Mutiara Hikmah Karawang
84 subscribers
143 photos
11 videos
405 links
Berbagi Kisah Para Nabi, Sahabat Nabi, Shalafush Shaleh, Tabi'ut Tabi'in, Hadist, Qoul, Fatwa, Ulama 'Ahlussunnah beserta sumber dan faidahnya.

Channel WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8

Blog : http://mutiarahikmahkarawang.blogspot.com
Download Telegram
Maa syaa Allah kunci komunikasi yang istimewa. Sambil berjalan-jalan, dalam suasana menyenangkan, ada komunikasi antara suami dan istri.

C. Ketiga

Simulasi-simulasi harus dilakukan. Artinya, setiap yang ingin menikah diberi gambaran kehidupan berumahtangga, seperti apa ? Masalah yang biasa muncul? Problem yang sering timbul ?

Disertakan juga cara dan solusi saat menghadapi hal tersebut. Sehingga, ketika betul-betul terjadi, ia tak lagi kaget dan tidak bingung.

Simulasikan jika ada problem: ekonomi, mengatur keuangan, tempat tinggal, sikap terhadap orang tua dan mertua, relasi ipar dan keluarga besar, konsekuensi hidup bertetangga, dan lain sebagainya. Bagaimana memposisikan diri?

Simulasikan juga tentang : hak yang tak terpenuhi, salah paham, berbeda pandangan, hobi dan kebiasaan yang tidak sama, kegiatan sehari-hari dan yang semisal. Bagaimana langkah untuk bersikap?

Simulasikan, jangan lupa, jika besok sudah memiliki anak. Mulai dari masa-masa kehamilan, melahirkan, menyusui, sampai anak remaja. Tak hanya satu, bisa jadi banyak anak. Bagaimana orang tua mendidik?

Simulasi-simulasi semacam ini sudah ada sejak zaman Salaf. Ketika anak masuk ke jenjang rumah tangga, orang tua akan memberikan wasiat dan pesan.

Seperti simulasi Abul Aswad kepada putrinya di hari pernikahannya,

"...wahai putriku, jangan banyak mengeluh, karena akan menghilangkan rasa cinta..."

Juga simulasi seorang ibu, Umamah bintu Al Harits, untuk putrinya saat menikah,

"...hati-hati, saat suami sedang susah, jangan justru menampakkan kegembiraan. Sebagaimana saat suami sedang gembira, jangan memperlihatkan kesedihan..."

Imam Al Bukhari rahimahullah membuat satu judul dalam Sahih-nya,

"Nasehat seorang ayah untuk putrinya saat menikah".

Kesimpulannya? Untuk berumahtangga harus disiapkan sebaik-baiknya. Harus siap secara fisik, psikis, keilmuan, dan ekonomi. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendampingi.

✍🏻 : Karawang, 23 Agustus 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Mutiara Hikmah Karawang pinned «Fenomena Cerai Muda Masalah Gen-Z atau anak muda, dimana makin marak dan bermudah-mudahan dalam perkara Ibadah. Dalam catatan Kemenag maupun BKKBN sebagai pihak yang menangani, menyatakan kasus perceraian di Indonesia sangat tinggi. Mulai tahun 2022, jumlah…»
Tingkatan Thullab

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu membagi penuntut ilmu menjadi 3 golongan :

1. Ahli Syubhat

Mereka adalah orang-orang yang buta dan tidak memiliki mata hati. Kondisi mereka sangat rentan terkena syubhat paling kecil sekalipun. Hanya dengan terpapar syubhat golongan ini langsung dikuasai keraguan dan kebingungan sehingga menyeretnya kepada bid’ah-bid’ah dan kesesatan.

2. Ahli Syahwat

Mereka ada dua jenis :
- Pertama : orang yang mencari dunia dengan ilmunya. Ilmunya hanya sekedar alat untuk meraih materi.
- Kedua : orang yang mencari dunia bukan dengan ilmunya. Jenis kedua ini ada dua macam :

A. Tujuan dari dunianya sekedar mencari kelezatan dan memuaskan syahwatnya saja. Orang ini brangkas dari keinginannya dan tunduk kepada dunianya.

B. Orang yang tujuannya sekedar mengumpulkan dan menimbunnya.

Mereka semua ini bukan termasuk da’i kepada agama Allah. Melainkan mereka seperti hewan ternak.

Karena itu Allah menyerupakan orang yang memikul Taurat tapi tidak mengamalkannya seperti keledai yang memikul kitab.
Allah menyerupakan ulama su’ yang meninggalkan ayat-ayat Allah dan ridha terhadap dunia dan memperturutkan hawa nafsunya seperti anjing.
Kedua hewan ini adalah seburuk-buruk binatang dan yang paling sesat jalannya.

3. Golongan ketiga dari penuntut ilmu adalah para ahli ilmu yang memikul ilmu dan penjaganya

Mereka adalah orang-orang yang menegakkan hujjah-hujjah Allah dan argumennya. Disebutkan bahwa mereka ini jumlahnya sedikit tapi besar kedudukannya disisi Allah dan merekalah ghuraba’.

Dikutip dan diringkas dari kitab 📚 : [ Kasyf Kurbah fi Washfi Ahli Al Ghurbah, Ibnu Rajab. Halaman 102 dalam kitab Al Ghuraba'. Tahqiq Adil Ali Hamdan ]

✍🏻 : Karawang, 30 Agustus 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Sedikit, Tapi Berkah

Imam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berkata:

"Rezeki halal walau sedikit, itu lebih baik berkah dari pada rezeki haram yang banyak. Rezeki haram itu akan cepat hilangnya dan Allah akan menghancurkannya."

📚 : [ Majmu' Al-Fatawa, Jilid 28, Hal.646 ]

✍🏻 : Karawang, 01 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Islam Profetik vs Islam Klerik

Kenapa masyarakat muslim dahulu lebih tertarik pada tasawuf dibandingkan diskusi ilmu Kalam ?

Karena tasawuf berhasil mengembalikan peran agama sebagai penggerak perubahan, utamanya perubahan diri dan masyarakat.

Dakwah tasawuf berhasil menggugah hati banyak orang yang tadinya lalai menjadi ingat Allah, tadinya maksiat manjadi taat. Banyak yang hijrah di tangan dakwah tasawuf. Bahkan tasawuf adalah gerakan di balik islamisasi besar-besaran misalnya di Asia tengah dan Asia tenggara.

Gerakan dakwah yang fokus pada perubahan, adalah gerakan dakwah Profetik.

Prophet artinya nabi. Semua nabi diutus sebagai penggerak perubahan. Tidak ada nabi yang menjadi pendeta dengan pengertian sebuah lembaga mapan otoritatif. Bahkan seringkali nabi berhadapan dengan lembaga kependetaan, atau, Klerik.

Nabi Musa 'alaihissalam menghadapi para penyihir yg di istana Fir'aun diperlakukan seperti Agamawan.

Nabi Isa 'alaihissalam menghadapi majelis pendeta Yahudi.

Rasulullah صلى اببه عليه وسلم menghadapi pelestari berhala dan para pendeta Yahudi Madinah.

Klerisme di masyarakat muslim ditandai dengan terlembaganya secara otoritatif 'ortodoksi' yang mapan ditandai dengan 'resminya' ahlussunah wal jama'ah sebagai Mazhab aqidah mainstream dan fikih empat mazhab sebagai Mazhab fikih mainstream.

Apakah itu salah? Tentu tidak. Khilafah di masa lalu perlu lembaga otoritatif untuk menjaga agama, hifdzud diin, sebagai salah satu maqashid syariah.

Namun, jika agama hanya berorientasi 'menjaga dan bertahan' saja tanpa ada sifat progresif untuk perubahan, yang terjadi adalah mengentalnya ta'ashub.

Bentrok pengikut antar Mazhab pun terjadi di masa itu, dan bahkan hingga kini dalam beragam levelnya (serangan lisan, bokiot pembangunan masjid dsb).

Nah, tasawuf datang mendamaikan itu dengan menampilkan Islam yang Profetik, Islam yang kembali pada misi kenabian sebagai penggerak perubahan. Tentu para sufi itu secara Kalam berafiliasi kepada ahlussunah wal jama'ah juga dan bermazhab fikih di antara empat itu, namun dalam gerak di lapangan mereka menempatkan diri bukan sebagai penjaga Mazhab belaka, melainkan duat yang berupaya agar Islam dapat menggerakkan perubahan dalam diri dan masyarakat.

Nah sayangnya di hari ini, para pewaris 'penjaga Mazhab' ini telah menjelma menjadi Islam yang Klerik, kependetaan, fanatik otoritas. Maka ketika hari ini marak gerakan-gerakan dakwah yg berorientasi perubahan, sebagaimana tasawuf jaman dulu yang kini diperankan oleh aktivis-aktivis harokah, yang menarik kaum muda untuk hijrah, yang menghidupkan kembali kajian-kajian ilmu, yang memberi inspirasi bagi banyak masyarakat yang selama ini kehilangan ruh profetik dari ajaran agama Islam yang mereka terima, yang mulai menarik para kafir untuk belajar Islam, serta merta para Klerik ini pun menampilkan reaksi yang paranoid dan overprotektif.

Misalnya dengan aksi-aksi pembubaran pengajian, boikot mubaligh, disertai serangan lisan dengan melempar stigma Wahabi, kadrun, anti Pancasila dsb,

—lalu mengatakan 'KAMI AHLUSSUNNAH! KAMI ASWAJA!'—

Maka jangan salahkan awam yang mulai tertarik pada gerakan Islam yang Profetik karena melihat sifat kekanak-kanakan mereka yang Klerik dan berbondong-bondong menghadiri kajian-kajian mereka. Jangan salahkan ketika awam menyangka reaksi berlebihan itu tidak lain lahir dari sifat "hasad" karena merasa lahannya direbut, jamaahnya diambil, atau ujung-ujungnya ya, masalah cuan belaka, dan akhirnya awam berbondong-bondong meninggalkan mereka.

Lucunya, sebagian yang berposisi di kalangan Klerik itu adalah mereka yang menisbatkan diri kepada tasawuf.

Lho tasawuf kok jadi Klerik ? Itu sudah menyimpang dari khittah tasawuf sebagai penggerak perubahan yang Profetik.

✍🏻 : Karawang, 04 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Bukan debat yang dibutuhkan oleh orang awam; tapi pembelajaran, ta’lim.

Mungkin, kita berpikir mereka harus tahu masalah ini. Jangan sampai mereka terjerumus pada keyakinan/amal yang keliru, sehingga kita berpikir mereka (orang awam) harus diajak masuk dalam arena diskusi/debat.

Padahal sebagian diantara mereka banyak yang belum memiliki pengetahuan dasar mengenai apa saja yang telah disepakati para ulama (alias tidak tahu mana yang boleh berbeda pendapat, mana yang tidak).

Banyak juga diantara mereka sendiri masih buram dalam memahami istilah-istilah pokok yang penting untuk dipahami lebih dulu secara jelas (agar tidak salah paham ketika dijelaskan ini dan itu).

Imbas ketidak tahuan apa yang disepakati, dan kejahilan dalam memahami istilah-istilah pokok, membuat mereka yang sebelumnya menyimpang keyakinan/amalnya malah akan bertambah penyimpangan nya (karena mereka akan membela penyimpangan keyakinan/amal mereka atas dasar hawa nafsu).

Seribu peringatan/petunjuk jalan itu tidak bermanfaat bagi mereka yang buta.

Seribu penjelasan ilmiah/dalil tidak bermanfaat bagi mereka yang masih “buta” ilmu/dalil.

Orang yang buta, tidak mampu melihat, harus dibimbing dan dituntun dengan telaten. Arahkan dia pada jalan yang benar

Ya Rabb, kami berharap akan lahir generasi dari ummat Islam yang masih hidup di akhir zaman ini, generasi yang akan menghidupkan kembali ilmu dan amal Islam.

Allahumma, Yaa Muqollibal Qulub, Tsabbits Qolbi 'alaa Diinik.

✍🏻 : Karawang, 05 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Rokok Dalam Pandangan Syariat

*Mohon baca dan simak dengan baik, agar tak salah paham.

قال ابن عثيمين: "ويؤخذ من هذا الحكم الذي أقره الفقهاء ـرحمهم الله- أن من اعتقد حل شيء مختلف فيه فإنه لا يلزم بحكم من يرى تحريمه، مثل: الدخان، فالدخان ليس مجمعا على تحريمه، فمن العلماء من خالف فيه لا سيما أول ما ظهر، فإذا رأينا شخصا يشرب الدخان وهو يرى أنه حلال= فإننا لا نعزره، وإن كان يعتقد أنه حرام فإننا نعزره؛ لأن التعزير واجب في كل معصية لا حد فيها ولا كفارة".

Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :

"Dan diambil dari hukum ini yang telah disepakati oleh para fuqaha (rahimahumullah) bahwa siapa pun yang meyakini halal sesuatu yang masih diperselisihkan hukumnya, maka dia tidak diwajibkan mengikuti hukum orang yang melihatnya sebagai haram. Contohnya seperti rokok; rokok bukanlah sesuatu yang disepakati keharamannya. Sebagian ulama ada yang berbeda pendapat mengenainya, terutama ketika pertama kali muncul. Maka jika kita melihat seseorang merokok dan dia berkeyakinan bahwa itu halal, kita tidak akan memberinya hukuman. Namun, jika dia meyakini bahwa itu haram, maka kita akan menghukumnya; karena hukuman ta'zir wajib diberikan pada setiap maksiat yang tidak ada hukuman had atau kaffarahnya."

وقال: "وكذلك إذا رأينا رجلا يشرب الدخان، وهو يرى بدليل شرعي أنه حلال؛ فلا يجب أن ننكر عليه، ما دمنا نعلم أنه يقول: إنه حلال؛ لأن هذا فيه مجال للاجتهاد".

Beliau juga berkata :

"Begitu juga jika kita melihat seseorang merokok dan dia berkeyakinan dengan dalil syar'i bahwa itu halal, maka kita tidak wajib mengingkarinya, selama kita tahu bahwa dia menganggap itu halal; karena masalah ini adalah ruang ijtihad."

وقال: "إذا كان الإمام فاسقا في معتقدك، غير فاسق في معتقده، مثل: أن يرى أن شرب الدخان حلال، وأنت ترى أنه حرام، فهل تصلي خلفه؟
الجواب: تصلي خلفه، لأنك لو سألت عنه، فقيل لك: هو فاسق بحسب اعتقاده؟ لقلت: لا؛ لأنه يعتقد أن هذا حلال".

Dan beliau juga berkata :

"Jika seorang imam dianggap fasik menurut keyakinanmu, tapi tidak fasik menurut keyakinannya, seperti dia menganggap bahwa merokok itu halal, sementara kamu menganggapnya haram, apakah kamu harus shalat di belakangnya ? Jawabannya : kamu tetap shalat di belakangnya, karena jika kamu bertanya tentangnya dan dikatakan bahwa dia dianggap fasik menurut keyakinannya, maka kamu akan berkata Tidak, karena dia meyakini itu halal."

Menurut pandangan mu'tamad Madzhab :

معتمد المذهب كراهة الدخان

Pandangan yang dipegang dalam mazhab adalah makruhnya rokok :

قال العلامة الرحيباني عن الدخان في مطالب أولي النهي 6/ 219 : "وكل أهل مذهب من الأربعة فيهم من حرمه، وفيهم من كرهه، وفيهم من أباحه، ولكن غالب الشافعية والحنفية قالوا إنه مباح أو مكروه، وبعضهم من حرمه، وغالب المالكية حرمه، وبعض منهم كرهه، وكذا أصحابنا سيما النجديون إلا أني لم أر من الأصحاب من صرح في تأليفه بالحرمة، وظاهر كلام المصنف هنا وفي رسالة ألفها فيه: الإباحة، وظاهر كلام الشيخ منصور في آداب النساء الكراهة. ومن العلماء من فصل بين من يسكره ومن لا يسكره، وهو الصواب إذ الإنسان لو تناول مباحا مجمعا عليه فسكر منه، حرم عليه تناوله؛ لأنه يضره في عقله ودينه، وأما أنا فلا أشك في كراهته؛ لما قدمناه، ولما فيه من النقص في المال، ولكراهة رائحة فم شاربه كأكل البصل النيء والثوم والكراث ونحوها، ولإخلاله بالمروءة بالنسبة لأهل الفضائل والكمالات، وكان أحمد لا يعدل بالسلامة شيئا. وأما التحليل والتحريم فلم أقطع بواحد منهما؛ لقصر باعي وقلة اطلاعي، ولعدم الدليل الصريح".

Al-Allamah Ar-Rahibani rahimahullah, berkata tentang rokok dalam kitab :

"Setiap mazhab dari empat mazhab memiliki pengikut yang mengharamkan rokok, ada yang memakruhkannya, dan ada yang membolehkannya.

—Namun, mayoritas ulama Syafi'i dan Hanafi mengatakan bahwa rokok itu mubah atau makruh, sebagian mereka ada yang mengharamkannya. Mayoritas ulama Maliki mengharamkannya, dan sebagian dari mereka memakruhkannya. Begitu juga dengan ulama Hanbali, terutama di Najd, kecuali saya tidak melihat dari kalangan Hanbali yang secara tegas menyatakan haram dalam karyanya—
Tampak dari perkataan pengarang di sini dan dalam risalah yang ditulisnya, bahwa rokok itu mubah, dan tampak dari perkataan Syaikh Mansur dalam kitab *Adab An-Nisa* bahwa rokok itu makruh. Sebagian ulama membedakan antara rokok yang memabukkan dan yang tidak memabukkan, dan ini adalah pendapat yang benar. Karena jika seseorang mengonsumsi sesuatu yang mubah tetapi menyebabkan mabuk, maka itu haram baginya karena merusak akal dan agamanya.

Adapun saya, tidak ragu bahwa rokok itu makruh, karena alasan yang telah kami sebutkan, dan karena menyebabkan kerugian finansial, membuat bau mulut pemakainya tidak sedap seperti makan bawang mentah, bawang putih, dan semisalnya. Selain itu, rokok juga merusak muruah (kehormatan) terutama bagi orang-orang yang memiliki nilai moral dan kesempurnaan.

Imam Ahmad rahimahullah, tidak pernah menganggap ada yang lebih baik dari keselamatan. Mengenai hukum halal dan haram, saya tidak bisa memutuskan salah satunya karena keterbatasan pengetahuan saya dan kurangnya wawasan saya, serta tidak adanya dalil yang jelas."

وقال الخلوتي في حاشية المنتهى: الدخان مكروه فإن أضر حرم.

Dan Al-Khaluti berkata dalam Hasyiyah Al-Muntaha :

"Rokok itu makruh, dan jika membahayakan, maka menjadi haram."

Dikutip dan diringkas dari kitab,

📚 : [ Matalib Uli An-Nuha (6/219) ]

✍🏻 : Karawang, 07 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Menyesal Karena Anak Ditinggal

Seorang ayah, setelah anaknya berusia remaja, mengatakan,

“Penyesalan besar dalam hidup saya adalah sering meninggalkan anak. Akibatnya, ikatan emosional antara saya dan anak terasa lemah“

Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Satu contoh adalah kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.

Hal ini dipengaruhi oleh jalinan komunikasi yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Bagaimana orang tua berkomunikasi terhadap anak, seperti itulah komunikasi yang akan dilakukan anak terhadap orang lain.

Komunikasi anak kepada orang tua, adalah cerminan cara komunikasi orang tua terhadap anaknya.

Kita jabarkan sedikit. Jika orang tua berbicara kasar kepada anak, seringkali anak berbicara kasar kepada temannya. Bahkan, kepada orang tuanya pun kasar. Sebaliknya, orang tua yang berbicara dengan sopan, maka anak cenderung sopan saat berbicara kepada yang lain. Kepada orang tua pun ia terdidik untuk bicara sopan.

Pada kasus orang tua yang sering berpisah dengan anak, orang tua yang meninggalkan anak, termasuk juga orang tua yang jarang berinteraksi dengan anak, maka ikatan emosional nya lemah. Bahkan, seperti tidak ada ikatan sama sekali.

Jika tidak ada ikatan emosional, atau katakan saja lemah, maka apa yang terjadi? Anak cenderung tertutup, anak susah diajak bicara, bahkan mengalami ketakutan jika berhadapan. Apa dampaknya? Jika punya masalah, dan pasti punya masalah, anak tidak mau berterusterang. Takutnya, ketika masalah sudah menumpuk, terjadi ledakan masalah.

Jika ikatan emosional tidak terbentuk, maka apa efeknya? Anak kurang tanggap dengan kondisi orang tua. Orang tua sedang repot, anak enggan membantu. Orang tua sakit, anak tidak tergerak merawat. Orang tua susah, anak seolah tidak merasa. Anak menganggap orang tua nya, seperti orang lain. Bukan siapa-siapa nya.

Dalil-dalil dari Al Qur’an maupun Sunnah Nabi, serta praktik Salaf mengenai membersamai anak, amat banyak. Coba saja kita teliti, ada puluhan bahkan ratusan riwayat yang merekam untuk kita berbagai peristiwa dan kejadian bagaimana Rasulullah ﷺ membersamai anak-anak. Lebih-lebih anak dan cucu beliau sendiri.

Kali ini, saya rasa cukup satu ayat Al Qur’an yang semestinya sudah cukup sebagai pengingat, yaitu firman Allah Ta’ala dalam 📚 : [ surat Al Baqarah ayat 233 ],

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan kaum ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah adalah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut“

As Syaikh As Sa’di dalam Tafsir menyatakan,

“Ayat ini bentuknya berita, namun mengandung makna perintah“

Dua tahun masa menyusui adalah hak anak yang seringkali diabaikan.

Bahkan, Imam Al Utsaimin berpendapat untuk anak yang masih membutuhkan asupan ASI setelah masa dua tahun, tetap diberikan ASI sesuai kadarnya.

Selama dua tahun masa menyusui itu, kewajiban ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian disebutkan dalam satu ayat. Dalam satu rangkaian penjelasan.

Hal ini menunjukkan bahwa ayah sangat diperlukan kehadirannya. Nafkah dan pakaian harus dipenuhi ayah tidak hanya saat menyusui, namun di hari-hari menyusui lebih ditekankan lagi. Kenapa?

Dua tahun pertama adalah pondasi kehidupan seorang anak. Dua tahun pertama hidupnya akan sangat mempengaruhi tahun-tahun yang akan datang. Maka, jangan lewatkan kebersamaan dengan anak Anda.

Miris dan sedih rasanya ketika melihat kenyataan anak-anak yang ditinggalkan ayah ibunya. Alasan kerja, mengejar karir, atau alasan apapun itu. Akhirnya anak diserahkan ke rumah penitipan, atau dititipkan kepada pembantu di rumah. Makan, minum, pakaian, dan mainan belumlah cukup. Anak-anak membutuhkan perhatian dan kebersamaan.
Jangan heran jika seorang anak lebih menghormati pembantunya, daripada ibunya sendiri. Jangan heran bila anak lebih terbuka kepada pembantunya, di saat ia memilih menutup diri kepada ayah ibunya sendiri. Karena, dua tahun pertama ia lalui bersama pembantunya, bukan dengan orang tuanya.

Tidak akan sia-sia pengorbanan itu. Semoga memperoleh pekerjaan yang lebih baik, dan semoga anak Anda benar-benar menyatu secara fisik dan batin. Jangan sampai menyesal seperti seorang ayah yang disebutkan di pembuka tulisan ini. Baarakallahu fiikum

✍🏻 : Karawang, 10 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
#eBook_Ushul

Bagan (Mind-Mapping) Matan Al-Waraqāt karya Imām al-Haramain Abū Al-Ma'āliy Al-Juwainiy Asy-Syāfi'iy رحمه الله

PDF : https://t.me/fawaedsyafiiyah/1273
Mutiara Hikmah Karawang
Photo
Bakti adalah Cerminan Diri

Baktimu kepada orang tuamu adalah cerminan bakti anakmu padamu.

Kalau kau ingin anakmu berbakti padamu, maka berbaktilah kamu kepada kedua orang tuamu,

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata,

“Barang siapa yang berbakti kepada orang tuanya, anak-anaknya akan berbakti padanya. Barang siapa yang durhaka kepada orang tuanya, anak-anaknya akan durhaka padanya. Dan balasan itu sesuai dengan jenis amal. Dan sebagaimana engkau memperlakukan seperti itu pula engkau akan diperlakukan. ”

📚 : [ Huquq Da'at Ilaihal Fithrah hal 15 ]

✍🏻 : Karawang, 16 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Jiwa-Jiwa Kaca

Jika melihat anak muda tidak percaya diri. Ditanya, ia memilih bersembunyi. Diminta maju ke depan, ia justru tak bergerak. Diam seribu bahasa saat diberi kesempatan bicara.

Anak muda macam apa lah ?

Namun, setelah berpikir agak jernih, sikap anak muda semacam itu pasti ada sebabnya. Apa akar masalahnya?

Ternyata, di antara sebabnya; anak sering dibentak. Sebabnya juga; anak terus dikritik. Seolah tidak ada benarnya. Selalu salah.

Anak yang sering dibentak akan tumbuh dengan sifat yang cenderung penakut, minder, dan tidak percaya diri.

Anak yang sering disalahkan, tentu kesulitan untuk mengembangkan potensi diri. Ia merasa tidak berharga, tidak memiliki kelebihan, dan kecil hati.

Dalam bahasa Arab, kata Uff diucapkan untuk mengungkapkan kekesalan, jengkel, dan ekspresi kemarahan.

Uff jika dikonversikan ke bahasa Indonesia, menjadi: huh, uft, aduhh, heh, dan yang semisal.

Mengucapkan uff terhadap anak tidaklah pantas dan kurang pas. Jika uff saja tidak boleh, apalagi lebih dari itu?! Seperti : dasar bodoh, tidak punya otak, goblok, atau yang serupa.

Anas bin Malik bercerita :

وَلَقَدْ خدمتُ رسول اللهِ ﷺ عَشْرَ سنين، فما قَالَ لي قَطُّ: أُفٍّ،

"Sungguh, selama 10 tahun aku melayani Rasulullah ﷺ, tidak pernah Beliau mengucapkan Uff kepadaku, walaupun satu kali"

📚 : [ HR Bukhari 1973 Muslim 2330 ]

Maa syaa Allah, 10 tahun kebersamaan, satu kali pun tidak pernah mengucapkan uff.

Anas bin Malik masih berusia 10 tahun ketika dititipkan sang ibu kepada Rasulullah ﷺ. Anas bertugas melayani Rasulullah ﷺ untuk keperluan sehari-hari. Berangkat pagi, pulang ke rumah sore hari.

Maka, Anas melalui masa kecil dan remaja bersama Rasulullah ﷺ.

Anas melanjutkan,

وَلاَ قَالَ لِشَيءٍ فَعَلْتُهُ: لِمَ فَعَلْتَه؟، وَلاَ لشَيءٍ لَمْ أفعله: ألاَ فَعَلْتَ كَذا؟

"Untuk sesuatu yang aku lakukan, Beliau tidak pernah mengkritik, "Kenapa kamu lakukan itu?". Untuk sesuatu yang tidak aku lakukan, Beliau tidak pernah mengkritik, "Kenapa tidak kamu lakukan?"

Allahu Akbar. Pendidikan anak yang luar biasa.

Anak dibukakan ruang berkembang, diberi panggung untuk berinisiatif. Anak dihargai ketika berpendapat, didorong untuk berani menyampaikan ide.

Anak tidak hanya disasar sebagai obyek. Anak pun dilatih menjadi subjek. Jangan satu arah, tapi buatlah anak merasa nyaman dengan komunikasi dua arah.

Nah, tugas orang tua dan pendidik untuk mendampingi dan mengarahkan. Berikanlah apresiasi sesuai kadarnya. Jangan diam saja jika anak keliru. Namun, bijaklah dalam menegur.

Jangan salah memperlakukan anak. Anak yang sering dibentak, sering dikritik, seringnya akan sulit bergaul. Ia menghindari pertemanan karena takut dicela oleh orang lain.

Takutnya, anak yang sering dibentak atau dikritik, akan meniru sehingga ia pun menjadi tipe pemarah dan suka mencacat orang. Apa jadinya jika anak pun suka mencacat orang tua nya sendiri? Mencacat gurunya sendiri?

Jangan menjadi sebab anak depresi. Karena sering dibentak dan dikritik, maka kecewa, sedih, dan luka hatinya bertumpuk. Lama kelamaan, jika tidak segera diobati, anak akan mengalami depresi. Allahul musta'an

Imam Al Utsaimin rahimahullah, dalam kitab 📚 : [ Syarah Riyadhus Salihin 3/561 ], saat membahas hadis Anas di atas, mengatakan,

"Bahkan, hal-hal yang dilakukan Anas berdasarkan inisiatifnya, Rasulullah ﷺ tidak pernah mengkritik dan mencelanya"

Jika anak berbuat salah, jangan buru-buru menyalahkan.

Coba introspeksi, apakah kita sudah memberikan edukasi? Apakah kita telah menjadi contoh yang baik? Apakah kita sudah maksimal mendampingi?

Jiwa anak bagaikan kaca yang mudah pecah, gampang retak. Satu kata bisa meruntuhkan dan menghancurkan mental nya. Maka, bijaklah kepada anak.

✍🏻 : Karawang, 20 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaEoaDH8fewojMIGUD3J
📱Grup WA : https://chat.whatsapp.com/D9DZxLZewuj5ZMdMy1n9N9
📪 Telegram : http://t.me/mutiarahikmah_krw
Bila yang dimaksud dengan kata "junjungan" dalam komen fufufafa ini adalah Nabi Muhammad, maka ini bukan komentar dari seorang muslim.

Kaidahnya adalah:

أَنَّ كُلَّ عَقْدٍ أو فِعْلٍ أو قَوْلٍ يَدُلُّ على اسْتِهانَةٍ أو اسْتِخْفافِ بِاللهِ ، أو كُتُبِهِ ، أو رُسُلِهِ ، أَو مَلائِكَتِهِ، أو شَعَائِرِهِ أو معالم دِينِهِ، أو أحْكامِهِ ، أو وَعْدِهِ ، أو وَعِيدِهِ، كُفْرٌ و مَعْصِيَةٌ

"Seluruh kesepakatan, perbuatan atau ucapan yang menunjukkan penghinaan atau peremehan atas Allah, kitab-kitabnya, para rasulnya, para malaikatnya, tempat yang diagungkannya, simbol-simbol agamanya, hukumnya, janjinya atau ancamannya, maka ia adalah kekufuran dan maksiat"

📚 : [ Sayyid Abdullah bin Thahir Ba'alawi, Sullam at-Taufiq ]
✍🏻 : Ustadz Abdul Wahhab Ahmad Asy'ariyyah —hafidzahullahu ta'ala— ( https://www.facebook.com/share/p/vquebg1ChcTUY6vd/?mibextid=oFDknk )