Fikih untuk Wanita
2.43K subscribers
21 photos
186 links
KHUSUS AKHAWAT (WANITA).
Penasehat: Al-Ustadz Usamah bin Faishal al-Mahri hafizhahullah
Pembimbing: Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Download Telegram
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 129

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Shalat tarawih dilakukan setelah shalat Isya.
Andaikata melaksanakan shalat tarawih di antara Maghrib dan Isya, maka hal ini tidak mendapati sunnah.
Maka seharusnya shalat tarawih dilaksanakan setelah shalat Isya dan bahkan setelah sunnah ba'diyah Isya.
Maka susunannya sebagai berikut:
Shalat Isya.
Shalat sunnah rawatib ba'da Isya.
Shalat tarawih.
Ditutup dengan shalat witir.

Shalat tarawih yang dilakukan selain di bulan Ramadhan adalah BID'AH.

Maka jika orang-orang berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat Qiyamul Lail (shalat malam/tahajud) secara berjamaah di selain bulan Ramadhan, maka ini adalah amalan bid'ah.

Akan tetapi boleh jika seseorang di selain Ramadhan kadang-kadang shalat malam berjamaah di rumahnya. Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, beliau pernah suatu kali shalat malam/tahajud bersama Ibnu Abbas رضي الله عنهما, pernah pula shalat bersama Ibnu Mas'ud, dan juga bersama Hudzaifah ibnul Yaman رضي الله عنه, beliau shalat malam berjamaah di rumah beliau, akan tetapi hal itu bukan termasuk
sunnah rawatib, (yang selalu dilakukan), dan juga
tidak beliau lakukan di dalam masjid.

Alhamdulillah selesai bab tentang Shalat Tarawih.

Kita lanjutkan mengkaji bab berikutnya, yaitu:

SUNNAH-SUNNAH RAWATIB

RAWATIB adalah shalat sunnah yang selalu dan terus menerus dikerjakan setelah shalat fardhu.

SHALAT SUNNAH RAWATIB terdiri dari:
2 rakaat sebelum shalat Zhuhur,
2 rakaat setelah shalat Zhuhur,
2 rakaat setelah shalat Maghrib,
2 rakaat setelah shalat Isya,
2 rakaat sebelum shalat Fajar/Shubuh

Jumlah semuanya adalah 10 rakaat

Adapun shalat Ashar tidak ada sunnah rawatib, akan tetapi ada sunnah MUTHLAQAH, yaitu shalat sunnah yang masuk dalam keumuman sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

بين كل أذانين صلاة

"Di antara setiap dua adzan (antara adzan dan iqamat) ada shalat sunnah." (Muttafaqun 'alaih)

Keterangan penerjemah:

Jumlah rakaat shalat sunnah rawatib ada dua riwayat:
1). 10 rakaat
2). 12 rakaat.
(selesai keterangan pen.)

Pendapat pertama di atas menjelaskan bahwa shalat sunnah rawatib berjumlah 10 rakaat, hal itu berdasarkan hadits Abdullah bin Umar رضي الله عنهما:

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 7 Rabi'ul Akhir 1439 H / 26 Desember 2017 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ129
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 130

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

1) Jumlah rakaat shalat sunnah rawatib 10 rakaat

Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar رضي الله عنهما berkata,

حفظت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم عشر ركعات

"Saya menghafal (sunnah rawatib) dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم sepuluh rakaat."

Ini pendapat pertama.

2) Pendapat kedua menyatakan bahwa sunnah rawatib berjumlah 12 rakaat.

Berdasarkan hadits dalam Shahih Bukhari, dari Aisyah رضي الله عنها berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يدع أربعا قبل الظهر.

"Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur."

Begitu pula dalam Shahih Bukhari meriwayatkan,

أن من صلى اثنتا عشرة ركعة من غير الفريضة بنى الله له بهن بيتا في الجنة.

"Bahwasanya siapa yang shalat dua belas rakaat selain shalat fardhu, maka Allah akan membangunkan untuknya karena shalat-shalat tersebut, sebuah istana di dalam surga."

Dan disebutkan dalam riwayat tersebut di atas,

أربعا قبل الظهر

"Empat rakaat sebelum Zhuhur." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani رحمه الله)

Dari dua pendapat tersebut, maka yang SHAHIH adalah pendapat bahwa shalat sunnah rawatib berjumlah 12 rakaat, yakni:

~ 2 rakaat sebelum shalat Fajar/Shubuh.
~ 4 rakaat sebelum shalat Zhuhur, dengan 2 salam (yakni shalat 2 rakaat salam, lalu shalat lagi 2 rakaat salam, pen.)
~ 2 rakaat setelah shalat Zhuhur.
~ 2 rakaat setelah shalat Maghrib.
~ 2 rakaat setelah shalat Isya.

Catatan tambahan penerjemah:

Shalat sunnah rawatib yang dilakukan SEBELUM shalat fardhu dinamakan juga QABLIYYAH.

Shalat sunnah rawatib yang dilakukan SETELAH shalat fardhu dinamakan BA'DIYAH.

◎ Selesai catatan tambahan penerjemah.

FAEDAH/MANFAAT SUNNAH RAWATIB

Berguna untuk menutup kekurangan dalam shalat fardhu.

SHALAT SUNNAH RAWATIB YANG PALING MU'AKKAD (PENTING)

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 14 Rabi'ul Akhir 1439 H / 2 Januari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ130
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 131

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

SHALAT SUNNAH RAWATIB YANG PALING MU'AKKAD (PENTING) ADALAH SHALAT SUNNAH FAJAR

Dalil mu'akkad-nya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها.

"Dua rakaat (sunnah) fajar, lebih baik dari dunia dan isinya." (HR. Muslim)

Dunia sejak diciptakan sampai datang kiamat, dengan segala isinya, intan, permata, emas dan perak, istana-istana yang megah, kendaraan-kendaraan mewah, dan lain sebagainya... Dua rakaat sebelum shalat fajar (Shubuh) lebih baik dari dunia dan seluruh isinya. Sebab dua rakaat ini pahalanya KEKAL, sedangkan dunia dan segala isinya musnah/hilang.

Dalil lain tentang mu'akkad-nya dua rakaat sebelum fajar adalah:

أن النبي صلى الله عليه وسلم :
كان لا يدعهما حضرا ولا سفرا.

"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah meninggalkan dua rakaat (sebelum shalat Shubuh), baik ketika beliau mukim maupun ketika safar."

Kami mengkhususkan membahas dua rakaat sebelum shalat fajar, karena beberapa perkara sebagai berikut:

1. Disyariatkannya baik ketika mukim maupun safar.

2. Pahalanya lebih baik dari dunia dan seluruh isinya.

3. Disunnahkan meringankannya, meringankan bacaan semampunya, tapi dengan syarat tidak sampai meninggalkan bacaan yang wajib. Karena Aisyah رضي الله عنها berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم يخفف الركعتين اللتين قبل صلاة الصبح، حتى إني لأقول : هل قرأ بأم الكتاب ؟

"Nabi صلى الله عليه وسلم selalu meringankan dua rakaat sebelum Shubuh, sampai akupun berkata, Apakah beliau sudah membaca ummul Kitab (surah Al-Fatihah)?"

Yakni karena sangat ringannya bacaan dalam dua rakaat shalat sunnah fajar.

4. Rakaat pertama membaca surah Al-Kafirun, dan rakaat kedua membaca surah Al-Ikhlas.

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 21 Rabi'ul Akhir 1439 H / 9 Januari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ131
===================

Bagi yang ingin yang t elah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 132

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

4. Rakaat pertama membaca surah Al-Kafirun dan rakaat kedua membaca surah Al-Ikhlas.

Atau:

Rakaat pertama membaca surah Al-Baqarah ayat 136:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّه...ِ 

Dan rakaat kedua membaca surah Al-Imran ayat 64:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا

Maka hendaklah kadang-kadang membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.

Dan kadang-kadang membaca surah Al-Baqarah dan Surah Al-Imran.

Jika tidak hafal surah Al-Baqarah dan Al-Imran di atas, maka cukuplah hanya dengan membaca surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas.

5. Disunnahkan setelah selesai shalat sunnah fajar untuk sejenak berbaring ke sisi tubuh sebelah kanan.

Tentang berbaring setelah shalat sunnah fajar ini terdapat khilaf di kalangan para ulama, dan yang paling shahih tentang masalah ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau memberikan rincian, yakni:

SUNNAH berbaring bagi orang yang mengerjakan qiyamul lail (shalat tahajud), sebab dia membutuhkan untuk istirahat.

Tapi bagi orang tidur sepanjang malam dan tidak bangun untuk shalat tahajud, maka tidak disunnahkan untuk berbaring setelah shalat sunnah fajar, karena dikhawatirkan akan meninggalkan shalat wajib (shalat Shubuh).

Orang yang tertinggal shalat sunnah rawatib ini, maka disunnahkan untuk mengqadha-nya, dengan syarat dia tinggalkan karena ada UZUR.

Dalilnya:

Hadits Abu Hurairah dan Abu Qatadah tentang kisah tidurnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari shalat Shubuh dan Para sahabat beliau, ketika mereka dalam keadaan safar, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat sunnah rawatib fajar, kemudian beliau shalat Shubuh.

Begitu pula hadits Ummu Salamah رضي الله عنها:

أن النبي صلى الله عليه وسلم شغل عن الركعتين بعد صلاة الظهر ؛ فقضاهما بعد صلاة العصر.

"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tersibukkan dari shalat sunnah dua rakaat setelah Zhuhur, maka beliau mengqadha-nya setelah shalat Ashar."

Ini adalah nash/dalil tentang qadha shalat sunnah RAWATIB (yakni tidak ada qadha untuk shalat WAJIB).

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 28 Rabi'ul Akhir 1439 H / 16 Januari 2017 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ132
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 133

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Masih tentang QADHA SHALAT SUNNAH RAWATIB:

Juga keumuman sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

من نام عن صلاة، أو نسيها، فليصلها إذا ذكرها.

"Barang siapa tertidur dari shalat atau lupa, maka hendaklah dia shalat ketika mengingatnya." (Muttafaqun 'alaih)

Hadits ini bermakna umum, baik shalat fardhu maupun sunnah.

Yang dimaksud dalam hadits tersebut di atas adalah bagi orang yang meninggalkan shalat karena ada UZUR, seperti;

- lupa
- ketiduran
- sibuk dengan sesuatu yang sangat penting.

Adapun orang yang meninggalkan shalat DENGAN SENGAJA sampai habis waktunya, maka tidak ada QADHA. Andaikata dia meng-qadha-nya, maka TIDAK SAH qadha rawatibnya. Hal itu dikarenakan bahwa shalat rawatib adalah ibadah yang ditentukan WAKTUNYA, dan ibadah yang ditentukan waktunya jika seseorang dengan SENGAJA keluar dari waktunya dalam mengerjakannya (tanpa ada uzur), maka tidak diterima shalatnya tersebut.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

من عمل عملا ليس عليه أمزنا فهو رد.

"Barang siapa beramal dengan suatu amalan, bukan dari urusan (ajaran) kami, maka dia tertolak." (Muttafaqun 'alaih)

Ibadah yang telah ditentukan waktunya jika diakhirkan waktunya dengan SENGAJA, maka hal ini termasuk beramal dengan amalan yang bukan dari perintah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan untuk shalat di waktunya, maka mengerjakan di luar waktunya tanpa ada uzur termasuk amalan yang tertolak/tidak diterima.

Dan sebagaimana tidak sah shalat sebelum waktunya, begitu pula sebaliknya, tidak sah jika sesudah waktunya, sebab tidak adanya perbedaan antara mengerjakannya sebelum masuk waktunya atau setelah keluar waktunya jika tanpa ada uzur.

KETAHUILAH BAHWA SHALAT TATHAWWU' ADA DUA MACAM:

1. MUTHLAQ

2. MUQAYYAD

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 6 Jumadil Awal 1439 H / 23 Januari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ133
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 134

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

KETAHUILAH, BAHWA SHALAT TATHAWWU' ADA DUA MACAM:

1. MUTHLAQ

2. MUQAYYAD

Adapun MUQAYYAD
adalah shalat sunnah yang afdhal jika dilakukan pada waktu yang berhubungan/terikat dengan keadaan tertentu.

Contoh:

Shalat tahiyyatul masjid.

Apabila masuk masjid meskipun di siang hari, maka shalat tahiyyatul masjid yang dilakukan ketika itu lebih AFDHAL dari shalat malam, sebab terikat dengan keadaan tertentu, yaitu ketika masuk masjid.

Shalat sunnah wudhu

Apabila berwudhu, maka disunnahkan untuk shalat dua rakaat. Ini lebih AFDHAL dari shalat malam meskipun dilakukan shalat sunnah wudhu ini di siang hari, sebab ini adalah shalat MUQAYYAD yang terikat dengan sebab-sebab tertentu.

Adapun MUTHLAQ adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari lebih AFDHAL daripada shalat sunnah di siang hari.
Berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

أفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل.

"Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim)

WAKTU MALAM
Diawali sejak tenggelamnya matahari.

Maka shalat sunnah antara Maghrib dan Isya lebih utama daripada shalat sunnah antara Zhuhur dan Ashar, sebab antara Maghrib dan Isya termasuk shalat malam, maka lebih utama.

SHALAT SUNNAH MUTHLAQAH
Disunnahkan untuk mengerjakannya di semua waktu.
Berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada seseorang yang berkata,

أسألك مرافقتك في الجنة

"Aku minta bisa menemanimu dalam surga."

Beliau صلى الله عليه وسلم bertanya,

أو غير ذلك؟

"Apakah tidak ada (permintaan) yang lain?"

Orang tersebut menjawab,

هو ذاك

"Hanya itulah (yang aku minta)."

Maka beliau bersabda,

فأعني على نفسك بكقرة السجود.

"Maka bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud (shalat)." (HR. Muslim)

WAKTU YANG PALING UTAMA UNTUK SHALAT MALAM

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 13 Jumadil Awal 1439 H / 30 Januari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ134
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 135

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

WAKTU YANG PALING UTAMA UNTUK SHALAT MALAM

Waktu malam terbagi menjadi dua bagian:

Bangun untuk shalat tahajud pada waktu sepertiga dari pertengahan malam yang kedua.

Dan di akhir malam kembali tidur.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

أفضل الصلاة صلاة داود، كان ينام نصف الليل، ويقرم ثلثه، وينام سدسه.

"Shalat yang afdhal adalah shalat Nabi Dawud, beliau tidur di pertengahan malam, bangun (shalat tahajud) di sepertiganya, dan tidur (lagi) di seperenamnya." (Muttafaqun 'alaih)

Dan dalam Shahih Bukhari, dari Aisyah رضي الله عنها berkata,

ما ألفاه - يعني النبي صلى الله عليه وسلم - السحر عندي إلا نائما.

"Tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم tinggal di rumahku ketika waktu sahur, kecuali beliau tidur."

Yakni bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidur di waktu akhir malam.

Hal itu dilakukan dengan TUJUAN berikut:
Tidurnya seseorang setelah bangun shalat malam akan mengembalikan kekuatan dan menyegarkan tubuh, sehingga ketika bangun shalat Shubuh dalam keadaan segar dan semangat (tidak lesu dan ngantuk).
Dan juga apabila tidur di seperenam malam yang akhir, akan menghilangkan kesan bahwa dia telah bangun sebelumnya untuk shalat malam, sehingga di depan manusia seolah-olah dia tidak bangun shalat tahajud di malam hari, maka hal ini dapat menjauhkan dari riya (ingin dipuji orang).

Maka dengan alasan itu, waktu yang paling utama untuk bangun shalat malam adalah sepertiga malam setelah pertengahan malam, supaya bisa tidur di akhir malam.

Apabila ada yang berkata, "Mengapa tidak dikatakan bahwa yang afdhal adalah sepertiga malam yang akhir, karena itu adalah waktu Allah ta'ala turun ke langit dunia?"

Maka jawabannya,

"Bahwa orang yang bangun di sepertiga malam setelah pertengahan malam juga akan mendapati kesempatan waktu 'Nuzul' (turunnya) Allah ta'ala, karena dia juga mendapati pertengahan yang pertama dari sepertiga malam yang terakhir, maka artinya dia mendapati waktu yang paling utama, dan itulah waktu yang Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

أفضل الصلاة صلاة داود.

"Shalat yang afdhal adalah shalat Dawud." (Muttafaqun 'alaih)

CATATAN TAMBAHAN PENERJEMAH:

Waktu malam terbagi menjadi dua:

1. Pertengahan malam pertama.
2. Pertengahan malam kedua.

Misalnya:
Awal waktu malam ketika matahari tenggelam pukul 6 malam, akhir waktu malam juga pukul 6 shubuh, sehingga sepanjang malam ada 12 jam.

12 jam dibagi 2=6 jam

1. Jadi pertengan malam pertama:
Dari pukul 6 sampai pukul 12 malam.

2. Pertengahan malam kedua:
Dari pukul 1 sampai pukul 6 shubuh.

Dan yang dimaksud shalat malam yang afdhal adalah 1/3 malam di pertengahan malam yang kedua, adalah sbb:

Pertengahan malam yang kedua, dari pukul 1 sd pukul 6.
Berarti ada 6 jam, ini dibagi 3, maka:
1/3 malam pertama dari tengah malam yang kedua:
Dari pukul 1 s/d pukul 2 malam.

1/3 malam kedua, dari pukul 3 malam s/d pukul 4.

1/3 malam terakhir dari tengah malam kedua (ini waktu tidur), dari pukul 5 s/d jam 6.

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 20 Jumadil Awal 1439 H / 6 Februari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ135
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 136

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Untuk memperjelas pemahaman kita tentang pembagian waktu malam, kami beri contoh lagi pembagian waktu malam khusus di Indonesia bagian Barat sebagai berikut:

Awal waktu malam ketika matahari terbenam, yakni waktu Maghrib pukul 18.00.
Akhir waktu malam ketika fajar terbit, yakni waktu Shubuh kurang lebih pukul 04.00.
Sehingga sepanjang malam berjumlah kurang lebih 10 jam.

10 jam dibagi 2 = 5 jam.

Sehingga:

1. Pertengahan malam pertama, dari pukul 18.00 sampai pukul 23.00.

2. Pertengahan malam kedua, dari pukul 23.00 sampai pukul 04.00.

Dan yang dimaksud shalat malam yang afdhal adalah 1/3 malam di pertengahan malam yang kedua, adalah sbb:

Pertengahan malam yang kedua dari pukul 23.00 sd pukul 04.00,
berarti ada 5 jam, ini dibagi 3, maka:

1/3 malam pertama dari tengah malam yang kedua, dari pukul 23.00 sd pukul 00.30

1/3 malam kedua, kurang lebih dari pukul 00.30 sd pukul 02.30 (ini waktu yang afdhal untuk shalat tahajud).

1/3 malam terakhir dari tengah malam kedua, kurang lebih dari pukul 02.30 sd pukul 04.00 (Ini waktu tidur yang dianjurkan setelah shalat tahajud, bangun kembali ketika masuk waktu Shubuh).

Adapun untuk waktu Indonesia bagian Timur, atau waktu-waktu di luar negara Indonesia yang tentunya berbeda, silakan masing-masing menghitungnya seperti dua contoh yang kami sampaikan.

SHALAT DHUHA

Shalat Dhuha termasuk shalat yang disandarkan dengan waktunya, atau dengan kata lain, termasuk shalat yang disandarkan pada sebabnya, seperti shalat Zhuhur disandarkan pada waktunya, sehingga waktunya ini dikatakan sebagai sebab.

HUKUM SHALAT DHUHA:

Hukumnya sunnah.

Hukum sunnah maknanya:
Berpahala bagi yang mengerjakannya, dan
tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.

DALILNYA:

Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada seseorang dan mengajarkan tentang shalat lima waktu, lalu orang tersebut bertanya,

هل علي غيرهن؟

"Apakah ada kewajiban untukku selain itu?"

Beliau menjawab,

لا، إلا أن تطوع.

"Tidak ada, kecuali jika kamu mau shalat tathawwu'/sunnah."

Dalil yang lain:

Hadits Mu'adz bin Jabal رضي الله عنه...

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 27 Jumadil Awal 1439 H / 13 Februari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ136
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-cMuslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 137

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

HUKUM SHALAT DHUHA
DALIL YANG LAIN:

Hadits Mu'adz bin Jabal رضي الله عنه ketika diutus oleh Nabi صلى الله عليه وسلم di akhir hidup beliau ke negri Yaman, beliau bersabda:

أعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في اليوم والليلة.

"Ajarkan kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam."
(Muttafaqun 'alaih)

Dan tidak disebutkan shalat Dhuha, andaikata wajib, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pasti menyebutkannya.

Maka shalat Dhuha hukumnya sunnah.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah, Abu Darda, dan Abu Dzar رضي الله عنهم:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يصليها.

"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak shalat Dhuha."

Sebagian ulama memberikan perincian sebagai berikut:

1. Apabila seseorang memiliki kebiasaan shalat malam, maka dia tidak disunnahkan untuk shalat Dhuha.

2. Adapun orang yang tidak memiliki kebiasaan shalat malam, maka shalat Dhuha merupakan sunnah yang sebaiknya dikerjakan setiap hari.

3. Bahwa shalat Dhuha bukan shalat sunnah rawatib, yakni kadang-kadang mengerjakannya dan kadang-kadang tidak mengerjakannya.

4. Dan yang jelas bahwa shalat Dhuha adalah sunnah yang selalu dikerjakan.

Riwayat yang shahih dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda,

يصبح على كل سلامي من أحدكم صدقة... الحديث.

"Pada pagi hari di setiap ruas tulang (sendi) kalian ada sedekah."
(HR. Muslim)


Dan shahih riwayatnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم:

إن الله خلق ابن آدم على ستين وثلثمائة مفصل.

"Sesungguhnya Allah telah menciptakan anak Adam (manusia) di atas tiga ratus enam puluh tulang sendi."
(HR. Muslim)


Makna As-Sulamiy (السلامي) adalah tulang yang terpisah antara satu dengan yang lain (yakni tulang sendi).
Maka masing-masing orang setiap hari harus mengeluarkan 360 sedekah. Akan tetapi itu maksudnya bukan sedekah dengan harta, tapi semua yang merupakan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.

Berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

فكل تسبيحة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة من الضحى.

"Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, setiap takbir sedekah, amar ma'ruf sedekah, nahi mungkar sedekah, dan tercukupi dari itu semua dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha." (HR. Muslim)

Maka berdasarkan hadits tersebut, kami (Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin رحمه الله) berpendapat: "Disunnahkan untuk selalu (setiap hari) shalat Dhuha, karena kebanyakan manusia tidak mampu untuk (melakukan) 360 sedekah setiap hari."

JUMLAH RAKA'AT SHALAT DHUHA

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 4 Jumadil Akhir 1439 H / 20 Februari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ137
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 138

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

JUMLAH RAKAAT SHALAT DHUHA

Shalat Dhuha paling sedikit hanya dua rakaat.
Karena dua rakaat adalah yang paling sedikit dari apa yang disyariatkan dalam shalat, kecuali shalat witir.

Maka tidak disunnahkan dan tidak disyariatkan seseorang shalat sunnah hanya satu rakaat, kecuali shalat witir.

Oleh karena itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda kepada seseorang yang masuk masjid pada ketika beliau sedang berkhutbah di hari Jum'at,

قم فصل ركعتين، وتجوز فيهما.

"Berdirilah lalu shalatlah dua rakaat dan ringankan shalatnya."
(Muttafaqun 'alaih)


Andaikata boleh dan disyariatkan shalat sunnah kurang dari dua rakaat, pasti beliau perintahkan orang tersebut agar bisa segera mendengarkan khutbah, karena itulah beliau perintahkan kepada orang tersebut untuk meringankan bacaan shalatnya.

Dan yang menjadi dalil juga adalah hadits Abu Hurairah رضي الله عنه berkata,

أوصاني خليلي صلى الله عليه وسلم بثلاث : صيام ثلاثة أيام من كل شهر، وركعتي الضحى، وأن أوتر قبل أن أنام.

"Kekasihku (Rasulullah) صلى الله عليه وسلم berwasiat kepadaku dengan tiga perkara: puasa tiga hari di setiap bulan, shalat Dhuha dua rakaat, dan agar aku shalat witir sebelum tidur."

Dan yang benar/shahih, bahwa shalat sunnah satu rakaat tidak sah (kecuali shalat witir).

SHALAT DHUHA PALING BANYAK DELAPAN RAKAAT DENGAN EMPAT SALAM

Dalilnya: Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم masuk ke rumah Ummu Hani pada waktu Fathu Makkah di Makkah, lalu beliau shalat di rumah tersebut delapan rakaat.

Para ulama berpendapat bahwa dalil di atas adalah riwayat yang paling kuat. Oleh karena itu andaikata seseorang shalat sepuluh rakaat dengan lima salam, maka rakaat yang kesembilan dan kesepuluh adalah shalat sunnah mutlaq bukan shalat Dhuha.

Yang shahih/benar
bahwa tidak dibatasi banyaknya, karena Aisyah رضي الله عنها berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي الضحى أربعا، ويزيد ما شاء الله،

"Nabi صلى الله عليه وسلم shalat Dhuha empat rakaat, dan beliau menambah sesuai kehendak beliau."
(HR. Muslim)


Andaikata seseorang shalat dari sejak matahari meninggi/naik kira-kira seukuran Ibnu Utsaimin رحمه الله تعالى, pen.).

WAKTU SHALAT DHUHA

Dari habisnya waktu terlarang untuk shalat,

sampai

mendekati waktu zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat).

WAKTU TERLARANG UNTUK SHALAT

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1439 H / 27 Februari 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ138
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 139

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

WAKTU TERLARANG UNTUK SHALAT

Dari terbitnya matahari sampai matahari naik kira-kira seukuran satu tombak, yakni dengan penglihatan mata. Adapun faktanya jauh lebih dari itu dari jarak bumi naiknya ribuan meter, akan tetapi kita melihatnya di atas langit kira-kira seukuran tombak, kira-kira satu meter.

MENURUT HITUNGAN JAM

Kira-kira 12 menit, kami bulatkan saja kira-kira seperempat jam atau 15 menit, sebab ini lebih berhati-hati. Jika telah lewat 15 menit setelah matahari terbit, maka hilanglah waktu terlarang, maka masuklah waktu shalat Dhuha.

Keterangan penerjemah:

Misalnya, jika matahari terbit pukul 05.30, maka waktu terlarang untuk shalat yaitu pukul 05.30 sampai pukul 05.45. Jadi waktu shalat Dhuha dimulai sejak pukul 05.45. (selesai keterangan penerjemah).

WAKTU SHALAT DHUHA BERAKHIR

Sampai mendekati waktu zawal (tergelincirnya matahari) kira-kira 10 menit, atau lebih jelasnya bahwa berakhirnya waktu shalat Dhuha 10 menit sebelum matahari tergelincir ke arah barat.

MENGAPA KETIKA ITU DILARANG SHALAT?

Sebab mendekati waktu tergelincirnya matahari adalah waktu dipanaskannya neraka, dan Nabi صلى الله عليه وسلم telah melarang shalat di waktu tersebut.

'Uqbah bin Amir رضي الله عنه berkata,

ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا عن الصلاة فيهن، أو أن يقبر فيهن موتانا : حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع، وحين يقوم قائم الظهيرة حتى تميل الشمس، وحين تضيف الشمس للغزوب حتى تغرب.

"Ada tiga waktu di mana Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang kita shalat atau menguburkan jenazah; ketika matahari terbit sampai matahari naik, ketika matahari akan tergelincir (yakni matahari berada di tengah-tengah langit) sampai tergelincir, dan ketika matahari akan tenggelam sampai matahari tenggelam."

Yang dimaksud matahari mendekati waktu tergelincir adalah kira-kira 10 menit, maksudnya 10 menit sebelum matahari tergelincir adalah waktu terlarang untuk shalat, yakni 10 menit sebelum waktu Zhuhur adalah waktu terlarang untuk shalat.

Keterangan penerjemah:

Waktu zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat) adalah waktu masuk shalat Zhuhur (pen).

KESIMPULAN:

WAKTU SHALAT DHUHA

~ Dimulai dari hilangnya waktu terlarang untuk shalat di pagi hari
~ sampai/berakhir pada waktu munculnya larangan shalat di tengah hari (di siang hari).

Melaksanakan shalat Dhuha di akhir waktu adalah afdhal (lebih utama) daripada di awal waktu, karena Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

صلاة الأوابين حين ترمض الفصال.

"Shalat Al-Awwabin yaitu ketika anak-anak onta mulai kepanasan." (HR. Muslim)

Yakni: Anak-anak onta berdiri karena terik panas matahari, yaitu kira-kira 10 menit sebelum zawal (tergelincirnya matahari), yakni kira-kira 10 menit sebelum Zhuhur.

Keterangan penerjemah:

Makna Al-Awwabin adalah orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah ta'ala.

Alhamdulillah selesai bab Shalat Dhuha.


Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 18 Jumadil Akhir 1439 H / 6 Maret 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ139
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 140

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

SUJUD TILAWAH

At-Tilawah (bacaan Al-Quran) itu sendiri bukan menjadi SEBAB untuk sujud.
Akan tetapi yang menjadi sebab sujud adalah karena MELEWATI AYAT SAJDAH, atau karena membaca ayat sajdah.

Maka jika seseorang membaca ayat sajdah, disunnahkan baginya untuk sujud.

Sebagian ulama berpendapat bahwa sujud tilawah bukan shalat, sebab tidak terdapat padanya definisi (pengertian) shalat. Maka tidak ditetapkan dalam sunnah adanya TAKBIR dan SALAM ketika sujud tilawah.

Beberapa riwayat hadits tentang sujud tilawah tidak ada penjelasan apapun, kecuali hanya perintah untuk sujud,

يسجد ونسجد معه

"Beliau sujud, maka kami pun sujud bersama beliau."

Kecuali ada hadits riwayat Abu Dawud, akan tetapi ada kelemahan dalam sanadnya,

أنه كبر عند السجود

"Bahwa beliau bertakbir ketika sujud (tilawah)."

Akan tetapi TANPA SALAM. Maka tidak ada satupun riwayat dalam hadits shahih maupun hadits dhaif bahwa beliau SALAM setelah sujud tilawah. Maka jika tidak ada SALAM, berarti sujud tilawah bukan shalat, sebab definisi (pengertian) shalat harus diawali dengan takbir dan ditutup dengan salam.
Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله.

Oleh karena itu, maka
SUJUD TILAWAH,
~ tidak disyaratkan dengan THAHARAH (SUCI),
~ tidak disyaratkan harus menutup aurat,
~ tidak disyaratkan harus menghadap kiblat.

Karena sujud tilawah bukan shalat.

Maka BOLEH SUJUD TILAWAH dalam keadaan berhadats kecil, bahkan meskipun berhadats besar bagi yang berpendapat boleh membaca Al-Quran bagi orang junub, tapi YANG SHAHIH (BENAR), bahwa tidak boleh bagi orang junub membaca Al-Quran.

Barang siapa memerhatikan pendapat Syaikhul Islam dalam permasalahan ini, maka akan jelas baginya bahwa pendapat yang benar adalah sujud tilawah itu bukanlah shalat, maka tidak ada syarat seperti yang ada pada syarat-syarat shalat, maka andaikata Anda membaca Al-Quran tanpa berwudhu lalu melewati bacaan ayat sajdah, maka kalau mengikuti pendapat ini Anda boleh langsung sujud tilawah.
Dan Ibnu Umar رضي الله عنهما yang dikenal sangat wara, beliau sujud tilawah tanpa berwudhu.

Akan tetapi tentunya lebih berhati-hati (ihtiyati) untuk tidak sujud, kecuali dalam keadaan suci.

HUKUM SUJUD TILAWAH

Ulama khilaf (berselisih pendapat) tentang hukumnya, tapi yang rajih, hukumnya SUNNAH bukan wajib.
🖋 Mereka berdalil:
1). Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 25 Jumadil Akhir 1439 H / 13 Maret 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ140
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 141

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

HUKUM SUJUD TILAWAH

Para ulama khilaf (berselisih pendapat) tentang hukumnya, tapi yang RAJIH bahwa hukumnya SUNNAH bukan wajib.

Mereka berdalilkan, sbb:

1. Bahwa Zaid bin Tsabit رضي الله عنه membaca Al-Quran di hadapan Nabi صلى الله عليه وسلم surah An-Najm, dan dia tidak sujud tilawah.

Andaikata hukum sujud tilawah itu wajib, maka Nabi صلى الله عليه وسلم tidak akan membiarkannya meninggalkan sujud.

Jika ada yang berpendapat, "Kemungkinan karena Zaid رضي الله عنه ketika itu tidak berwudhu?"

Maka jawabannya,

"Itu bisa jadi kemungkinan, tapi bukan kepastian, bahkan yang zhahir (tampak jelas) bahwa Zaid رضي الله عنها dalam keadaan berwudhu, sebab dia selalu menjauhi untuk membaca Al-Quran tanpa berwudhu."

Dan juga andaikata sujud tilawah itu wajib, pasti Nabi صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan tatacaranya secara terperinci; Apakah jika berwudhu, maka harus sujud tilawah dan jika tidak berwudhu, maka tidak boleh sujud tilawah.
Sebagaimana Nabi صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan (tentang shalat tahiyatul masjid), yakni ada seseorang masuk masjid ketika Nabi صلى الله عليه وسلم sedang khutbah Jum'at, lalu orang tersebut langsung duduk di masjid, maka Nabi صلى الله عليه وسلم bertanya kepadanya,

أصليت؟

"Apakah kamu sudah shalat (tahiyatul masjid)?"

Orang tersebut menjawab, "Belum."

Maka beliau bersabda,

قم فصل ركعتين

"Bangunlah! Lalu shalatlah dua rakaat (tahiyatul masjid)."

2. Umar ibnul Khaththab رضي الله عنه diriwayatkan dalam Shahihul Bukhari dan lainnya, bahwa beliau membaca surah An-Nahl di atas mimbar, ketika sampai pada ayat sajdah, maka beliau turun dari atas mimbar lalu sujud, maka orang-orang di dalam masjid ikut sujud.
Lalu pada Hari b
إن الله لم يفرض علينا السجود إلا أن نشاء.

"Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan untuk kita sujud (tilawah), kecuali kita menghendaki."

Inilah perkataan Umar yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda tentang Umar ibnul Khaththab رضي الله عنه,

إن يكن فيكم محدثون فعمر.

"Jika diantara kalian ada 'Muhadditsun', maka dia adalah Umar."

Makna Muhadditsun adalah...

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 2 Rajab 1439 H / 20 Maret 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ141
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 142

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

MUHADDITSUN ➛ مُحَدِّثُون
Yaitu orang yang diberi ilham untuk memahami sesuatu yang berada di atas kebenaran. Itulah Umar ibnul Khaththab رضي الله عنه.

Ketika Umar رضي الله عنه melakukan sujud tilawah dengan terang-terangan di atas mimbar dan di hadapan para sahabat, di kesempatan yang lain beliau tidak sujud tilawah, dan tidak ada satupun dari para sahabat yang mengingkari perbuatan Umar رضي الله عنه, hal ini menunjukkan bahwa sujud tilawah itu bukan wajib.

Adapun Nabi صلى الله عليه وسلم beliau sujud tilawah ketika melewati ayat Sajdah, dan apa yang dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam rangka untuk beribadah menjadi sebab dihukumi 'sunnah', bukan wajib, kecuali jika beliau tetapkan dengan perintah, atau ada keterangan bahwa beliau perintahkan, atau yang serupa dengan itu dari qarinah-qarinah yang menunjukkan bahwa itu wajib, adapun hanya karena perbuatan beliau, maka ini dihukumi sunnah.

Telah diriwayatkan bahwa Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ علينا السورة فيها السجدة، فيسجد ونسجد معه، حتى ما يجد أحدنا موضعا لجبهته.

"Nabi صلى الله عليه وسلم pernah membaca surah untuk kami di dalamnya ada ayat Sajdah, maka beliau sujud dan kamipun ikut sujud bersama beliau, sehingga salah seorang dari kami tidak mendapati tempat untuk meletakkan dahinya (bersujud)."

Yakni mereka semua ikut sujud sehingga berdesak-desakan, karena mereka dekat dengan Nabi صلى الله عليه وسلم, sedangkan untuk bersujud membutuhkan tempat yang lebih luas dari sekedar duduk, sehingga akhirnya sebagian mereka tidak mendapat tempat untuk meletakkan dahinya agar bisa bersujud.
Ini menjadi dalil bahwa hukumnya sunnah, sebagaimana atsar Umar ibnul Khaththab رضي الله عنه sebelumnya.

SUNNAH PULA SUJUD TILAWAH BAGI MUSTAMI'

Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar dari bapaknya, yakni ketika para sahabat ikut sujud tilawah bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

ADAPUN AS-SAMI' TIDAK DISUNNAHKAN UNTUK SUJUD TILAWAH.

PERBEDAAN ANTARA AL-MUSTAMI' DENGAN AS-SAMI' ADALAH:

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Kamis, 18 Rajab 1439 H / 5 April 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ142
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 143

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

PERBEDAAN ANTARA AL-MUSTAMI' DENGAN AS-SAMI'

AL- MUSTAMI' adalah orang yang DIAM sambil mendengarkan bacaan Al-Qur'an, dan mengikuti dengan hatinya.

AS-SAMI' adalah orang yang mendengar sesuatu, tapi tidak diam ketika mendengarnya.

Oleh karena itu, ketika seseorang mendengar musik dan lagu-lagu, hanya mendengar saja, maka dia tidak berdosa jika tidak mengikuti dengan hatinya,tapi jika dia mustami', yakni menikmatinya dan mengikuti dengan hatinya, meresapinya, maka dia berdosa.

CONTOH AS-SAMI':

Seseorang yang lewat di pasar, dan di dalamnya terdengar alat-alat musik dan lagu-lagu, dan yang semisalnya.

CONTOH MUSTAMI':

Seseorang yang lain ketika mendengar lagu-lagu dan musik, lalu dia duduk menikmatinya, maka Inilah makna MUSTAMI' yang berdosa karena mendengar dan menikmati lagu dan musik-musik yang haram.

Adapun contoh yang pertama di atas tidak berdosa.

Begitu pula AS-SAMI' (orang yang mendengar) bacaan Al-Qur'an, yakni seseorang yang lewat di hadapan orang yang sedang membaca Al-Qur'an yang melewati ayat sajdah, maka yang mendengar (AS-SAMI') tidak disunnahkan sujud tilawah, karena dia tidak dihukumi sama seperti orang yang membaca Al-Qur'an.

Adapun MUSTAMI', (orang yang duduk dan diam mendengarkan Al-Qur'an), maka dia juga disunnahkan sujud tilawah, karena dia dihukumi seperti orang yang membaca Al-Qur'an.

DALIL bahwa mustami' dihukumi seperti orang yang membaca Al-Qur'an.

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 23 Rajab 1439 H / 10 April 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ143
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 144

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

DALIL bahwa mustami' dihukumi seperti orang yang membaca Al-Qur'an, bahwa Nabi Musa عليه السلام berkata,

ٰرَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ ۖ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَىٰ أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّىٰ يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ. قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

"... Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Rabb kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui". (QS. Yunus: 88-98)

Firman Allah ta'ala :

دَعْوَتُكُمَا

Da'watukuma adalah bentuk mutsanna (untuk dua orang), padahal yang membaca (berdoa) hanyalah satu orang, yakni Nabi Musa. Lalu mengapa Allah ta'ala menjawab doanya untuk dua orang.

Para ulama menjelaskan:

Karena Nabi Musa yang berdoa, dan Nabi Harun yang mustami' dan mengamini, maka Allah ta'ala menjadikan untuk mustami' (Nabi Harun) hukum yang sama seperti yang berbicara dalam doa (yakni Nabi Musa).

Apabila ada seseorang yang bertanya, mengapa bagi as-sami' tidak disunnahkan sujud tilawah padahal dia mendengar ayat sajdah dibaca dan yang membacanya sujud tilawah?

Jawabannya:

Bahwa as-sami' tidak dihukumi sama seperti yang membaca, maka dia tidak mendapat pahala bacaan Al-Qur'an, dan juga dia tidak dianjurkan sujud seperti dianjurkannya kepada yang membaca.

Apabila jika yang membaca tidak sujud, maka mustami' tidak perlu sujud, sebab sujudnya mustami' mengikuti sujudnya orang yang membaca, maka pada asalnya yang diperintahkan sujud adalah yang membaca, sedangkan yang mengikuti dan mendengar bacaan (mustami') hanya mengikuti sujudnya orang yang membaca.

Dalilnya, hadits Zaid bin Tsabit رضي الله عنه,

أنه قرأ على النبي صلى الله عليه وسلم سورة النجم، فلم يسجد فيها.

"Bahwasanya dia membacakan di hadapan Nabi صلى الله عليه وسلم surah An-Najm, maka dia tidak sujud padanya." (Muttafaqun 'alaih)

Hadits di atas menunjukkan bahwa sahabat Zaid bin Tsabit tidak sujud tilawah, sehingga Nabi صلى الله عليه وسلم yang mustami' juga tidak sujud. Sebagaimana dalam riwayat sebelumnya, bahwa para sahabat ikut sujud tilawah bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan beliau tidak mengingkarinya dan tidak melarang para sahabat untuk sujud, padahal para sahabat ketika itu hanyalah sebagai mustami', bahkan beliau menyetujui sujud tilawah yang dilakukan oleh para sahabat.

Maka hadits Zaid bin Tsabit di atas menunjukkan bahwa, jika yang membaca tidak sujud, maka mustami' tidak sujud. Apabila yang membaca tidak Sujud, apakah mustami' harus mengingatkan dan menyuruh sujud kepada orang yang membaca ayat sajdah?

Bersambung insya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 15 Sya'ban 1439 H / 1 Mei 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ144
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 145

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Apabila yang membaca tidak sujud tilawah, apakah mustami' harus mengingatkan dan menyuruh sujud kepada orang yang membaca ayat sajdah?

Kami (Asy-syaikh Utsaimin رحمه الله) katakan,
~ Jika kemungkinan dia lupa tidak sujud tilawah, maka hendaklah diingatkan.
~ Tapi jika kemungkinan dia ingat, yakni tidak lupa dengan syariat sujud tilawah, maka tidak perlu diingatkan, sebab dia meninggalkan sujud tilawah dengan sengaja.

Kami jelaskan dengan contoh berikut:

Jika yang membaca Al-Qur'an itu seorang thalibul ilmi, dan dia mengetahui syariat sujud tilawah, bahwa sujud tilawah itu bukan wajib, maka yang seperti ini tidak perlu diingatkan.

AYAT-AYAT SAJDAH DALAM AL-QUR'AN HANYA ADA 14, TIDAK LEBIH DAN TIDAK KURANG.

DALILNYA:

Dari SUNNAH

Sesungguhnya para ulama banyak meriwayatkan tentang ayat-ayat sajdah, di antaranya ada shahih dan marfu' (terangkat sampai kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم), dan yang lain ada pula riwayat yang mauquf (terhenti sampai para sahabat).

Adapun yang mauquf memiliki hukum rafa' (terangkat sampai kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم), sebab hal ini termasuk perkara yang tidak mungkin para sahabat berijtihad padanya, maka perkara ini adalah perkara taufiqiyyah (yakni yang tidak mungkin dilakukan oleh para sahabat, kecuali ada nash/dalil, pen.).

TEMPAT-TEMPAT AYAT SAJDAH DALAM AL-QUR'AN SECARA TERPERINCI SEBAGAI BERIKUT:

1. Dalam Surah Al-A'raf: 206.

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang di sisi Rabb-mu tidak menyombongkan diri dari beribadah kepada-Nya, mereka bertasbih dan bersujud kepada-Nya."

Ayat tersebut di atas menjadi ayat sajdah disebabkan Allah ta'ala memuji mereka, orang-orang yang di sisi Allah, tidak menyombongkan diri dari beribadah kepada Allah, mereka bertasbih, dan bersujud kepada Allah, maka mereka yang dipuji oleh Allah adalah mereka yang dicintai oleh Allah.

2. Dalam surah Ar-Ra'd: 15

Bersambung insya Allah

•••━ ━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 22 Sya'ban1439 H / 8 Mei 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ145
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 146

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

AYAT-AYAT SAJDAH DALAM AL-QUR'AN

2. Dalam surah Ar-Ra'd: 15

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ ۩

Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.

3. Dalam surah An-Nahl: 49

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.

4. Dalam surah Al-Isra': 107-109

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا.
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ۩

Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: "Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

5. Dalam surah Maryam: 58

إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.

6. Dalam surah Al-Hajj: 18

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ ۩

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.

7. Dalam surah Al-Hajj: 77

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩

Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

8. Dalam surah Al-Furqan: 60

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا ۩

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab: "Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Rabb Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).

9. Dalam surah An-Naml: 25-26

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ۩

Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Ilah Yang disembah kecuali Dia, Rabb Yang mempunyai 'Arsy yang besar".
10. Dalam surah As-Sajdah: 15

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩

Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.

11. Dalam surah Fushshilat: 37-38

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ. فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ ۩

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Rabbmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.

12. Dalam Surah An-Najm: 62

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا ۩

Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).

13. Dalam surah Al-Insyiqaq: 20-21

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ. وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ ۩

Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud.

14. Dalam surah Al-'Alaq: 19

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ۩

"Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabb)."

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 29 Sya'ban 1439 H / 15 Mei 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ146
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Pertemuan 147

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Inilah 14 ayat-ayat sajdah secara global, dalam surah:

1. Al-A'raf: 206
2. Ar-Ra'd: 15
3. An-Nahl: 49
4. Al-Isra': 107-109
5. Maryam: 58
6. Al-Hajj: 18
7. Al-Hajj: 77
8. Al-Furqan: 60
9. An-Naml: 25-26
10. As-Sajdah: 15
11. Fushshilat: 37-38
12. An-Najm: 62
13. Al-Insyiqaq: 20-21
14. Al-Alaq: 19

Adapun ayat sajdah dalam surah Shad, maka itu adalah ayat untuk sujud syukur.
Akan tetapi ada riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما, bahwa dia melihat Nabi صلى الله عليه وسلم sujud tilawah pada ayat sajdah dalam surah Shad, beliau sujud tilawah di dalam shalat maupun di luar shalat.
Dan yang shahih bahwa itu adalah ayat sajdah untuk sujud tilawah, oleh karena itu dengan tambahan ini, maka ayat-ayat sajdah ada 15.

APA YANG DIBACA DALAM SUJUD TILAWAH

Dalam sujud tilawah membaca,

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

Subhana Rabbiyal a'la

"Mahasuci Rabbku Yang Maha Tinggi"

Sebab ketika turun firman Allah ta'ala,

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

"Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi." (QS. Al-A'la: 1)

Beliau bersabda, "Jadikanlah ia sebagai (bacaan) dalam sujud kalian."

Bacaan dalam sujud itu dibaca baik sujud dalam shalat maupun ketika sujud tilawah.

Ada pula bacaan yang lain ketika sujud, yaitu:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Subhanakallahumma Rabbana wabihamdika Allahummaghfirli

"Mahasuci Engkau Ya Allah Rabb kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah aku."

Berdasarkan dua dalil berikut ini:

Bersambung insya Allah

•••━══ ❁✿❁ ══━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 6 Ramadhan 1439 H / 22 Mei 2018 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ147
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
http://www.nisaa-assunnah.com
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
Channel Telegram
http://t.me/nisaaassunnah
http://t.me/fiqihwanitamuslimah

Nisaa` As-Sunnah