Meniti As-Sunnah
1.75K subscribers
777 photos
2 videos
804 links
Sederhana di atas sunnah itu lebih baik, daripada bersungguh-sungguh akan tetapi menyelisihinya.
Download Telegram
APAKAH SELAIN SALAFI BERARTI SESAT..??

Tak jarang, ada sebagian saudara kita mengajukan pertanya'an yang bernada sinis, yang entah disebabkan ketidaktahuan, atau hanya sekedar untuk menebar syubhat..

Mereka bertanya :

"Oooo, jadi semua yang diluar Salafi sesat semua yaa, masuk neraka semua.....??!! Hanya Salafi aja yang pasti benar dan dijamin masuk surga.....???".

Kita katakan :

"Saudaraku, Salafi (pengikut Salaf) itu tidak ma'shum, sebagai manusia biasa kita juga pernah khilaf, bisa futur, bahkan bisa jadi juga terkadang berbuat maksiat, bisa terkena penyakit hati, dan lain sebagainya. Dan juga, tidak ada diantara kita yang yakin pasti masuk surga, apalagi dijamin surga.

Dan justru karena kita semua sangat mengharap surga dan takut masuk neraka, maka kita selalu berusaha tunduk dan patuh, serta berusaha mengajak semua saudara kita yang se-islam dan se-iman agar ta'at terhadap syari'at.

Dan lagi, perkata'an-perkata'an semisal "selain Salafi" atau "diluar Salafi" sangatlah salah kaprah, seolah-olah dianggapnya Salafi itu adalah sebuah organisasi atau aliran atau semisalnya. Padahal sejatinya, Salafi adalah penisbatan terhadap generasi Salaf, jadi siapa saja yang mengikuti Qur'an dan Sunnah menurut pemahaman Salaful Ummah, maka ia Salafi.

______

Satu lagi, pertanya'an tersebut sebenernya kurang tepat, seharusnya pertanya'an yang benar adalah :

"Apakah dibenarkan jika mengikuti selain manhaj Salaf.....???" Atau : "Apakah jika tidak mengikuti Qur'an dan Sunnah menurut pemahaman Salaful Ummah bisa dibenarkan.....???"

Maka jawabannya adalah :

1. Al Imam Abdurrahman bin 'Amr Al Auza'i berkata :

"Wajib bagimu untuk mengikuti jejak Salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah)".
(Asy Syari'ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).

2. Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit berkata :

"Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh Salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid'ah".
(Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, dinukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).

3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam'ani berkata :

"Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama)".
(Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).

4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata :

“Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi'in (Salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya".
(Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, dinukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)

5. Al-Imam As Syathibi berkata :

"Segala apa yang menyelisihi manhaj Salaf, maka ia adalah kesesatan".
(Al Muwafaqaat, 3/284), dinukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).

6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

"Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj Salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj Salaf pasti benar".
(Majmu' Fatawa, 4/149).

Beliau juga berkata : "Bahkan syi'ar Ahlul Bid'ah adalah meninggalkan manhaj Salaf".
(Majmu' Fatawa, 4/155).

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"Dan apa saja yang kalian perselisihkan maka keputusannya kembali kepada Allah".
(QS. Asy Syuura: 10).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'ala­ihi Wa sallam :

"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian generasi berikutnya (tabi'in) kemudian generasi berikutnya (tabiu't tabi'in)".
(Hadits Bukhari & Muslim).

"Aku Wasiatkan kepada kalian (untuk mengikuti) para sahabatku, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka".
(Shahih Sunan Ibnu Majah).

Dan Rasulullah pun telah menjelaskan bahwa hanya ada satu golongan yang berada diatas kebenaran dan keselamatan. Dalam sebuah riwayat, para sahabat bertanya siapakah yang selamat itu.....????

Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Mereka adalah orang-orang yang memegang ajaranku dan para sahabatku pada hari ini".
(H.R. Ibnu majah dari hadits Anas bin Malik).

Oleh karena itu :

"Bersabarlah dirimu diatas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak diatasnya. Katakanlah sebagai mana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan salafush shalih karena akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka".

Maka segala keputusan yang diambil oleh Al Kitab dan As Sunnah serta dipersaksikan keabsahannya oleh keduanya itulah al haq (kebenaran). Dan tidak ada sesudah kebenaran melainkan kesesatan…".
(lihat Tafsir Al Qur’an Al 'Azhim, II/250).

Semoga Allah Ta'ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj Salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Aamin Ya Rabbal 'Alamin..

Wallahu a'lamu bish shawaab.
Semoga bermanfa'at, disalin fb: Abu Musa Al Asy'ari..

Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
ORANG YANG PALING ASING

Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin al-Husain al-Ājurri rahimahullah berkata,

أغرب الغرباء في وقتنا هذا من أخذ بالسنن وصبر عليها، وحذر البدع وصبر عنها، واتبع آثار من سلف من أئمة المسلمين، وعرف زمانه وشدة فساده وفساد أهله، فاشتغل بإصلاح شأن نفسه من حفظ جوارحه، وترك الخوض فيما لا يعنيه وعمل في إصلاح كسرته، وكان طلبه من الدنيا ما فيه كفايته وترك الفضل الذي يطغيه، ودارى أهل زمانه ولم يداهنهم، وصبر على ذلك، فهذا غريب وقل من يأنس إليه من العشيرة والإخوان، ولا يضره ذلك.

“Orang yang paling asing di masa kita ini ialah:
• yang memegang sunnah dan bersabar di atasnya;
• yang berhati-hati dari bid‘ah dan bersabar di atas kehati-kehatian tersebut;
• yang mengikuti atsar para imam muslimin terdahulu;
• yang mengetahui keadaan zamannya berikut dahsyatnya kerusakannya, serta kerusakan orang-orangnya, sehingga dia sibuk memperbaiki keadaan dirinya dengan menjaga anggota tubuhnya, meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat, dan berusaha memperbaiki kekurangannya;
• yang mencari dunia sebatas kecukupannya dan meninggalkan kelebihannya yang akan menyebabkan dirinya melampaui batas;
• yang bergaul dengan orang-orang di zamannya, dan tidak mudahanah (mengorbankan agama karena unsur perasaan atau duniawi -pen), serta sabar di atas itu.

Maka orang seperti inilah yang asing, dan jarang ada yang akrab dengannya dari kerabat dan teman-temannya sendiri, namun itu tidak akan pernah memudharatinya.”

[Al-Ghuraba' lil Ājurri hlm. 78]



Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah
Sumber:
TELEGRAM : http://bit.ly/tg_AM
📎
MAHALNYA SEBUAH KESEHATAN


🎙 Asy-Syaikh Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

"Tidak ada satu orang pun yang dapat mengetahui harga dari kesehatan melainkan orang yang telah merasakan sakit."

📚 I'anatul Mustafid 88


📚قال الشيخ الفوزان -حفظه الله-:

"‏لا يعرف قيمة الصحة إلا من ذاق المرض ."

📚إعانة المستفيد ٨٨



https://t.me/salafy_cirebon
Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
KENALILAH ORANG-ORANG DENGAN KEBENARAN, DAN JANGAN MENGENAL KEBENARAN DENGAN ORANG-ORANG!

🎙 Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata,

((الرجال يعرفون بالحق)) يعني: ما نقول أنهم على حق إلا إذا وجدنا الحق يؤيدهم ونصوص القرآن والسنة تؤيدهم.

((ولا يعرف الحق بالرجال)) يعني: تجعل من الرجل هو قانتك الوحيدة، وتجعله ميزاناً ومقياساً للحق، فما يقوله هو الحق، وما لا يقوله هو الباطل، وما يرفضه هو الباطل وقد يكون حقاً، وما يقبله هو الحق وقد يكون على خلاف الأمر باطلاً.

"(Orang-orang diketahui dengan kebenaran) maksudnya: kita tidak mengatakan bahwa mereka di atas kebenaran kecuali jika kita menjumpai kebenaran mendukung mereka serta nash-nash al-Qur'an dan Sunnah menguatkan mereka.

(Kebenaran tidak diketahui dengan orang-orang) maksudnya: engkau menjadikan seseorang sebagai saluranmu satu-satunya, dan engkau menjadikannya sebagai timbangan dan ukuran bagi kebenaran, apa yang dia ucapkan itulah kebenaran, dan apa yang tidak dia ucapkan itulah kebatilan, apa yang dia tolak adalah kebatilan padahal bisa jadi merupakan kebenaran, dan apa yang dia terima itulah kebenaran padahal bisa jadi itu merupakan kebatilan yang bertentangan dengan fakta sebenarnya."

📚 Al-Makhraj Minal Fitan, hlm. 21

Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah
Sumber:
https://t.me/salafysolo/
Lebih dari CCTV وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَفِظِينَ

"Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi pekerjaanmu." 

(QS. Infithar Ayat: 10)
Ulama Menganjurkan Untuk Merantau, Lebih Dewasa Dan Berpengalaman Hidup

Iman Syafi'i berkata: "MERANTAULAH.. Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang."

(Diiwaan Imam Syafi'i)



Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
MACAM-MACAM NAFKAH DAN YANG PALING UTAMANYA


Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda :

“Ada empat jenis dinar :

▪️Dinar yang engkau berikan kepada orang miskin,

▪️Dinar yang engkau berikan pada budak/hamba sahaya ,

▪️Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah,

▪️Dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu,

Yang paling afdhal nya adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu .”

📚 (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 578, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad).

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  :

أربعةُ دنانيرَ : دينارٌ أعطيتَه مسكينًا ، دينارٌ أعطيتَه في رقبةٍ ، دينارٌ أنفقتَه في سبيلِ اللهِ ، و دينارٌ أنفقتَه على أهلِك ؛ أفضلُها الذي أنفقتَه على أهلِك

📚 *(رواه البخاري في الأدب المفرد ٥٧٨ وصححه الألباني في صحيح الأدب المفرد )*



Sumber:
https://t.me/salafy_cirebon
Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
DARI BENCI MENJADI CINTA
Kepada Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah

Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah mengisahkan:

Sekarang saya akan mengisahkan kisah Abdurrahman al-Bakariy yang termasuk penduduk Najd. Beliau termasuk murid sang paman, yaitu Syaikh Abdullah (bin Abdil Lathif Aalusy Syaikh) dan selainnya.

Kemudian beliau membuka madrasah (yang dibangun dengan upaya beliau) di Oman, mengajarkan tauhid. Jika beliau kehabisan dana, beliau mengambil beberapa barang jualan dari seseorang kemudian beliau safar menuju India. Kadangkala beliau tinggal setengah tahun di India.

Syaikh al-Bakariy berkata: Saya tinggal di samping sebuah masjid di India. Di masjid itu ada seorang pengajar yang setiap kali selesai mengajar, melaknat (Syaikh Muhammad) Ibnu Abdil Wahhab. Ketika pengajar itu keluar dari masjid, ia berpapasan denganku dan berkata: Saya fasih berbahasa Arab, namun saya ingin mendengar bahasa Arab dari orang Arab asli, dan beliau ingin meminum air dingin di tempat saya. Maka saya ingat benar-benar apa yang dia lakukan pada pelajaran yang disampaikannya.

Saya pun bersiasat untuk mengundangnya ke rumah saya dan saya mengambil Kitabut Tauhid. Saya sobek sampul depannya dan saya letakkan di rak di rumah saya sebelum kedatangan dia. Ketika orang itu datang, saya berkata: Apakah anda mengizinkan saya untuk mengambilkan semangka? Saya pun pergi. Ketika saya kembali, orang itu ternyata sedang membaca (Kitabut Tauhid yang saya hilangkan sampul depannya itu) dan dia menggerak-gerakkan kepalanya. Dia berkata: Siapakah penulis kitab ini? Gaya penulisan babnya seperti dalam Shahih alBukhari. Ini, demi Allah, persis seperti Shahih al-Bukhari! Saya berkata: Saya tidak tahu. Kemudian saya berkata: Apakah sebaiknya kita pergi pada Syaikh al-Ghozawiy untuk bertanya kepada beliau. Syaikh al-Ghozawiy adalah pemilik perpustakaan dan beliau memiliki karya bantahan terhadap Jami’ul Bayaan.

Kami pun masuk menemui Syaikh al-Ghozawiy dan saya berkata kepada beliau: Saya punya kumpulan beberapa kertas ini yang Syaikh ini bertanya: karya siapakah ini? Saya tidak tahu. Al-Ghozawiy paham yang dimaksudkan. Beliau memanggil seseorang untuk membawakan kitab Majmu’ atTauhid. Didatangkanlah kitab itu dan ditunjukkan: Ini adalah karya Muhammad bin Abdil Wahhab.

Maka seorang alim India itu berkata dengan marah dan berteriak: Orang kafir itu?! Kami pun diam dan dia pun terdiam sebentar. Kemudian setelah kemarahannya mereda, ia beristirja’ (mengucapkan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’un). Ia pun berkata: Jika memang kitab ini adalah karya beliau, berarti kami telah mendzhalimi beliau.

Kemudian setelah itu, setiap hari beliau mendoakan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, demikian juga dengan para murid beliau. Murid-murid beliau di India jika selesai dari majelis, semuanya mendoakan kebaikan untuk Syaikh (Muhammad) Ibnu Abdil Wahhab (Fataawa wa Rosaail Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim(1/75-76)

Semoga yang sedikit ini bermanfaat..



Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
MENENTUKAN AWAL RAMADHAN DENGAN RU'YAH BUKAN DENGAN HISAB

Perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

”Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis)[5] dan tidak pula mengenal hisab[6]. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).”[7]

Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah menerangkan,
“Tidaklah mereka –yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenal hisab kecuali hanya sedikit dan itu tidak teranggap. Karenanya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum puasa dan ibadah lainnya dengan ru’yah untuk menghilangkan kesulitan dalam menggunakan ilmu astronomi pada orang-orang di masa itu.

Seterusnya hukum puasa pun selalu dikaitkan dengan ru’yah walaupun orang-orang setelah generasi terbaik membuat hal baru (baca: bid’ah) dalam masalah ini. Jika kita melihat konteks yang dibicarakan dalam hadits, akan nampak jelas bahwa hukum sama sekali tidak dikaitkan dengan hisab. Bahkan hal ini semakin terang dengan penjelasan dalam hadits,

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ

“Jika mendung (sehingga kalian tidak bisa melihat hilal), maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Tanyakanlah pada ahli hisab”. Hikmah kenapa mesti menggenapkan 30 hari adalah supaya tidak ada peselisihihan di tengah-tengah mereka.

Sebagian kelompok memang ada yang sering merujuk pada ahli astronom dalam berpatokan pada ilmu hisab yaitu kaum Rofidhoh. Sebagian ahli fiqh pun ada yang satu pendapat dengan mereka. Namun Al Baaji mengatakan, “Cukup kesepakatan (ijma’) ulama salaf (yang berpedoman dengan ru’yah, bukan hisab, -pen) sebagai sanggahan untuk meruntuhkan pendapat mereka.” Ibnu Bazizah pun mengatakan, “Madzhab (yang berpegang pada hisab, pen) adalah madzhab batil. Sunguh syariat Islam elah melarang seseorang untuk terjun dalam ilmu nujum. Karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) bahkan bukan sangkaan kuat. Seandainya suatu perkara dikaitkan dengan ilmu hisab, sungguh akan mempersempit karena tidak ada yang menguasai ilmu ini kecuali sedikit”.[8]

Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 92.
[5] Maksudnya, dulu kitabah (tulis-menulis) amatlah jarang ditemukan. (Lihat Fathul Bari, 4/127)
[6] Yang dimaksud hisab di sini adalah hisab dalam ilmu nujum (perbintangan) dan ilmu tas-yir (astronomi). (Lihat Fathul Bari, 4/127)
[7] HR. Bukhari no. 1913 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.
[8] Fathul Bari, 4/127.

@muslim.or.id



Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
BERPUASA MENGIKUTI ORMAS ATAUKAH PEMERINTAH.?

Sebagian Ormas mulai angkat suara dari jauh-jauh hari bahwa puasa sudah ditetapkan esok hari. Padahal dari zaman salaf yang namanya keputusan penetapan puasa atau hari raya selalu diserahkan pada pemerintah.

Seperti yang kita saksikan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyaksikan hilal Ramadhan tidaklah langsung begitu saja berpuasa atau mengajak golongannya untuk berpuasa. Mereka yang menyaksikan hilal tetap melaporkan hal ini pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita dapat melihat contoh salaf dari hadits berikut ini.

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Manusia sedang memperhatikan hilal. Lalu aku mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihat hilal. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud no. 2342. Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom berkata bahwa hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim).

Lihatlah seandaianya Ibnu ‘Umar mau, ia tentu saja bisa mengajakan massanya untuk berpuasa keesokan hari. Namun ia masih melaporkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena memang yang punya kewenangan untuk memutuskan adalah beliau selaku pemerintah. Jadi para sahabat radhiyallahu ‘anhum masih menunggu keputusan Rasul tidak berinisiatif untuk memulai puasa seorang diri.

Sumber: Artikel Rumaysho.com



Ikut Berbagi:
https://t.me/meniti_Assunnah

📎
FATWA SYAIKH ALAAMAH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI tentang Jamaah Tabligh

Beliau rohimahulloh pernah ditanya :

“Apakah pendapat Syeikh tentang Jamaah Tabligh, apakah boleh bagi pelajar penuntut ilmu) atau lainnya untuk khuruj (keluar) bersama mereka dengan dalih berdakwah kepada Allah ?"

Maka beliau rohimahulloh menjawab :

"Jamaah Tabligh tidak berdiri (berdasarkan) atas manhaj (cara Beragama) Kitabullah (Al Qur'an) & Sunnah Rasul-Nya ‘alaihi salawat wa salam, & apa yg dipegang oleh Salafuu Sholeh (orang Sholeh terdahulu).

Kalau seandainya perkaranya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj bersama mereka, karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita dalam menyampaikan manhaj salafus sholeh.

Maka dalam medan dakwah kepada Allah, YG KELUAR ITU ADALAH ORANG YG BERILMU, adapun orang-orang yg keluar bersama mereka, yg wajib mereka lakukan adalah untuk tetap tinggal di negeri mereka & memperlajari ilmu di mesjid-mesjid mereka, sampai-sampai mesjid-mesjid itu mengeluarkan ulama yg melaksanakan tugas dalam dakwah kepada Allah.

Dan selama kenyataanya masih seperti itu, maka wajiblah atas penuntut ilmu (pelajar) untuk mendakwahi mereka-mereka itu (Jamaah Tabligh) di dalam rumah mereka sendiri, agar mempelajari Kitab & Sunnah & mengajak manusia kepadanya.

Sedang mereka (yakni Jamaah Tabligh) tidak menjadikan dakwah kepada Kitab & Sunnah sebagai dasar umum, akan tetapi mereka mengatagorikan dakwah ini sebagai pemecah. Oleh karena itu, maka mereka itu lebih cocok seperti Jamaah Ikhwan Muslimin.

MEREKA MENGATAKAN bahwa "dakwah kami berdiri atas kitab & sunnah", akan tetapi ini hanya semata-mata ucapan, sedangkan mereka tidak ada akidah yg menyatukan mereka, yg ini MATURIDI & yg itu ASY’ARI, yg ini SUFI & yg itu tidak punya mazhab.

Itu, karena DAKWAH MEREKA BERDIRI ATAS DASAR: bersatu, berkumpul, kemudian pengetahuan. Pada hakikatnya mereka tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, sungguh telah berjalan bersama mereka waktu lebih dari setengah abad, tidak pernah seorang alim pun yg lahir di tengah-tengah mereka.

Adapun kita, maka KITA (Ahlu Sunnah wal Jamaah) MENGATAKAN : Berpengetahuan (dulu), kemudian berkumpul, sehingga perkumpulan itu berada di atas pondasi yg tidak ada perbedaan di dalamnya.

Dakwah JAMAAH TABLIGH ADALAH SUFI MODEREN, yg mengajak kepada akhlak. Adapun memperbaiki akidah masyarakat, maka mereka itu tidak bergeming, karena dakwah ini (memperbaiki akidah) -sesuai dengan prasangka mereka- memecah belah.

Dan sungguh telah terjadi koresponden antara akh Sa’ad Al Hushain & pemimpin Jamaah Tabligh di India atau Pakistan, maka jelaslah darinya bahwa sesungguhnya mereka itu menyetujui tawasul, & istighatsah & banyak hal-hal lain yang sejenis ini. Dan mereka meminta kepada anggota mereka untuk membai’at di atas emapat macam terikat (ajaran), diantaranya adalah : AN NAQSYABANDIYAH, maka setiap orang tabligh seyogyanya untuk membai’at di atas dasar ini.

Dan mungkin seorang akan bertanya : Sesungguhnya Jamaah ini, disebabkan usaha anggota-anggotnya telah kembali (insaf & sadar) kebanyakan manusia kepada Allah, bahkan mungkin melalui tangan-tangan mereka kebanyakan orang non muslim telah masuk Islam. Apakah ini sudah cukup sebagai dalih bolehnya untuk keluar dan bergabung bersama mereka pada apa yg mereka dakwahkan?

Maka KITA KATAKAN: “Sesungguhnya ucapan-ucapan ini sering kami ketahui & kami dengar &n kami dengar (juga) dari orang-orang sufi!!. Ini bagaikan : Ada seorang syeikh akidahnya rusak, & tidak pernah mengetahui sedikitpun tentang sunnah, bahkan ia memakan harta orang DENGAN CARA BATHIL (tidak sah)…. Disamping itu BANYAK ORANG YG FASIK (yg berdosa) bertaubat lewat tangannya….!

Maka setiap jamaah yg mengajak kepada kebajikan pasti mempunyai pengikut, akan tetapi kita harus melihat kepada intisari permasalahan, kepada apakah yg mereka mengajak / berdakwah? Apakah kepada mengikuti kitabullah & hadits Rasul, kepada akidah salafus sholeh, tidak ta’ashub (fanatik) mazhab, & mengikuti sunnah dimanapun dan sama siapapun?