This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
𝙺𝚊𝚙𝚊𝚗 𝚖𝚞𝚕𝚊𝚒 𝚍𝚒𝚜𝚞𝚗𝚗𝚊𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚊𝚔𝚋𝚒𝚛 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚁𝚊𝚢𝚊 𝙸𝚍𝚞𝚕 𝙰𝚍𝚕𝚑𝚊?
•𝙱𝚞𝚢𝚊 𝚈𝚊𝚑𝚢𝚊•
•𝙱𝚞𝚢𝚊 𝚈𝚊𝚑𝚢𝚊•
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
𝙱𝚎𝚛𝚝𝚊𝚔𝚋𝚒𝚛 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚔𝚎 𝚝𝚒𝚐𝚊 𝚝𝚊𝚗𝚐𝚐𝚊𝚕 13 𝙳𝚣𝚞𝚕𝚑𝚒𝚓𝚓𝚊𝚑.
•𝙷𝚊𝚋𝚒𝚋 𝚃𝚊𝚞𝚏𝚒𝚚 𝙰𝚜𝚜𝚎𝚐𝚊𝚏•
•𝙷𝚊𝚋𝚒𝚋 𝚃𝚊𝚞𝚏𝚒𝚚 𝙰𝚜𝚜𝚎𝚐𝚊𝚏•
Edisi Kamis 9 Dzulhijjah 1446 H / 5 Juni 2025 M
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا رواه ابن ماجة.»
Baginda Rosululloh shollalloohu ’alaihi wa sallam bersabda ; "Tidak ada amalan anak Adam yang lebih dicintai Alloh pada hari Idul Adlha kecuali berqurban.
Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala qurban sudah sampai kepada Alloh sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berqurban."
(Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah.)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا رواه ابن ماجة.»
Baginda Rosululloh shollalloohu ’alaihi wa sallam bersabda ; "Tidak ada amalan anak Adam yang lebih dicintai Alloh pada hari Idul Adlha kecuali berqurban.
Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala qurban sudah sampai kepada Alloh sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berqurban."
(Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah.)
Keutamaan Malam Sepuluh dan Amalan di Waktu-Waktu Mustajab
«وَلَيَالٍ عَشْرٍ، وَلَأَنَّهُنَّ لَيَالٍ مَعْدُودَاتٌ وَسُرْعَانَ مَا تَنْطَوِي، فَلْنُغْتَنِمْ هَذِهِ الْأَيَّامَ الْعَشْرَ بِالْقُرْبِ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالطَّاعَاتِ.»
"Dan malam-malam sepuluh (Dzulhijjah). Karena ia adalah malam yang terbatas dan cepat berlalu, maka mari manfaatkan hari-hari sepuluh ini dengan mendekatkan diri kepada Alloh melalui amal sholeh dan ketho’atan."
«يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِي ذِي الْحِجَّةِ أَفْضَلُ مِنَ الْجُمُعَةِ فِي غَيْرِهِ لِاجْتِمَاعِ الْفَضْلَيْنِ فِيهِ.»
📔 (فَتْحُ الْبَارِي)
"Jum’at di bulan Dzulhijjah lebih utama daripada Jum’at di bulan lainnya karena berkumpulnya dua keutamaan padanya."
📔 (Fathul Bari)
الْأَفْضَلُ تَحَرِّي الصَّدَقَةِ فِي الْأَزْمِنَةِ الْفَاضِلَةِ كَالْجُمُعَةِ وَرَمَضَانَ، لَا سِيَّمَا عَشْرِهِ الْأَوَاخِرِ وَعَشْرِ الْحِجَّةِ وَأَيَّامِ الْعِيدِ.
📔 (الْمَنْهَجُ الْقَوِيمُ)
"Sebaiknya memperbanyak sedekah di waktu-waktu utama seperti Jum’at, Romadhon—terutama sepuluh hari terakhirnya, sepuluh hari Dzulhijjah, dan hari-hari raya."
📔 (Al-Minhajul Qawim)
«وَلَيَالٍ عَشْرٍ، وَلَأَنَّهُنَّ لَيَالٍ مَعْدُودَاتٌ وَسُرْعَانَ مَا تَنْطَوِي، فَلْنُغْتَنِمْ هَذِهِ الْأَيَّامَ الْعَشْرَ بِالْقُرْبِ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالطَّاعَاتِ.»
"Dan malam-malam sepuluh (Dzulhijjah). Karena ia adalah malam yang terbatas dan cepat berlalu, maka mari manfaatkan hari-hari sepuluh ini dengan mendekatkan diri kepada Alloh melalui amal sholeh dan ketho’atan."
«يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِي ذِي الْحِجَّةِ أَفْضَلُ مِنَ الْجُمُعَةِ فِي غَيْرِهِ لِاجْتِمَاعِ الْفَضْلَيْنِ فِيهِ.»
📔 (فَتْحُ الْبَارِي)
"Jum’at di bulan Dzulhijjah lebih utama daripada Jum’at di bulan lainnya karena berkumpulnya dua keutamaan padanya."
📔 (Fathul Bari)
الْأَفْضَلُ تَحَرِّي الصَّدَقَةِ فِي الْأَزْمِنَةِ الْفَاضِلَةِ كَالْجُمُعَةِ وَرَمَضَانَ، لَا سِيَّمَا عَشْرِهِ الْأَوَاخِرِ وَعَشْرِ الْحِجَّةِ وَأَيَّامِ الْعِيدِ.
📔 (الْمَنْهَجُ الْقَوِيمُ)
"Sebaiknya memperbanyak sedekah di waktu-waktu utama seperti Jum’at, Romadhon—terutama sepuluh hari terakhirnya, sepuluh hari Dzulhijjah, dan hari-hari raya."
📔 (Al-Minhajul Qawim)
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
«اللهم اجعلنا من الواقفين والمتضرعين فى عرفات إنك على كل شيء قدير.»
“Yaa Allooh, jadikanlah kami termasuk orang yang sedang wukuf dan khusyu' beribadah di padang ’arofah, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu.” 🤲
“Yaa Allooh, jadikanlah kami termasuk orang yang sedang wukuf dan khusyu' beribadah di padang ’arofah, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu.” 🤲
217-Khotbah Iduladha 1446 H.pdf
963.5 KB
217-Khotbah Iduladha 1446 H.pdf
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Selamat Hari Raya Idul Adlha 1446H
تقبل الله منا ومنكم صالح الأعمال من العائدين و الفائزين و كل عام و انتم بخير
Semoga Alloh menerima semua amal ibadah kita...
Aamiin yaa Robbal 'Alamiin
تقبل الله منا ومنكم صالح الأعمال من العائدين و الفائزين و كل عام و انتم بخير
Semoga Alloh menerima semua amal ibadah kita...
Aamiin yaa Robbal 'Alamiin
𝐌𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐢𝐬𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐢 𝐓𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦
الحَبِيبُ أَبُو بَكْرٍ العَدَنِيُّ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِ وَرِضْوَانُهُ: قُمْ فِي سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ اللَّيْلِ وَاجْعَلِ الأَرْضَ تَتَبَلَّلُ وَلَوْ حَتَّى قُطَيْرَاتٍ مِنْ دَمْعِكَ.
Habib Abu Bakar al-‘Adaniy رحمه الله ورضي عنه berkata :
“Bangkitlah pada suatu waktu di malam hari dan buatlah bumi basah walau hanya dengan beberapa tetes air matamu.”
الحَبِيبُ أَبُو بَكْرٍ العَدَنِيُّ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِ وَرِضْوَانُهُ: قُمْ فِي سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ اللَّيْلِ وَاجْعَلِ الأَرْضَ تَتَبَلَّلُ وَلَوْ حَتَّى قُطَيْرَاتٍ مِنْ دَمْعِكَ.
Habib Abu Bakar al-‘Adaniy رحمه الله ورضي عنه berkata :
“Bangkitlah pada suatu waktu di malam hari dan buatlah bumi basah walau hanya dengan beberapa tetes air matamu.”
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Amalan Malam ’Idul Fitri & Malam ’Idul Adha.
Sebelumnya jangan lupa baca hadloroh dan tawasulnya di atas.
Sebelumnya jangan lupa baca hadloroh dan tawasulnya di atas.
Mandi dan Amalan Sunnah Lainnya Saat Idul Adlha.
Ada berbagai amalan yang bisa dilakukan saat menyambut Idul Adha.
Hari raya yang disebut hari raya qurban atau haji ini memiliki sejumlah keutamaan dan amalan sunnah. Di antara hal yang paling dianjurkan dalam merayakan Idul Adlha adalah menunaikan sholat Idul Adlha. Namun sebelum berangkat sholat, umat Islam dianjurkan untuk mandi Idul Adlha terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan mulai dari dini hari sebelum fajar. Akan tetapi yang lebih utama ba'da Subuh, karena tujuannya membersihkan bau badan dan menyegarkan badan untuk hormat Hari Agung.
Kesunnahan ini berlaku bagi semua umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, kecil atau dewasa, muslim dalam keadaan suci maupun sedang haid. "Pun mandi Idul Adlha ini juga tidak saja disunnahkan bagi umat Islam yang hendak menunaikan ibadah sholat Idul Adlha, tetapi mereka yang tengah berhalangan untuk sholat, seperti perempuan yang tengah haid ataupun nifas, ataupun karena halangan lainnya juga tetap dianjurkan untuk melaksanakannya,"
Adapun niat mandi sholat Idul Adlha adalah sebagai berikut ;
نَوَيْتُ سُنَّةَ الْغُسْلِ لِعِيْدِ الْأَضْحَى
Nawaitu sunnatal ghusli li ‘Idil Adlha.
Artinya, “Saya niat sunnah mandi Idul Adlha.”
Niat khusus ini untuk menegaskan bahwa Idul Adha berbeda dengan hari hari lainnya. "Mandi Idul Adlha di sini bukan sekadar mandi biasa, tetapi juga harus disertai niat secara khusus.
Hal ini dilakukan guna membedakan dengan mandi-mandi biasa dan mandi sunnah lainnya,"
Selain mandi, amalan sunnah pada ritual tahunan ini adalah mengumandangkan takbir mulai masuknya waktu maghrib malam ke-10 Dzulhijjah.
Pandangan ini disampaikan Imam Nawawi dalam salah satu kitab fiqihnya, Raudhotut Tholibin. "Disunnahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunnahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah,"
Kemudian disunnahkan pula memakai wewangian dan memotong bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan seperti cukur rambut, potong kuku. Pernyataan ini dituturkan Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarhil Muhadzab. "Disunnahkan pada hari raya ’Id membersihkan anggota badan dengan memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jum'at, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian,"
Anjuran yang lain yakni mengenakan pakaian yang suci dan elok. Amalan tidak diperuntukkan bagi laki-laki saja melainkan berlaku pula untuk perempuan, asalkan dalam batas yang wajar (tidak berlebih-lebihan). Selain itu, pada hari nahr ini kaum Muslimin dianjurkan berangkat sholat 'Id berjalan kaki. Alasannya, dengan berjalan kaki umat islam bisa saling bertegur sapa dan bercerita. Amalan terakhir yakni makan setelah shalat 'Idul Adlha. "Alangkah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rosululloh ﷺ akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu,"
Walloohu A'lam
Ada berbagai amalan yang bisa dilakukan saat menyambut Idul Adha.
Hari raya yang disebut hari raya qurban atau haji ini memiliki sejumlah keutamaan dan amalan sunnah. Di antara hal yang paling dianjurkan dalam merayakan Idul Adlha adalah menunaikan sholat Idul Adlha. Namun sebelum berangkat sholat, umat Islam dianjurkan untuk mandi Idul Adlha terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan mulai dari dini hari sebelum fajar. Akan tetapi yang lebih utama ba'da Subuh, karena tujuannya membersihkan bau badan dan menyegarkan badan untuk hormat Hari Agung.
Kesunnahan ini berlaku bagi semua umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, kecil atau dewasa, muslim dalam keadaan suci maupun sedang haid. "Pun mandi Idul Adlha ini juga tidak saja disunnahkan bagi umat Islam yang hendak menunaikan ibadah sholat Idul Adlha, tetapi mereka yang tengah berhalangan untuk sholat, seperti perempuan yang tengah haid ataupun nifas, ataupun karena halangan lainnya juga tetap dianjurkan untuk melaksanakannya,"
Adapun niat mandi sholat Idul Adlha adalah sebagai berikut ;
نَوَيْتُ سُنَّةَ الْغُسْلِ لِعِيْدِ الْأَضْحَى
Nawaitu sunnatal ghusli li ‘Idil Adlha.
Artinya, “Saya niat sunnah mandi Idul Adlha.”
Niat khusus ini untuk menegaskan bahwa Idul Adha berbeda dengan hari hari lainnya. "Mandi Idul Adlha di sini bukan sekadar mandi biasa, tetapi juga harus disertai niat secara khusus.
Hal ini dilakukan guna membedakan dengan mandi-mandi biasa dan mandi sunnah lainnya,"
Selain mandi, amalan sunnah pada ritual tahunan ini adalah mengumandangkan takbir mulai masuknya waktu maghrib malam ke-10 Dzulhijjah.
Pandangan ini disampaikan Imam Nawawi dalam salah satu kitab fiqihnya, Raudhotut Tholibin. "Disunnahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunnahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah,"
Kemudian disunnahkan pula memakai wewangian dan memotong bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan seperti cukur rambut, potong kuku. Pernyataan ini dituturkan Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarhil Muhadzab. "Disunnahkan pada hari raya ’Id membersihkan anggota badan dengan memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jum'at, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian,"
Anjuran yang lain yakni mengenakan pakaian yang suci dan elok. Amalan tidak diperuntukkan bagi laki-laki saja melainkan berlaku pula untuk perempuan, asalkan dalam batas yang wajar (tidak berlebih-lebihan). Selain itu, pada hari nahr ini kaum Muslimin dianjurkan berangkat sholat 'Id berjalan kaki. Alasannya, dengan berjalan kaki umat islam bisa saling bertegur sapa dan bercerita. Amalan terakhir yakni makan setelah shalat 'Idul Adlha. "Alangkah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rosululloh ﷺ akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu,"
Walloohu A'lam
Saat menyembelih (hewan kurban) mengucapkan Do'a :
{ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، اللَّهُمَّ هَذِهِ عَنِّي وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِي }
“Dengan menyebut nama Allooh dan Allooh Maha Besar. Yaa Allooh, ini pemberian dari-Mu dan persembahan untuk-Mu. Yaa Allooh, ini (qurban) dariku dan dari keluargaku.”
Adapun untuk selain hewan kurban, maka hanya mengucapkan Do'a berikut ini saja:
{ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ }
“Dengan menyebut nama Allooh dan Allooh Maha Besar.”
{ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، اللَّهُمَّ هَذِهِ عَنِّي وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِي }
“Dengan menyebut nama Allooh dan Allooh Maha Besar. Yaa Allooh, ini pemberian dari-Mu dan persembahan untuk-Mu. Yaa Allooh, ini (qurban) dariku dan dari keluargaku.”
Adapun untuk selain hewan kurban, maka hanya mengucapkan Do'a berikut ini saja:
{ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ }
“Dengan menyebut nama Allooh dan Allooh Maha Besar.”
• 𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗛𝗮𝗿𝗶 𝗥𝗮𝘆𝗮 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗲𝗽𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗛𝗮𝗿𝗶 𝗝𝘂𝗺'𝗮𝘁 •
▪️ Jika Hari Raya (Idul Fithri atau Idul Adlha) bertepatan dengan hari Jum'at, maka sholat Jum'at tidak gugur bagi penduduk setempat, tanpa ada perbedaan pendapat dalam mazhab Syafi'i.
▪️ Adapun tentang gugurnya kewajiban Jum'at bagi penduduk yang jauh yang pada dasarnya wajib Jum'at karena mendengar adzan dari kota, jika mereka telah datang dan menunaikan sholat 'Id, maka terdapat dua pendapat:
1. 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚: Sholat Jum'at tidak gugur bagi mereka, karena siapa pun yang wajib Jum'atan di hari selain hari raya, maka tetap wajib pula atasnya Jum'atan di hari raya seperti penduduk kota setempat.
2. 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐤𝐞𝐝𝐮𝐚 (yang shohih): Sholat Jum'at gugur bagi mereka, berdasarkan riwayat dari Al-Baihaqi dan lainnya dari Abu ‘Ubaid:
شَهِدْتُ عُثْمَانَ ـ رضي الله عنه ـ وَاجْتَمَعَ فِطْرٌ وَجُمُعَةٌ، فَخَطَبَ عُثْمَانُ النَّاسَ بَعْدَ الصَّلَاةِ، ثُمَّ قَالَ: 'إِنَّ هَذَيْنِ الْعِيدَيْنِ قَدِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَأَحَبَّ أَنْ يَمْكُثَ حَتَّى يَشْهَدَ الْجُمُعَةَ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْصَرِفَ قَدْ أَذِنَّا لَهُ'"
"Aku menyaksikan ‘Utsman –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶– saat hari raya dan Jum'at bertepatan di satu hari. Setelah sholat, beliau berkhutbah kepada orang-orang lalu berkata: ‘Sesungguhnya dua hari raya ini telah berkumpul pada hari ini. Siapa yang dari kalangan penduduk 𝘈𝘭-‘𝘈𝘸𝘢𝘢𝘭𝘪 (daerah pinggiran Madinah) dan ingin tetap tinggal sampai sholat Jum'at, maka silahkan. Dan siapa yang ingin kembali (tidak ikut Jum'at), maka kami izinkan.”
› Alasan lainnya: Jika mereka tetap tinggal di kota, maka mereka kehilangan persiapan untuk 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 '𝘐𝘥, dan jika mereka pergi lalu kembali untuk Jum'at, maka itu menyulitkan mereka. Sedangkan beban berat (𝘮𝘢𝘴𝘺𝘢𝘲𝘲𝘰𝘩) merupakan sebab gugurnya kewajiban Jum'at.
▫ Mazhab Hanbali: Jika hari raya dan Jum'at bertepatan, maka kewajiban hadir sholat Jum'at gugur bagi orang yang telah shalat 'Id, kecuali imam, maka tidak gugur kewajibannya.
Berdasarkan riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairoh –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶– bahwa Rosululloh ﷺ bersabda:
قد اجتمع في يومكم هذا عيدان ، فمن شاء أجزأه من الجمعة ، وإنا مجمعون.
"𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭 𝘥𝘶𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘳𝘢𝘺𝘢, 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘶, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 '𝘐𝘥 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 (𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵), 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵."
› Juga hadits dari Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqom –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶–:
"Aku pernah menyaksikan bersama Rosululloh ﷺ dua hari raya berkumpul dalam satu hari. Maka beliau sholat 'Id, lalu memberikan 𝘳𝘶𝘬𝘩𝘴𝘩𝘰𝘩 (keringanan) dalam 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵, seraya bersabda: '𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘶 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵, 𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯.''
Namun, sholat Jum'at tidak gugur bagi siapa saja yang tidak sholat 'Id bersama Imam.
▫ Hanabilah juga berpendapat: Sholat 'Id gugur jika seseorang sudah menunaikan Jum'at, baik sebelum atau setelah tergelincir matahari, dengan syarat berniat tidak akan sholat 'Id karena hendak Jum'at.
Sebagaimana riwayat dari Abu Dawud dari ‘Aṭaa’ bahwa:
"Ibnu Zubair sholat ’Id di pagi hari yang juga hari Jum'at. Lalu kami pergi untuk sholat Jum'at, tapi beliau tidak keluar. Maka kami pun sholat sendiri-sendiri. Ibnu ‘Abbas saat itu di Thoif, dan ketika beliau datang, kami menyebutkan hal itu kepadanya, maka beliau berkata: ‘𝘐𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘯𝘯𝘢𝘩.’
▫ Al-Imam Al-Khoththobi –𝘳𝘰𝘩̣𝘪𝘮𝘢𝘩𝘶𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩– berkata:
"وهذا لا يجوز إلا على قول من يذهب إلى تقديم الجمعة قبل الزوال فعلى هذا يكون ابن الزبير ـ رضي الله عنهما ـ قد صلى الجمعة فسقط العيد والظهر".
▪️ Jika Hari Raya (Idul Fithri atau Idul Adlha) bertepatan dengan hari Jum'at, maka sholat Jum'at tidak gugur bagi penduduk setempat, tanpa ada perbedaan pendapat dalam mazhab Syafi'i.
▪️ Adapun tentang gugurnya kewajiban Jum'at bagi penduduk yang jauh yang pada dasarnya wajib Jum'at karena mendengar adzan dari kota, jika mereka telah datang dan menunaikan sholat 'Id, maka terdapat dua pendapat:
1. 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚: Sholat Jum'at tidak gugur bagi mereka, karena siapa pun yang wajib Jum'atan di hari selain hari raya, maka tetap wajib pula atasnya Jum'atan di hari raya seperti penduduk kota setempat.
2. 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐤𝐞𝐝𝐮𝐚 (yang shohih): Sholat Jum'at gugur bagi mereka, berdasarkan riwayat dari Al-Baihaqi dan lainnya dari Abu ‘Ubaid:
شَهِدْتُ عُثْمَانَ ـ رضي الله عنه ـ وَاجْتَمَعَ فِطْرٌ وَجُمُعَةٌ، فَخَطَبَ عُثْمَانُ النَّاسَ بَعْدَ الصَّلَاةِ، ثُمَّ قَالَ: 'إِنَّ هَذَيْنِ الْعِيدَيْنِ قَدِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَأَحَبَّ أَنْ يَمْكُثَ حَتَّى يَشْهَدَ الْجُمُعَةَ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْصَرِفَ قَدْ أَذِنَّا لَهُ'"
"Aku menyaksikan ‘Utsman –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶– saat hari raya dan Jum'at bertepatan di satu hari. Setelah sholat, beliau berkhutbah kepada orang-orang lalu berkata: ‘Sesungguhnya dua hari raya ini telah berkumpul pada hari ini. Siapa yang dari kalangan penduduk 𝘈𝘭-‘𝘈𝘸𝘢𝘢𝘭𝘪 (daerah pinggiran Madinah) dan ingin tetap tinggal sampai sholat Jum'at, maka silahkan. Dan siapa yang ingin kembali (tidak ikut Jum'at), maka kami izinkan.”
› Alasan lainnya: Jika mereka tetap tinggal di kota, maka mereka kehilangan persiapan untuk 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 '𝘐𝘥, dan jika mereka pergi lalu kembali untuk Jum'at, maka itu menyulitkan mereka. Sedangkan beban berat (𝘮𝘢𝘴𝘺𝘢𝘲𝘲𝘰𝘩) merupakan sebab gugurnya kewajiban Jum'at.
▫ Mazhab Hanbali: Jika hari raya dan Jum'at bertepatan, maka kewajiban hadir sholat Jum'at gugur bagi orang yang telah shalat 'Id, kecuali imam, maka tidak gugur kewajibannya.
Berdasarkan riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairoh –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶– bahwa Rosululloh ﷺ bersabda:
قد اجتمع في يومكم هذا عيدان ، فمن شاء أجزأه من الجمعة ، وإنا مجمعون.
"𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭 𝘥𝘶𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘳𝘢𝘺𝘢, 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘶, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 '𝘐𝘥 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 (𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵), 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵."
› Juga hadits dari Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqom –𝘳𝘰𝘥̣𝘭𝘪𝘺𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 ‘𝘢𝘯𝘩𝘶–:
"Aku pernah menyaksikan bersama Rosululloh ﷺ dua hari raya berkumpul dalam satu hari. Maka beliau sholat 'Id, lalu memberikan 𝘳𝘶𝘬𝘩𝘴𝘩𝘰𝘩 (keringanan) dalam 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵, seraya bersabda: '𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘶 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵, 𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯.''
Namun, sholat Jum'at tidak gugur bagi siapa saja yang tidak sholat 'Id bersama Imam.
▫ Hanabilah juga berpendapat: Sholat 'Id gugur jika seseorang sudah menunaikan Jum'at, baik sebelum atau setelah tergelincir matahari, dengan syarat berniat tidak akan sholat 'Id karena hendak Jum'at.
Sebagaimana riwayat dari Abu Dawud dari ‘Aṭaa’ bahwa:
"Ibnu Zubair sholat ’Id di pagi hari yang juga hari Jum'at. Lalu kami pergi untuk sholat Jum'at, tapi beliau tidak keluar. Maka kami pun sholat sendiri-sendiri. Ibnu ‘Abbas saat itu di Thoif, dan ketika beliau datang, kami menyebutkan hal itu kepadanya, maka beliau berkata: ‘𝘐𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘯𝘯𝘢𝘩.’
▫ Al-Imam Al-Khoththobi –𝘳𝘰𝘩̣𝘪𝘮𝘢𝘩𝘶𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩– berkata:
"وهذا لا يجوز إلا على قول من يذهب إلى تقديم الجمعة قبل الزوال فعلى هذا يكون ابن الزبير ـ رضي الله عنهما ـ قد صلى الجمعة فسقط العيد والظهر".
“𝘐𝘯𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘻𝘢𝘸𝘢𝘭. 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪, 𝘐𝘣𝘯𝘶 𝘡𝘶𝘣𝘢𝘪𝘳 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘑𝘶𝘮'𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘨𝘶𝘨𝘶𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 '𝘐𝘥 𝘥𝘢𝘯 𝘡𝘶𝘩𝘶𝘳.”
› Karena jika sholat Jum'at —yang lebih kuat dari sisi hukum— gugur dengan adanya ’Id, maka sholat 'Id lebih pantas untuk gugur dengan adanya Jum'at.
▪️ Ulama madzhab Syafi’i menjawab dalil-dalil Hanabilah:
Bahwa semua riwayat tersebut ditujukan kepada penduduk 𝘈𝘭-‘𝘈𝘸𝘢𝘢𝘭𝘪 (yakni penduduk desa di pinggiran kota Madinah) yang mendengar adzan Jum'at dan wajib Jum'at di kota, namun jika mereka sudah datang untuk sholat ’Id, tidak wajib bagi mereka untuk tetap tinggal demi Jum'at, melainkan mereka mendapat keringanan untuk tidak ikut Jum'at, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
𝘞𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 𝘢‘𝘭𝘢𝘮
› Karena jika sholat Jum'at —yang lebih kuat dari sisi hukum— gugur dengan adanya ’Id, maka sholat 'Id lebih pantas untuk gugur dengan adanya Jum'at.
▪️ Ulama madzhab Syafi’i menjawab dalil-dalil Hanabilah:
Bahwa semua riwayat tersebut ditujukan kepada penduduk 𝘈𝘭-‘𝘈𝘸𝘢𝘢𝘭𝘪 (yakni penduduk desa di pinggiran kota Madinah) yang mendengar adzan Jum'at dan wajib Jum'at di kota, namun jika mereka sudah datang untuk sholat ’Id, tidak wajib bagi mereka untuk tetap tinggal demi Jum'at, melainkan mereka mendapat keringanan untuk tidak ikut Jum'at, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
𝘞𝘢𝘭𝘭𝘰𝘰𝘩𝘶 𝘢‘𝘭𝘢𝘮