Semoga Allah sehatkan teman-teman semua.
Hati masih sedih. Mata disuguhkan kepedihan Gaza yang masih dizalimi...
Apalagi kalau dibawa pikiran, pasti pengaruh banget dalam kegiatan sehari-hari.
Makanya, semoga teman-teman diberikan kepekaan, pun juga kesehatan. Karena tugas kita banyak. Karena tanggungjawab masih mengantri untuk diselesaikan
Hati masih sedih. Mata disuguhkan kepedihan Gaza yang masih dizalimi...
Apalagi kalau dibawa pikiran, pasti pengaruh banget dalam kegiatan sehari-hari.
Makanya, semoga teman-teman diberikan kepekaan, pun juga kesehatan. Karena tugas kita banyak. Karena tanggungjawab masih mengantri untuk diselesaikan
Perang Pemikiran, Louis IX dan Alasan Kenapa Umat Hari Ini Diam Atas Palestina
#TodayinHistory 4 Dzulqa'dah 647 H (1248 Masehi) Raja Louis IX bersama 30 ribu tentaranya dari Prancis menyerang Mesir untuk meletuskan Perang Salib ketujuh dalam pertempuran Mansoura dan berakhir kalah. Kekalahannya dari mujahid Kesultanan Mamalik membuatnya berpikir untuk menyerang Kaum Muslimin dari medan pemikiran, bukan lagi medan militer.
Motivasi penggunaan "perang pemikiran" di zaman ini bermula dari kekalahan pahit yang dialami pasukan Salib dari perang pertama mereka dengan kaum Muslimin pada abad ke-5 dan ke-6 Hijriah, (11 dan 12 M), yang berakhir dengan kekalahan telak dan kegagalan dalam mencapai tujuan mencapai apa pun yang ingin dicapai."
Dari kitab : تحصين المجتمع المسلم ضد الغزو الفكري
Raja Prancis itu berangkat dari istananya dengan angkuh. Setiap jalan di Paris berhias pujian buatnya. Rakyat bersorak sorai menanti kabar baik dari ekspedisinya. Para uskup dan biarawanpun berbaris rapi melepas kepergiannya bersama pasukannya. Apalagi Paus Innocent IV, pemimpin kristen tertinggi di Eropa kala itu —yang menyuruhnya untuk memimpin pasukan gabungan seluruh Eropa untuk menyerang negeri Islam dan merebut Baitul Maqdis— berdiri di hadapannya dan menggelarinya sebagai kesatria suci yang dijamin surga.
Orang Eropa di Abad Pertengahan sampai zaman modern ini menamakan ekspedisi itu dengan; Perang Salib. Ya, perang salib yang ketujuh!
Ia dan tentaranya berangkat ke Mesir untuk melumpuhkan negeri Islam dan merebut kembali Kota Baitul Maqdis yang sebelumnya sudah dibebaskan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah. Namun sedatangnya ia di Mesir, ternyata Kaum Muslimin sudah siap menyambutnya dengan semangat jihad membara.
Perang meletus di sebuah kota kecil bernama Al Manshurah di utara Mesir, antara 30 ribu pasukan nasrani gabungan banyak negeri Eropa melawan tentara muslim Mesir —4600 pasukan berkuda dan 6000 pasukan pejalan kaki— yang dipimpin oleh Panglima Fakhruddin Yusuf. Dan sebagaimana kamu tahu, jika Umat Islam masih berpegang teguh pada agamanya, sekecil apapun jumlahnya biasanya akan menang dengan iman dan keyakinan.
Sudah kalah, Louis IX ditangkap pula. Bahkan, beberapa kali ia mencoba lagi untuk bertempur melawan umat Islam, namun tetap saja ia dan pasukannya menderita kekalahan yang telak.
Hingga suatu hari ia mendapat ide, lalu mengumpulkan orang-orang pentingnya.
“Aku telah menemukan cara untuk menghancurkan Umat Islam”, ucap Louis IX penuh kedengkian pada menteri-menterinya, “kita tidak akan menang melawan mereka selama di hati mereka Islam masih hidup!”
“Kamu sekalian tidak akan mampu untuk mengalahkan orang-orang Islam di medan peperangan fisik”, kata Louis IX pada raja-raja Eropa, panglima militer dan menteri-menterinya, “pertama, kamu mesti merusak dulu keyakinan mereka. Lalu, barulah kamu sekalian bisa menaklukkan mereka dengan mudah!” (Waqi'una Al Muashir, M. Quthb)
Lebih jauh, dalam uraian seorang ulama, Louis IX menyimpulkan bahwa siapapun yang menghadapi Umat Islam, maka mereka mesti menempuh jalan lain, yaitu jalan pemikiran dengan menebarkan keragu-raguan dan opini yang sesat di tengah Umat Islam.
Sejak saat itulah, mereka yang tidak ingin umat ini bangkit, mengenal sebuah taktik melawan umat Islam yang ternyata penuh keteguhan di medan perjuangan. Dengan taktik ini mereka berusaha memadamkan cahaya Allah di muka bumi. Taktik itu bernama; Perang Pemikiran, atau dalam istilah bahasa Arab adalah, “Ghazwul Fikri.”
#TodayinHistory 4 Dzulqa'dah 647 H (1248 Masehi) Raja Louis IX bersama 30 ribu tentaranya dari Prancis menyerang Mesir untuk meletuskan Perang Salib ketujuh dalam pertempuran Mansoura dan berakhir kalah. Kekalahannya dari mujahid Kesultanan Mamalik membuatnya berpikir untuk menyerang Kaum Muslimin dari medan pemikiran, bukan lagi medan militer.
Motivasi penggunaan "perang pemikiran" di zaman ini bermula dari kekalahan pahit yang dialami pasukan Salib dari perang pertama mereka dengan kaum Muslimin pada abad ke-5 dan ke-6 Hijriah, (11 dan 12 M), yang berakhir dengan kekalahan telak dan kegagalan dalam mencapai tujuan mencapai apa pun yang ingin dicapai."
Dari kitab : تحصين المجتمع المسلم ضد الغزو الفكري
Raja Prancis itu berangkat dari istananya dengan angkuh. Setiap jalan di Paris berhias pujian buatnya. Rakyat bersorak sorai menanti kabar baik dari ekspedisinya. Para uskup dan biarawanpun berbaris rapi melepas kepergiannya bersama pasukannya. Apalagi Paus Innocent IV, pemimpin kristen tertinggi di Eropa kala itu —yang menyuruhnya untuk memimpin pasukan gabungan seluruh Eropa untuk menyerang negeri Islam dan merebut Baitul Maqdis— berdiri di hadapannya dan menggelarinya sebagai kesatria suci yang dijamin surga.
Orang Eropa di Abad Pertengahan sampai zaman modern ini menamakan ekspedisi itu dengan; Perang Salib. Ya, perang salib yang ketujuh!
Ia dan tentaranya berangkat ke Mesir untuk melumpuhkan negeri Islam dan merebut kembali Kota Baitul Maqdis yang sebelumnya sudah dibebaskan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah. Namun sedatangnya ia di Mesir, ternyata Kaum Muslimin sudah siap menyambutnya dengan semangat jihad membara.
Perang meletus di sebuah kota kecil bernama Al Manshurah di utara Mesir, antara 30 ribu pasukan nasrani gabungan banyak negeri Eropa melawan tentara muslim Mesir —4600 pasukan berkuda dan 6000 pasukan pejalan kaki— yang dipimpin oleh Panglima Fakhruddin Yusuf. Dan sebagaimana kamu tahu, jika Umat Islam masih berpegang teguh pada agamanya, sekecil apapun jumlahnya biasanya akan menang dengan iman dan keyakinan.
Sudah kalah, Louis IX ditangkap pula. Bahkan, beberapa kali ia mencoba lagi untuk bertempur melawan umat Islam, namun tetap saja ia dan pasukannya menderita kekalahan yang telak.
Hingga suatu hari ia mendapat ide, lalu mengumpulkan orang-orang pentingnya.
“Aku telah menemukan cara untuk menghancurkan Umat Islam”, ucap Louis IX penuh kedengkian pada menteri-menterinya, “kita tidak akan menang melawan mereka selama di hati mereka Islam masih hidup!”
“Kamu sekalian tidak akan mampu untuk mengalahkan orang-orang Islam di medan peperangan fisik”, kata Louis IX pada raja-raja Eropa, panglima militer dan menteri-menterinya, “pertama, kamu mesti merusak dulu keyakinan mereka. Lalu, barulah kamu sekalian bisa menaklukkan mereka dengan mudah!” (Waqi'una Al Muashir, M. Quthb)
Lebih jauh, dalam uraian seorang ulama, Louis IX menyimpulkan bahwa siapapun yang menghadapi Umat Islam, maka mereka mesti menempuh jalan lain, yaitu jalan pemikiran dengan menebarkan keragu-raguan dan opini yang sesat di tengah Umat Islam.
Sejak saat itulah, mereka yang tidak ingin umat ini bangkit, mengenal sebuah taktik melawan umat Islam yang ternyata penuh keteguhan di medan perjuangan. Dengan taktik ini mereka berusaha memadamkan cahaya Allah di muka bumi. Taktik itu bernama; Perang Pemikiran, atau dalam istilah bahasa Arab adalah, “Ghazwul Fikri.”
Referensi :
1. Pengantar Ilmu Filsafat Universitas Al Azhar Kairo, 2016.
2. كتاب الحملة الصليبية على العالم الإسلامي والعالم
3. فشل الغرب عسكريا وتخوفه من الإسلام
4. واقعنا المعاصر، محمد قطب
1. Pengantar Ilmu Filsafat Universitas Al Azhar Kairo, 2016.
2. كتاب الحملة الصليبية على العالم الإسلامي والعالم
3. فشل الغرب عسكريا وتخوفه من الإسلام
4. واقعنا المعاصر، محمد قطب
Bahkan Orang-orang Zionazi Mencoba "Membunuh" Bahasa Arab
1439 هـ - الكنيست الإسرائيلي يُقر قانون الدولة القومية لليهود في إسرائيل الذي نص على عدَّة خطوات تصب في صالح اليهود، وأفقد اللُغة العربيَّة صفتها الرسميَّة في إسرائيل
5 Dzulqa'dah 1439 H (2018) Dewan Rakyat Israel Penjajah —Knesset— menyetujui Undang-undang Negara Nasional bagi orang Yahudi di Israel, yang menetapkan beberapa langkah yang merupakan kepentingan orang Yahudi, dan membuat bahasa Arab kehilangan status resminya di Palestina terjajah.
Pada tahun 2013, seorang guru yang bekerja di sebuah sekolah menengah penjajah yang terletak di pinggiran Haifa mengeluh. Ia menerima informasi bahwa murid-muridnya menolak untuk belajar bahasa Arab, dan mereka menganggapnya sebagai “bahasa musuh." Keluhan ini di tengah orang-orang zionazi tentu tidak aneh atau mengejutkan. Sebab, pemerintah penjajah mendorong para zionazi untuk sensitif terhadap bahasa Arab.
Di tempat kerja, misalnya, para karyawan asli berkebangsaan Palestina dilarang berbicara satu sama lain dalam bahasa Arab, dan di dalam Knesset (Parlemen) Israel), sebuah kalimat dalam bahasa Arab yang diucapkan oleh seorang anggota Arab menimbulkan kemarahan besar. Reaksi kemarahan dari para pemimpin komplotan penjajah membuat mereka meresmikan “Undang-Undang Negara Bangsa” yang dikeluarkan pada tahun 2018 justru melemahkan status bahasa Arab secara resmi.
Padahal, tahukah kamu? Dalam sejarah Yahudi sendiri, dapat dikatakan bahwa hingga abad ke-12 bahasa Arab adalah bahasa yang paling umum digunakan oleh mayoritas orang Yahudi di dunia. Beberapa tulisan ilmiah Yahudi yang paling penting ditulis dalam bahasa Arab. Pun, komunikasi sebagian besar orang Yahudi yang tinggal di negara-negara Timur menggunakan bahasa Arab. Namun ketika zionazi menduduki Palestina, bahasa Ibrani diangkat oleh orang-orang Yahudi sebagai simbol identitas mereka dalam kisah berdarah penjajahannya.
Tak hanya dihapus dari percakapan sehari-hari, bahasa Arab pun mereka coba hilangkan dari nama-nama jalan di Kota Al Quds. Wadi Awwadah seorang reporter Aljazeera di Al Quds menulis tahun 2015, "rencananya, nama Jalan Silwan di jantung kota Silwan akan diganti di Silwan dengan nama yahudi 'Ir Dahud.' Jalan samping Silwan diberi nama Ibrani seperti 'Ma'alot Ma'yan Hagihon', 'HaAshur', 'Arogot Haposem', 'Pardes Rimonim', dan 'Jinat Agoz.'"
Tapi, dalam sebuah tulisan berjudul 'Kenapa Orang-orang Israel Mulai Belajar Bahasa Arab' yang ditulis oleh Merfat Auf seorang jurnalis Palestina, ia mengatakan bahwa warga zionazi sedang mulai menyadari bahwa mempelajari bahasa Arab itu penting. Namun bukan sebagai cara meraka untuk bersosialisasi dengan Kaum muslimin, melainkan "belajar bahasa Arab, agar kalian bisa lebih baik dalam mengusir peternak dan petani Palestina dari tanah-tanah mereka", seperti itulah keyakinan zionazi sebagaimana ditulis Merfat.
Bagi Kaum muslimin, bahasa Arab adalah jalan penting buat kita untuk kembali mengenal pentingnya Masjid Al Aqsha dan Palestina. Literasi kita tentang pentingnya membela Al Aqsha dalam bahasa Indonesia masih sangat terbatas, padahal buku-buku berbahasa Arab tentang tema Al Aqsha yang berhasil dikumpulkan dalam perpustakaan online Palestina mencapai 4200 buku lebih.
Jalan kita masih panjang. Jika musuh mau belajar bahasa Arab untuk menjajah lebih serius, kenapa kita tidak belajar bahasa Arab demi usaha membebaskan Al Aqsha lebih serius?
Referensi:
1.تهويد القدس: محاولات التهويد والتصدي لها من واقع النصوص والوثائق والاحصاءات
2. حرب اللغات.. لماذا يتعلم الإسرائيليون اللغة العربية؟
3. الاحتلال يهوّد أسماء الشوارع بالقدس الشرقية
4. كتاب الخطة الهيكلية والخطة الإستراتيجية في تهويد القدس
1439 هـ - الكنيست الإسرائيلي يُقر قانون الدولة القومية لليهود في إسرائيل الذي نص على عدَّة خطوات تصب في صالح اليهود، وأفقد اللُغة العربيَّة صفتها الرسميَّة في إسرائيل
5 Dzulqa'dah 1439 H (2018) Dewan Rakyat Israel Penjajah —Knesset— menyetujui Undang-undang Negara Nasional bagi orang Yahudi di Israel, yang menetapkan beberapa langkah yang merupakan kepentingan orang Yahudi, dan membuat bahasa Arab kehilangan status resminya di Palestina terjajah.
Pada tahun 2013, seorang guru yang bekerja di sebuah sekolah menengah penjajah yang terletak di pinggiran Haifa mengeluh. Ia menerima informasi bahwa murid-muridnya menolak untuk belajar bahasa Arab, dan mereka menganggapnya sebagai “bahasa musuh." Keluhan ini di tengah orang-orang zionazi tentu tidak aneh atau mengejutkan. Sebab, pemerintah penjajah mendorong para zionazi untuk sensitif terhadap bahasa Arab.
Di tempat kerja, misalnya, para karyawan asli berkebangsaan Palestina dilarang berbicara satu sama lain dalam bahasa Arab, dan di dalam Knesset (Parlemen) Israel), sebuah kalimat dalam bahasa Arab yang diucapkan oleh seorang anggota Arab menimbulkan kemarahan besar. Reaksi kemarahan dari para pemimpin komplotan penjajah membuat mereka meresmikan “Undang-Undang Negara Bangsa” yang dikeluarkan pada tahun 2018 justru melemahkan status bahasa Arab secara resmi.
Padahal, tahukah kamu? Dalam sejarah Yahudi sendiri, dapat dikatakan bahwa hingga abad ke-12 bahasa Arab adalah bahasa yang paling umum digunakan oleh mayoritas orang Yahudi di dunia. Beberapa tulisan ilmiah Yahudi yang paling penting ditulis dalam bahasa Arab. Pun, komunikasi sebagian besar orang Yahudi yang tinggal di negara-negara Timur menggunakan bahasa Arab. Namun ketika zionazi menduduki Palestina, bahasa Ibrani diangkat oleh orang-orang Yahudi sebagai simbol identitas mereka dalam kisah berdarah penjajahannya.
Tak hanya dihapus dari percakapan sehari-hari, bahasa Arab pun mereka coba hilangkan dari nama-nama jalan di Kota Al Quds. Wadi Awwadah seorang reporter Aljazeera di Al Quds menulis tahun 2015, "rencananya, nama Jalan Silwan di jantung kota Silwan akan diganti di Silwan dengan nama yahudi 'Ir Dahud.' Jalan samping Silwan diberi nama Ibrani seperti 'Ma'alot Ma'yan Hagihon', 'HaAshur', 'Arogot Haposem', 'Pardes Rimonim', dan 'Jinat Agoz.'"
Tapi, dalam sebuah tulisan berjudul 'Kenapa Orang-orang Israel Mulai Belajar Bahasa Arab' yang ditulis oleh Merfat Auf seorang jurnalis Palestina, ia mengatakan bahwa warga zionazi sedang mulai menyadari bahwa mempelajari bahasa Arab itu penting. Namun bukan sebagai cara meraka untuk bersosialisasi dengan Kaum muslimin, melainkan "belajar bahasa Arab, agar kalian bisa lebih baik dalam mengusir peternak dan petani Palestina dari tanah-tanah mereka", seperti itulah keyakinan zionazi sebagaimana ditulis Merfat.
Bagi Kaum muslimin, bahasa Arab adalah jalan penting buat kita untuk kembali mengenal pentingnya Masjid Al Aqsha dan Palestina. Literasi kita tentang pentingnya membela Al Aqsha dalam bahasa Indonesia masih sangat terbatas, padahal buku-buku berbahasa Arab tentang tema Al Aqsha yang berhasil dikumpulkan dalam perpustakaan online Palestina mencapai 4200 buku lebih.
Jalan kita masih panjang. Jika musuh mau belajar bahasa Arab untuk menjajah lebih serius, kenapa kita tidak belajar bahasa Arab demi usaha membebaskan Al Aqsha lebih serius?
Referensi:
1.تهويد القدس: محاولات التهويد والتصدي لها من واقع النصوص والوثائق والاحصاءات
2. حرب اللغات.. لماذا يتعلم الإسرائيليون اللغة العربية؟
3. الاحتلال يهوّد أسماء الشوارع بالقدس الشرقية
4. كتاب الخطة الهيكلية والخطة الإستراتيجية في تهويد القدس
⏳ GenSa Quizzes Telegram ⏳
1. Gelar/nama lain Nabi Ya'qub...
1. Gelar/nama lain Nabi Ya'qub...
Anonymous Quiz
12%
Ezekiel
22%
Yesaya
66%
Israel
2. Nabi-nabi ini adalah keturunan Bani Israil...
Anonymous Quiz
72%
Nabi Yahya
12%
Nabi Shalih
16%
Nabi Muhammad
4. Fakta benar tentang dakwah Nabi Yunus...
Anonymous Quiz
57%
Berdakwah di daerah Nineveh
33%
Berdakwah pada Kaum Golan
10%
Berdakwah pada penyembah semut
5. Nabi ini memiliki ayah yang juga seorang Nabi
Anonymous Quiz
65%
Nabi Zakaria
2%
Nabi Muhammad
34%
Nabi Syits