Materi Pesan Cinta_Nya
718 subscribers
123 photos
283 videos
56 files
10.4K links
Download Telegram
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜💫BERPUASA DENGAN MELIHAT HILAL / BULAN TSABIT💫🌛*

🎙️ Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu berkata aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

"Jika kalian melihatnya maka puasalah, dan Jika kalian melihatnya maka berbukalah, jika kalian terhalangi mendung maka sempurnakanlah karenanya"
(HR Al Bukhori dan Muslim)

*Faedah Hadits :*

1. Bahwa puasa bulan Ramadhan terkait dengan melihatnya manusia atau sebagian mereka ke hilal,

Ibnu daqiqil ied menyebutkan keterkaitan hukum puasa itu sesuai dengan hitungan ahli perbintangan / ahli hisab, maka Ash Shan'ani menjelaskan bahwasanya seandainya bergantungnya perkara itu sesuai hisab/perhitungan nya mereka niscaya tidaklah mengetahui hukum puasa itu kecuali sedikit saja dari kalangan manusia. Sedangkan syariat ini di bangun diatas sesuatu yang dikenal /diketahui oleh mayoritas manusia.

2. Dan seperti itu pula dengan berbuka (pada hari raya) terkait dengan ru'yah hilal.

3. Bahwasanya jika tidak melihat hilal mereka tidak puasa kecuali dengan menyempurnakan bulan sya'ban 30 hari. dan demikian juga tidak berbuka iedul Fithri kecuali dengan menyempurnakan ramadhan 30 hari

4. Bahwasanya jika terjadi mendung atau asap , mereka menyempurnakan bilangan bulan sya'ban 30 hari,

Berkata Ash Shan'ani : jumhur ahli fikih dan ahli hadits menyebutkan bahwa yang di maksud dengan kalimat " فاقدروا له" adalah menyempurnakan bilangan sya'ban 30 hari sebagaimana ditafsirkan pada hadits yang lain

5. Bahwasanya hari ke 30 bulan sya'ban tidak puasa melainkan adanya mendung ataupun selainnya.

١٧٥ عن عبد الله بن عمر رضي الله عنه قال سمعت رسل الله صلى عليه وسلم قول " إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه وفأفطروا فان غم عليكم فاقدروا له .
رواه البخاري ومسلم

ما يؤخذ من الحديث
١ أن صيام شهر رمضان معلق برؤية الناس أو بعضهم للهلال . ورد ابن دقيق العيد تعليق الحكم به على حساب المنجمين و بين الصنعاني انه لو توقف الامر على حسابهم لم يعرفه الا فليل من الناس . والشؤع مبني على ما يعرفه الجماهير.
٢ وكذلكوالفطر معلق بذلك
٣ انه لم ير الهلال لم يصوموا الا بتكميل شعبان ثلاثين يوما. وكذلك لم يفطروا الا بتكميل رمضان بثلاثين يوما.
٤ انه ان حصل غيم او قتر ، قدروا عدة شعبان تمام ثلاثين يوما، وقال الصنعاني : جمهور الفقهاء واهل الحديث على ان المراد من " فاقدروا له " اكمال عدة شعبان ثلاثين يوما كما فسره في حديث آخر.
٥ انه لا يصام يوما الثلاثين من شعبان مع الغيم ونحوه

📚 Taisirul Allam syarah umdatul ahkam 354 -357

📗 Faedah Ilmiah:
#https://telegram.me/Riyadhussalafiyyin

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
https://t.me/MutiaraFaedah

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜🍓KAPAN PERTAMA KALI PUASA DIWAJIBKAN🍓🌛*

Para ulama berkata di awal-awal Islam kaum muslimin dahulu diberi pilihan antara berpuasa ataukah membayar fidyah.

Sebagaimana firman Allah ta'ala,

وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين فمن تطوع خيرا فهو خير له وأن تصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون

“Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya wajib membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” 
(QS. Al-Baqarah: 184)

Namun kemudian pilihan itu dihapus (yang benar dihapus bagi orang yang mampu berpuasa sedangkan yang tidak mampu karena lanjut usia atau sakit yang tidak mungkin sembuh ayat tersebut tetap berlaku mereka boleh berbuka tetapi membayar fidyah) dan Allah mewajibkan puasa atas setiap individu berdasarkan firman-Nya,

فمن شهد منكم الشهر فليصمه

“Karena itu barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah dia berpuasa.” 
(QS. Al-Baqarah: 185)

Semua ini mengandung hikmah bahwa pensyariatan berlaku secara bertahap tidak sekaligus dan ini dalil bahwa syariat Islam adalah syariat yang rahmah bagi manusia.

Karena mereka pada waktu itu belum terbiasa berpuasa, andaikata langsung diwajibkan maka hal itu akan memberatkan mereka.

Sebab itu mereka diberi pilihan antara puasa ataukah membayar fidyah dan setelah mantap keimanan mereka dan jiwa mereka sudah siap menjalankan syariat dan sudah terbiasa dengan puasa, barulah Allah wajibkan atas mereka berpuasa.

Puasa Ramadhan baru diwajibkan pada tahun ke 2 hijriah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berpuasa sembilan kali Ramadhan maka jadilah puasa Ramadhan sebagai kewajiban dan merupakan salah satu rukun Islam.

Barangsiapa yang mengingkari kewajibannya maka dia telah kafir. Dan barangsiapa yang tidak berpuasa tanpa udzur meski dia mengakui kewajibannya maka dia telah berbuat dosa besar dan menanggung hukuman dan wajib baginya bertaubat."

📚 (It-haf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan hlm. 159-160 Syaikh Al-'Allamah Shalih Al-Fawzan)

#https://t.me/manhajulhaq

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜🍓PENGENDALIAN DIRI🍓🌛*

🎙️ Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ ولَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أحَدٌ أوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.

"Bila seseorang dari kalian tengah menjalani puasa, maka janganlah melontarkan perkataan kotor, keji dan membentak (menghardik). Lantas, bila ada orang yang mencaci maki atau menantang berkelahi, maka katakan kepadanya, 'Saya sedang berpuasa'."
(HR. Al-Bukhari, no. 1904 dan Muslim, no. 1151)

Berpuasa tak semata menahan makan, minum dan syahwat. Berpuasa juga mengharuskan seseorang yang menjalaninya untuk mampu mengendalikan diri dari perilaku buruk.

Berpuasa mengharuskan seseorang menahan diri dari mengucapkan perkataan kotor, caci maki, menghardik, dan ungkapan jelek lainnya. Bahkan, bila ditantang untuk melakukan tindak kekerasan fisik atau berkelahi sekali pun, hendaklah tidak terpancing dan sampaikan, "Saya sedang berpuasa".

Puasa membentengi seseorang dari melakukan perilaku busuk, hina dan keji. Puasa membentengi seseorang dari perilaku mencaci maki dan perilaku maksiat lainnya.

Puasa membentuk karakter berkepribadian agung dan luhur.

Semoga Allah Ta'ala menjaga diri kita dari perilaku keji, kotor, suka menuduh dan mencela serta perilaku rendah hina lainnya. Semoga Allah Ta'ala menerima ibadah puasa dan amal saleh kita.

ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah

#https://t.me/fawaidsolo

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
https://t.me/MutiaraFaedah

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜🍓ORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA APAKAH BOLEH MEMBAYAR FIDYAH BERUPA UANG?🍓🌛*

🎙️ Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah,

Pertanyaan:

Seseorang sakit diabetes, sakit di pencernaan dan juga mengalami sakit nafas dan tidak mampu berpuasa, tetapi dia mengeluarkan uang sebagai kaffarah (fidyah) baginya. Apakah yang semacam ini cukup atau dia memiliki kewajiban yang lainnya?

🔐 Jawaban:

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
أما بعد:

Wahai penanya, engkau mengatakan bahwa engkau ditimpa beberapa penyakit sehingga tidak bisa berpuasa dan engkau membayar kaffarah dengan uang.

Kami katakan: Semoga Allah memberimu kesembuhan dari apa yang menimpa dirimu dan menolongmu untuk melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh Allah atasmu.

Adapun berbukamu karena sakit maka ini sesuatu yang benar tidak ada masalah padanya, karena Allah memberikan keringanan bagi orang yang sakit untuk berbuka jika puasa memberatkan dirinya atau memperparah sakitnya, dan memerintahkan kepadanya untuk mengganti hari-hari yang dia tidak berpuasa di waktu yang lainnya. Yaitu sejumlah hari-hari yang dia tinggalkan di waktu yang lainnya.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ.

"Dan orang-orang yang tidak mampu melakukannya maka wajib membayar fidyah berupa makanan untuk orang miskin."
(QS. Al-Baqarah: 184)

Termasuk dari mereka ini adalah orang yang sakit kronis.

Memberi makan tersebut tidak boleh dengan uang sebagaimana yang engkau sebutkan, tetapi dengan makanan berupa makanan pokok di negeri tempat tinggalmu. Caranya dengan setiap hari engkau memberikan setengah sha' dari makanan pokok yang biasa di negerimu.

Setengah sha' mencapai 1,5 kg kurang lebih.

Jadi engkau wajib untuk memberikan makanan pokok yang biasa di negerimu dengan takaran yang telah kami sebutkan setiap hari.

Dan engkau tidak boleh untuk menyerahkan uang, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ.

"Dan orang-orang yang tidak mampu melakukannya maka wajib membayar fidyah berupa makanan untuk orang miskin."
(QS. Al-Baqarah: 184)

Allah telah menyebutkan secara jelas berupa makanan.
#https://t.me/fawaidsolo/22221

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
https://t.me/MutiaraFaedah

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜🍎SIAPA yang MENDAPATKAN Keistimewaan MALAM LAILATUL QADAR🍎🌛*

Keutamaan Lailatul Qadar hanya diraih oleh orang-orang yang mencarinya atas dorongan iman dan ihtisab.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

"Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan ketaatan atas dasar iman dan ihtisab maka akan diampuni dosanya yang telah lalu."

(HR. Al-Bukhari 1901 dan Muslim 759)

Iman yaitu keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan membenarkan janji pahala-Nya. Sedangkan ihtisab mengharap pahala dari Allah ta'ala bukan mencari keridhaan manusia.

Al-Imam Al-Khatthabi rahimahullah berkata yang dimaksud ihtisab adalah kuatnya tekad serta mengharap pahala dari Allah.

#https://t.me/manhajulhaq

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔
https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌜🌄QADHA RAMADHAN TERLEBIH DAHULU ATAU LANGSUNG PUASA SYAWWAL🌄🌛*

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh ustadz... Mohon bertanya terkait puasa Sunnah Syawal.

Jika kita memiliki hutang puasa wajib dan baru kita bayar sebagiannya lalu kita puasa Sunnah Syawal mengingat waktu Syawal yang tinggal sebentar lagi. Dan lanjut ganti puasa wajib di bulan berikutnya.

Apakah hal ini diperbolehkan? Mohon pencerahannya ustadz.. Jazaakallaahu khoyroo

🔐 Jawab:

Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Keutamaan puasa Syawwal disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawwal maka dia seperti berpuasa selama setahun."
(HR. Muslim 1164)

Para ulama berselisih pendapat apakah puasa syawwal dipersyaratkan harus tuntas dulu puasa Ramadhan ataukah tidak?

Karena lahiriah hadits menunjukkan siapa yang telah puasa Ramadhan artinya sudah benar-benar menyelesaikan puasa baru kemudian diikuti puasa Syawwal maka dia seperti puasa selama setahun.

Di samping itu satu kebaikan di sisi Allah pahalanya diganjar sepuluh kali lipat. Artinya orang yang telah menjalankan puasa Ramadhan dengan sempurna selama sebulan pahalanya sama dengan 10 bulan. Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawwal pahalanya sama dengan 60 hari atau 2 bulan sehingga keutamaannya dihitung seperti puasa selama setahun.

🎙️ Dari Tsauban bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

صيام شهر رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام سنة

“Puasa Ramadhan selama sebulan sepadan dengan sepuluh bulan sedangkan puasa enam hari bulan Syawwal sepadan dengan dua bulan, demikianlah puasa setahun penuh.”
(HR. An-Nasa’i "Al-Kubra" 2/163)

Pendapat yang pertengahan dalam masalah ini adalah pendapat Syafiiyyah yaitu mendahulukan qadha lebih utama sebelum mengerjakan puasa Syawwal.

Artinya boleh mengerjakan puasa Syawwal sebelum qadha Ramadhan namun yang lebih baik lebih dulu membayar puasa Ramadhan.

Namun apabila seseorang memiliki udzur atau waktu Syawwal sudah mepet maka sebaiknya yang dia mendahulukan puasa Syawwal sebelum qadha Ramadhan. Hal itu berdasarkan riwayat Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu 'anha,

"Dahulu aku punya utang puasa Ramadhan tetapi aku tidak mampu langsung mengqadhanya dan aku bayar pada bulan Sya’ban."
(HR. Muslim 1146)

Dan ini sejalan dengan tujuan syariat yaitu menghendaki kemudahan dalam menjalankan perintah.

#https://t.me/manhajulhaq

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
https://t.me/MutiaraFaedah

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🎑🌹INTI DAN ISI, ITULAH YANG MEMBUATNYA BERNILAI🌹🎑*

🎙️ Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah berkata,

الاعتبار بالطائر لا بالقفص و بالمال لا بالخزانة

"Yang menjadi tolok ukur ialah burungnya bukan sangkarnya, hartanya bukan lemarinya" [Al-Fathur Rabbani]

Perumpamaan yang menggambarkan tentang pentingnya isi dan inti dari sesuatu. Karena itu yang membuatnya berbobot nilai dan harganya.

Sangkar burung, meski terbuat dari jeruji emas tapi isi dalamnya burung murahan tentu sesuatu yang 'lawak'. Beda halnya bila burungnya pernah juara lagi istimewa, tentu akan lebih tinggi harganya meski berada dalam sangkar dari bambu. Orang akan melihat kepada burungnya, bukan sangkarnya.

Demikian juga dengan lemari, meski besar tapi kosong isi itu sama saja kurang berarti. Namun, meski kecil tapi isinya penuh dengan emas dan perak tentu ia akan lebih berharga.

Begitulah jati diri seorang. Meski secara lahiriah ia rupawan nan gagah, fisik kuat, status sosial tinggi, dan memiliki harta berlimpah namun hatinya kufur kepada Allah, maka dia adalah orang terhina. Meski orang-orang memuliakannya, namun hakikatnya ia rendah di sisi Allah.

Karena Allah itu menilai dari hati seorang, bukan rupa dan fisiknya.

💠 Rasulullah ﷺ bersabda;

إن الله لا ينظر إلى صوركم و لا إلى أجسامكم، و لكن ينظر إلى قلوبكم

"Sesungguhnya Allah tidaklah memandang kepada rupa dan fisik kalian, namun Dia itu memandang kepada hati kalian". (HR. Muslim.)

Orang yang mulia di sisi Allah ialah orang yang berhati takwa.

Allah berfirman;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qs. Al-Hujurat: 13)

Karenanya, hendaklah kita mencari kemuliaan dari Allah, bukan dari manusia. Karena kemuliaan dari Allah itu lebih berbobot dan bernilai daripada kemuliaan dari manusia. Oleh karena manusia itu melihat lahiriyah kita, sedang Allah itu melihat batiniyah kita. Maka, kalau kita ingin mendapat kemuliaan hakiki, kita harus memperbaiki batiniyah kita, bukan lahiriyahnya. Memperbaiki hati, bukan penampilan fisik.

Begitu juga amalan. Bukan banyak dan besar yang jadi tolok ukur. Namun, niatnya. Teranggap dan tidaknya amalan, sah dan tidaknya, besar dan kecilnya, itu tergantung dengan niatnya.

💠 Rasulullah ﷺ bersabda;

إنما الأعمال بالنيات، و إنما لكل امرئ ما نوى

"Sungguh, amalan itu (sah dan tidaknya) hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan sungguh, seorang itu hanyalah akan mendapatkan (ganjaran) sesuai yang dia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim.)

Begitu juga ilmu. Yang menjadi tolok ukur bukan banyaknya, tetapi manfaatnya yang membuahkan ketakwaan dan amalan.

Masjid juga demikian. Yang menjadi tolok ukur bukan bangunan fisiknya yang megah, dan areanya yang luas. Namun kemakmurannya dengan dzikir kepada Allah. Sia-sia bila bangunan megah, dan pengunjung ramai, namun makmur dengan kebid'ahan dan kemungkaran.

Begitu juga shalat. Bukan banyak dan lamanya berdiri yang menjadi tolok ukur. Namun kekhusyukannya.

Sungguh, perumpamaan ini termasuk perumpamaan yang ringkas nan mencakup banyak permasalahan. Ringkasnya, yang menjadikan sesuatu itu dianggap dan bernilai itu inti dan isinya, bukan penampilan luarnya.

#https://t.me/Fawaid_Arsip

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
Channel t.me/MutiaraFaedah
https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🎑🌹TAWAKAL DAN REZEKI🌹🎑*

🎙️ Dari sahabat mulia Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ؛ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ: تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا.

"Sungguh, bila kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, pasti (Allah Ta'ala) memberi rezeki sebagaimana burung yang terbang di pagi hari dalam keadaan perutnya kosong dan terbang kembali ke sarangnya dalam keadaan perutnya kenyang."

📚 HR. At-Tirmidzi, no. 2344, Ibnu Majah, no. 4164 dan Ahmad, no. 205

Tawakal, yaitu sikap bersandar, pasrah, berserah diri hanya kepada Allah Ta'ala dengan tanpa meninggalkan ikhtiar.

Seseorang yang benar-benar bertawakal kepada Allah Subhanahu seraya berupaya menjalani sebab (berikhtiar), niscaya Allah Ta'ala memberi rezeki kepadanya. Sebagaimana burung yang terbang di pagi hari mencari makan. Kala sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan perutnya telah terisi penuh. Allah Yang Maha Pemurah telah memberi rezeki burung setiap hari.

Allah Ta'ala adalah sebaik-baik yang memberi rezeki. Dia tak akan menelantarkan seorang hamba yang beribadah hanya kepada-Nya, yang bersungguh-sungguh berusaha mengais rezeki. Allah Yang Mahakaya akan membukakan bagi hamba-Nya pintu-pintu rezeki. Sehingga, tiada yang perlu dikhawatirkan, tak perlu cemas, risau dan galau dalam masalah rezeki.

Tawakal merupakan satu bentuk ibadah. Karenanya, setelah berupaya menunaikan ikhtiar, hendaklah diiringi dengan sikap tawakal hanya kepada Allah Subhanahu saja. Tidak kepada selain-Nya.

Allah Subhanahu mencintai orang-orang yang bertawakal hanya kepada-Nya. Sikap pasrah dan berserah diri hanya kepada Allah Ta'ala merupakan sikap yang terpuji.

Ya, Allah bukakanlah kepada kami pintu-pintu rezeki, serta mudahkanlah kami untuk meraihnya. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi rezeki.

ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah

#https://t.me/fawaidsolo

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
Channel t.me/MutiaraFaedah

https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🎑🌹MEMBERI NASEHAT WUJUD KASIH SAYANG ORANG TUA🌹🎑*

Allah Subhanahu berfirman,

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
(Surah Luqman: 18)

Orang tua yang baik tentu menginginkan kebaikan bagi buah hatinya. Karenanya, orang tua yang baik senantiasa memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.

Memberi nasehat, bimbingan dan arahan merupakan wujud perhatian dan kasih sayang kepada buah hati.

Ayat di atas merupakan contoh bagaimana orang tua menasehati anaknya untuk tidak berlaku angkuh di hadapan manusia.

Sikap angkuh bisa menyembul pada diri seseorang ketika kekuasaan, harta, ilmu berada dalam genggamannya.

Sikap angkuh menjerumuskan ke jurang kebinasaan. Sikap angkuh bisa menjadi sebab enggan menerima kebenaran, nasehat dipicing cuma sebelah mata, saran dan masukan dinilai sebagai nyinyir tiada mengandung makna.

Banyak kisah dialog antara orang tua dan anak dalam Alquran yang semestinya dijadikan bahan ibrah (pelajaran). Kisah dialog Nabi Ya'qub 'alaihissalam bersama anaknya, kisah dialog Nabi Ibrahim khalilullah (kekasih Allah) 'alaihissalam bersama anaknya, Nabi Ismail 'alaihissalam dan kisah-kisah lainya. Semuanya memberi cermin bagi diri kita.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa mencurahkan taufiq, kasih sayang dan kebaikan kepada kita.

ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah

#https://t.me/fawaidsolo

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
Channel t.me/MutiaraFaedah

https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍀💐INTI DAN ISI, ITULAH YANG MEMBUATNYA BERNILAI💐🍀*

🎙️ Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah berkata,

الاعتبار بالطائر لا بالقفص و بالمال لا بالخزانة

"Yang menjadi tolok ukur ialah burungnya bukan sangkarnya, hartanya bukan lemarinya" [Al-Fathur Rabbani]

Perumpamaan yang menggambarkan tentang pentingnya isi dan inti dari sesuatu. Karena itu yang membuatnya berbobot nilai dan harganya.

Sangkar burung, meski terbuat dari jeruji emas tapi isi dalamnya burung murahan tentu sesuatu yang 'lawak'. Beda halnya bila burungnya pernah juara lagi istimewa, tentu akan lebih tinggi harganya meski berada dalam sangkar dari bambu. Orang akan melihat kepada burungnya, bukan sangkarnya.

Demikian juga dengan lemari, meski besar tapi kosong isi itu sama saja kurang berarti. Namun, meski kecil tapi isinya penuh dengan emas dan perak tentu ia akan lebih berharga.

Begitulah jati diri seorang. Meski secara lahiriah ia rupawan nan gagah, fisik kuat, status sosial tinggi, dan memiliki harta berlimpah namun hatinya kufur kepada Allah, maka dia adalah orang terhina. Meski orang-orang memuliakannya, namun hakikatnya ia rendah di sisi Allah.

Karena Allah itu menilai dari hati seorang, bukan rupa dan fisiknya.

💠 Rasulullah ﷺ bersabda;

إن الله لا ينظر إلى صوركم و لا إلى أجسامكم، و لكن ينظر إلى قلوبكم

"Sesungguhnya Allah tidaklah memandang kepada rupa dan fisik kalian, namun Dia itu memandang kepada hati kalian". (HR. Muslim.)

Orang yang mulia di sisi Allah ialah orang yang berhati takwa.

Allah berfirman;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qs. Al-Hujurat: 13)

Karenanya, hendaklah kita mencari kemuliaan dari Allah, bukan dari manusia. Karena kemuliaan dari Allah itu lebih berbobot dan bernilai daripada kemuliaan dari manusia. Oleh karena manusia itu melihat lahiriyah kita, sedang Allah itu melihat batiniyah kita. Maka, kalau kita ingin mendapat kemuliaan hakiki, kita harus memperbaiki batiniyah kita, bukan lahiriyahnya. Memperbaiki hati, bukan penampilan fisik.

Begitu juga amalan. Bukan banyak dan besar yang jadi tolok ukur. Namun, niatnya. Teranggap dan tidaknya amalan, sah dan tidaknya, besar dan kecilnya, itu tergantung dengan niatnya.

💠 Rasulullah ﷺ bersabda;

إنما الأعمال بالنيات، و إنما لكل امرئ ما نوى

"Sungguh, amalan itu (sah dan tidaknya) hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan sungguh, seorang itu hanyalah akan mendapatkan (ganjaran) sesuai yang dia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim.)

Begitu juga ilmu. Yang menjadi tolok ukur bukan banyaknya, tetapi manfaatnya yang membuahkan ketakwaan dan amalan.

Masjid juga demikian. Yang menjadi tolok ukur bukan bangunan fisiknya yang megah, dan areanya yang luas. Namun kemakmurannya dengan dzikir kepada Allah. Sia-sia bila bangunan megah, dan pengunjung ramai, namun makmur dengan kebid'ahan dan kemungkaran.

Begitu juga shalat. Bukan banyak dan lamanya berdiri yang menjadi tolok ukur. Namun kekhusyukannya.

Sungguh, perumpamaan ini termasuk perumpamaan yang ringkas nan mencakup banyak permasalahan. Ringkasnya, yang menjadikan sesuatu itu dianggap dan bernilai itu inti dan isinya, bukan penampilan luarnya.

#https://t.me/Fawaid_Arsip

𝑬𝒅𝒊𝒕𝒐𝒓 : 𝑨𝒅𝒎𝒊𝒏 AsySyamil.com

🔍𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌Channel t.me/MutiaraFaedah
📌https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍀💐JAGA AMAL AGAR TAK SIA-SIA💐🍀*

🎙️ Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الجُوْعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

"Berapa banyak orang berpuasa, tiadalah yang ia dapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan berapa banyak orang tunaikan shalat malam, tiadalah yang ia dapatkan dari shalat malamnya kecuali hanya berjaga (tidak tidur malam)."
(HR. Ibnu Majah, no. 1610)

Semoga kita tidak termasuk macam orang yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas.

Seharian berpuasa, yang diraih cuma rasa lapar. Semalaman tunaikan shalat malam, yang digapai sekadar tidak tidur.

Kenapa? Bisa jadi niatnya tidak lurus. Niat sekadar pamer. Niat setor muka. Niat meraih pujian dan lainnya. Amal tanpa niat yang lurus karena Allah Subhanahu, maka akan ditolak.

Kenapa? Bisa jadi puasa yang dilakukannya tak berfungsi sebagai pengendali diri. Lisannya tetap tajam berbisa mencaci maki. Suka menghardik, merendahkan orang seiman seperjuangan.

Begitu pun shalat malam yang ditunaikan. Shalatnya tiada tuma'ninah, tenang penuh khusyu. Gerakan ruku dan sujud bak kepala burung tengah mematuk makanan. Cepat segera selesai.

Hendaklah dalam beramal niat karena Allah Ta'ala semata dan amal itu pun senantiasa bersendikan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ya, Allah terimalah puasa dan segenap amal kebajikan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat perbuatan hamba-hamba-Nya.

ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah

#https://t.me/fawaidsolo

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍁🍃HAMBA YANG CERDAS DENGAN KEHIDUPAN DUNIANYA
🍃🍁*

🇲 🇺 🇹 🇮 🇦 🇷 🇦  🇵 🇦 🇬 🇮 

💠 Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menasehatkan:

"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir)."

🎙️ Ath-Thibi rahimahullah berkata:
"Kata (atau) dalam hadits ini bukan menunjukkan keraguan (mana yang benar di antara keduanya). Bahkan kata ini menunjukkan pilihan dan kebolehan (yakni apakah seseorang itu memilih untuk menjadi orang asing atau musafir, keduanya dibolehkan), akan tetapi yang paling baik bila kata ini dimaknakan dengan bahkan."
(Fathul Bari, 11/238)

Para ulama ketika menjelaskan hadits ini, mereka berkata:
"Makna ucapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas adalah janganlah engkau condong kepada dunia dan janganlah engkau menjadikannya sebagai negeri tempat tinggal. Jangan terbetik di hatimu untuk bermukim lama di dalamnya dan jangan terlalu bergelut dengannya. Jangan terikat dengannya kecuali sekedar terikatnya orang yang asing di negeri yang asing (persinggahannya). Dan jangan menyibukkan diri dengannya sebagaimana orang asing yang tidak menyibukkan dirinya ketika dia ingin pulang untuk menjumpai keluarganya."
(Riyadhus Shalihin, Al-Imam Nawawi, hal.  187, Fathul Bari, 11/238)

"Orang asing dan musafir tidak menjadikan negeri yang asing atau negeri persinggahannya sebagai tempat menetap."
(At-Ta'liqat 'ala Al-Arba'in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal. 107)

Apabila dunia bagi seorang mukmin bukan negeri tempat menetap dan bukan pula tanah airnya, maka sepantasnya seorang mukmin di dunia ini berada di atas salah satu dari dua keadaan yang ada, sebagaimana wasiat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar agar ia berada di dunia di atas salah satu dari dua keadaan tersebut.

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan ia orang asing di dunia, ia menetap di dunia namun dunia sebagai negeri yang asing baginya. Maka hatinya tidak terpaut dengan negeri yang asing ini namun hatinya hanya terpaut dengan tanah airnya yang ia akan kembali padanya. Dia berdiam di dunia sekedar mengumpulkan bekal untuk kembali ke negeri asalnya.

🎙️ Berkata Al-Fudhail bin 'Iyadh:
“Seorang mukmin di dunia ini merasa sedih (dengan keberadaannya yang belum sampai ke negeri asalnya), keinginannya hanyalah mempersiapkan bekalnya menuju negeri tersebut.”

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan sebagai musafir yang tidak pernah bermukim sama sekali, namun ia terus menerus berjalan sampai akhir hidupnya yakni saat kematian menjemput.
(Dinukil secara ringkas dari Jami'ul Ulum, 2/378-382)

“Ukurlah dan dudukkan dirimu sebagaimana orang asing atau seorang musafir. Bahkan jadilah engkau di dunia ini sebagai seorang musafir karena orang asing terkadang menjadikan negeri tersebut sebagai tempat kediamannya. Berbeda halnya dengan musafir, ia akan terus berjalan menempuh jarak yang ada sampai ke tujuannya, dan tujuannya adalah kembali kepada Allah Ta'ala, sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah akhir/kesudahan segala sesuatu”.
(QS.An-Najm: 42)
Demikian secara makna dari ucapan Al-Imam Ash-Shan‘ani dalam Subulus Salam (2/266)

Wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar ini merupakan wasiat agung yang sesuai dengan kenyataan seandainya manusia memahaminya. Karena manusia mengawali kehidupannya di jannah (surga) dan ia turun ke bumi sebagai ujian sehingga dia adalah orang asing di muka bumi ini atau musafir. Karena tempatnya yang hakiki, bila ia seorang yang memiliki iman, ketakwaan, dan mentauhidkan Allah Ta'ala serta ikhlas padanya, adalah jannah. Dan hal ini harus ditanamkan oleh seorang muslim dalam hatinya karena ia tidak menjadikan dunia sebagai negerinya, adapun ia bermukim di dunia hanyalah menjalani ujian.

📚 (kaset Durus Al-Arba'in)

📡#https://t.me/syiarsalafiyah

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍁🍃HAMBA YANG CERDAS DENGAN KEHIDUPAN DUNIANYA
🍃🍁*

🇲 🇺 🇹 🇮 🇦 🇷 🇦  🇵 🇦 🇬 🇮 

💠 Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menasehatkan:

"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir)."

🎙️ Ath-Thibi rahimahullah berkata:
"Kata (atau) dalam hadits ini bukan menunjukkan keraguan (mana yang benar di antara keduanya). Bahkan kata ini menunjukkan pilihan dan kebolehan (yakni apakah seseorang itu memilih untuk menjadi orang asing atau musafir, keduanya dibolehkan), akan tetapi yang paling baik bila kata ini dimaknakan dengan bahkan."
(Fathul Bari, 11/238)

Para ulama ketika menjelaskan hadits ini, mereka berkata:
"Makna ucapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas adalah janganlah engkau condong kepada dunia dan janganlah engkau menjadikannya sebagai negeri tempat tinggal. Jangan terbetik di hatimu untuk bermukim lama di dalamnya dan jangan terlalu bergelut dengannya. Jangan terikat dengannya kecuali sekedar terikatnya orang yang asing di negeri yang asing (persinggahannya). Dan jangan menyibukkan diri dengannya sebagaimana orang asing yang tidak menyibukkan dirinya ketika dia ingin pulang untuk menjumpai keluarganya."
(Riyadhus Shalihin, Al-Imam Nawawi, hal.  187, Fathul Bari, 11/238)

"Orang asing dan musafir tidak menjadikan negeri yang asing atau negeri persinggahannya sebagai tempat menetap."
(At-Ta'liqat 'ala Al-Arba'in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal. 107)

Apabila dunia bagi seorang mukmin bukan negeri tempat menetap dan bukan pula tanah airnya, maka sepantasnya seorang mukmin di dunia ini berada di atas salah satu dari dua keadaan yang ada, sebagaimana wasiat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar agar ia berada di dunia di atas salah satu dari dua keadaan tersebut.

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan ia orang asing di dunia, ia menetap di dunia namun dunia sebagai negeri yang asing baginya. Maka hatinya tidak terpaut dengan negeri yang asing ini namun hatinya hanya terpaut dengan tanah airnya yang ia akan kembali padanya. Dia berdiam di dunia sekedar mengumpulkan bekal untuk kembali ke negeri asalnya.

🎙️ Berkata Al-Fudhail bin 'Iyadh:
“Seorang mukmin di dunia ini merasa sedih (dengan keberadaannya yang belum sampai ke negeri asalnya), keinginannya hanyalah mempersiapkan bekalnya menuju negeri tersebut.”

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan sebagai musafir yang tidak pernah bermukim sama sekali, namun ia terus menerus berjalan sampai akhir hidupnya yakni saat kematian menjemput.
(Dinukil secara ringkas dari Jami'ul Ulum, 2/378-382)

“Ukurlah dan dudukkan dirimu sebagaimana orang asing atau seorang musafir. Bahkan jadilah engkau di dunia ini sebagai seorang musafir karena orang asing terkadang menjadikan negeri tersebut sebagai tempat kediamannya. Berbeda halnya dengan musafir, ia akan terus berjalan menempuh jarak yang ada sampai ke tujuannya, dan tujuannya adalah kembali kepada Allah Ta'ala, sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah akhir/kesudahan segala sesuatu”.
(QS.An-Najm: 42)
Demikian secara makna dari ucapan Al-Imam Ash-Shan‘ani dalam Subulus Salam (2/266)

Wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar ini merupakan wasiat agung yang sesuai dengan kenyataan seandainya manusia memahaminya. Karena manusia mengawali kehidupannya di jannah (surga) dan ia turun ke bumi sebagai ujian sehingga dia adalah orang asing di muka bumi ini atau musafir. Karena tempatnya yang hakiki, bila ia seorang yang memiliki iman, ketakwaan, dan mentauhidkan Allah Ta'ala serta ikhlas padanya, adalah jannah. Dan hal ini harus ditanamkan oleh seorang muslim dalam hatinya karena ia tidak menjadikan dunia sebagai negerinya, adapun ia bermukim di dunia hanyalah menjalani ujian.

📚 (kaset Durus Al-Arba'in)

📡#https://t.me/syiarsalafiyah

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌼❤️BAGAI SEHELAI BULU❤️🌼*


🎙️ Dari sahabat Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ القَلْبِ مَثَلُ الرِّيْشَةِ تُقَلِّبُهَا الرِّيَاحُ بِفَلَاةٍ

"Perumpamaan hati bagai sehelai bulu yang diombang-ambingkan angin di tanah yang lapang."
(HR. Ibnu Maja, no. 88)

Hati itu diibaratkan sehelai bulu. Ringan. Mudah dihempas angin bertiup. Terbang kesana kemari mengikuti terpaan angin. Mudah diombang-ambingkan situasi yang berhembus.

Itulah hati. Karenanya, hendaklah memohon diberi ketetapan senantiasa di atas agama Allah Taala. Kokoh di atas ketaatan kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wahai Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu. Begitulah untai doa diajarkan Baginda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pada umatnya.

Seseorang bisa menduga dalamnya lautan. Namun, siapa yang mampu menduga dalamnya hati. Pagi hari beriman, sore hari kafir. Sore hari beriman, pagi hari kafir. Bersegeralah tunaikan amal saleh.

Ya, Allah kami memohon kepada-Mu, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu. Wahai yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami pada ketaatan kepada-Mu.

ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah
#https://t.me/fawaidsolo

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🌼🕋SYARIAT BERQURBAN🕋🌼*

🇫 🇦 🇪 🇩 🇦 🇭 

🇯 🇺 🇲 🇦 🇹

Berqurban adalah salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah ﷺ serta tergolong simbol islam yang disepakati oleh para ulama salaf.

Allah ﷻ berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah."
(QS.Al-Kautsar:2)

🎙️ Ibnu Jarir Ath-Thabary رحمه الله menjelaskan makna ayat di atas, beliau رحمه الله berkata,
"Jadikanlah, (wahai Muhammad), shalatmu seluruhnya ikhlas hanya untuk Rabb-mu tanpa (siapapun) yang bukan Dia, di antara sekutu-sekutu dan sembahan-sembahan. Demikian pula sembelihanmu, jadikanlah hanya untuk-Nya, tanpa berhala-berhala, sebagai kesyukuran kepada-Nya terhadap segala sesuatu yang Allah berikan kepadamu, berupa kemualiaan dan kebaikan yang tiada bandingnya, dan Dia mengkhususkan engkau dengannya, yaitu pemberian Al-Kautsar kepadamu."
(Tafsir Ibnu Jarir 24/696)

Berqurban adalah perkara yang disyariatkan pada seluruh agama.

Sebagaimana dalam firman Allah ﷻ,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ

"Dan bagi tiap-tiap umat, telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah (Allah) rezekikan kepada mereka. Maka Rabb kalian ialah Rabb yang Maha Esa. Oleh karena itu, berserah dirilah kalian kepada-Nya."
(QS.Al-Hajj:34)

Allah ﷻ juga menjelaskan bahwa ibadah agung ini adalah salah satu simbol syariat-Nya.

Allah ﷻ berfirman,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

"Dan telah Kami jadikan unta-unta itu untuk kalian sebagai bagian dari syiar Allah, yang kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian, apabila (unta-unta itu) telah roboh (mati), makanlah sebagiannya serta beri makanlah orang yang rela dengan sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."
(QS.Al-Hajj:36-37)

#https://t.me/syiarsalafiyah

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿.

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍎HAMBA YANG CERDAS DENGAN KEHIDUPAN DUNIANYA🍎*

💠 Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menasehatkan:

"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir)."

🎙️ Ath-Thibi rahimahullah berkata:
"Kata (atau) dalam hadits ini bukan menunjukkan keraguan (mana yang benar di antara keduanya). Bahkan kata ini menunjukkan pilihan dan kebolehan (yakni apakah seseorang itu memilih untuk menjadi orang asing atau musafir, keduanya dibolehkan), akan tetapi yang paling baik bila kata ini dimaknakan dengan bahkan."
(Fathul Bari, 11/238)

Para ulama ketika menjelaskan hadits ini, mereka berkata:
"Makna ucapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas adalah janganlah engkau condong kepada dunia dan janganlah engkau menjadikannya sebagai negeri tempat tinggal. Jangan terbetik di hatimu untuk bermukim lama di dalamnya dan jangan terlalu bergelut dengannya. Jangan terikat dengannya kecuali sekedar terikatnya orang yang asing di negeri yang asing (persinggahannya). Dan jangan menyibukkan diri dengannya sebagaimana orang asing yang tidak menyibukkan dirinya ketika dia ingin pulang untuk menjumpai keluarganya."
(Riyadhus Shalihin, Al-Imam Nawawi, hal.  187, Fathul Bari, 11/238)

"Orang asing dan musafir tidak menjadikan negeri yang asing atau negeri persinggahannya sebagai tempat menetap."
(At-Ta'liqat 'ala Al-Arba'in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal. 107)

Apabila dunia bagi seorang mukmin bukan negeri tempat menetap dan bukan pula tanah airnya, maka sepantasnya seorang mukmin di dunia ini berada di atas salah satu dari dua keadaan yang ada, sebagaimana wasiat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar agar ia berada di dunia di atas salah satu dari dua keadaan tersebut.

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan ia orang asing di dunia, ia menetap di dunia namun dunia sebagai negeri yang asing baginya. Maka hatinya tidak terpaut dengan negeri yang asing ini namun hatinya hanya terpaut dengan tanah airnya yang ia akan kembali padanya. Dia berdiam di dunia sekedar mengumpulkan bekal untuk kembali ke negeri asalnya.

🎙️ Berkata Al-Fudhail bin 'Iyadh:
“Seorang mukmin di dunia ini merasa sedih (dengan keberadaannya yang belum sampai ke negeri asalnya), keinginannya hanyalah mempersiapkan bekalnya menuju negeri tersebut.”

Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan sebagai musafir yang tidak pernah bermukim sama sekali, namun ia terus menerus berjalan sampai akhir hidupnya yakni saat kematian menjemput.
(Dinukil secara ringkas dari Jami'ul Ulum, 2/378-382)

“Ukurlah dan dudukkan dirimu sebagaimana orang asing atau seorang musafir. Bahkan jadilah engkau di dunia ini sebagai seorang musafir karena orang asing terkadang menjadikan negeri tersebut sebagai tempat kediamannya. Berbeda halnya dengan musafir, ia akan terus berjalan menempuh jarak yang ada sampai ke tujuannya, dan tujuannya adalah kembali kepada Allah Ta'ala, sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah akhir/kesudahan segala sesuatu”.
(QS.An-Najm: 42)
Demikian secara makna dari ucapan Al-Imam Ash-Shan‘ani dalam Subulus Salam (2/266)

Wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ibnu 'Umar ini merupakan wasiat agung yang sesuai dengan kenyataan seandainya manusia memahaminya. Karena manusia mengawali kehidupannya di jannah (surga) dan ia turun ke bumi sebagai ujian sehingga dia adalah orang asing di muka bumi ini atau musafir. Karena tempatnya yang hakiki, bila ia seorang yang memiliki iman, ketakwaan, dan mentauhidkan Allah Ta'ala serta ikhlas padanya, adalah jannah. Dan hal ini harus ditanamkan oleh seorang muslim dalam hatinya karena ia tidak menjadikan dunia sebagai negerinya, adapun ia bermukim di dunia hanyalah menjalani ujian.

📚 (kaset Durus Al-Arba'in)

📡#https://t.me/syiarsalafiyah

✍️ 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍎ANTARA MEMAAFKAN & MENGADAKAN PERBAIKAN🍎

Umumnya manusia jika ada yang berbuat jelek kepadanya maka dia balas kejelekan orang dengan kejelekan yang serupa atau bahkan kalau bisa lebih sadis lagi.

Namun, ada orang yang diperlakukan jelek oleh manusia tetapi dia mampu membalasnya dengan kebaikan. Sifat seperti ini yang Allah puji di dalam Al-Qur'an:

ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejelekan itu, tolaklah (kejelekan) dengan cara yang paling baik maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidaklah dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidaklah dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang memiliki keuntungan yang besar.” (Fusshilat: 34-35)

🎙️ Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma menjelaskan:

أمر الله المؤمنين بالصبر عند الغضب والحلم والعفو عند الإساءة فإذا فعلوا ذلك عصمهم الله من الشيطان وخضع لهم عدوُّهم كأنه وليّ حميم

“Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bersabar ketika ada yang membuatnya marah, bijaksana dan memaafkan ketika ada yang membuatnya sakit hati. Bila setiap hamba mengupayakan hal seperti itu maka Allah akan melindungi dirinya dari gangguan syaithon serta menundukkan musuh-musuhnya. Bahkan yang semula bermusuhan tiba-tiba berubah menjadi kawan yang setia." (Tafsir Ath-Thobari 21/471)

Maka sikap bijak seperti ini tidaklah dimiliki kecuali orang-orang yang punya kesabaran yang besar. Karena merespon kejelekan dengan kebaikan bukanlah perkara yang mudah bagi jiwa dan tidak setiap orang mampu melakukannya.

Namun bolehkah seseorang tidak memaafkan kesalahan orang lain atau membalasnya dengan sesuatu yang dapat memberinya pelajaran?

Jawabannya, jika dengan cara seperti itu dapat menjadi sebab orang lain mengubah perilakunya yang jelek menjadi baik maka yang demikian ini termasuk perkara yang dituntut oleh syariat.

Allah mengingatkan:

فمن عفا وأصلح فأجره على الله إنه لا يحب الظالمين 

"Maka barangsiapa yang memaafkan dan mengadakan perbaikan maka pahalanya menjadi tanggungan Allah dan sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (Asy-Syuro: 40)

🎙️ Syaikh Al-'Allamah As-Si'di berkata,

"Allah memberi persyaratan dalam pemberian maaf yaitu adanya perbaikan. Apabila orang yang berbuat jelek itu tidak pantas diberi maaf, sedangkan maslahat syar'i menuntut dia harus diberi pelajaran, maka dalam kondisi seperti ini memberi maaf tidak diperintahkan." (Taisirul Karim hlm. 760)

Adakalanya pemaafan itu mendatangkan ishlah (perbaikan), adakalanya membuat kejelekannya semakin menjadi-jadi lantaran kesombongan. Maka setiap orang disikapi sesuai dengan keadaannya mana yang lebih maslahat.

#https://t.me/manhajulhaq

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🍎ANTARA MEMAAFKAN & MENGADAKAN PERBAIKAN🍎*

Umumnya manusia jika ada yang berbuat jelek kepadanya maka dia balas kejelekan orang dengan kejelekan yang serupa atau bahkan kalau bisa lebih sadis lagi.

Namun, ada orang yang diperlakukan jelek oleh manusia tetapi dia mampu membalasnya dengan kebaikan. Sifat seperti ini yang Allah puji di dalam Al-Qur'an:

ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejelekan itu, tolaklah (kejelekan) dengan cara yang paling baik maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidaklah dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidaklah dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang memiliki keuntungan yang besar.” (Fusshilat: 34-35)

🎙️ Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma menjelaskan:

أمر الله المؤمنين بالصبر عند الغضب والحلم والعفو عند الإساءة فإذا فعلوا ذلك عصمهم الله من الشيطان وخضع لهم عدوُّهم كأنه وليّ حميم

“Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bersabar ketika ada yang membuatnya marah, bijaksana dan memaafkan ketika ada yang membuatnya sakit hati. Bila setiap hamba mengupayakan hal seperti itu maka Allah akan melindungi dirinya dari gangguan syaithon serta menundukkan musuh-musuhnya. Bahkan yang semula bermusuhan tiba-tiba berubah menjadi kawan yang setia." (Tafsir Ath-Thobari 21/471)

Maka sikap bijak seperti ini tidaklah dimiliki kecuali orang-orang yang punya kesabaran yang besar. Karena merespon kejelekan dengan kebaikan bukanlah perkara yang mudah bagi jiwa dan tidak setiap orang mampu melakukannya.

Namun bolehkah seseorang tidak memaafkan kesalahan orang lain atau membalasnya dengan sesuatu yang dapat memberinya pelajaran?

Jawabannya, jika dengan cara seperti itu dapat menjadi sebab orang lain mengubah perilakunya yang jelek menjadi baik maka yang demikian ini termasuk perkara yang dituntut oleh syariat.

Allah mengingatkan:

فمن عفا وأصلح فأجره على الله إنه لا يحب الظالمين 

"Maka barangsiapa yang memaafkan dan mengadakan perbaikan maka pahalanya menjadi tanggungan Allah dan sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (Asy-Syuro: 40)

🎙️ Syaikh Al-'Allamah As-Si'di berkata,

"Allah memberi persyaratan dalam pemberian maaf yaitu adanya perbaikan. Apabila orang yang berbuat jelek itu tidak pantas diberi maaf, sedangkan maslahat syar'i menuntut dia harus diberi pelajaran, maka dalam kondisi seperti ini memberi maaf tidak diperintahkan." (Taisirul Karim hlm. 760)

Adakalanya pemaafan itu mendatangkan ishlah (perbaikan), adakalanya membuat kejelekannya semakin menjadi-jadi lantaran kesombongan. Maka setiap orang disikapi sesuai dengan keadaannya mana yang lebih maslahat.

#https://t.me/manhajulhaq

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://chat.whatsapp.com/G63K9OvmHSw7ddWf0uOTVf
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🟣💦JALAN MENUJU ALLAH💦🟣*

🎙️ Al-Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi Rahimahullah berkata,

Sesungguhnya antara seorang hamba dengan Rabbnya ada jarak yang tiada akan tertempuh melainkan dengan memutus hubungan-hubungan (yang mengalihkan) dan menampik segala rintangan.

Dan pada cermin hati terdapat karat yang tiada akan terkikis melainkan dengan melupakan manusia saat mengingat Allah.

Siapa yang ingin sampai kepada Rabbnya, hendaklah menfokuskan diri untuk menyambung hubungan rahasianya (batiniyahnya).

Siapa yang lebih mengutamakan mengkilapnya cermin hatinya hendaklah ia melupakan mengingat-ingat manusia.

Bagaimana seorang akan sampai kepada Allah sedang ia sendiri tidak menempuh jalan, dan tertawan oleh belenggu-belenggu rintangan.

Sebenarnya, keseluruhan perkara ini hanya ada dua sisi; pertama, berpaling dari segala sesuatu selain Allah. Kedua, menghadap kepada Allah.

📚 At-Tadzkirah Fil Wa'zh, hal. 50

#https://t.me/RaudhatulAnwar1

🔍 𝗠𝗘𝗗𝗜𝗔 𝗠𝗨𝗧𝗜𝗔𝗥𝗔 𝗙𝗔𝗘𝗗𝗔𝗛
📌 Channel t.me/MutiaraFaedah
📌 https://t.me/MutiaraFaedah
✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿
✿▰◆◆▰◒💛💛◒▰◆◆▰✿

https://t.me/MateriPesanCinta_Nya

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

*🟣💦BALASAN SESUAI DENGAN JENIS PERBUATAN💦🟣*

🎙 Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu ta’ala telah berkata:

« فالجَزَاءُ مُمَاثِلٌ لِلعَمَلِ مِن جِنسِهِ في الخَيرِ والشَّرِ :

● فَمَن سَتَرَ مُسلِمًا سَتَرَهُ اللَّه ،
● ومَن يَسَّرَ عَلَى مُعسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيهِ في الدُّنيا والآخِرة ،
● ومَن نَفَّسَ عَن مُؤمنٍ كُربَةً مِن كُرَبِ الدُّنيا نَفَّسَ اللَّهُ عَنهُ كُربَةً مِن كُرَبِ يَومِ القِيَامَة ،
● ومَن تَتَبَّعَ عَورَةَ أخِيهِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَورَتَه ،
● ومَن ضَارَّ مُسلِمًا ضَارَّ اللَّهُ بِه ،
● ومَن شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيه ،
● ومَن خَذَلَ مُسلِمًا في مَوضِعٍ يَجِبُ نُصرَتُهُ فِيهِ خَذَلهُ اللَّهُ في مَوضِعٍ يَجِبُ نُصرَتُهُ فِيهِ ،
● والرَّاحِمُون يَرحَمُهُم الرَّحمَنُ ، وإنَّما يَرحَمُ اللَّهُ مِن عِبادِهِ الرُّحَمَاء ،
● ومَن أَنفَقَ أَنفَقَ عَلَيه ،
● ومَن عَفا عَن حَقِّهِ عَفا اللَّهُ لَهُ عَن حَقِّه ،
● ومَن تَجاوَزَ تَجاوَزَ اللَّهُ عَنهُ ،
فَهَذا شَرعُ اللَّهِ وقَدَرُهُ ووَحيُهُ وثَوابُه وعِقابُهُ ، كُلُّهُ قائِمٌ بِهَذا الأصلِ ».

"Balasan itu semisal dengan perbuatan yang dilihat dari jenis perbuatan itu sendiri, baik dalam kebaikan maupun keburukan :

▶️ Maka barangsiapa menutupi (aib/kekurangan) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupinya (aibnya).

▶️ Barangsiapa yang memberikan kemudahan terhadap orang yang sedang kesusahan, niscaya Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan di akhirat.

▶️ Barangsiapa yang menghilangkan dari seorang mukmin satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan duniawiyyah, maka niscaya Allah akan menghilangkan satu kesulitan dari kesulitan-kesulitannya di hari kiamat.

▶️ Barangsiapa yang mencari-cari kesalahan (aib/kekurangan) saudaranya, maka niscaya Allah akan membongkar kesalahan (aib) dirinya.

▶️ Barangsiapa yang menimpakan kemudhorotan (bahaya) kepada seorang muslim, maka Allah Akan menimpakan kemudhorotan pula kepadanya.

▶️ Barangsiapa yang memberikan kesulitan (menyulitkan orang lain), maka niscaya Allah juga akan memberikan kesulitan (kesusahan) kepadanya.

▶️ Barangsiapa yang menelantarkan (tidak menolong) seorang muslim dalam suatu kondisi yang seharusnya kita memberikan pertolongan padanya, maka niscaya Allah akan menelantarkannya (tidak menolongnya) dalam suatu kondisi yang semestinya Allah menolongnya.

▶️ Orang-orang yang penyayang (kepada saudaranya) maka niscaya Ar-Rahman (Dzat yang Maha Penyayang) akan menyayangi mereka, dan sesungguhnya Allah akan menyayangi dari kalangan hamba-hambaNya yang penyayang.

▶️ Barangsiapa yang berinfaq, maka niscaya Allah akan berinfaq (melapangkan rizki) untuknya.

▶️ Barangsiapa yang memberikan maaf dari haknya (mengalah), maka Allah akan memaafkan baginya dari hakNya (adzab).

▶️ Barangsiapa yang memberikan ampunan/maaf (kepada sesama hamba), niscaya Allah akan memberikan ampunan baginya.

Maka Inilah syariat Allah, ketetapan, wahyu, pahala dan hukuman Nya. Seluruhnya tegak di atas prinsip dasar ini (balasan sesuai perbuatan)".

📚 Sumber: (I´laamul Muwaqqi´iin (1/150)

📲 #https://t.me/alilmoe

🔍 CHANNEL MUTIARA FAEDAH 
🌐 Telegram https://t.me/MutiaraFaedah
💠️ FB bit.ly/MutiaraFaedah

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿

📢 *Published By:*
*@MateriPesanCinta_Nya*

*📭 Silahkan dishare semoga*
*bermanfaat bagi kaum muslimin*

✿▬▭◆•◆▭▬💛▬▭◆•◆▭▬✿