Fikih Untuk Wanita
5.29K subscribers
20 photos
184 links
KHUSUS AKHAWAT (WANITA).
Penasihat: Al-Ustadz Usamah bin Faishal Mahri, Lc hafizhahullah
Pembimbing: Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Download Telegram
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 221

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Bolehkah i'tikaf di selain bulan Ramadhan?

Sebagian ulama berpendapat tidak sah, sebabnya menurut pendapat kami adalah hukum-hukum syariat berdasarkan perbuatan Nabi صلى الله عليه وسلم, dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah i'tikaf di luar bulan Ramadhan kecuali ketika qadha, begitu pula kami juga tidak mengetahui seorangpun dari para sahabat melaksanakan i'tikaf di luar Ramadhan kecuali ketika qadha.

Ketika Umar رضي الله عنه meminta fatwa kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa dia bernazar untuk i'tikaf semalam atau sehari semalam di Masjidil Haram, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

أوف بنذرك .

"Laksanakan nazarmu."
HR. Al-Bukhari (1927), dan Muslim (1656)

Akan tetapi hal itu tidak disyariatkan untuk umat beliau sebagai syariat umum, oleh karena itu beliau tidak pernah bersabda, "I'tikaflah kalian baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan karena sesungguhnya ia merupakan amalan sunnah."

Yang nampak dari pendapat Asy-Syaikh (Ibnu Utsaimin) رحمه الله adalah:

"Siapa yang i'tikaf di luar bulan Ramadhan maka tidak dilarang berdasarkan hadits di atas yang mengizinkan Umar رضي الله عنه untuk i'tikaf, seandainya menunaikan nazar i'tikaf itu makruh atau haram maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak akan mengizinkannya.
Akan tetapi kami tidak meminta manusia untuk i'tikaf di setiap waktu, tapi kami katakan: "Petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم adalah sebaik-baik petunjuk, seandainya beliau mengetahui bahwa i'tikaf diluar Ramadhan bahkan di sepuluh malam akhir bulan itu bagus dan berpahala maka pasti beliau telah menjelaskan kepada ummatnya."

Perlu diketahui bahwa beliau i'tikaf di sepuluh malam awal bulan Ramadhan, kemudian di sepuluh malam pertengahan bulan Ramadhan, lalu ketika dikatakan bahwa (Lailatul Qadar) itu di sepuluh malam akhir bulan Ramadhan maka beliau tidak lagi i'tikaf di tahun-tahun berikutnya kecuali hanya di sepuluh malam akhir bulan Ramadhan, oleh karena itu maka barang siapa yang i'tikaf di luar bulan Ramadhan itu bukanlah suatu kebid'ahan dan kami tidak melarangnya, bahkan hal itu berdasarkan adanya riwayat izin Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada Umar رضي الله عنه.

Apakah sah i'tikaf tanpa berpuasa?

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 10 Rabi'ul Awwal 1442 H / 27 Oktober 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ221
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 222

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

APAKAH SAH I'TIKAF TANPA BERPUASA?

Tentang permasalahan ini ada dua pendapat:

1. Tidak sah.

Sebab Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak melakukan i'tikaf, kecuali ketika puasa, kecuali i'tikaf qadha'.

2. Sah i'tikaf tanpa berpuasa.

Berdasarkan hadits 'Umar Ibnul Khaththab, dan juga karena keduanya (i'tikaf dan puasa) adalah dua ibadah yang terpisah, maka tidak disyaratkan harus dikerjakannya satu ibadah untuk sahnya ibadah yang lain. Dan inilah pendapat yang rajih.

Akan tetapi wajib mengerjakan keduanya jika bernadzar mengerjakannya bersama-sama (yakni bernadzar puasa dan juga i'tikaf).

HARUS I'TIKAF DI MASJID YANG DITEGAKKAN SHALAT BERJAMAAH DI DALAMNYA

Karena jika i'tikaf di masjid yang tidak dikerjakan shalat berjamaah, maka orang yang i'tikaf kemungkinan akan ketinggalan shalat berjamaah, atau akan sering keluar dari masjid tempat dia i'tikaf, maka hal ini akan menafikan (menghilangkan) nilai i'tikaf, kecuali jika melakukan i'tikaf di antara dua shalat saja, maka tidak ada syarat seperti ini.

ADAPUN BAGI WANITA DAN ORANG YANG TIDAK WAJIB SHALAT BERJAMAAH

Bagi mereka tidak disyaratkan untuk i'tikaf di masjid yang ditegakkan shalat berjamaah di dalam nya.
Adapun bagi wanita boleh i'tikaf tapi dengan syarat, bahwa i'tikafnya tidak menimbulkan fitnah.

TIDAK SAH I'TIKAF WANITA DI MUSHALLA DALAM RUMAHNYA

Karena ia bukan masjid.

ORANG YANG BERNADZAR I'TIKAF DI SALAH SATU MASJID DI DAERAH ATAU KOTA MANAPUN

Tidak ada kewajiban baginya untuk melaksanakan i'tikaf di masjid-masjid tersebut, begitu pula (yang bernadzar) shalat di masjid-masjid tersebut, kecuali yang boleh hanya di tiga masjid (yakni, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha, keterangan. Pen.).

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 24 Rabi'ul Awwal 1442 H / 10 November 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ222
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 223

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

ORANG YANG BERNAZAR UNTUK I'TIKAF DI SALAH SATU MASJID DI DAERAH ATAU KOTA MANAPUN

Tidak ada kewajiban untuk untuk melakukan i'tikaf di masjid tersebut, begitu pula orang yang bernadzar shalat di masjid-masjid manapun, kecuali yang boleh hanyalah di tiga masjid (yakni Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Pen.).
Kecuali jika di masjid-masjid yang dia tunjuk tersebut ada di dalamnya kelebihan secara syar'i dibandingkan dengan masjid selainnya, karena nadzar wajib dipenuhi.
Dan tidak boleh mengganti masjid yang kedudukannya di bawahnya, contoh: seseorang bernadzar i'tikaf di Masjid Jami', maka tidak boleh dia ganti i'tikaf di masjid lain selain Masjid Jami' (yakni di masjid-masjid kecil) , Dan jika bernadzar i'tikaf di Masjidil Haram, maka tidak boleh dia menggantinya dengan i'tikaf di Masjid Nabawi, sebab Masjidil Haram lebih afdhal, dan barangsiapa bernadzar i'tikaf di Masjid Nabawi, maka boleh dia mengganti i'tikaf di Masjidil Haram, tapi tidak boleh dia menggantinya di Masjidil Aqsha, begitulah seterusnya.

KAPAN ORANG MULAI MASUK I'TIKAF DAN KAPAN KELUAR (SELESAI)

Orang yang akan melakukan i'tikaf mulai masuk masjid di MALAM pertama, dan selesai i'tikaf yakni keluar dari masjid SETELAH TENGGELAMNYA MATAHARI di hari akhir batas i'tikaf.
contoh:
I'tikaf di sepuluh akhir bulan Ramadhan, maka dia masuk masjid memulai i'tikafnya setelah matahari tenggelam (di waktu Maghrib) pada malam keduapuluh, dan selesai i'tikaf, keluar dari masjid ketika matahari tenggelam (waktu Maghrib) di hari yang terakhir.

TIDAK WAJIB I'TIKAF BERURUTAN KECUALI APABILA BERNADZAR SECARA BERURUTAN

Contoh: Saya bernadzar untuk i'tikaf selama sepekan, maka dia wajib i'tikaf berurutan (bersambung terus menerus) selama sepekan.
Adapun orang yang berkata, "Saya nadzar i'tikaf sepuluh hari", maka dia tidak harus melakukan i'tikaf terus menerus selama sepuluh hari.

KAPAN ORANG YANG I'TIKAF BOLEH KELUAR DARI MASJID?

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 2 Rabi'uts Tsani 1442 H / 17 November 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ223
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 224

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

KAPAN ORANG YANG I'TIKAF BOLEH KELUAR DARI MASJID?

Apabila ada hajat kebutuhan yang sangat mendesak dan harus dipenuhi, seperti makan, minum dan buang hajat.

Adapun hal-hal yang tidak boleh keluar karenanya, seperti mengunjungi orang sakit, takziah karena ada yang meninggal dunia, maka tidak boleh keluar dari tempat i'tikaf, kecuali jika di awal telah dia syaratkan, hal ini dihukumi sama (diqiyaskan) dengan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

حجي واشترطي

"Berhajilah dan bersyaratlah..." HR. Al-Bukhari (4801) dan Muslim (1207).

Adapun jika orang yang sakit itu memiliki hak atas dirinya, atau sudah mendekati ajalnya, atau jika dia tidak mengunjunginya bisa dianggap memutus tali silaturrahim, maka boleh dia keluar untuk mengunjunginya.

BATAL I'TIKAF DENGAN MELAKUKAN JIMAK DI FARJI ISTRI

Hal ini berdasarkan firman Allah taala:

وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ

"Jangan kamu campuri mereka (istri-istrimu) ketika kamu beriktikaf dalam masjid." QS. Al-Baqarah:187

Adapun jika menggauli istri di selain farji maka hal ini tidak merusak/membatalkan i'tikaf, kecuali jika sampai keluar mani.

JIKA ORANG YANG AKAN I'TIKAF MENSYARATKAN UNTUK MENJIMAKI ISTRINYA, MAKA TIDAK SAH

Karena dia telah menghalalkan apa yang Allah haramkan, dan semua syarat yang menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, maka ia batil

DISUNNAHKAN BAGI ORANG YANG I'TIKAF:

1. Menyibukkan diri dengan melakukan taqarrub (ibadah), tidak menyibukkan diri dengan ilmu. Kecuali bagi orang yang akan tertinggal ilmu jika tidak dipelajari di waktu itu, maka dalam keadaan seperti ini dia disibukkan dengan ilmu lebih utama daripada i'tikaf.

2. Menjauhi segala yang tidak bermanfaat baik perkataan maupun perbuatan. Berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيني.

"Termasuk dari bagusnya Islam seseorang, adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya." HR. At-Tirmidzi (2317), Ibnu Majah (3976), dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' (5911).

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 16 Rabi'uts Tsani 1442 H / 1 Desember 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ224
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 225

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

APAKAH BOLEH MENGUNJUNGI ORANG YANG SEDANG I'TIKAF DI BULAN RAMADHAN
Yang dilakukan oleh salah seorang kerabatnya, untuk berbincang-bincang sebentar?

Ya boleh. Berdasarkan riwayat Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Shafiyyah bintu Huyay mengunjungi Nabi صلى الله عليه وسلم yang sedang i'tikaf, kemudian berbincang-bincang sebentar dengan beliau. Karena hal ini akan menumbuhkan rasa kasih sayang, yang itu merupakan tujuan syariat.

BERIKUT INI ADALAH BEBERAPA PERMASALAHAN YANG TIDAK ADA DALAM KITAB ASY-SYARHUL MUMTI' PADAHAL SANGAT DIBUTUHKAN UMAT

Keterangan penerjemah:

"Kitab Asy-Syarhul Mumti' adalah nama kitab fiqih yang masyhur yang ditulis oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله."
(Selesai keterangan, pent.).

BOLEHKAH TIDAK PUASA RAMADHAN KARENA SIBUK BELAJAR UNTUK UJIAN?

Tidak boleh! Sebab dia bisa berusaha untuk belajar di waktu malam, maka barangsiapa yang tidak puasa karena ini, dia wajib bertaubat disamping wajib mengqadha' puasanya. (Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 1/492).

KETIKA MATAHARI TELAH TENGGELAM DAN TERDENGAR ADZAN MAGHRIB DI BANDARA, MAKA SESEORANG BUKA PUASA, TAPI SETELAH PESAWAT TERBANG DIA MELIHAT MATAHARI MASIH TERBIT, APAKAH DIA HARUS MENAHAN DIRI UNTUK TIDAK MAKAN MAKAN DAN MINUM?

Jawaban kami (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله) dalam permasalahan ini, bahwa dia tidak wajib untuk menahan diri dari makan dan minum, sebab dia telah mendapati waktu berbuka puasa dalam keadaan dia berada di daerah yang di situ matahari telah tenggelam, dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إذا أقبل الليل من ههنا، وأدبر النهار من ههنا وغربت الشمس فقد أفطر الصائم.
رواه البخاري.

"Apabila malam telah datang dari arah sini, dan siang telah pergi dari arah sana, dan matahari telah tenggelam, maka telah (tiba waktu) berbuka bagi orang yang berpuasa." HR. Al-Bukhari.

Dan telah berakhir hari itu, jika telah berakhir harinya maka dia tidak lagi wajib menahan diri untuk tidak makan dan minum kecuali di hari berikutnya, oleh karena itu dia tidak wajib menahan diri dalam keadaan seperti ini, karena waktu berbuka telah ditetapkan oleh dalil syar'i, maka dia tidak wajib menahan diri dari makan dan minum kecuali berdasarkan dalil syar'i. (Fatawa Arkanul Islam, oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman: 493).

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 23 Rabi'uts Tsani 1442 H / 8 Desember 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ225
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 226

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

BAGAIMANA HUKUM ORANG YANG HILANG KESADARANNYA SAMPAI PADA RUSAK AKALNYA?

Tidak wajib baginya untuk berpuasa tidak pula bagi keluarganya untuk mengganti puasanya, karena gugurnya taklif (beban syariat). Tapi jika kadangkala dia sadar dan kadangkala dia hilang ingatan, maka dia wajib berpuasa ketika sadar, dan tidak wajib berpuasa ketika hilang ingatannya. (Majalis Syahri Ramadhan, oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 28).

BOLEHKAH WANITA MENGGUNAKAN OBAT PENAHAN HAID DI BULAN RAMADHAN?

Menurut pendapat saya, seorang wanita tidak boleh menggunakan obat penahan haid, baik di bulan Ramadhan maupun diluar Ramadhan, karena saya berkeyakinan menurut pendapat para dokter, bahwa obat tersebut sangat bermudharat bagi wanita, dan semua yang mengandung mudharat itu dilarang oleh agama. Berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

لا ضرر ولا ضرار.

"Tidak boleh memudharatkan dan tidak boleh dimudharatkan." (Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 1/496).

MENGGUNAKAN ALAT SPRAY KETIKA SESAK NAFAS BAGI ORANG YANG BERPUASA APAKAH MEMBATALKAN PUASANYA?

Tidak membatalkan puasa! Karena dia hanya menghirup (oksigen) dan tidak masuk ke dalam perut. (Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 1/500).

APAKAH MEMBATALKAN PUASA JIKA MENGGUNAKAN OBAT KUMUR?

Tidak membatalkan puasa jika tidak tertelan, akan tetapi hendaklah jangan menggunakannya ketika sedang berpuasa, kecuali jika sangat dibutuhkan. (Fatawa Ash-Shiyam, oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 93).

BOLEHKAH MEMAKAI PARFUM DI SIANG HARI RAMADHAN?

Boleh memakai parfum di siang hari Ramadhan, dan boleh pula mencium baunya, kecuali pembakaran dupa maka tidak boleh menghirupnya, sebab ada sesuatu yang masuk kedalam perut, yakni asapnya. (Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 1/503).

APAKAH JARUM SUNTIK/INJEKSI OBAT DI SIANG HARI RAMADHAN MEMBATALKAN PUASA?

Jarum suntik ada dua macam:

1. Bertujuan untuk memberi nutrisi makanan, sehingga dengannya tidak lagi membutuhkan asupan makanan dan minuman, maka artinya ini adalah jarum bermakna makan dan minum, dan ini membatalkan puasa.

2. Jarum suntik (berisi obat) tidak berisi makanan, maka ini tidak membatalkan puasa, sebab ini bukan makan dan minum.

APA HUKUM BERCELAK MATA DAN OBAT TETES BAGI ORANG YANG BERPUASA?

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 7 Jumadil Awwal 1442 H / 22 Desember 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ226
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 227

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


APA HUKUM BERCELAK DAN MEMAKAI OBAT TETES BAGI ORANG YANG BERPUASA?

Tidak mengapa orang yang berpuasa memakai celak mata dan memakai obat tetes mata, begitu pula memakai obat tetes di telinganya, meskipun sampai rasanya di tenggorokan, ini tidak membatalkan puasanya, karena dia tidak sedang makan atau minum, dan hak itu bukan termasuk makan dan minum, dalilnya adalah makna secara umum bahwa yang membatalkan puasa adalah makan dan minum, sedangkan bercelak dan memakai obat tetes bukanlah makan atau minum. Yang kami sebutkan ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, dan inilah yang benar. Akan tetapi memakai obat tetes di hidung sehingga masuk ke perutnya, maka ini membatalkan puasa jika dia melakukannya dengan sengaja, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

بالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائما.

"Yang kuat ketika istinsyaq (menghirup air ke hidung ketika berwudhu), kecuali ketika kamu sedang berpuasa."
(Fatawa Arkanul Islam, oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 468).

APAKAH PAHALA BERPUASA DI TANAH HARAM DILIPATGANDAKAN SEBAGAIMANA SHALAT?

Shalat di Makkah lebih utama daripada shalat di selainnya, kami katakan bahwa shalat di Masjidil Haram dilipatgandakan pahalanya sampai seratus ribu daripada shalat di masjid selainnya, dan para ulama berpendapat bahwa puasa juga dilipatgandakan pahalanya di Makkah, karena kemuliaan tempatnya.
(Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 1/558).

CUCI GINJAL YANG MENGAKIBATKAN KELUAR DARAH APAKAH MEMBATALKAN PUASA?

Tidak membatalkan puasa. (Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, dinukil dari Tujuh Jam dalam Berpuasa oleh Asy-Syaikh Al-Munjid).

BOLEHKAH ORANG YANG I'TIKAF KELUAR UNTUK MENELPON KELUARGANYA?

Tidak boleh. (Dari kaset rekaman Sepuluh Malam Terakhir oleh Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin).

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 14 Jumadil Awwal 1442 H / 29 Desember 2020 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ227
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 228

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

APAKAH ORANG YANG BERPUASA MENJAWAB AZAN ATAUKAH MENERUSKAN BERBUKA PUASA?

Hendaklah engkau menjawab azan (setelah ta'jil. Pen.), bahkan ini lebih penting bagimu (daripada meneruskan makan dan minum. Pen.), dan karena kamu ketika itu sedang menikmati karunia dari Allah (berupa makanan dan minuman sebagai buka puasa).

APA HUKUM SESEORANG YANG TIDAK DIIZINKAN OLEH ORANG TUANYA UNTUK I'TIKAF DENGAN ALASAN YANG TIDAK MEMUASKAN?

I'tikaf itu sunnah, dan taat kepada kedua orang tua itu wajib hukumnya, sunnah tidak bisa menggugurkan yang wajib, dan pada dasarnya bahwa sunnah tidak mengalahkan yang wajib, karena yang wajib harus didahulukan daripada yang sunnah, sebagaimana firman Allah ta'ala dalam hadits Qudsi:

ما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افترضته عليه.

"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku fardhu-kan kepadanya." HR. Al-Bukhari (6502).

Apabila bapakmu melarang kamu i'tikaf dan menyebutkan alasan yang menuntut kamu untuk tidak i'tikaf karena dia membutuhkanmu, maka dalam masalah ini keputusan ada padanya dan bukan ada padamu, karena kadang-kadang pertimbanganmu tidak adil dan tidak obyektif, sebab kamu amat sangat ingin untuk melakukan i'tikaf sehingga kamu mengira bahwa alasan orang tuamu itu bukan alasan yang benar, sementara bapakmu melihat itu alasan yang benar, maka aku (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin) menasihatkan kepadamu hendaklah kamu jangan i'tikaf.
Tapi kalau misalnya bapakmu mengatakan, "Jangan i'tikaf !" tanpa menyebutkan alasan, maka kamu tidak wajib taat kepadanya dalam keadaan ini, sebab kamu tidak wajib menaatinya dalam perkara yang tidak merugikannya dan bahkan kamu akan kehilangan manfaat untuk dirimu sendiri.
(Ahkamush Shiyam, oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 31)

Walhamdulillah sampai di sini kita telah selesai mengkaji Bab Puasa. Yang berikutnya kita akan memasuki Bab Haji, insya Allah.

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 21 Jumadil Awwal 1442 H / 5 Januari 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ228
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 229

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


KITABUL HAJI

HUKUM HAJI, DEFINISINYA, DAN SYARATNYA

HUKUM HAJI

Haji hukumnya wajib, fardhu menurut Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma/ kesepakatan kaum muslimin.

DEFINISI HAJI

a) Menurut bahasa:
Al-Haju adalah Al-Qashdu (القصد), artinya menuju.

b) Menurut istilah syar'i:
Beribadah kepada Allah azza wajalla, dengan melakukan manasik sesuai yang diajarkan dalam sunnah rasul.

DEFINISI UMRAH

a) Menurut bahasa:
Al-Umrah yaitu Az-Ziyarah (الزيارة), artinya berkunjung.

b) Menurut istilah syar'i:
Beribadah kepada Allah dengan melakukan:
1. Thawaf di Ka'bah
2. Sa'i di Safa dan Marwah dan
3. Mencukur atau memotong rambut.

APAKAH UMRAH ITU WAJIB ATAU SUNNAH?

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ta'ala berkata, "Yang nampak, bahwa umrah itu wajib, karena hadits yang paling shahih diperselisihkan hukumnya dalam permasalahan ini, yakni hadits Aisyah رضي الله عنها ketika bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم,

هل على النساء جهاد ؟

"Apakah kaum wanita wajib berjihad?"

Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab,

نعم، عليهن جهاد لا قتل فيه : الحج والعمرة.

"Ya, wajib bagi para wanita berjihad tanpa bunuh membunuh, yaitu haji dan umrah."

APAKAH UMRAH ITU WAJIB BAGI PENDUDUK MAKKAH?

Ada khilaf/perselisihan pendapat dalam permasalahan ini, Al-Imam Ahmad menyatakan bahwa umrah tidak wajib bagi penduduk Makkah, ini juga pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah rahimahullah), bahkan beliau berpendapat bahwa penduduk Makkah tidak disyariatkan untuk melakukan umrah secara mutlak.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Akan tetapi dalam hatiku ada sesuatu dari pendapat tersebut, karena hukum asalnya bahwa dalil-dalil dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah secara umum ditujukan kepada semua manusia (kaum muslimin), kecuali jika ada dalil yang mengeluarkan sebagian orang dari kewajiban hukum tersebut."

SYARAT-SYARAT HAJI DAN UMRAH

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 6 Jumadil Akhir 1442 H / 19 Januari 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ229
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 230

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

SYARAT-SYARAT HAJI DAN UMRAH

1. Islam.
Lawannya kafir.

2. Merdeka.
Lawannya budak. Maka tidak wajib bagi seorang budak, karena dia tidak memiliki harta.

3. Mukallaf, yakni sudah baligh dan berakal.
Anak kecil tidak wajib haji, akan tetapi seandainya dia haji maka sah hajinya, tapi tidak dianggap telah gugur kewajibannya untuk haji dalam Islam, dalilnya:

أنَّ امْرَأَةً رَفَعَتْ صَبِيًّا، فَقالَتْ: يا رَسولَ اللهِ، أَلِهذا حَجٌّ؟ قالَ: نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.
صحيح مسلم ١٣٣٦ •

"Ada seorang wanita mengangkat bayinya, lalu berkata, 'Ya Rasulullah, apakah (bayi) ini boleh berhaji?' Beliau menjawab, "Ya, dan pahalanya untukmu." HR. Muslim (1336).

Dan orang gila tidak wajib haji, karena dia bukan mukallaf (tidak dibebani syariat).

4. Mampu, baik dengan harta maupun badannya.

~ Mampu terbagi menjadi empat bagian:

A. Kaya dan kuat badannya, maka dia wajib melaksanakan haji sendiri (yakni tidak boleh diwakilkan).

B. Mampu badannya, tapi tidak mampu pada hartanya, maka dia wajib haji. Jika dia penduduk Mekah, maka tidak ada keberatan baginya untuk melaksanakan haji, dan jika dia jauh dari Mekah, dia berkata, 'Aku mampu melayani orang-orang (dalam perjalanan haji) dan makan bersama mereka (sebagai upahnya), maka dia termasuk orang yang mampu sehingga wajib melaksanakan haji.

C. Mampu pada hartanya tapi tidak mampu pada badannya, maka dia wajib haji dengan cara mewakilkan.
~ Dalilnya: Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
يا رسولَ اللهِ إنَّ فريضةَ اللهِ في الحجِّ أدركتْ أباها شيخًا كبيرًا لا يستطيعُ أنْ يثبُتَ على الرَّحْلِ أفأحُجُّ عنه قال: نعمْ

أخرجه البخاري (١٥١٣)، ومسلم (١٣٣٤)

"Ya Rasulallah, sesungguhnya bapakku berkewajiban melaksanakan haji, tapi dia sudah tua dan tidak mampu menaiki kendaraan, apakah saya boleh menghajikannya?' Beliau menjawab, "Ya boleh." HR. al-Bukhari (1513), dan Muslim (1334).

D. Tidak mampu pada harta dan badannya. Maka dia tidak wajib haji.

Bersambung insya Allah

•••━══ ❁✿❁ ══━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 11 Rajab 1442 H / 23 Februari 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ230
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 231

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Dengan keterangan di atas, maka jelaslah bahwa syarat-syarat yang telah kami sebutkan di atas terbagi menjadi tiga bagian:
1. Dua syarat untuk kewajiban, sah, dan mencukupi hajinya, yaitu Islam dan berakal.
2. Dua syarat untuk kewajiban dan mencukupi hajinya, yaitu baligh dan merdeka.
3. Satu syarat untuk kewajiban haji, yaitu mampu.
Seandainya seseorang melaksanakan haji tanpa kemampuan, maka hajinya telah mencukupi dan sah.

5. Disyaratkan untuk wajibnya haji bagi wanita, harus disertai mahram yang mendampingi dia dalam safarnya.

Adanya mahram bagi wanita ketika haji dan umrah merupakan syarat wajib baginya.
Apabila seorang wanita meninggal dunia padahal dia memiliki banyak harta, akan tetapi dia tidak memiliki mahram yang mendampingi safarnya, maka tidak wajib mengeluarkan harta warisnya untuk dihajikan/diwakilkan hajinya oleh orang lain, dan tidak ada dosa bagi wanita tersebut, karena ketidakmampuan syar'i (yakni ada udzur yang syar'i), bukan sekedar ketidakmampuan secara hissi, maka wanita seperti ini sama seperti orang yang tidak memiliki harta untuk melakukan haji (yakni dia tidak wajib melakukan haji).

PENJELASAN TENTANG MAHRAM

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 25 Rajab 1442 H / 9 Maret 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ231
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 232

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

PENJELASAN TENTANG MAHRAM

▪️Mahram seorang wanita itu bisa:
✔️ Suaminya, atau
✔️ orang yang haram dinikahi untuk selamanya dengan sebab yang mubah, seperti karena sebab 'radha' (susuan), atau sebab 'mushaharah' (hubungan mahram bukan karena nasab, seperti bapak mertua, anak bawaan dari suami menantu. Pen.)

SYARAT-SYARAT MAHRAM

1. ISLAM

Maka orang kafir bukan mahram. Akan tetapi pendapat yang benar adalah sebaliknya, bahwa seorang laki-laki menjadi mahram bagi wanita yang seagama dengannya.
Maka bapak yang kafir menjadi mahram anak wanitanya yang kafir, dan tidak terlarang dia safar bersama anak wanitanya.
Akan tetapi jika bapaknya kafir bisa menjadi mahram bagi anak wanitanya yang muslimah tapi dengan syarat bapaknya dapat menjaga 'amanah', jika tidak maka tidak bisa menjadi mahram.

2. Mahram telah mencapai usia baligh.

3. Berakal.

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 9 Sya'ban 1442 H / 23 Maret 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ232
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 233

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

DALIL WAJIB DISERTAI MAHRAM BAGI WANITA KETIKA HAJI DAN UMRAH

Adalah hadits Nabi صلى الله عليه وسلم:

عن عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "لا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بامْرَأَةٍ إلّا وَمعها ذُو مَحْرَمٍ، وَلا تُسافِرِ المَرْأَةُ إلّا مع ذِي مَحْرَمٍ، فَقامَ رَجُلٌ، فَقالَ: يا رَسولَ اللهِ، إنَّ امْرَأَتي خَرَجَتْ حاجَّةً، وإنِّي اكْتُتِبْتُ في غَزْوَةِ كَذا وَكَذا، قالَ: انْطَلِقْ فَحُجَّ مع امْرَأَتِكَ.

صحيح مسلم ١٣٤١

Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali si wanita disertai mahram, dan tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya."

Maka berdirilah seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya istriku akan pergi haji sedangkan aku telah terdaftar sebagai pasukan perang ini dan itu"

Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Pergilah haji bersama istrimu." (HR. Muslim no.1341)

PENJELASAN TENTANG WAJIBNYA HAJI

Barangsiapa yang telah sempurna syarat-syarat haji kemudian dia mati, maka harus dikeluarkan jumlah biaya haji dan umrah yang diambil dari peninggalan hartanya sebelum dibagi waris dan wasiatnya (jika dia pernah berwasiat), sebab kewajiban haji dan umrah ini merupakan hutang (bagi yang mampu berhaji tapi belum berhaji sehingga datang kematiannya. Pen.).

Hal ini berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

دين الله أحق الوفاء فيؤخذ من تركته ما يضي الحج والعمرة سواء أوصى أم لم يوص."

"Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan, maka hendaklah diambil dari harta peninggalannya untuk biaya haji dan umrah, baik dia berwasiat (untuk itu) ataupun tidak berwasiat."

HAJI DAN UMRAH WAJIB DILAKSANAKAN SEKALI SEUMUR HIDUP

Dalilnya:
Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 16 Sya'ban 1442 H / 30 Maret 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ233
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 234

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

HAJI DAN UMRAH WAJIB DILAKSANAKAN SEKALI SEUMUR HIDUP

Dalilnya:

1. Allah ta'ala menyebutkan secara mutlak dalam firman-Nya:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ

"Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana." QS. Ali-Imran: 97

2. Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika beliau ditanya tentang haji, apakah setiap tahun? Maka beliau bersabda,

الحجُّ مرةٌ، فمن زاد فهو تطوُّعٌ

"(Wajib) Haji itu satu kali, dan barangsiapa yang (melaksanakan) lebih, maka hukumnya Sunnah.
HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa'i.

Kecuali karena ada sebab seperti nazhar, barang siapa bernazhar melaksanakan haji, maka wajib melaksanakannya, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

مَنْ نذر أنْ يُطِيعَ اللهَ، فلْيُطِعْه.

"Barang siapa bernazhar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, maka hendaklah menaati-Nya (melaksanakannya)."
HR. Al-Bukhari.

WAJIB MENYEGERAKAN PELAKSANAAN HAJI

Dalilnya:

1. Allah ta'ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ

"Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana." QS. Ali-Imran: 97

2. Hadits Abu Hurairah dalam riwayat Muslim:

يا أيُّها النّاسُ إنَّ اللهَ كتبَ عليكمُ الحجَّ فحجوا.

"Wahai manusia!Sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah kalian!"

Hukum asal suatu perintah adalah disegerakan.

3. Karena manusia tidak mengetahui kapan dia mati

4. Karena Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah ta'ala berfirman,

فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ

"Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan." QS. Al-Baqarah: 148

KEWAJIBAN HAJI DITURUNKAN PADA TAHUN KE- 9 HIJRIYAH

Bersambung insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 25 Dzulqa'dah 1442 H / 6 Juli 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ234
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 235

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

KEWAJIBAN HAJI DITURUNKAN PADA TAHUN KE- 9 HIJRIYAH

Jika dikatakan, mengapa Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak langsung melaksanakan haji di tahun ke-9?

Kami katakan, bahwa hal itu karena ada beberapa sebab:

1. Bahwa di tahun 9 Hijriyah itu banyak utusan dari berbagai suku Arab untuk mempelajari agama Islam, dan ini perkara sangat penting.
2. Bahwa di tahun ke-9 Hijriyah telah ditetapkan yang akan melaksanakan haji adalah orang-orang musyrik (sebagaimana keputusan pada waktu perjanjian Hudaibiyah), maka Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk menunda haji agar haji tahun berikutnya hanya khusus bagi kaum mukminin saja.

APABILA SEORANG BUDAK MELAKSANAKAN HAJI, MAKA SAH HAJINYA

Akan tetapi apakah dianggap telah menunaikan kewajiban hajinya ataukah belum teranggap?

Ada dua pendapat dalam permasalahan ini:

1. Pendapat jumhur ulama, tidak mencukupi karena budak dihukumi sama seperti anak kecil (yakni tidak wajib haji. Pen.), seandainya seorang anak melaksanakan haji sebelum dia baligh, maka hajinya tidak dianggap sebagai fardhu haji, begitu juga seorang budak.

2. Sah hajinya seorang budak jika dengan izin majikannya.
Tidak ada kewajiban haji bagi budak sebab dia tidak memiliki harta, juga karena dia adalah hak milik majikan, maka jika majikannya memberi uang dan mengizinkannya untuk melaksanakan haji, dan keadaan budak tersebut sebagai mukallaf, sudah baligh, dan berakal, maka hajinya telah mencukupi sebagai fardhu baginya.

Asy-Syaikh (Ibnu 'Utsaimin rahimahullah) berkata, menurutku dalam permasalahan ini, aku tidak bisa mentarjih (menguatkan dua pendapat tersebut), karena:
- budak tidak wajib haji itu memiliki alasan yang kuat,
- dan alasan bahwa budak itu merupakan hak majikannya juga alasan yang kuat.
Dan hukum asalnya bahwa budak juga termasuk ahli ibadah. Allahu a'lam.

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 24 Dzulhijjah 1442 H / 3 Agustus 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ235
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 236

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

KEWAJIBAN HAJI DITURUNKAN PADA TAHUN KE- 9 HIJRIYAH

Jika dikatakan, mengapa Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak langsung melaksanakan haji di tahun ke- 9?
Kami katakan, bahwa hal itu karena ada beberapa sebab:
1. Bahwa di tahun 9 Hijriyah itu banyak utusan dari berbagai suku Arab untuk mempelajari agama Islam, dan ini perkara sangat penting.
2. Bahwa di tahun ke- 9 Hijriyah telah ditetapkan yang akan melaksanakan haji adalah orang-orang musyrik (sebagaimana keputusan padawaktu perjanjian Hudaibiyah), maka Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk menunda haji agar haji tahun berikutnya hanya khusus bagi kaum mukminin saja.

APABILA SEORANG BUDAK MELAKSANAKAN HAJI MAKA SAH HAJINYA

Akan tetapi apakah dianggap telah menunaikan kewajiban hajinya ataukah belum teranggap?

Ada dua pendapat dalam permasalahan ini:

1. Pendapat jumhur ulama, tidak mencukupi karena budak dihukumi sama seperti anak kecil (yakni tidak wajib haji, pen), seandainya seorang anak melaksanakan haji sebelum dia baligh, maka hajinya tidak dianggap sebagai fardhu haji, begitu juga seorang budak.

2. Sah hajinya seorang budak jika dengan izin majikannya.
Tidak ada kewajiban haji bagi budak sebab dia tidak memiliki harta, juga karena dia adalah hak milik majikan, maka jika majikannya memberi uang dan mengizinkannya untuk melaksanakan haji, dan keadaan budak tersebut sebagai mukallaf, sudah baligh, dan berakal, maka hajinya telah mencukupi sebagai fardhu baginya.

Asy-Syaikh (Ibnu Utsaimin rahimahullah) berkata, menurutku dalam permasalahan ini aku tidak bisa mentarjih (menguatkan dua pendapat tersebut), karena:
- budak tidak wajib haji itu memiliki alasan yang kuat
- dan alasan bahwa budak itu merupakan hak majikannya juga alasan yang kuat. Dan hukum asalnya bahwa budak juga termasuk ahli ibadah. Allahu a'lam.

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 1 Muharram 1442 H / 10 Agustus 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ236
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 237

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

PERMASALAHAN MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGI ANAK-ANAK

Pelaksanaan haji dan umrah yang dikerjakan oleh anak-anak atau oleh budak, sah dan dianggap sebagai ibadah Sunnah.

Apabila anak kecil telah menginjak usia mumayyiz, maka hendaklah walinya memerintahkannya untuk niat ihram karena dia telah mumayyiz, dan jika belum mumayyiz maka ihramnya teranggap seperti yang diniatkan walinya.

Apakah lebih utama bagi anak-anak berihram haji dan umrah, atau tidak?

Dalam masalah ini ada dua pendapat:

1. Jika ada waktu yang tidak memberatkan maka ihram bagi anak-anak itu bagus, karena Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada seorang wanita yang mengangkat anaknya di hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم sambil bertanya,

هل لهذا حج؟

"Apakah bagi anak ini ada haji?"

Beliau menjawab,

نعم ولك أجر

"Ya, dan untukmu pahalanya." HR. Muslim.

2. Adapun jika memberatkan, seperti keadaan yang penuh sesak, maka yang lebih utama bagi anak-anak untuk tidak melaksanakan ihram, karena kemungkinan akan menyibukkan (wali)nya dalam melaksanakan manasiknya padahal dia dituntut untuk melaksanakannya secara sempurna.

Bersambung Insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 12 Rabi'ul Awwal 1442 H / 19 Oktober 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ237
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 238

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Jika seorang anak melakukan ihram, apakah dia wajib menyempurnakan ihramnya?
Dalam hal ini ada dua pendapat:

1. Yang masyhur dalam mazhab, bahwa dia harus menyempurnakan ihramnya.

2. Menurut Mazhab Abu Hanifah, bahwa dia tidak wajib menyempurnakan ihramnya karena dia belum mukallaf, sehingga tidak ada keharusan mengamalkan segala kewajiban. Ini pendapat yang lebih mendekati kebenaran, karena ini lebih mudah bagi manusia, dan juga karena alasannya benar.

Jika seorang anak tidak dapat melaksanakan tawaf sendiri dan dia digendong, maka:

1. Jika si anak sudah memahami tentang niat, dan dia melakukan niat, tapi dia digendong oleh walinya, maka tawaf yang dilakukan sah, bagi si anak juga bagi walinya sekaligus.

2. Dan jika anak tidak memahami niat, maka tidak sah tawaf dengan dua niat, hendaklah dikatakan kepada walinya, 'Bahwa dia bisa tawaf terlebih dahulu, kemudian tawaf lagi untuk anaknya, atau dia boleh mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan tawaf untuk anaknya.'

Orang yang dianggap mampu melaksanakan haji adalah jika dia mampu:
- Berkendara
- dan memiliki bekal.

Barang siapa yang tidak mampu berkendara maka termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan haji.

Adapun di masa kita sekarang transportasi dengan pesawat dan mobil, maka jarang sekali orang yang tidak mampu berkendara, meskipun demikian ada sebagian orang yang mendapatkan kesulitan untuk berkendara, ada di antara mereka yang sampai pingsan, atau merasakan kepayahan dan kelelahan yang berat, ada pula yang mual dan muntah, maka bagi mereka ini tidak wajib haji baginya meskipun tubuhnya sehat dan kuat.

Bersambung Insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 18 Rabi'uts Tsani 1443 H / 23 November 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ238
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 239

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Seseorang tidak teranggap mampu melaksanakan haji kecuali setelah terpenuhi 3 perkara, sebagai berikut:

1. Telah menunaikan semua kewajiban.
● Yakni semua yang wajib ditunaikan oleh manusia, seperti:
- hutang kepada Allah azza wajalla, juga hutang kepada sesama manusia.
- Memberikan nafkah wajib kepada istri dan anak-anak
- dan telah menunaikan nadzar-nadzarnya

● Orang yang memiliki harta, jika dia membayar hutang-hutangnya maka hartanya habis hingga dia tidak bisa pergi haji, dan sebaliknya, jika dia haji maka dia tidak bisa membayar hutang-hutangnya, ini termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan haji, kecuali setelah dia melunasi hutangnya.

● Apabila orang yang menghutanginya mengizinkan dia untuk melaksanakan haji, maka tetap dia termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan haji, sebab permasalahan ini bukan karena ada izin atau tidak ada izin, akan tetapi ini adalah permasalahan 'ada tanggungan' atau 'tidak ada tanggungan', dan sebagaimana telah diketahui, meskipun orang yang menghutangi mengizinkan orang yang memiliki hutang untuk melaksanakan haji, maka 'tanggungan hutangnya' tidak hilang, yakni dia masih tetap punya 'tanggungan hutang.'

2. Bersambung Insya Allah

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 2 Jumadil Awwal 1443 H / 7 Desember 2021 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ239
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah
http://t.me/NAfiqih

Pertemuan 240

KAJIAN FIKIH

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

2. TELAH MENUNAIKAN NAFKAH SYAR'I

Yakni nafkah yang telah ditetapkan dan dibolehkan oleh syariat, seperti nafkah untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya, dengan cara tidak berlebih-lebihan.

Ada perbedaan tentang kadar/batas nafkah yang syar'i, yaitu:

A). Setelah nafkah yang mencukupi untuk dirinya, dan keluarganya yang diberikan secara rutin. (Yang dimaksud dengan rutin, seperti: uang hasil dari pekerjaannya, atau dari sewa lahan/tanah, dan yang semisalnya).
B). Apa yang mencukupi untuk dirinya dan keluarganya sampai dia pulang dari haji.
C). Diperkirakan nafkah untuk dirinya dan keluarganya mencukupi dalam waktu setahun, sebagaimana para ulama fiqih memperkirakan hal itu dalam bab zakat, yaitu mereka sebutkan kategori orang fakir adalah orang yang tidak miliki kecukupan nafkah selama satu tahun.
Dan yang berpendapat seperti ini cukup kuat dan tidak jauh dari kebenaran.

3. KEBUTUHAN-KEBUTUHAN POKOK

Dia harus memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan penting yang banyak dibutuhkan oleh manusia, seperti mobil, meskipun ia bukan kebutuhan primer tapi orang sangat butuh dalam kehidupan mereka.

•••━════━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 21 Rajab 1443 H / 22 Februari 2022 M.

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NAFiqih #NAFQ240
===================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
http://t.me/NAfiqih
http://t.me/nisaaassunnah
Website
http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
http://www.nisaa-assunnah.com

Nisaa` As-Sunnah