RAHMAT YANG DISANDARKAN PADA ALLAH TA'ALA
.
Rahmat yang disandarkan pada Allah Ta'ala terbagi menjadi dua jenis.
.
▪️Pertama, rahmat yang disandarkan kepada-Nya yang merupakan bentuk penyandaran sifat kepada yang disifati. Contoh jenis rahmat ini seperti disebutkan dalam firman-Nya,
.
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
.
"... dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." [al-A'raf: 156]
.
Contoh lain adalah firman-Nya,
.
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا
.
"Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu." [al-Mu'min: 7]
.
Rahmat jenis ini adalah sifat dzatiyah yang senantiasa melekat pada diri Allah Ta'ala jika ditinjau menurut sumbernya. Juga merupakan sifat fi'liyah jika ditinjau secara satuan dan individu, karena Allah Ta'ala menyayangi hamba yang dikehendaki-Nya dengan rahmat tersebut. Setiap sifat yang berkaitan dengan kehendak merupakan sifat fi'liyah.
.
▪️Kedua, rahmat yang disandarkan kepada Allah Ta'ala dengan bentuk penyandaran objek kepada pelaku; penyandaran makhluk kepada Pencipta-Nya.
.
Rahmat jenis kedua ini bukanlah sifat Allah Ta'ala. Dia adalah salah satu jejak dari sekian jejak rahmat Allah yang merupakan sifat dzatiyah dan fi'liyah-Nya. Contoh rahmat jenis kedua ini disebutkan dalam firman-Nya,
.
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ
.
"Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan)." [al-A'raf: 57]
.
Seperti juga yang disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menceritakan perkataan Allah Ta'ala kepada surga,
.
أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي
.
"Kau adalah rahmat-Ku, denganmu Aku merahmati siapa saja yang Aku kehendaki." [HR. al-Bukhari dan Muslim]
.
Dalam hadits yang diriwayatkan Sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
.
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
.
“Sesungguhnya Allah menciptakan rahmat pada hari Dia menciptakannya menjadi seratus rahmat. Dia menahan sembilan puluh sembilan rahmat di sisi-Nya dan melepas satu rahmat untuk semua makhluk-Nya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
.
Di hari kiamat kelak, Allah akan merahmati para hamba-Nya dengan dua jenis rahmat ini, rahmat yang merupakan sifat-Nya dan rahmat yang merupakan makhluk-Nya.
.
al-Muhallab mengomentari hadits tadi dengan menyatakan,
.
يجوز أن يستعمل الله تلك الرحمة فيهم فيرحمهم بها سوى رحمته التي وسعت كل شيء، وهي التي من صفة ذاته، ولم يزل موصوفاً بها، فهي التي يرحمهم بها زائداً على الرحمة التي خلقها لهم
.
"Bisa jadi Allah mempergunakan rahmat jenis kedua ini kepada mereka, sehingga Dia merahmati mereka dengan rahmat tersebut, bukan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu dan merupakan sifat dzatiyah-Nya yang senantiasa melekat pada diri Allah. Rahmat yang dipergunakan Allah Ta'ala untuk merahmati mereka itu merupakan tambahan atas rahmat yang diciptakan Allah untuk mereka." [Fath al-Baari 10/432]
.
Berdasarkan pembagian ini kesulitan yang terkadang muncul dalam memahami hadits Abu Hurairah di atas dapat teratasi. Hadits tersebut bukanlah menunjukkan bahwa rahmat Allah Ta'ala adalah makhluk, namun seperti yang diuraikan di atas, terdapat dua rahmat yang salah satunya adalah makhluk sedangkan yang lain bukan makhluk, namun merupakan sifat Allah Ta'ala. Sudah diketahui bersama bahwa sifat Allah Ta'ala bukanlah makhluk.
.
Kedua rahmat itu jugalah yang akan digunakan untuk merahmati para hamba-Nya di hari kiamat kelak.
.
Wallahu a'lam.
.
#akidah
.
Rahmat yang disandarkan pada Allah Ta'ala terbagi menjadi dua jenis.
.
▪️Pertama, rahmat yang disandarkan kepada-Nya yang merupakan bentuk penyandaran sifat kepada yang disifati. Contoh jenis rahmat ini seperti disebutkan dalam firman-Nya,
.
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
.
"... dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." [al-A'raf: 156]
.
Contoh lain adalah firman-Nya,
.
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا
.
"Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu." [al-Mu'min: 7]
.
Rahmat jenis ini adalah sifat dzatiyah yang senantiasa melekat pada diri Allah Ta'ala jika ditinjau menurut sumbernya. Juga merupakan sifat fi'liyah jika ditinjau secara satuan dan individu, karena Allah Ta'ala menyayangi hamba yang dikehendaki-Nya dengan rahmat tersebut. Setiap sifat yang berkaitan dengan kehendak merupakan sifat fi'liyah.
.
▪️Kedua, rahmat yang disandarkan kepada Allah Ta'ala dengan bentuk penyandaran objek kepada pelaku; penyandaran makhluk kepada Pencipta-Nya.
.
Rahmat jenis kedua ini bukanlah sifat Allah Ta'ala. Dia adalah salah satu jejak dari sekian jejak rahmat Allah yang merupakan sifat dzatiyah dan fi'liyah-Nya. Contoh rahmat jenis kedua ini disebutkan dalam firman-Nya,
.
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ
.
"Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan)." [al-A'raf: 57]
.
Seperti juga yang disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menceritakan perkataan Allah Ta'ala kepada surga,
.
أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي
.
"Kau adalah rahmat-Ku, denganmu Aku merahmati siapa saja yang Aku kehendaki." [HR. al-Bukhari dan Muslim]
.
Dalam hadits yang diriwayatkan Sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
.
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
.
“Sesungguhnya Allah menciptakan rahmat pada hari Dia menciptakannya menjadi seratus rahmat. Dia menahan sembilan puluh sembilan rahmat di sisi-Nya dan melepas satu rahmat untuk semua makhluk-Nya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
.
Di hari kiamat kelak, Allah akan merahmati para hamba-Nya dengan dua jenis rahmat ini, rahmat yang merupakan sifat-Nya dan rahmat yang merupakan makhluk-Nya.
.
al-Muhallab mengomentari hadits tadi dengan menyatakan,
.
يجوز أن يستعمل الله تلك الرحمة فيهم فيرحمهم بها سوى رحمته التي وسعت كل شيء، وهي التي من صفة ذاته، ولم يزل موصوفاً بها، فهي التي يرحمهم بها زائداً على الرحمة التي خلقها لهم
.
"Bisa jadi Allah mempergunakan rahmat jenis kedua ini kepada mereka, sehingga Dia merahmati mereka dengan rahmat tersebut, bukan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu dan merupakan sifat dzatiyah-Nya yang senantiasa melekat pada diri Allah. Rahmat yang dipergunakan Allah Ta'ala untuk merahmati mereka itu merupakan tambahan atas rahmat yang diciptakan Allah untuk mereka." [Fath al-Baari 10/432]
.
Berdasarkan pembagian ini kesulitan yang terkadang muncul dalam memahami hadits Abu Hurairah di atas dapat teratasi. Hadits tersebut bukanlah menunjukkan bahwa rahmat Allah Ta'ala adalah makhluk, namun seperti yang diuraikan di atas, terdapat dua rahmat yang salah satunya adalah makhluk sedangkan yang lain bukan makhluk, namun merupakan sifat Allah Ta'ala. Sudah diketahui bersama bahwa sifat Allah Ta'ala bukanlah makhluk.
.
Kedua rahmat itu jugalah yang akan digunakan untuk merahmati para hamba-Nya di hari kiamat kelak.
.
Wallahu a'lam.
.
#akidah
NIAT YANG BAIK BUKAN INDIKATOR KEBENARAN AKIDAH
.
Kebenaran suatu akidah tidaklah diukur dari niat baik yang melandasinya, karena akidah yang benar haruslah sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah Ta'ala dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
.
Contoh berikut akan menjelaskan pernyataan di atas.
.
▪️ Ada dua motif yang menjadi alasan mengapa sekte Qadariyah mengingkari bahwa Allah Ta'ala yang telah menciptakan perbuatan hamba dan menampik bahwa perbuatan hamba berdasarkan kehendak Allah Ta'ala. Motif pertama, ingin menyucikan Allah Ta'ala dari sifat zalim. Mereka berpikir bagaimana bisa Allah Ta'ala menghendaki kemaksiatan yang dilakukan pendosa dan kekufuran yang dilakukan orang kafir, lalu menghukum mereka atas hal tersebut?!
.
Motif kedua, Qadariyah ingin menepis dalih yang sering dikemukakan pelaku kemaksiatan untuk membenarkan perbuatannya. Mereka bermaksiat dan tak menghindarinya karena beralasan memang sudah ditakdirkan Allah Ta'ala.
.
▪️ Salah satu tujuan sekte Murjiah generasi awal mengeluarkan amal dari penamaan iman adalah untuk memasukkan setiap ahli kiblat dalam lingkup keimanan sebagai bentuk bantahan terhadap sekte Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar.
.
▪️ Demikian pula salah satu alasan sebagian kalangan mengingkari sifat Allah Ta'ala meski telah ditetapkan dalam al-Quran dan hadits shahih adalah untuk menyucikan Allah Ta'ala agar tidak serupa dengan makhluk.
.
⚠️ Hal yang patut diperhatikan adalah konsekuensi pendapat yang hak dalam permasalahan-permasalahan klasik di atas bukanlah peringatan-peringatan yang berusaha dihindari oleh sekte-sekte di atas.
.
⚠️ Demikian pula, niat yang baik tidak otomatis membenarkan suatu ucapan dan perbuatanperbuatan, karena keduanya harus selaras dengan dalil al-Quran dan as-Sunnah (al-Hadits). Dalam ash-Shahihain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
.
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
.
"Setiap orang yang berinovasi dalam perkara agama kami dengan hal yang bukan berasal darinya, maka inovasi itu tertolak."
.
Alim ulama pun membuat kesimpulan yang merupakan kandungan dalil-dalil syar'i bahwa penerimaan dan keabsahan suatu amal bergantung pada dua hal, yaitu niat yang tulus dan mengikuti tuntunan yang digariskan Allah dan petunjuk Nabi-nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, tidak hanya niat yang patut diperhatikan, tapi juga mesti selaras dengan tuntunan.
.
Oleh karena itu, setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan ibadah yang tidak disyari'atkan, terjerumuslah ia ke dalam bid'ah meski niatnya tulus.
.
Niat yang tulus atau tidak ada niat untuk berbuat hal yang haram tidak lantas membolehkan apa yang dilarang oleh Allah. Dahulu, Allah melarang para Sahabat mengucapkan "ra'ina" padahal mereka tidak memiliki niatan yang buruk ketika mengucapkannya seperti yang diniatkan orang Yahudi. Demikian pula, ulama menyatakan bahwa tasyabbuh yang terlarang cukup dengan penilaian secara kasat mata tanpa perlu menilik niat pelaku, apakah dia bermaksud meniru atau tidak meniru karakteristik khusus non-muslim.
.
Wallahu ta'ala a'lam.
.
#akidah
#manhaj
.
Kebenaran suatu akidah tidaklah diukur dari niat baik yang melandasinya, karena akidah yang benar haruslah sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah Ta'ala dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
.
Contoh berikut akan menjelaskan pernyataan di atas.
.
▪️ Ada dua motif yang menjadi alasan mengapa sekte Qadariyah mengingkari bahwa Allah Ta'ala yang telah menciptakan perbuatan hamba dan menampik bahwa perbuatan hamba berdasarkan kehendak Allah Ta'ala. Motif pertama, ingin menyucikan Allah Ta'ala dari sifat zalim. Mereka berpikir bagaimana bisa Allah Ta'ala menghendaki kemaksiatan yang dilakukan pendosa dan kekufuran yang dilakukan orang kafir, lalu menghukum mereka atas hal tersebut?!
.
Motif kedua, Qadariyah ingin menepis dalih yang sering dikemukakan pelaku kemaksiatan untuk membenarkan perbuatannya. Mereka bermaksiat dan tak menghindarinya karena beralasan memang sudah ditakdirkan Allah Ta'ala.
.
▪️ Salah satu tujuan sekte Murjiah generasi awal mengeluarkan amal dari penamaan iman adalah untuk memasukkan setiap ahli kiblat dalam lingkup keimanan sebagai bentuk bantahan terhadap sekte Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar.
.
▪️ Demikian pula salah satu alasan sebagian kalangan mengingkari sifat Allah Ta'ala meski telah ditetapkan dalam al-Quran dan hadits shahih adalah untuk menyucikan Allah Ta'ala agar tidak serupa dengan makhluk.
.
⚠️ Hal yang patut diperhatikan adalah konsekuensi pendapat yang hak dalam permasalahan-permasalahan klasik di atas bukanlah peringatan-peringatan yang berusaha dihindari oleh sekte-sekte di atas.
.
⚠️ Demikian pula, niat yang baik tidak otomatis membenarkan suatu ucapan dan perbuatanperbuatan, karena keduanya harus selaras dengan dalil al-Quran dan as-Sunnah (al-Hadits). Dalam ash-Shahihain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
.
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
.
"Setiap orang yang berinovasi dalam perkara agama kami dengan hal yang bukan berasal darinya, maka inovasi itu tertolak."
.
Alim ulama pun membuat kesimpulan yang merupakan kandungan dalil-dalil syar'i bahwa penerimaan dan keabsahan suatu amal bergantung pada dua hal, yaitu niat yang tulus dan mengikuti tuntunan yang digariskan Allah dan petunjuk Nabi-nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, tidak hanya niat yang patut diperhatikan, tapi juga mesti selaras dengan tuntunan.
.
Oleh karena itu, setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan ibadah yang tidak disyari'atkan, terjerumuslah ia ke dalam bid'ah meski niatnya tulus.
.
Niat yang tulus atau tidak ada niat untuk berbuat hal yang haram tidak lantas membolehkan apa yang dilarang oleh Allah. Dahulu, Allah melarang para Sahabat mengucapkan "ra'ina" padahal mereka tidak memiliki niatan yang buruk ketika mengucapkannya seperti yang diniatkan orang Yahudi. Demikian pula, ulama menyatakan bahwa tasyabbuh yang terlarang cukup dengan penilaian secara kasat mata tanpa perlu menilik niat pelaku, apakah dia bermaksud meniru atau tidak meniru karakteristik khusus non-muslim.
.
Wallahu ta'ala a'lam.
.
#akidah
#manhaj
PERBEDAAN ANTARA NAMA ALLAH “AL-GHAFUR” DAN “AT-TAWWAB”
.
Sekte Wa’idiyah yang mencakup Khawarij dan Mu’tazilah tidak membedakan antara kedua nama Allah ini. Mereka menyatukan keterkaitan antara keduanya, sehingga ampunan (maghfirah) hanya akan diberikan kepada orang yang bertaubat. Oleh karena itulah mereka menyatakan bahwa ampunan yang dinyatakan dalam firman Allah ta’ala di surat an-Nisa ayat 48 diperuntukkan bagi orang yang bertaubat. Pandangan ini terbangun di atas prinsip mereka yang keliru bahwa setiap orang yang meninggal dalam kondisi berdosa tanpa sempat bertaubat tidak akan memperoleh ampunan, bahkan ia kekal di dalam neraka.
.
Adapun ahli sunnah membedakan antara kedua nama Allah tersebut.
.
Mereka menjadikan cakupan nama Allah, al-Ghafur, meliputi dosa-dosa hamba yang belum ditaubati, yang derajatnya di bawah kesyirikan. Oleh karena itu, ahli sunnah menyatakan bahwa pendosa yang meninggal tanpa sempat bertaubat berada di bawah kehendak Allah selama dosa yang dilakukan bukan kesyirikan.
Apabila Allah ta’ala mengampuni pendosa yang belum bertaubat, maka pastilah telah ditakdirkan bahwa Dia juga mengampuni pendosa yang bertaubat. Hal ini dikarenakan salah satu syarat taubat diterima adalah diampuni. Allah ta’ala berfirman,
.
وَإِنِّى لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا ثُمَّ ٱهْتَدَىٰ
.
“Dan sesungguhnya Aku Mahapengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” [Thaha: 82]
.
Berbeda dengan nama sebelumnya, nama Allah, at-Tawwab, mencakup dosa-dosa yang telah ditaubati termasuk syirik. Inilah pendapat ahli sunnah yang didukung oleh al-Quran. Allah ta’ala membedakan antara ampunan-Nya terhadap dosa dan penerimaan taubat-Nya bagi orang yang bertaubat. Allah ta’ala berfirman,
.
غَافِرِ ٱلذَّنبِ وَقَابِلِ ٱلتَّوْبِ
.
“(Dia-lah Allah) yang mengampuni dosa dan menerima taubat.” [al-Mukmin: 3]
Maka, penerimaan taubat dari Allah mencakup seluruh dosa, dengan catatan telah ditaubati. Adapun, ampunan (maghfirah) tidak mencakup seluruh dosa, tapi hanya mencakup dosa yang derajatnya di bawah kesyirikan. Oleh karena itu, Allah tidak akan mengampuni dosa pelaku kesyirikan selama ia belum bertaubat seperti yang difirmankan-Nya,
.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ
.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang derajatnya di bawah kesyirikan itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.: [an-Nisa: 48]
.
Terkait firman Allah di surat al-Mukmin ayat 3 di atas, diriwayatkan dari al-Hasan rahimahullah bahwa beliau menuturkan,
.
غافر الذنب لمن لم يتب، وقابل التوب ممن تاب
.
“Dia-lah Allah yang mengampuni dosa orang yang belum bertaubat dan menerima taubat orang yang telah bertaubat.” [al-‘Uzhmah 2/524 karya Abu asy-Syaikh]
.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menyampaikan,
.
"﴿غافر الذنب﴾ للمذنبين ﴿وقابل التوب﴾ من التائبين، ﴿شديد العقاب﴾ على من تجرأ على الذنوب ولم يتب منها
.
“Dia adalah yang mengampuni dosa para pendosa, yang menerima taubat para pentaubat, dan yang keras siksa-Nya bagi orang yang berani melakukan dosa dan tak mau bertaubat.” [Taisir Karim ar-Rahman, diakses di http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/saadi/sura40-aya3.html]
.
Kesimpulannya, keterkaitan nama Allah, al-Ghafur, tidak khusus pada orang yang telah bertaubat semata sebagaimana pendapat sekte Wa’idiyah; bahkan turut mencakup pendosa yang belum bertaubat selama dosa yang dilakukan derajatnya di bawah kesyirikan.
.
Wallahu a’lam.
.
Silakan disebarluaskan.
.
#akidah #manhaj
.
Sekte Wa’idiyah yang mencakup Khawarij dan Mu’tazilah tidak membedakan antara kedua nama Allah ini. Mereka menyatukan keterkaitan antara keduanya, sehingga ampunan (maghfirah) hanya akan diberikan kepada orang yang bertaubat. Oleh karena itulah mereka menyatakan bahwa ampunan yang dinyatakan dalam firman Allah ta’ala di surat an-Nisa ayat 48 diperuntukkan bagi orang yang bertaubat. Pandangan ini terbangun di atas prinsip mereka yang keliru bahwa setiap orang yang meninggal dalam kondisi berdosa tanpa sempat bertaubat tidak akan memperoleh ampunan, bahkan ia kekal di dalam neraka.
.
Adapun ahli sunnah membedakan antara kedua nama Allah tersebut.
.
Mereka menjadikan cakupan nama Allah, al-Ghafur, meliputi dosa-dosa hamba yang belum ditaubati, yang derajatnya di bawah kesyirikan. Oleh karena itu, ahli sunnah menyatakan bahwa pendosa yang meninggal tanpa sempat bertaubat berada di bawah kehendak Allah selama dosa yang dilakukan bukan kesyirikan.
Apabila Allah ta’ala mengampuni pendosa yang belum bertaubat, maka pastilah telah ditakdirkan bahwa Dia juga mengampuni pendosa yang bertaubat. Hal ini dikarenakan salah satu syarat taubat diterima adalah diampuni. Allah ta’ala berfirman,
.
وَإِنِّى لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا ثُمَّ ٱهْتَدَىٰ
.
“Dan sesungguhnya Aku Mahapengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” [Thaha: 82]
.
Berbeda dengan nama sebelumnya, nama Allah, at-Tawwab, mencakup dosa-dosa yang telah ditaubati termasuk syirik. Inilah pendapat ahli sunnah yang didukung oleh al-Quran. Allah ta’ala membedakan antara ampunan-Nya terhadap dosa dan penerimaan taubat-Nya bagi orang yang bertaubat. Allah ta’ala berfirman,
.
غَافِرِ ٱلذَّنبِ وَقَابِلِ ٱلتَّوْبِ
.
“(Dia-lah Allah) yang mengampuni dosa dan menerima taubat.” [al-Mukmin: 3]
Maka, penerimaan taubat dari Allah mencakup seluruh dosa, dengan catatan telah ditaubati. Adapun, ampunan (maghfirah) tidak mencakup seluruh dosa, tapi hanya mencakup dosa yang derajatnya di bawah kesyirikan. Oleh karena itu, Allah tidak akan mengampuni dosa pelaku kesyirikan selama ia belum bertaubat seperti yang difirmankan-Nya,
.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ
.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang derajatnya di bawah kesyirikan itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.: [an-Nisa: 48]
.
Terkait firman Allah di surat al-Mukmin ayat 3 di atas, diriwayatkan dari al-Hasan rahimahullah bahwa beliau menuturkan,
.
غافر الذنب لمن لم يتب، وقابل التوب ممن تاب
.
“Dia-lah Allah yang mengampuni dosa orang yang belum bertaubat dan menerima taubat orang yang telah bertaubat.” [al-‘Uzhmah 2/524 karya Abu asy-Syaikh]
.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menyampaikan,
.
"﴿غافر الذنب﴾ للمذنبين ﴿وقابل التوب﴾ من التائبين، ﴿شديد العقاب﴾ على من تجرأ على الذنوب ولم يتب منها
.
“Dia adalah yang mengampuni dosa para pendosa, yang menerima taubat para pentaubat, dan yang keras siksa-Nya bagi orang yang berani melakukan dosa dan tak mau bertaubat.” [Taisir Karim ar-Rahman, diakses di http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/saadi/sura40-aya3.html]
.
Kesimpulannya, keterkaitan nama Allah, al-Ghafur, tidak khusus pada orang yang telah bertaubat semata sebagaimana pendapat sekte Wa’idiyah; bahkan turut mencakup pendosa yang belum bertaubat selama dosa yang dilakukan derajatnya di bawah kesyirikan.
.
Wallahu a’lam.
.
Silakan disebarluaskan.
.
#akidah #manhaj
KETIKA HUKUM SYARI'AT TERASA TAK ADIL
.
Salah satu hal yang mengkhawatirkan adalah penentangan sebagian masyarakat terhadap sejumlah hukum syari’at karena menilai hukum itu tidak sejalan dengan sifat kasih sayang, keadilan, dan hikmah Allah ta’ala.
.
Penentangan tersebut merupakan hal yang berbahaya karena:
.
1⃣ Penilaian tersebut berasal dari sudut pandang yang sempit dan sejalan dengan hawa nafsu. Penilaian yang hanya berangkat dari satu sudut pandang.
.
Hal ini seperti orang yang menentang pengguguran hak asuh anak dari ibu ketika ia telah menikah kembali, karena beralasan ketentuan itu tidak sejalan dengan rahmat Allah.
.
Pandangan tersebut hanya ditinjau dari satu sudut pandang, yaitu hati ibu yang terluka karena kehilangan hak asuh anaknya. Padahal jika melihat dari berbagai sudut pandang, justru rahmat dan keadilan Allah akan nampak nyata dalam ketentuan tersebut.
.
Ketentuan hukum itu mencakup kepentingan anak, ayah, ibu, dan suami ibu. Setelah ibu menikah, maka pihak pria lebih bertanggung jawab untuk menangani kepentingan anak daripada pihak wanita. Itulah mengapa dalam hal ini hal yang lebih sesuai adalah hak asuh anak diserahkan kepada ayahnya.
.
Selain itu, setelah menikah, ibu kerap disibukkan dengan hak suami yang wajib ditunaikan, sehingga lebih tepat untuk melepaskan hak asuh. Demikian juga agar anak tidak menderita kerugian dari ayah tiri, maka hal yang lebih rahmat bagi suami dan anak adalah menggugurkan hak asuh dari ibu.
.
Menggugurkan hak asuh ibu setelah menikah mengandung maslahat bagi anak, suami, dan ibu; yang semua itu merupakan wujud rahmat dan hikmah Allah ta’ala.
.
2⃣ Penentangan tersebut berasal dari analogi yang tak setara, yaitu sifat rahmat, keadilan, dan hikmah yang dimiliki Allah dan mahkluk. Analogi ini keliru. Sifat rahmat (kasih sayang) Allah lebih tinggi dan wujudnya lebih agung daripada yang dimiliki makhluk. Terkadang pengaruh sifat rahmat-Nya tersembunyi dan tidak dapat dijangkau oleh hamba secara keilmuan. Hal yang sama berlaku pada sifat keadilan dan hikmah-Nya.
.
Kesimpulannya, setiap muslim berkewajiban menerima segala hukum syari’at dengan segenap hati. Ketika hamba merasa berat terhadap hukum Allah, hendaknya sikap pertama yang dilakukan adalah mengoreksi sudut pandangnya terlebih dahulu; bukan malah menyalahkan hukum syari'at. Tak seorang pun yang mampu menjangkau kandungan sifat Allah secara utuh; serta mengetahui hikmah-Nya secara terperinci yang terkandung dalam ketentuan yang ditetapkan-Nya.
.
Sumber: https://t.me/dr_alnjjar/779
.
#manhaj #akidah
.
Salah satu hal yang mengkhawatirkan adalah penentangan sebagian masyarakat terhadap sejumlah hukum syari’at karena menilai hukum itu tidak sejalan dengan sifat kasih sayang, keadilan, dan hikmah Allah ta’ala.
.
Penentangan tersebut merupakan hal yang berbahaya karena:
.
1⃣ Penilaian tersebut berasal dari sudut pandang yang sempit dan sejalan dengan hawa nafsu. Penilaian yang hanya berangkat dari satu sudut pandang.
.
Hal ini seperti orang yang menentang pengguguran hak asuh anak dari ibu ketika ia telah menikah kembali, karena beralasan ketentuan itu tidak sejalan dengan rahmat Allah.
.
Pandangan tersebut hanya ditinjau dari satu sudut pandang, yaitu hati ibu yang terluka karena kehilangan hak asuh anaknya. Padahal jika melihat dari berbagai sudut pandang, justru rahmat dan keadilan Allah akan nampak nyata dalam ketentuan tersebut.
.
Ketentuan hukum itu mencakup kepentingan anak, ayah, ibu, dan suami ibu. Setelah ibu menikah, maka pihak pria lebih bertanggung jawab untuk menangani kepentingan anak daripada pihak wanita. Itulah mengapa dalam hal ini hal yang lebih sesuai adalah hak asuh anak diserahkan kepada ayahnya.
.
Selain itu, setelah menikah, ibu kerap disibukkan dengan hak suami yang wajib ditunaikan, sehingga lebih tepat untuk melepaskan hak asuh. Demikian juga agar anak tidak menderita kerugian dari ayah tiri, maka hal yang lebih rahmat bagi suami dan anak adalah menggugurkan hak asuh dari ibu.
.
Menggugurkan hak asuh ibu setelah menikah mengandung maslahat bagi anak, suami, dan ibu; yang semua itu merupakan wujud rahmat dan hikmah Allah ta’ala.
.
2⃣ Penentangan tersebut berasal dari analogi yang tak setara, yaitu sifat rahmat, keadilan, dan hikmah yang dimiliki Allah dan mahkluk. Analogi ini keliru. Sifat rahmat (kasih sayang) Allah lebih tinggi dan wujudnya lebih agung daripada yang dimiliki makhluk. Terkadang pengaruh sifat rahmat-Nya tersembunyi dan tidak dapat dijangkau oleh hamba secara keilmuan. Hal yang sama berlaku pada sifat keadilan dan hikmah-Nya.
.
Kesimpulannya, setiap muslim berkewajiban menerima segala hukum syari’at dengan segenap hati. Ketika hamba merasa berat terhadap hukum Allah, hendaknya sikap pertama yang dilakukan adalah mengoreksi sudut pandangnya terlebih dahulu; bukan malah menyalahkan hukum syari'at. Tak seorang pun yang mampu menjangkau kandungan sifat Allah secara utuh; serta mengetahui hikmah-Nya secara terperinci yang terkandung dalam ketentuan yang ditetapkan-Nya.
.
Sumber: https://t.me/dr_alnjjar/779
.
#manhaj #akidah
2 SUMBER KETERGELINCIRAN SUFI
.
Sependek pengetahuanku, musibah dan ungkapan aneh yang berasal dari sebagian sufi saat ini berpijak pada dua sumber:
.
Sumber pertama adalah kaidah yang berbunyi,
.
"كلُّ ماجاز أن يكون معجزة لنبي جاز أن يكون كرامة لولي"
.
"Setiap mukjizat yang dialami nabi juga bisa menjadi karamah bagi wali."
.
Padahal seperti diketahui, kaidah ini merupakan perkataan sebagian syaikh; bukan firman Allah dan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
.
Sumber kedua adalah membenarkan setiap konten yang terkandung dalam buku Thabaqat al-Auliya karya asy-Sya'rani.
.
اللهم اعصمنا من الزلل والخطأ
.
Syaikh Dr. Jamal Mahmud al-Adniy
.
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02teBscYTptHiWnhBjcHjQW7GeL7U1kQWDmSCReuZAYHmx4TMj6k18SyAdfkrZdTa9l&id=100002604923137&sfnsn=wiwspmo
.
#akidah #tauhid
.
Sependek pengetahuanku, musibah dan ungkapan aneh yang berasal dari sebagian sufi saat ini berpijak pada dua sumber:
.
Sumber pertama adalah kaidah yang berbunyi,
.
"كلُّ ماجاز أن يكون معجزة لنبي جاز أن يكون كرامة لولي"
.
"Setiap mukjizat yang dialami nabi juga bisa menjadi karamah bagi wali."
.
Padahal seperti diketahui, kaidah ini merupakan perkataan sebagian syaikh; bukan firman Allah dan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
.
Sumber kedua adalah membenarkan setiap konten yang terkandung dalam buku Thabaqat al-Auliya karya asy-Sya'rani.
.
اللهم اعصمنا من الزلل والخطأ
.
Syaikh Dr. Jamal Mahmud al-Adniy
.
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02teBscYTptHiWnhBjcHjQW7GeL7U1kQWDmSCReuZAYHmx4TMj6k18SyAdfkrZdTa9l&id=100002604923137&sfnsn=wiwspmo
.
#akidah #tauhid