ILMU DAN RENUNGAN
424 subscribers
34 photos
2 videos
11 files
87 links
Merupakan chanel untuk menyimpan arsip-arsip faidah ilmiyyah

Pemilik @Rozan_AL (Muqim di lingkungan sekitar Ma'had Anwarussunnah-Petanahan)
Download Telegram
Merengek di Dalam Berdoa

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu'anhuma berkata,

أن النبي ﷺ دعا في مسجد الفتح ثلاثًا: يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين -يعني: الظهر والعصر- فعُرِف البِشر في وجهه»، قال جابر: "فلم ينزل بي أمرٌ مهمٌ غليظٌ إلا توخيتُ تلك الساعة، فأدعو فيها فأعرف الإجابة

Bahwasannya Nabi ﷺ berdoa di Masjid Al-Fath tiga kali; yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu. Pada hari Rabulah doa beliau dikabulkan antara Zhuhur dan Ashar. Hal itu diketahui dari kegembiraan beliau di wajahnya.

Berkata Jabir, "Tidaklah ada suatu perkara berat yang menimpaku melainkan aku memilih waktu tersebut untuk berdoa, maka aku mendapati pengkabulan doa padanya". (HR. Ahmad no. 14563, dinyatakan hadits hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Targhib Wa Tarhib, no. 1185)

Di antara bentuk adab dalam berdoa adalah merengek-rengek dalam meminta ( الإلحاح ). Yaitu seorang mengulang-ulang doanya.

Ketika hari ini doanya belum dikabulkan, esoknya ia berdoa lagi. Ketika esok hari belum dikabulkan, lusa ia ulangi lagi doanya. Terus demikian, sehingga Allah akan mengabulkan doanya.

Hadits di atas juga merupakan contoh bagi kita. Nabi ﷺ berdoa pada hari Senin belum dikabulkan, beliau ulangi lagi pada hari Selasa. Hari Selasa belum dikabulkan, beliau ulangi lagi pada hari Rabu.

Adapun terburu-buru dalam berdoa dan menganggap lambat pengkabulannya, lalu bosan dan berhenti dari berdoa, ini menjadi sebab doa seorang tidak dikabulkan.

Rasulullah ﷺ bersabda,

لا يَزَالُ يُسْتَجَابُ للعبدِ ما لم يَدْعُ بإثمٍ أو قَطِيعةِ رَحِمٍ ، ما لم يَسْتَعْجِلْ ، يقولُ : قد دَعَوْتُ وقد دَعَوْتُ فلم يُسْتَجَبْ لي ، فيَسْتَحْسِرُ عند ذلك ، ويَدَعُ الدعاءَ

"Akan selalu dikabulkan bagi hamba selama ia tidak berdoa yang mengandung unsur dosa, dan memutus hubungan kekerabatan; selama ia tidak terburu-buru. Semisal ia mengatakan, "Saya telah berdoa, dan saya telah berdoa lagi, tapi tidak juga dikabulkan" lalu ia bosan dan meninggalkan berdoa saat itu". (HR. Bukhari 6340 dan Muslim 2735 )

Ibnul Qayyim membuat permisalan, "Ibaratnya seperti orang yang menabur benih atau menanam bibit pohon, lalu ia rawat dan sirami, namun ketika menganggap lambat besar dan panennya, maka ia menelantarkannya". (Al-Jawabul Kafi)

Menanam padi misalnya; butuh waktu dan proses. Dari menabur benih, lalu dipindah tanam ke sawah, disirami, dipupuk, dan dirawat. Setidaknya, butuh waktu lebih dari tiga bulan agar panen maksimal.

Namun bila ia tidak sabar; baru satu bulan merawat, ia menganggap lama masa panennya, lalu ia bosan dan menelantarkannya, tentulah ia akan gagal memetik hasil panennya.

Demikian gambaran orang yang berdoa lalu tidak sabar ingin cepat dikabulkan. Ketika melihat seakan doanya belum terkabul, ia bosan lalu berhenti berdoa. Justru itulah sebab tidak dikabulkannya doa.

Mengapa mesti mengulang doa? Mengapa doa tidak langsung dikabulkan? Kenapa sih, Allah tidak segera mengabulkan doa?

Bisa saja pertanyaan seperti itu muncul. Namun sebagai seorang mukmin tentu dia harus berprasangka baik kepada Allah. Tidak ada doa seorang mukmin yang sia-sia; pasti Allah kabulkan.

Bila memang hamba sangat butuh kepada permintaannya itu, tentu Allah akan segera kabulkan.

Di sini juga terbedakan antara orang berdoa karena butuh, dan yang berdoa karena sebatas ingin saja.

Orang yang memang sedang butuh, ia akan terus meminta kepada Allah. Tidak bosan meminta. Hari ini belum dikabulkan, esok ia ulangi lagi, dan seterusnya. Berkata Al-Muwarriq, "Aku tidak menemukan permisalan bagi seorang mukmin selain ibarat orang yang terombang-ambing di tengah laut hanya berpegangan sebatang kayu. Ia terus memanggi Allah, berharap supaya diselamatkan".

Lain halnya orang yang hanya sebatas ingin, bukan karena butuh. Ini yang membuat seorang kemudian bosan dari berdoa ketika merasa keinginannya tak kunjung terwujud.

Tapi, sebagai seorang mukmin tentu dia harus berbaik sangka kepada Allah. Allah pasti kabulkan meski dalam bentuk lain yang itu lebih baik dari yang dia inginkan, dan lebih bermaslahat untuk dunia dan akhiratnya.
Dan Allah itu Mahamengetahui keadaan diri-diri kita. Allah lebih tahu apakah yang kita inginkan itu mendatangkan maslahat buat kita, atau bahkan bermudarat buat kita. Bisa jadi, Allah palingkan kita dari apa yang kita pintakan kepada-Nya, karena hal itu akan merusak agama kita.

Misalnya, ada orang meminta kekayaan kepada Allah, namun Allah palingkan ia darinya dan tetap dalam keadaan faqir. Sebagai gantinya, Allah menjaga untuknya agamanya. Karena ketika dibukakan untuknya kran dunia, bisa-bisa keadaannya berubah; yang semula tekun beribadah, lalu jadi sibuk dengan dunianya hingga lupa ibadah.

Tapi, selama ini kita meminta kepada Allah apakah karena memang butuh, ataukah berdasar keinginan semata?

https://t.me/Fawaid_Arsip
Seumpama ayam bertelur sebiji, riuh sekampung.

Sudah tabiat ayam betina ketika selesai bertelur, ia keluar dari tempat bertelurnya sembari berkokok dengan suara bergemuruh; ramai.

Sebuah permisalan buat orang yang baru sedikit berbuat, tapi hebohnya begitu ribut. Riuh ke sana ke mari, menggambarkan seakan dirinya telah melakukan sesuatu yang besar, padahal belumlah seberapa.

Orang berilmu lagi bijak bukanlah orang yang banyak bicara, tapi sedikit berbuat. Ia adalah yang tidak banyak bicara, tapi banyak berbuat.

Malam Jum'at, 11 Shafar 1446
https://t.me/Fawaid_Arsip
ILMU DAN RENUNGAN
Photo
أُصُولٌ عَظِيمَةٌ يَنْبَغِي لِلمُسْلِمِ اعْتِنَاؤُهَا


أَخِي اخْتَصَرْتُ لَكَ رِسَالَةً جَمَعَتْ ... مَبَادِئًا عَظِيمَةً أَحَقُّ مَا عُنِيَتْ
اسْتَنْبَطَهَا بَعْدَ اسْتِقْرَاءٍ أَفَأضِلُ ... وَ مَا أَنَا إِلَّا المُسْتَفِيدُ أَو النَّاقِلُ
قُلْ إِنَّ الحَقَّ وَاحِدٌ لَا اثْنَانِ ... هُوَ جَاءَ مِنْ عِندِ رَبِّنَا الرَّحْمَانِ
أَكْمَلَ اللهُ الإِسْلَامَ جَاءَ بِهِ مُحَمَّدُ ... فَغَنِيٌّ عَنِ النُّقْصَانِ مِنَّا وَ لَا ازدياد
صَرَحَتْ بِذَا الثَّالِثَةُ مِنَ المَائِدَةِ ... آيَةٌ أُنْزِلَتْ بِعَرَفَة فِي العَاشِرَةِ
فَشَيءٌ يَومَئِذ لَيسَ مِنَ الدِّينِ ... فَلَا نُدْخِلُهُ الغَدَاةَ فِي الدِّينِ
الحَلَالُ مَا أَحَلَّهُ اللهُ وَ رَسُولُهُ ... كَذَا فِي التَّحْريمِ فَافْهَموهُ
لَا تَقُلْ هذا حَرَامٌ أَو ذَا حَلَالُ ... إِلَّا وَ مَعَكَ حُجَّةٌ وَ دَلَائِلُ
خَتَمَ اللهُ بِعْثَةَ الرُّسُلِ بِمُحَمَّدٍ ... فَمَا أَكْذَبَ مَنِ ادَّعَاهَا بَعْدَ مُحَمَّدٍ
نَبِيُّنَا مَبْعُوثٌ إِلَى النَّاسِ جَمِيعِهِم ... حَتَّى القِيَامَة أعَرَابِهِمْ وَ أعَجَامِهِمْ
فَمَنْ سَمِعَ بِبِعْثَتِهِ ثُمَّ لَا يُؤمِنُ ... دَخَلَ النَّارَ لَا رَيبَ فَبِئْسَ السَّكَنُ
كُلُّ أَمْرٍ مِنْ عِنْدهِ لَا اخْتِيَارَ لَهُمُوا ... سِوَى الإِيمَانُ وَ التَّسْلِيمُ فَافْهَمُوا
أوتِيَ كَمِثْلِ القُرْءَانِ وَهْوَ السُّنَّةُ ... سَفِينَةُ نُوحٍ رَاكِبهَا حَقٌّ لَهُ النَّجَاةُ
ثُمَّ اللهُ حَكِيمٌ وَ شرعه مَلِيءُ الحِكَمِ ... وَ أّنَهُ صَالِحٌ لِكُلِّ زَمَانٍ و الأُمَمِ
جاء بِالعَدْلِ لَا ظُلْمٌ فِيهِ وَ لَا فَسَادُ ... وَ لَا يُنْكِرُهَا إِلَّا جَاحِدٌ معاند
كُلُّ أَمْرٍ مُحْدَثٍ فِي الدِّينِ فَهْوَ البِدْعَةُ ... وَ مَنْ آوَى مُحْدِثًا عَلَيهِ اللَّعْنَةُ
مَنْ عَمِلَهَا فَلَا لَهُ فِي الدُّنْيَا مَنْفَعَة .. وَلَا نَصِيبَ لَهُ وَ لَا ثوَابَ فِي لَاخِرَة
اعْلَمْ أَنَّمَا يُفْهَمُ القُرْءَانُ وَ السُّنَة ... بفَهْمِ السَّلفِ وَ مَا قَال الصَّحَابَة
وَ اتْرُكِ المِراءَ فِي الدِّينِ وَ اعْلَمْ ... بِأَنَّ الدِّينَ وَاضِحٌ بَيِّنٌ فَافْهَمْ
ثُمَّ اعلَمْ بِأَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ قَدْ كَفَرُوا ... وَ هُمُ اليَهُودُ وَ الذينَ تَنَصَّرُوا

أبو نجيب رزين عبد الله الحميدي
ILMU DAN RENUNGAN
أُصُولٌ عَظِيمَةٌ يَنْبَغِي لِلمُسْلِمِ اعْتِنَاؤُهَا أَخِي اخْتَصَرْتُ لَكَ رِسَالَةً جَمَعَتْ ... مَبَادِئًا عَظِيمَةً أَحَقُّ مَا عُنِيَتْ اسْتَنْبَطَهَا بَعْدَ اسْتِقْرَاءٍ أَفَأضِلُ ... وَ مَا أَنَا إِلَّا المُسْتَفِيدُ أَو النَّاقِلُ قُلْ إِنَّ الحَقَّ…
PRINSIP-PRINSIP AGUNG YANG SEPATUTNYA DIJAGA OLEH SEORANG MUSLIM

Saudaraku, aku buatkan ringkasan untukmu sebuah risalah yang berisikan prinsip-prinsip agung yang sepantasnya untuk dijaga.

Prinsip tersebut dihasilkan oleh orang-orang yang punya keutamaan melalui penelitian (terhadap nash-nash Al-Qur'an dan sunnah), sedangkan saya tiada bukan melainkan hanya mengambil faidah atau menukil.

Katakanlah, kebenaran itu satu tidak dua (tidak bercabang). Kebenaran itu datang dari Rabb kita Yang Maha Pemurah.

Allah telah menyempurnakan Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Maka, agama Islam itu tiada butuh pengurangan dari kita. tiada pula kita boleh menambahi.

Hal tersebut disebutkan dengan jelas dalam ayat ke-3 dari surat Al-Maidah. Sebuah ayat yang diturunkan di Arafah pada tahun kesepuluh (Hijriyah)

Maka, sesuatu yang pada hari itu bukan termasuk bagian dari agama, maka sekarang kita pun tidak memasukkannya ke dalam agama.

Perkara halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Demikian pula tentang pengharaman. maka pahamilah!

Jangan kamu katakan, yang ini haram atau yang itu halal melainkan kamu punya hujjah dan dalil-dalilnya.

Allah Ta'ala menutup pengutusan para rasul dengan (diutusnya) Muhammad ﷺ. Maka, alangkah berdustanya orang yang mengaku kerasulan sepeninggal Muhammad ﷺ.

Nabi kita (Muhammad ﷺ) diutus kepada manusia seluruhnya sampai hari kiamat; baik orang arabnya maupun selain orang arab.

Maka, siapa yang mendengar tentang pengutusannya kemudian ia tidak beriman niscaya tanpa diragukan ia akan masuk neraka. Neraka itu sejelek-sejelek tempat tinggal.

Setiap perintah darinya (Rasulullah ﷺ) maka tiada pilihan bagi manusia melainkan mengimani dan  menerimanya. Maka pahamilah!

Beliau diberi wahyu semisal Al-Qur'an, yaitu As-Sunnah. (Ibarat) perahunya Nabi Nuh; siapa yang menaikinya niscaya berhak mendapatkan keselamatan.

Kemudian, (katakanlah) Allah itu Maha Bijaksana dan syariat-Nya pun penuh dengan hikmah. Dan itu relevan untuk setiap zaman dan juga setiap ummat.

Syari'at datang membawa keadilan, tiada kezhaliman padanya tiada pula kerusakan. Tiada yang mengingkari hal ini melainkan penentang lagi sangat ingkar

Setiap perkara baru yang diada-akan dalam agama adalah bid'ah. Dan siapa yang melindungi pelaku bid'ah niscaya akan mendapat laknat.

Siapa yang melakukan bid'ah maka tiadalah ia mendapat manfaat di dunia, tidak pula mendapat bagian dan balasannya di akhirat

Ketahuilah, Al-Qur'an dan sunnah itu hanyalah dipahami dengan pemahaman salaf dan apa pendapatnya para shahabat.

Dan tinggalkanlah perdebatan dalam agama serta ketahuilah bahwa agama Islam itu jelas dan gamblang, maka pahamilah!

Kemudian ketahuilah bahwasannya ahlul kitab mereka telah kafir. Dan mereka ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Diringkas dari Buku Agar Tidak Jadi Muslim Liberal karya Ustadz Qamar ZA, Lc hafizhahullah.

https://t.me/Fawaid_Arsip
Mendidik itu ibarat membangun. Ada proses. Memerlukan waktu. Butuh perawatan agar bangunan tetap berdiri gagah.

Tentu kita tahu, untuk mendirikan bangunan bisa butuh seratus orang, dan lebih dari seratus bahkan seribu hari.

Tapi untuk menghancurkannya, cukup satu orang dalam satu hari.

Lalu, bagaimana kiranya kalau yang membangun hanya satu orang, sedang yang siap menghancurkannya ada seribu orang ?

Itulah realita pendidikan !! Sedikit yang peduli, dan sungguh-sungguh memperbaiki. Sedang, yang berupaya merusak pendidikan begitu banyaknya dengan beragam medianya.

Karena itu, semestinya masing-masing memahami yang demikian. Kemudian menyiapkan sesuatu untuk menghadapi kenyataan tersebut.

Turutlah andil dalam membangun walau hanya meletakkan satu bata. Dan jangan malah ikut dalam barisan yang memegang palu untuk merobohkan meski sebatas hanya yang sorak sorai.


Maksudnya, sebagai orangtua, pendidik, atau apapun peranmu, seyogyanya mengupayakan sesuatu yang mendukung pendidikan.

Tahan lisan! Jaga ia supaya tidak berucap sesuatu yang dapat melemahkan semangat pendidikan. Jaga perilaku agar tidak menimbulkan tindakan yang merusak tatanan pendidikan.

Ma'had Anwarussunnah
15 Shafar 1446

https://t.me/Fawaid_Arsip
لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ وَلِكُلِّ مَقَالٍ مَقَامٌ

"Setiap tempat ada pembicaraan yang tepat, dan setiap pembicaraan ada tempatnya."

Sebuah kaidah penting yang sudah mulai kurang terperhatikan. Padahal, dengan memerhatikan kaidah tersebut, akan lebih menjaga keadaan.

Sayangnya, fitnah mudahanah terlalu merebak menjangkit manusia, bahkan orang-orang yang menisbatkan kepada ilmu.

Demi mendapat simpati, banyak yang berbicara tidak pada tempatnya. Tidak lagi memerdulikan akibat buruk yang timbul dari ucapannya.

Nasihat untuk orangtua, disampaikan kepada anak-anak. Nasihat untuk para guru, dijadikan bahan kajian bersama para santri.

Bimbingan yang semestinya diarahkan kepada para suami, malahan disampaikan kepada para istri. Atau nasihat teruntuk para istri dibahas di hadapan para suami.

Akibatnya, mudarat yang muncul lebih dominan dari maslahatnya. Bukan merekatkan hubungan, malah semakin retak. Timbul saling menuntut, bukan memerhatikan hak. Hilang kepercayaan, pudar sikap menghormat.

Karena itu, bijaklah dalam memilih bahan bicara. Pertimbangkan apa akibat. Tentunya diiringi tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah.

https://t.me/Fawaid_Arsip
Please open Telegram to view this post
VIEW IN TELEGRAM
ILMU DAN RENUNGAN
Kamus:

1. Mayapada : dunia
2. Arunika : sinar matahari di waktu pagi
3. Sandikala : nuansa sore hari
4. Bumantara : angkasa
5. Lindap : lenyap. Karam
6. Jenggala : hutan
7. Renjana : gairah
8. Akara : wujud. Diri
9. Menghadap Rabb : shalat
10. Taman surga : majelis ilmu
11. Gawai : smartphone
12. Atma : jiwa
Kelemahan sesungguhnya ialah ketika hati tidak lagi tergerak untuk bermunajat kepada-Nya, lisan tidak lagi bisa merapal doa-doa, dan tangan terasa berat untuk menengadah ke langit meminta permohonan kepada-Nya.

Bukan karena tidak ada waktu sempat. Bukan karena tidak hapal doa yang jadi alasan.

Namun.....

Hati ini terlanjur sakit, sudah terlalu jauh dari Allah, hingga begitu susah untuk sekadar memohon sesuatu kepada-Nya.

Padahal...

Manfaat dari doa, kebaikannya dan maslahatnya itu kembali kepada orang yang berdoa. Tapi, itulah, tidak semudah itu untuk merapal doa bila tidak mendapat taufiq dari-Nya.

Yang demikian merupakan kerugian dan kelemahan.

Nabi ﷺ bersabda,

وأعجَز النَّاسِ مَن عجَز عَنِ الدُّعاءِ

"Manusia paling lemah ialah yang lemah dari berdoa". [Shahihul Jami' 1519]

Ya Allah, ya Rabb. Sungguh kami telah berbuat zhalim terhadap diri kami sendiri. Mahasuci Engkau. Tiada tuhan yang Haq melainkan Engkau.

Renungan di Suatu Malam. Shafar 1446
Renungan

Dengan harta mungkin seorang bisa membeli apa saja yang ia inginkan.

Tapi, ia tidaklah mampu membeli ketenangan dan ketentraman.

Dengan harta bisa saja seorang merekrut orang-orang sesuai standarnya.

Tapi, ia tidaklah mampu merekrut kesetiaan.

Pemilik harta sah sah saja mengklaim dirinya berhasil.

Tapi, belum tentu ia selamat. Paling tidaknya, ia tidak selamat dari kekhawatiran dan kecemasan. Puncaknya, ketika ia melihat hartanya tidak mampu menyelematkannya dari siksa Allah.

Jadi, jangan pernah berharap dengan harta segalanya akan beres. Tidak !

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا۝

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan kebajikan yang kekal adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan". Qs. Al-Kahfi: 46

Rabiul Awwal 1446

https://t.me/Fawaid_Arsip
Dunia Tempatnya Ujian dan Cobaan

Siapa saja mencari tahu melalui nash-nash dalil ataupun akal tentang hakikat kehidupan dunia tentulah ia akan menemukan jawaban yang sama dari keduanya, bahwasannya dunia itu tempatnya ujian dan cobaan.

Demikian keterangan dari Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah dalam salah satu kitabnya; Ats-Tsabat Indal Mamat, bab kedua.

Dunia memanglah tempatnya ujian dan cobaan. Tidak semata tentang duka dan derita, bahkan suka dan senang itu juga bagian dari ujian dan cobaan.

Allah ta'ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan". Qs. Al-Anbiya: 35.

Kelapangan yang didapat oleh seorang di dunia, sebenarnya itu bagian dari ujian selayaknya kesempitan yang dideritanya. Mampukah seorang menyikapinya dengan tepat dan bijak.

Derita, luka, musibah, sakit, duka, sedih, kesempitan, kesulitan, kehilangan dan semua hal yang dianggap buruk adalah cobaan untuk menguji hamba apakah ia bisa bersabar menghadapinya.

Kelezatan, kelapangan, kesenangan, suka, sehat, dan segala hal yang dianggap kebaikan adalah cobaan untuk menguji hamba apakah ia menyikapinya dengan syukur.

Meski demikian, dalam ayat di atas Allah telah mengingatkan akan adanya kematian bagi setiap yang memiliki ruh dan bahwa mereka akan kembali kepada Allah.

Menunjukkan kalau manusia hidup di dunia ada batasnya, pun apa yang mereka dapatkan dan miliki. Semua fana; akan sirna, atau ditinggalkan.

Karena itu, semestinya bagi seorang untuk jangan berkecil hati dan pesimis atas lamanya derita musibah yang menimpa. Itu akan berakhir. Tidak selamanya. Allah Mahapenyayang kepada para hamba-Nya, tiada akan membiarkan mereka terus tenggelam dalam kesusahan.

Pun ketika mendapatkan kesenangan, jangan terlalu 'euforia'¹ sehingga membuatnya sombong dan lupa diri. Oleh sebab setiap suka dan segala hirap² itu ada batas habisnya. Dan Allah itu tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

"Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri". Qs. Al-Hadid: 24

Petanahan, 13 Rabiul Awwal 1446

Catatan:
1. Euforia adalah berlebihan dalam mengepresikan kegembiraan.
2. Hirap adalah suka cita dan kesenangan.

https://t.me/Fawaid_Arsip
Abu Turab dan Az Zahra radhiyallahu'anhuma

Bila menyebut Sahabat Abu Turab, mungkin sedikit dari kita yang mengenalinya, padahal beliau begitu populer. Karena memang beliau lebih dikenal dengan julukan lain, meski kunyah Abu Turab adalah panggilan yang paling ia sukai.

Iya. Beliau adalah Amirul Mukminin Ali bin Thalib radhiyallahu'anhu. Sepupu sekaligus menantu Rasulullah ﷺ.

Tentang kunyah Abu Turab, sahabat Sahl bin Sa'ad As-Sa'idiy berkata, "Ali tidaklah memiliki nama panggilan yang lebih beliau sukai daripada kunyah Abu Turab. Sungguh, Ali sangat senang bila dipanggil dengan nama itu".

Ada alasan mengapa Ali sangat menyukai kunyah tersebut. Sebab, itu adalah kunyah yang diberikan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada beliau.

Imam Bukhari di dalam Shahihnya (no. 3703 dan 6380) menyebutkan riwayat awal kali Rasulullah ﷺ memanggil Ali dengan kunyah tersebut.

Saat itu, antara Ali dengan Fathimah bintu Rasulillah ﷺ Az-Zahra; istrinya terjadi pertengkaran hingga membuat Ali marah. Lalu Ali pun keluar dari rumah dan pergi ke masjid.

Pada waktu siang, Rasulullah ﷺ masuk ke rumah putrinya; Fathimah, namun beliau tidak mendapati Ali ada di rumah. "Dimanakah anak pamanmu?" Tanya Rasulullah ﷺ kepada Fathimah.

Fathimah menjawab, "Tadi terjadi sesuatu antara aku dengannya. Ia pun marah kepadaku lalu keluar dan tidak istirahat siang di sisiku".

Rasulullah ﷺ mengutus seseorang untuk mencari di mana keberadaan Ali bin Thalib. Tidak berselang lama utusan itu memberitahu kalau Ali sedang tidur di masjid.

Maka Rasulullah ﷺ pergi ke masjid untuk menemui Ali. Beliau mendapati selendang Ali terlepas dari bahunya sehingga tubuh bagian itu tertutupi debu.

Dengan lembut, Rasulullah ﷺ membersihkan debu itu seraya berkata, "Berdirilah wahai Abu Turab! Berdirilah wahai Abu Turab!"

Sungguh, kisah yang menakjubkan lagi mengandung banyak pelajaran. Terutama dalam hal yang berkaitan dengan berumah tangga.

Orang-orang pilihan saja dalam rumah tangga mereka terkadang juga terjadi hal-hal tidak diinginkan. Pertengkaran, perselisihan, kesalah pahaman, dan semisalnya itu merupakan perkara-perkara yang wajar terjadi dalam berumah tangga.

Karena itu mestinya bagi seorang untuk bersikap bijak menghadapinya. Tidak malah kemudian membuat permasalahan semakin besar, bahkan berpikir untuk menepikan bahtera dari samudera.

Kamu tahu laut tidak setenang sungai.
Bisa saja ada badai hebat menyerbu,
atau ombak besar datang tanpa prediksi.
Tetapi, jangan pernah berpikir melompat dari sampanmu.

Kamu ada di tengah lautan,
tiada daratan dapat dijadikan pijakan,
terlalu jauh bagimu berenang ke tepian.
Tetaplah kemudikan sampanmu agar tetap bertahan.

Ombak bisa mereda dan badai perlahan berlalu,
tetaplah dayung sampanmu melaju.
Usah berpikir menepi dan berlabuh,
Pulau kamu tuju tidaklah jauh.


Dalam kisah di atas terdapat teladan dari Rasulullah ﷺ sebagai mertua. Kepedulian beliu terhadap rumah tangga putrinya. Bijaksananya beliau dalam menengahi problem rumah tangga mereka. Rendah hatinya beliau, bahkan beliau yang pergi menemui Ali, bukan mengutus seorang untuk menyuruh Ali pulang. Mengajak komunikasi menantunya dengan lembut, dan tidak memaki, mengucapkan sumpah serapah, dan semisalnya.

Demikian pula teladan dari Ali bin Thalib radhiyallahu'anhu sebagai suami. Bijaksananya beliau dalam menyikapi pertengkaran dengan istrinya. Beliau tidak menekan istrinya, namun dengan sabar beliau pergi ke masjid untuk menenangkan diri.

Allahu A'lam.
14 Rabiuts Tsani 1446

https://t.me/Fawaid_Arsip
Hukuman Dosa; Dilupakan Allah dan Dibuat Lupa Terhadap Diri Sendiri

Misalkan ada dua orang sakit; satunya mengetahui dirinya sedang sakit dan memahami jenis sakitnya. Sedang yang satunya, tidak mengerti apa jenis sakitnya, bahkan mengacuhkan kalau dirinya sedang sakit.

Manakah yang lebih cepat sembuh, dan siapakah yang lebih dekat dengan kebinasaan ?

Tentunya orang yang mengetahui dirinya sedang sakit dan memahami jenis sakitnya ia lebih cepat sembuh. Sebab dengan itu ia bisa mencari obatnya yang sesuai, dan menghindari hal-hal yang akan semakin memperparah sakitnya.

Sedangkan orang yang acuh dirinya sedang sakit, dan tidak memahami jenis sakitnya, alih-alih mencari obat yang sesuai, bisa-bisa ia malah mengonsumsi sesuatu yang lebih memperparah sakitnya hingga ia jadi binasa karenanya.

Begitu orang yang berbuat dosa. Dia akan dihukum dengan dibuat lupa terhadap diri sendiri. Lupa dirinya sedang sakit, hingga ia tidak peduli dan tidak ada upaya mengobatinya hingga semakin buruk keadaannya; ia terus berbuat dosa dan tidak terbersit untuk bertaubat, hingga menemui kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya (Al-Jawabul Kafi, hal. 116-117) menerangkan,

Di antara hukuman perbuatan dosa ialah membuat hamba lupa terhadap diri sendiri. Bila ia telah lupa terhadap diri sendiri, tentu ia akan menelantarkannya, merusaknya, dan membinasakannya.

Ia benar-benar lupa terhadap diri sendiri dengan kelupaan yang parah. Allah berfirman,

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik". Qs. Al-Hasyr: 19.

Ketika mereka lupa terhadap Rabbnya, maka Dia akan lupa terhadap mereka, dan menghukumnya dengan dibuat lupa terhadap diri sendiri. Sebagaimana Allah berfirman,

نَسُوا اللّٰهَ فَنَسِيَهُمْ

"Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula)". Qs. At-Taubah: 67

Maka Allah menghukum orang yang melupakan-Nya dengan dua hukuman; pertama, Allah melupakannya. Kedua, Allah membuatnya lupa terhadap dirinya sendiri.

Adapun Allah melupakan hamba adalah dengan menelantarkannya, meninggalkannya, membiarkannya, dan mencapakkannya. Sehingga kebinasaan itu lebih dekat dengannya daripada antara tangan dan mulutnya.

Adapun hamba dibuat lupa terhadap diri sendiri adalah dengan ia melupakan predikat-predikat tinggi, dan sebab-sebab kebahagiaan dan keburuntungannya, sebab-sebab kebaikan dirinya, dan hal-hal yang membuat dirinya sempurna.

Ia dibuat lupa terhadap ini semua sehingga tidak terbersit dalam hatinya, tidak mengingatnya, dan tidak bersemangat dan berbagairah kepadanya. Maka tidak terbetik dalam dirinya untuk meraihnya dan mengejarnya.

Juga, ia dibuat lupa terhadap aib-aib dirinya, kekurangannya, dan penyakitnya sehingga tidak terbetik dalam hati untuk menghilangkannya.

Juga, ia dibuat lupa terhadap penyakit-penyakit hati dan jiwanya, sehingga tidak terbetik dalam hati untuk mengobatinya, tidak pula berupaya menghilangkan penyakit-penyakitnya itu yang bisa menghantarkannya kepada kebinasaan.

Ia telah tertimpa sakit yang parah; sakit kronis yang menghantarkannya kepada kebinasaan sedang ia tidak menyadari sakitnya, dan tidak terbersit untuk mengobatinya. Ini merupakan hukuman dosa yang paling besar.

22 Rabiuts Tsani 1446
https://t.me/Fawaid_Arsip
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Tampak mudah, tapi itu susah. Kalau bukan ahlinya, mungkin sampai puluhan kali irisan dicoba, tapi kertas tidak kunjung terbelah.

[ Sebuah Renungan Tentang Rahasia Doa yang Diijabah ]
ILMU DAN RENUNGAN
Tampak mudah, tapi itu susah. Kalau bukan ahlinya, mungkin sampai puluhan kali irisan dicoba, tapi kertas tidak kunjung terbelah. [ Sebuah Renungan Tentang Rahasia Doa yang Diijabah ]
Membelah kertas dengan pisau terlihat mudah, tapi tidak semua bisa melakukannya. Butuh keahlian dan ketrampilan.

Bisa saja seorang mencoba dengan pisau yang sama bahan dan tajamnya, tapi belum tentu ia bisa melakukannya.

Mengapa?

Karena tehnik membelah kertas rahasianya bukan hanya di ketajaman pisaunya, namun yang terpenting ialah keahlian penggunanya.

Jadi, bukan pisaunya yang salah, tapi ketramprilan si pencoba itu yang bermasalah.

Demikianlah ibarat doa yang dipanjatkan seorang. Rahasia diijabahnya doa seorang, tidak hanya pada lafazh doanya yang mustajab, namun keadaan diri orang yang berdoa itu juga berpengaruh.

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya (Al-Jawabul Kafi, hal. 17) menerangkan,

"Doa dan ta'awwudz itu ibarat senjata. Senjata itu tergantung penggunanya, bukan hanya pada ketajamannya.

Manakala senjata itu tajam, lengan pengguna kuat, dan tiada penghalang lain tentu senjata itu bisa memberi efek irisan pada sasarannya.

Apabila salah satu dari faktor ketiga ini tidak ada, maka senjata itu pun kurang memberi efek irisan.

Begitu juga doa. Apabila doa itu isinya saja sudah tidak baik, ketika berdoa tidak menggabungkan antara hati dan lisannya (lalai), atau ada penghalang ijabah, niscaya pengaruh (dari doa itu) tidak diperoleh".


Maka rahasia doa yang diijabah itu bukan terletak pada lafazh/rangkaian doa yang dirapalkan saja. Tapi ada faktor-faktor lain.

Kala doa kita belum diijabah, koreksi! Barangkali pada diri kita memang ada hal-hal yang menjadikan ijabah doa terhambat.

Mungkin saja lafazh doa sudah sesuai dengan doa-doa mustajab, semisal doa Nabi Yunus ketika di dalam perut ikan, atau doa-doa lain yang itu dikabarkan mustajab, baik dari lisan Nabi ﷺ maupun para salaf. Tapi hati lalai kala berdoa, tidak khusyuk, pesimis dikabulkan, dan semisalnya sehingga doa menjadi tidak diijabah.

Bukan doanya yang tidak bermanfaat, tapi diri kita yang bermasalah.

4 Jumadal Ula 1446
https://t.me/Fawaid_Arsip
Kematian itu Berat, Maka Siapkan Sesuatu untuk Menyambutnya

Kematian adalah kesusahan terbesar yang dialami seorang mukmin di kehidupan dunia. Itu merupakan kesusahan terakhir yang dialaminya, bila tempat kembalinya surga. Namun bila tidak, maka kesusahan setelahnya itu lebih berat lagi.

Saat-saat menghadapi kematian adalah keadaan paling butuhnya seorang terhadap pertolongan Allah. Sebab, tidak sedikit dari para hamba yang ditelantarkan oleh Allah di akhir-akhir hidupnya hingga bergeser dari iman. Membuatnya menutup kehidupan dengan su'ul khatimah.

Karenanya, yang wajib bagi kita adalah menyiapkan sesuatu dengan beramal shalih di sisa umur yang ada.

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata, "Yang wajib bagi hamba adalah menyiapkan sesuatu untuk menghadapi kematian sebelum tiba waktunya dengan beramal shalih dan bersegera melakukan itu. Sebab, ia tidak tahu kapan kesusahan (kematian) ini datang kepadanya, apakah di waktu malam, atau di waktu siang". (Nurul Iqtibas, hal. 72)

Orang yang mengerjakan amalan shalih saat kondisi senang dan lapang, berarti ia telah mengenali Allah. Barangsiapa yang mengenali Allah di saat senang, maka Allah akan mengenalinya di saat susah. Dan kematian itu termasuk kesusahan yang dihadapi, bahkan paling besarnya.

Maka, kalau kamu ingin diingat oleh Allah dan ditolong oleh-Nya saat menghadapi kematian, maka kenalilah Allah di saat kamu kondisi senang.

Di sisi lain, dengan banyak beramal shalih akan membuat hamba punya sesuatu yang diingat pada saat menjelang kematiannya sehingga menjadi ringan baginya kesusahan yang dihadapinya.

Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, "Mengingat amalan-amalan shalih menjelang kematian termasuk perkara yang akan mendorong seorang mukmin untuk berprasangka baik kepada Allah, meringankan baginya kesusahan menghadapi kematian, dan menguatkan harapannya". (Nurul Iqtibas, hal. 73)

Karenanya, para ulama menganjurkan supaya seorang itu punya simpanan amalan shalih agar bisa diingatnya kala menghadapi kematian, agar menjadi ringan beban kesusahannya.

Maka kiranya apakah yang akan diingat oleh orang yang menghadapi kematian sedang ia sendiri tidak punya amalan shalih ?

Saudara..

Selagi masih ada waktu, mumpung masih sempat, dimari bersegera beramal.

Bila kamu dapati dirimu sudah beramal maka bersyukurlah dan berdoalah memohon istiqamah.

Dan bila kamu temukan dirimu banyak berbuat dosa sebelumnya, maka segeralah bertaubat dan berbuat baik niscaya akan diampuni bagimu. Berkata sebagian salaf, "Siapa yang berbuat baik di sisa umurnya, maka akan diampuni baginya dosanya yang telah berlalu".

5 Jumadal Ula 1446
https://t.me/Fawaid_Arsip
ANAGATA (Masa Depan)

Allah ta'ala berfirman,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۝ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

"Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." Qs. An-Nahl: 96-97

____🖋

Masa depan yang sedang kamu rencanakan, adalah masa lalu setelah kematian. Sungguh niskala bila menata asa untuk masa lalu.

Akan lelah jiwamu bila mengejar yang akan fana. Seindah apakah ia, fatamorgana akan tetap menjadi fatamorgana; tidak berubah statusnya. Akan habis energimu bila dihabiskan untuk mengejarnya. Tiada setetes air di dalam fatamorgana.

Dunia itu fana, sedang akhirat itu kekal. Di sanalah manusia menjadi amerta berikut nikmat yang didapat nan sempurna.

Mulailah mementingkan anagatamu yang sesungguhnya, niscaya masa lalu mu itu ikut menjadi cerah.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy Rahimahullah berpesan,

"Dahulukanlah kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia, maka sungguh kamu akan beruntung memperoleh dua-duanya.

Jika kamu lebih mendahulukan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, maka kamu akan merugi dua-duanya sekaligus. Sebagai hukuman untukmu".
(Al-Fathur Rabbani)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah juga mengatakan,

"Kamu memang butuh kepada bagian duniamu, namun bagian akhirat lebih kamu membutuhkan. Bila kamu memulainya dengan bagian akhiratmu, maka bagian dunia akan mengikutinya juga. Maka aturlah serapi-rapinya". (Al-Washiyyah Ash-Shughra)

7 Jumadal Ula 1446
https://t.me/Fawaid_Arsip

Kamus:
1. Anagata = masa depan.
2. Niskala = tidak lazim; di luar nalar.
3. Amerta = abadi; tidak akan mati.
4. Asa = harapan.