeflzUZkEH42ihyne
Mohon bantu subscribe 😊🙏🏻
Silahkan saksikan lengkapnya disini ya,
https://www.youtube.com/playlist?list=PLuoquszEEObZgJuveeflzUZkEH42ihyne
Mohon bantu subscribe 😊🙏🏻
1. Tokoh ini adalah bagian dari kaderisasi generasi Shalahuddin saat Al Aqsha dijajah pasukan salib
Anonymous Quiz
82%
Nuruddin Mahmud Zanki
5%
Timur Lenk
13%
Dhiyaul Haqq
2. Fakta benar tentang Shalahuddin Al Ayyubi...
Anonymous Quiz
77%
Beliau bukan orang Arab
11%
Dilahirkan di Athena
11%
Wafat dalam keadaan dipenjara oleh Richard The Lionheart
3. Nama asli Shalahuddin Al Ayyubi
Anonymous Quiz
8%
Mikhail bin Saljuq
4%
Zahir Baibars
88%
Yusuf bin Najmuddin Ayyub
5. Fakta benar tentang penjajahan Palestina di masa pasukan Salib
Anonymous Quiz
70%
Mereka mendirikan Kingdom of Jerusalem
24%
Palestina dijajah pasukan Salib hanya dalam waktu 5 tahun
6%
Pasukan Salib berasal seluruhnya dari Rusia
Kisah 3000 Tentara Salib yang Masuk Islam
Dikisahkan oleh Odo of Deuil, sejarawan Prancis (1110-1162 M) saat itu tahun 1147, Raja Louis VII dan pasukan salibnya memutuskan untuk berangkat dari wilayah Anatolia ke Syam. Ada 3000 tentara salib yang tertinggal dan tak mampu menyewa kapal untuk menyusul raja mereka.
Mengetahui hal itu, Romawi yang masih punya kekuasaan di Anatolia malah mengusir 3000 tentara ini dari batas teritorialnya; membiarkan mereka tanpa bantuan, sementara pasukan ini dalam keadaan banyak yang sakit dan terluka. Padahal baik Louis VII dan Romawi sedang menghadapi musuh yang sama: Umat Islam.
Hebatnya, pertolongan justru datang dari Kesultanan Turki Seljuk. Kaum Muslimin memberikan mereka tempat tinggal sementara untuk mengobati orang-orang sakit dan memberi ransum bagi tentara yang berhari-hari tak makan. Merasakan pertolongan tersebut, 3000 tentara salib ini memutuskan untuk masuk Islam.
Dalam catatannya, Odo of Deuil mengomentari peristiwa ini, "orang-orang Turki itu memberikan makanan dan obat, itulah yang membuat mereka (3000 tentara salib) memutuskan untuk memberikan hal paling berharga dalam hidup mereka: keimanan."
Disampaikan oleh Prof Dr Ali Muhammad Al Audah, Pakar Sejarah Perang Salib
Dikisahkan oleh Odo of Deuil, sejarawan Prancis (1110-1162 M) saat itu tahun 1147, Raja Louis VII dan pasukan salibnya memutuskan untuk berangkat dari wilayah Anatolia ke Syam. Ada 3000 tentara salib yang tertinggal dan tak mampu menyewa kapal untuk menyusul raja mereka.
Mengetahui hal itu, Romawi yang masih punya kekuasaan di Anatolia malah mengusir 3000 tentara ini dari batas teritorialnya; membiarkan mereka tanpa bantuan, sementara pasukan ini dalam keadaan banyak yang sakit dan terluka. Padahal baik Louis VII dan Romawi sedang menghadapi musuh yang sama: Umat Islam.
Hebatnya, pertolongan justru datang dari Kesultanan Turki Seljuk. Kaum Muslimin memberikan mereka tempat tinggal sementara untuk mengobati orang-orang sakit dan memberi ransum bagi tentara yang berhari-hari tak makan. Merasakan pertolongan tersebut, 3000 tentara salib ini memutuskan untuk masuk Islam.
Dalam catatannya, Odo of Deuil mengomentari peristiwa ini, "orang-orang Turki itu memberikan makanan dan obat, itulah yang membuat mereka (3000 tentara salib) memutuskan untuk memberikan hal paling berharga dalam hidup mereka: keimanan."
Disampaikan oleh Prof Dr Ali Muhammad Al Audah, Pakar Sejarah Perang Salib
Semoga Allah sehatkan teman-teman semua.
Hati masih sedih. Mata disuguhkan kepedihan Gaza yang masih dizalimi...
Apalagi kalau dibawa pikiran, pasti pengaruh banget dalam kegiatan sehari-hari.
Makanya, semoga teman-teman diberikan kepekaan, pun juga kesehatan. Karena tugas kita banyak. Karena tanggungjawab masih mengantri untuk diselesaikan
Hati masih sedih. Mata disuguhkan kepedihan Gaza yang masih dizalimi...
Apalagi kalau dibawa pikiran, pasti pengaruh banget dalam kegiatan sehari-hari.
Makanya, semoga teman-teman diberikan kepekaan, pun juga kesehatan. Karena tugas kita banyak. Karena tanggungjawab masih mengantri untuk diselesaikan
Perang Pemikiran, Louis IX dan Alasan Kenapa Umat Hari Ini Diam Atas Palestina
#TodayinHistory 4 Dzulqa'dah 647 H (1248 Masehi) Raja Louis IX bersama 30 ribu tentaranya dari Prancis menyerang Mesir untuk meletuskan Perang Salib ketujuh dalam pertempuran Mansoura dan berakhir kalah. Kekalahannya dari mujahid Kesultanan Mamalik membuatnya berpikir untuk menyerang Kaum Muslimin dari medan pemikiran, bukan lagi medan militer.
Motivasi penggunaan "perang pemikiran" di zaman ini bermula dari kekalahan pahit yang dialami pasukan Salib dari perang pertama mereka dengan kaum Muslimin pada abad ke-5 dan ke-6 Hijriah, (11 dan 12 M), yang berakhir dengan kekalahan telak dan kegagalan dalam mencapai tujuan mencapai apa pun yang ingin dicapai."
Dari kitab : تحصين المجتمع المسلم ضد الغزو الفكري
Raja Prancis itu berangkat dari istananya dengan angkuh. Setiap jalan di Paris berhias pujian buatnya. Rakyat bersorak sorai menanti kabar baik dari ekspedisinya. Para uskup dan biarawanpun berbaris rapi melepas kepergiannya bersama pasukannya. Apalagi Paus Innocent IV, pemimpin kristen tertinggi di Eropa kala itu —yang menyuruhnya untuk memimpin pasukan gabungan seluruh Eropa untuk menyerang negeri Islam dan merebut Baitul Maqdis— berdiri di hadapannya dan menggelarinya sebagai kesatria suci yang dijamin surga.
Orang Eropa di Abad Pertengahan sampai zaman modern ini menamakan ekspedisi itu dengan; Perang Salib. Ya, perang salib yang ketujuh!
Ia dan tentaranya berangkat ke Mesir untuk melumpuhkan negeri Islam dan merebut kembali Kota Baitul Maqdis yang sebelumnya sudah dibebaskan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah. Namun sedatangnya ia di Mesir, ternyata Kaum Muslimin sudah siap menyambutnya dengan semangat jihad membara.
Perang meletus di sebuah kota kecil bernama Al Manshurah di utara Mesir, antara 30 ribu pasukan nasrani gabungan banyak negeri Eropa melawan tentara muslim Mesir —4600 pasukan berkuda dan 6000 pasukan pejalan kaki— yang dipimpin oleh Panglima Fakhruddin Yusuf. Dan sebagaimana kamu tahu, jika Umat Islam masih berpegang teguh pada agamanya, sekecil apapun jumlahnya biasanya akan menang dengan iman dan keyakinan.
Sudah kalah, Louis IX ditangkap pula. Bahkan, beberapa kali ia mencoba lagi untuk bertempur melawan umat Islam, namun tetap saja ia dan pasukannya menderita kekalahan yang telak.
Hingga suatu hari ia mendapat ide, lalu mengumpulkan orang-orang pentingnya.
“Aku telah menemukan cara untuk menghancurkan Umat Islam”, ucap Louis IX penuh kedengkian pada menteri-menterinya, “kita tidak akan menang melawan mereka selama di hati mereka Islam masih hidup!”
“Kamu sekalian tidak akan mampu untuk mengalahkan orang-orang Islam di medan peperangan fisik”, kata Louis IX pada raja-raja Eropa, panglima militer dan menteri-menterinya, “pertama, kamu mesti merusak dulu keyakinan mereka. Lalu, barulah kamu sekalian bisa menaklukkan mereka dengan mudah!” (Waqi'una Al Muashir, M. Quthb)
Lebih jauh, dalam uraian seorang ulama, Louis IX menyimpulkan bahwa siapapun yang menghadapi Umat Islam, maka mereka mesti menempuh jalan lain, yaitu jalan pemikiran dengan menebarkan keragu-raguan dan opini yang sesat di tengah Umat Islam.
Sejak saat itulah, mereka yang tidak ingin umat ini bangkit, mengenal sebuah taktik melawan umat Islam yang ternyata penuh keteguhan di medan perjuangan. Dengan taktik ini mereka berusaha memadamkan cahaya Allah di muka bumi. Taktik itu bernama; Perang Pemikiran, atau dalam istilah bahasa Arab adalah, “Ghazwul Fikri.”
#TodayinHistory 4 Dzulqa'dah 647 H (1248 Masehi) Raja Louis IX bersama 30 ribu tentaranya dari Prancis menyerang Mesir untuk meletuskan Perang Salib ketujuh dalam pertempuran Mansoura dan berakhir kalah. Kekalahannya dari mujahid Kesultanan Mamalik membuatnya berpikir untuk menyerang Kaum Muslimin dari medan pemikiran, bukan lagi medan militer.
Motivasi penggunaan "perang pemikiran" di zaman ini bermula dari kekalahan pahit yang dialami pasukan Salib dari perang pertama mereka dengan kaum Muslimin pada abad ke-5 dan ke-6 Hijriah, (11 dan 12 M), yang berakhir dengan kekalahan telak dan kegagalan dalam mencapai tujuan mencapai apa pun yang ingin dicapai."
Dari kitab : تحصين المجتمع المسلم ضد الغزو الفكري
Raja Prancis itu berangkat dari istananya dengan angkuh. Setiap jalan di Paris berhias pujian buatnya. Rakyat bersorak sorai menanti kabar baik dari ekspedisinya. Para uskup dan biarawanpun berbaris rapi melepas kepergiannya bersama pasukannya. Apalagi Paus Innocent IV, pemimpin kristen tertinggi di Eropa kala itu —yang menyuruhnya untuk memimpin pasukan gabungan seluruh Eropa untuk menyerang negeri Islam dan merebut Baitul Maqdis— berdiri di hadapannya dan menggelarinya sebagai kesatria suci yang dijamin surga.
Orang Eropa di Abad Pertengahan sampai zaman modern ini menamakan ekspedisi itu dengan; Perang Salib. Ya, perang salib yang ketujuh!
Ia dan tentaranya berangkat ke Mesir untuk melumpuhkan negeri Islam dan merebut kembali Kota Baitul Maqdis yang sebelumnya sudah dibebaskan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah. Namun sedatangnya ia di Mesir, ternyata Kaum Muslimin sudah siap menyambutnya dengan semangat jihad membara.
Perang meletus di sebuah kota kecil bernama Al Manshurah di utara Mesir, antara 30 ribu pasukan nasrani gabungan banyak negeri Eropa melawan tentara muslim Mesir —4600 pasukan berkuda dan 6000 pasukan pejalan kaki— yang dipimpin oleh Panglima Fakhruddin Yusuf. Dan sebagaimana kamu tahu, jika Umat Islam masih berpegang teguh pada agamanya, sekecil apapun jumlahnya biasanya akan menang dengan iman dan keyakinan.
Sudah kalah, Louis IX ditangkap pula. Bahkan, beberapa kali ia mencoba lagi untuk bertempur melawan umat Islam, namun tetap saja ia dan pasukannya menderita kekalahan yang telak.
Hingga suatu hari ia mendapat ide, lalu mengumpulkan orang-orang pentingnya.
“Aku telah menemukan cara untuk menghancurkan Umat Islam”, ucap Louis IX penuh kedengkian pada menteri-menterinya, “kita tidak akan menang melawan mereka selama di hati mereka Islam masih hidup!”
“Kamu sekalian tidak akan mampu untuk mengalahkan orang-orang Islam di medan peperangan fisik”, kata Louis IX pada raja-raja Eropa, panglima militer dan menteri-menterinya, “pertama, kamu mesti merusak dulu keyakinan mereka. Lalu, barulah kamu sekalian bisa menaklukkan mereka dengan mudah!” (Waqi'una Al Muashir, M. Quthb)
Lebih jauh, dalam uraian seorang ulama, Louis IX menyimpulkan bahwa siapapun yang menghadapi Umat Islam, maka mereka mesti menempuh jalan lain, yaitu jalan pemikiran dengan menebarkan keragu-raguan dan opini yang sesat di tengah Umat Islam.
Sejak saat itulah, mereka yang tidak ingin umat ini bangkit, mengenal sebuah taktik melawan umat Islam yang ternyata penuh keteguhan di medan perjuangan. Dengan taktik ini mereka berusaha memadamkan cahaya Allah di muka bumi. Taktik itu bernama; Perang Pemikiran, atau dalam istilah bahasa Arab adalah, “Ghazwul Fikri.”