Pendidikan Merdeka Belajar
3.94K subscribers
545 photos
27 videos
35 files
585 links
Info dan tips pendidikan #MerdekaBelajar. Ayo ajak yang lain bergabung
Download Telegram
Selamat hari Jumat teman-teman guru belajar 🙋
Selamat bertemu lagi dengan harinya Temu Pendidik Mingguan Komunitas Guru Belajar 🙏

Jaman berubah, demografi negri kita tidak 😉
Ketika perubahan berlangsung cepat, kita para pendidik harus mampu menyesuaikan diri untuk semua tantangan.

Inibudi.org, adalah sebuah upaya mendekatkan kualitas pengajaran. Berupaya menembus batas ruang.
Hari ini, kita akan tahu lebih banyak tentang aksi berani ini. *Guru Wilita Putrinda* akan menemani kita untuk membahas tentang bagaimana Inibudi.org membuat belajar jadi asik.
Bagaimana kelas-kelas tidak lagi berbatas ruang.
Bagaimana guru berkolaborasi dengan sesamanya melintas batas.

Dengan moderator *Guru Tunggul Harwanto* dari KGB Banyuwangi, simpan dalam agenda 🗓

*Jumat, 22 September 2017*
*18.30-20.30 WIB*
*19.30-21.30 WITA*
*20.30-22.30 WIT*

Hanya di
https://telegram.me/mudikmingguan

Merdeka!
Kelebihan Dosis Pendidikan

Murid kita tidak kurang terdidik
Guru kita tidak kurang terdidik

Hari ini, seperti biasa, saya sok berlagak jadi pahlawan yang mau membantu guru buat belajar. Meski sok jadi pahlawan, saya tetap berlaku profesional. Saya bertanya apa kebutuhan belajarnya? Apa yang bisa saya bantu?

Ternyata pertanyaan sederhana itu terbentur batu. Lahirlah percakapan nada meninggi dengan seorang guru. Ia menolak mendiskusikan kebutuhan belajar para guru. "Saya sudah diskusi semua itu. Saya maunya yang praktis, apa yang bisa langsung kami praktikkan".

Setelah nada menurun, setelah mendengar, saya pada akhirnya mencoba melihat dari sudut pandang beliau. Saya jadi simpati dengan kehidupan para guru, khususnya guru negeri pada sekolah percontohan. Begitu banyak program yang harus dikerjakan. Begitu banyak pelatihan yang harus diikuti. Tanpa daya untuk menolak, tanpa daya untuk memilih. Saya mendengarnya pun sudah terasa lelah 😅

Murid kita tidak kurang terdidik
Guru kita tidak kurang terdidik

Mereka justru kelebihan dosis pendidikan, pendidikan yang tidak penting.

Pelajaran penting yang membuat saya semakin percaya bahwa program apapun mengenai pengembangan guru haruslah memberi kewenangan pada guru untuk memilih: terlibat atau tidak terlibat. Tanpa hukuman. Tanpa sogokan. Ijinkan murid kita, ijinkan guru kita untuk #MerdekaBelajar.

Bukik Setiawan
Teman #GuruBelajar
Selamat berjumpa kembali para pendidik merdeka!

Anak-anak adalah tujuan utama kita bekerja keras memajukan pendidikan. Yang selalu kita harapkan adalah bagaimana anak kita tumbuh menjadi seorang yang berhasil di kemudian hari. Kita, baik sebagai orang tua maupun pendidik.

Kepedulian ini kemudian menghadirkan sebuah inisiasi untuk menyediakan format pengembangan diri sebagai orang tua. Ya, sebagai orang tua pun kita harus berusaha belajar demi bisa memfasilitasi perkembangan anak-anak kita, lebih dari pengalaman saat kita dulu tumbuh 😉

Malam ini, 29 September 2017, Komunitas Guru Belajar Nusantara akan menghadirkan Komunitas Keluarga Kita dalam Temu Pendidik Mingguan Guru Belajar, pada pukul :
18.30 - 20.30 WIB
19.30 - 21.30 WITA
20.30 - 22.30 WIT

Kita akan belajar bersama tentang kebutuhan setiap orang tua untuk berkembang dalam perannya mendidik anak.
Bagaimana kita bisa memfasilitasi perkembangan anak melalui setiap hal yang kita lakukan dalam keluarga.
Bagaimana para orang tua bisa menjadikan keluarga sebagai tempat belajar pertama yang menumbuhkan anak secara optimal.
Bagaimana orang tua tumbuh sebagai pribadi dan dalam perannya dalam keluarga.

Menghadirkan Guru Yulia dari Keluarga Kita sebagai narasumber. Dengan moderator Guru Putri Anthi dari KGB Depok.
Hanya di https://t.me/mudikmingguan

Merdeka!
GURU JUGA MANUSIA

Menurut bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Beliau juga mengatakan, setiap orang adalah guru. Setiap rumah adalah sekolah.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut diterjemahkan dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi. Semua kompetensi yang dikembangkan berpedoman pada 8 Standar Nasional Pendidikan. Sehingga, untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, dalam pengimplementasiannya mengutamakan kemampuan kecakapan abad 21 dan pembentukan karakter.

Penerapan dalam pembelajaran kurikulum 2013 di SD menggunakan model tematik terpadu. Di dalam buku Model Silabus Tematik SD yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa, menurut Piaget, anak-anak di usia 7-12 tahun masuk pada tahap operasional konkret dimana anak belum bisa memahami problem abstrak, segala sesuatu akan bermakna bila dikaitkan dengan objek konkret (nyata) yang mereka temui sehari-hari. Untuk itu pembelajaran yang cocok di SD menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema.

Tetapi, bagi guru yang belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran tematik tentu membutuhkan waktu yang cukup untuk memahami dan menerapkannya. Diperlukan pembiasaan, kesempatan melakukan kesalahan, dan waktu yang sesuai untuk merancang perangkat pembelajarannya, pelaksanaannya, maupun cara mengevaluasinya. Guru juga membutuhkan refleksi untuk melihat ketercapaiannya.

Dengan demikian, agar pengimplementasian kurikulum tersebut berjalan sesuai harapan, maka pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya. Bentuk dukungan pemerintah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Para guru juga dibekali contoh perangkat pembelajaran lengkap termasuk panduan cara membuatnya. Tujuannya agar guru menjadi lebih mudah dalam menerapkannya. Dan yang paling melegakan, pemerintah membuka ruang kreatif bagi guru dalam menerapkannya sesuai kebutuhannya.

Lalu, apakah dukungan seperti itu sudah cukup? Belum!
Semua dukungan yang diberikan tersebut belum mampu menjamin guru merasa mudah dalam menerapkannya dan mau melaksanakannya. Bukti keberhasilan dari suatu upaya peningkatan kompetensi guru adalah jika para guru sudah merasa berdaya. Apakah guru-guru kita sudah berdaya?
Apa sebenarnya dukungan yang dibutuhkan guru?

Jawabannya adalah “Kepercayaan”

Saya mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan buku guru dan buku siswa dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Tujuan mereka sangat baik, yaitu untuk membantu guru agar tidak merasa kesulitan dalam menerapkannya. Apalagi bagi guru yang belum pernah menggunakan model pembelajaran tematik, tentu buku-buku tersebut sangat membantu.

Tetapi, akan menjadi masalah besar ketika regulasinya tidak tepat sasaran. Guru menjadi semakin kebingungan.

Mengapa?

Karena sebagian besar guru menganggap bahwa buku guru dan buku siswa adalah tempat rujukannya. Mereka sama sekali tidak mempedulikan KD-nya. Mungkin membaca KD-nya, tapi bukan sebagai acuan. Mereka membacanya hanya untuk mencocokkan dengan buku rujukannya. Para guru merasa melakukan kesalahan fatal apabila yang diterapkannya melenceng dari buku yang dianggap sebagai acuannya.

Ketika ada guru yang mengajar dengan model tematik yang mengaitkan pelajaran matematika dengan pelajaran lainnya juga dianggap salah. Alasannya karena di buku guru ada keterangan kalau RPP matematikanya harus dibuat parsial.

Para guru juga merasa keberatan dan mengeluh ketika harus membuat jadwal yang selalu berganti tiap bulan sesuai tema yang ada di buku. Bahkan ada yang mengganti jadwalnya tiap minggu. Mengapa demikian? Karena dalam membuat jadwal pelajaran, guru tidak berpedoman pada struktur kurikulumnya. Mereka berpedoman pada contoh yang diberikan.
Ada lagi, guru merasa sangat khawatir ketika perangkat pembelajarannya tidak lengkap. Semua harus ada, mulai dari prota, promes, silabus, RPP, dan lain-lainnya. Guru dianggap melakukan kesalahaan jika tidak membuat silabus, padahal sudah membuat RPP-nya.

Dalam suatu kegiatan sosialisasi kurikulum baru di suatu wilayah, seseorang yang berwenang, memberikan file yang berisi perangkat pembelajaran yang sangat lengkap. Beliau menyampaikan bahwa perangkat pembelajaran tersebut juga digunakan oleh para guru di SD percontohan di luar kabupaten. “Padahal harganya lumayan mahal lho, tapi mereka mau membelinya. Tapi Anda jangan khawatir, untuk para guru di sini saya memberikannya secara gratis, karena kita bersaudara, sedaerah”, kata beliau dengan suara lantang. Saking senangnya, para guru memberikan applause karena menganggap beliau adalah pahlawan bagi mereka.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat saran dari seseorang yang juga memiliki kewenangan dalam mensosialisasikan kurikulum baru tersebut. Beliau mengatakan seperti ini, “Memang bagus jika guru mau membuat sendiri, tapi bebannya sangat berat. Saya yakin guru akan kesulitan memenuhinya. Jadi lebih baik menyontoh yang sudah ada saja. Bukankah perangkat tersebut sesuai untuk pembelajaran di sini?”

Saya sangat memahami niat baik beliau-beliau. Mereka melakukannya karena tulus ingin membantu para guru. Tapi entah kenapa, ucapan-ucapan itu membuat saya patah hati.
Karena penasaran, saya bertanya pada beliau, “Jika disuruh memilih antara guru yang perangkat pembelajarannya lengkap tapi hasil dari copy paste, dengan guru yang perangkat pembelajarannya membuat sendiri tapi tidak lengkap, Anda memilih guru yang mana?”

Beliau menjawab, “Tentu memilih yang lengkap, kita kan dituntut untuk melengkapinya. Wong sesuai koq dengan pembelajaran di sini. Kenapa kita harus mempersulit diri sendiri? Kita ini kan hanya bawahan, jadi ya mau tidak mau harus mengikuti aturan yang di atasnya. Dan saya pun patah hati untuk kedua kalinya. Hikz....
Jika kita mau memahami isi hati guru, sebenarnya yang diinginkan para guru bukan dukungan seperti itu. Mereka mengharapkan supaya Anda mengatakan bahwa guru mampu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapinya sehari-hari dengan efektif. Percaya bahwa guru juga mau belajar. Percaya bahwa guru juga menginginkan prestasi siswanya meningkat. Mereka juga selalu mendoakan agar kelak para siswanya menjadi manusia yang bermanfaat.

Anda pernah mendengar, bahwa sebenarnya banyak guru yang mau meningkatkan kualitas pembelajarannya meskipun tidak ada yang memberikan uang saku? Meskipun tempat diklatnya tidak di hotel? Meskipun tidak ada sertifikatnya? Bahkan mereka rela menggunakan biaya sendiri? Itulah bukti bahwa sebenarnya guru juga mau belajar dan meningkatkan kompetensinya. Saya yakin, jika diberi kepercayaan mereka akan termotivasi.

Bagaimana cara memberikan kepercayaan pada guru?

1. Jangan menganggap para guru seperti bayi yang harus disuapi karena tidak bisa makan sendiri. Perangkat pembelajaran dibuatkan, buku dibuatkan, bahkan LKS-pun dibelikan. Akibatnya para guru tidak pernah memiliki inisiatif sendiri. Guru tidak pernah memiliki kesempatan berpikir kreatif. Sehingga kompetensinya tidak berkembang. Karena itulah Anda sering mendengar banyak guru yang mengatakan begini, “Bagaimana mungkin kita bisa mengajarnya, kalau bukunya tidak ada?”
Bahkan saking fanatiknya dengan buku, ada guru yang menganggap bahwa jawaban siswanya salah jika tidak sama persis dengan yang tertera di buku.

2. Jangan menakut-nakuti guru dengan mengatakan bahwa setiap guru harus memiliki perangkat pembelajaran lengkap. Ucapan itu mengakibatkan sebagian besar guru menghalalkan segala cara untuk memenuhinya. Jika anda jeli menangkap signal, sebenarnya sumber permasalahan dari budaya copy paste yang sekarang tumbuh subur dan semakin merajalela itu berawal dari hal tersebut.
3. Berikan kesempatan pada guru melakukan kesalahan dan memperbaiki kesalahannya. Mereka juga membutuhkan waktu untuk merefleksikannya . Ajaklah untuk memulainya dari yang paling mudah untuk diterapkan. Lama kelaman mereka akan tertarik dan berupaya melakukannya dengan baik. Sehingga mereka menjadi semakin giat belajar dan berlatih sendiri meskipun tidak ada yang mensupervisinya.

4. Berikan kebebasan pada guru untuk berekspresi, bereksplorasi, dan berinovasi. Jangan memberikan batasan, karena mereka akan takut melangkah. Jangan mengatakan, “Sudahlah, nggak perlu berpikir yang rumit, yang penting perangkatnya lengkap”. Anda tahu, ucapan itu sama sekali tidak membantu guru, tapi justru menyesatkan guru. Ucapan tersebut membunuh kreatifitas guru.
Kita perlu menyadari, bahwa selama puluhan tahun para guru terbelenggu oleh sistem birokrasi yang menjadikan mereka sulit berpikir dan bergerak. Bahkan sampai sesak nafas. Seringkali setiap ada kebijakan baru, para guru hanya bisa mengeluh di antara mereka, tanpa mampu berbuat apa-apa. Mereka lebih sering menyerah karena merasa tidak memiliki kuasa untuk menolaknya. Karena itulah, mereka membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kesadarannya kembali. Mereka membutuhkan dukungan dan kepercayaan agar mampu menapak di bumi dengan kokoh.

Mengapa saya harus mengatakan semua ini?

Karena saya seorang guru.

Jadi, bantulah kami....


Nina Wina
Komunitas Guru Belajar Jember
Sumber: http://bit.ly/GuruJugaManusiaFB
Semua Murid Semua Guru: Tidak Tepat Mengatakan Guru adalah Kunci dalam Pendidikan

Najelaa Shihab (Pendidik)

Hari ini, 5 Oktober, adalah Hari Guru Sedunia. Sepuluh hari lagi, 1000 guru penggerak perubahan dari 125 kabupaten/kota akan berkumpul memgembangkan diri di Temu Pendidik Nusantara.

Kenyataan yang paling menyedihkan dari pengembangan guru, percakapan yang terjadi seringkali membuat guru merasa disalahkan bukan didengarkan. Dalam hampir semua situasi, guru dikatakan kunci dalam pendidikan. Namun kalimat ini sebenarnya bukan kalimat lengkap.

Kunci sering diartikan sebagai solusi segala masalah yang bisa ditinggal sendirian. Guru di kelas harus berhadapan dengan anak yang tidak siap berkonsentrasi karena datang dengan kondisi kelaparan, punya tingkat aktivitas terlalu tinggi karena terbiasa tinggal dalam kepadatan, atau beresiko melakukan perundungan karena dibesarkan dengan ancaman dan hukuman berlebihan. Kemiskinan, kegagalan keluarga, adalah masalah yang sangat besar dan membutuhkan pendidikan di segala bidang, bukan hanya peran guru di sekolah.

Sekadar mengatakan guru adalah kunci, seringkali sama saja dengan mengalihkan tanggung jawab dan menjebak guru untuk gagal.

Tentu guru berperan penting dalam pendidikan, namun tuntutan akan besarnya peran - atau secara spesifik tingginya kompetensi- tidak akan tercapai saat guru tidak memiliki hal yang asasi, yaitu: kemerdekaan. Kemerdekaan guru dalam jangka panjang berperan sentral untuk menumbuhkan kemerdekaan belajar murid dan nantinya cita-cita demokrasi negeri ini.

Yang terjadi dalam pengembangan guru kita, kemerdekaan seringkali dibungkam dengan tunjangan atau tekanan. Pendidikan menjadi proses yang penuh dengan kontrol, bukan pemberdayaan. Di banyak negara, memasuki profesi guru adalah proses yang sangat selektif untuk orang-orang pilihan, namun menjalaninya didukung dengan banyak kemerdekaan dan kemudahan. Di negeri kita sebaliknya, menjadi guru seringkali mudah, namun batasan dan tekanan di dalam profesinya sangat menantang.

Dalam kenyataannya begitu banyak faktor konteks yang akan menentukan apakah guru bisa merdeka. Kemerdekaan berkait dengan hubungan yang ada di sekeliling, berkait dengan situasi lingkungan. Kemerdekaan bukan dimiliki, tapi dicapai.

Apa yang dipercayai guru adalah bagian penting dari apakah ia mampu mencapai kemerdekaan. Pengalaman masa lalu, baik pengalaman personal saat menjadi murid ataupun pengalaman professional saat menjadi guru mempengaruhi apakah guru menganggap kemerdekaan bagian yang penting dari pekerjaannya. Salah satu yang paling sulit dari perubahan pendidikan adalah sebagian besar guru tidak mengalami kemerdekaan saat menjadi murid, sehingga juga tidak mengharapkan (dan memperjuangkan) kemerdekaan saat menjadi guru.

Guru yang memiliki kemerdekaan juga seringkali disalah artikan sebagai perlawanan terhadap aturan atau kebijakan. Ini pendefinisian yang kurang tepat, karena kemerdekaan sesungguhnya selalu berkait dengan inisiatif diri. Guru perlu "merdeka untuk" mencapai cita-cita, bukan sekadar "merdeka dari" kunkungan kebijakan. Kemerdekaan belajar guru yang sesungguhnya, adalah gabungan dari tanggungjawab, otonomi dan otoritas profesi mulia ini.

Saya butuh waktu cukup lama untuk sadar bahwa guru adalah kunci itu tidak cukup. Guru yang merdeka belajar adalah kunci. Guru bukan sekadar input seperti di pabrik, sehingga dia menjadi kunci terhadap sebuah output yang dihasilkan murid-murid kita. Guru bukan sekadar alat untuk mensukseskan agenda reformasi pemangku kepentingan lain. Sekali lagi, kemerdekaan itu adalah kapasitas individu yang didukung oleh ekosistem yang baik. Tidak ada guru yang bisa belajar sendirian, tidak ada guru yang bisa kompeten sendirian dan tidak ada guru yang bisa merdeka belajar sendirian. Mari dukung semua kemerdekaan belajar di ruang kelas, untuk semua murid dan semua guru.

*Tulisan ini diringkas dari bab “Kemerdekaan Guru, Kemerdekaan Belajar” - dari buku “Merdeka Belajar di Ruang Kelas” yang akan terbit di Temu Pendidik Nusantara 14-15 Oktober 2017.

bit.ly/semuamuridsemuaguru
Mencintai Seni Budaya melalui Pop Up Museum

Museum, galeri, pameran seni budaya dan sains merupakan salah satu sumber belajar yang kaya. Tantangan bagi pendidik untuk memanfaatkannya guna menghadirkan pengalaman belajar yang bermakna, menantang sekaligus menyenangkan bagi siswa-siswa.

Karena itu, Sekolah Cikal menghadirkan Pop Up Museum sebagai sarana dan fasilitas pembelajaran melalui presentasi koleksi museum dan karya seni budaya dan sains. Dengan menghadirkan koleksi museum, galeri dan pameran-pameran yang telah berlangsung yang disesuaikan dengan pembelajaran siswa, Pop Up Museum berupaya memperkaya wawasan dan pengetahuan siswa serta guru akan konten yang dipresentasikan di Pop Up Museum.

Bagaimana menampilkan koleksi museum, galeri, pameran publik, dan instansi terkait yang lebih terfokus dalam materi pembelajaran?

Bagaimana menginspirasi siswa untuk mencintai dan berperan aktif serta terlibat dalam kegiatan museum?

Temu Pendidik Mingguan Komunitas Guru Belajar mempersembahkan diskusi dengan tajuk “Mencintai Seni Budaya melalui Pop-Up Museum”.

Menghadirkan
Narasumber Guru Dewi Soeharto, dari Sekolah Cikal.
Moderator Guru Hayunita, dari KGB Blora.

Simpan dalam agenda anda waktu pertemuan kita pada :
Hari Jumat, 6 Oktober 2017.
Pukul 18.30 – 20.30 WIB.
Atau pukul 19.30 – 21.30 WITA.
Atau pukul 20.30 – 22.30 WIT.

Hanya di https://t.me/mudikmingguan

Sampai jumpa…..
Merdeka!