Pengacara, Konsultan dan bantuan hukum (perceraian, pidana, perdata, wanprestasi dll)
76 subscribers
10 photos
Yang membutuhkan konsultasi maupun bantuan hukum bisa hubungi di nomor wa/telp 085204932874
Download Telegram
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut. Merujuk dari penjelasan ini, terdapat 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan keberadaannya jika ingin menggugat berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, yaitu:

Perbuatan melawan hukum
Unsur ini menekankan pada tindakan seseorang yang dinilai melanggar kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. Sejak tahun 1919, pengertian dari kata “hukum” diperluas yaitu bukan hanya perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain.[1] Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dianggap melawan hukum bukan hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis, tetapi juga kaidah hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat, seperti asas kepatutan atau asas kesusilaan.

Kesalahan
Menurut ahli hukum perdata Rutten menyatakan bahwa setiap akibat dari perbuatan melawan hukum tidak bisa dimintai pertanggungjawaban jika tidak terdapat unsur kesalahan.[2] Unsur kesalahan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu kesalahan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kesalahan karena kekurang hati-hatian atau kealpaan. Dalam hukum perdata, baik kesalahan atas dasar kesengajaan ataupun kekurang hati-hatian memiliki akibat hukum yang sama. Hal ini dikarenakan menurut Pasal 1365 KUHPerdata perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya.[3] Contohnya seorang pengendara mobil menabrak pejalan kaki dan mengakibatkan pejalan kaki tersebut pingsan. Atas hal tersebut baik terhadap pengendara yang memang sengaja menabrak pejalan kaki tersebut ataupun lalai misalnya karena mengantuk, tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pejalan kaki tersebut.

Kerugian
Kerugian dalam hukum perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yakni kerugian materil dan/atau kerugian immateril. Kerugian materil adalah kerugian yang secara nyata diderita. Adapun yang dimaksud dengan kerugian immateril adalah kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari. Pada praktiknya, pemenuhan tuntutan kerugian immateril diserahkan kepada hakim, hal ini yang kemudian membuat kesulitan dalam menentukan besaran kerugian immateril yang akan dikabulkan karena tolak ukurnya diserahkan kepada subjektifitas Hakim yang memutus.[4]

Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum oleh pelaku dan kerugian yang dialami korban.
Ajaran kausalitas dalam hukum perdata adalah untuk meneliti hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban.[5] Unsur ini ingin menegaskan bahwa sebelum meminta pertanggungjawaban perlu dibuktikan terlebih dahulu hubungan sebab-akibat dari pelaku kepada korban. Hubungan ini menyangkut pada kerugian yang dialami oleh korban merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku.

Dapat disimpulkan, penggugat yang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum wajib membuktikan keempat syarat tersebut. Apabila salah satunya tidak terpenuhi, gugatan akan ditolak. Akan tetapi, penyelesaian permasalahan secara musyawarah lebih baik daripada pengajuan perkara ke pengadilan. Hal ini dikarenakan pengajuan ke pengadilan akan menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit serta hal yang diajukan juga belum tentu akan dikabulkan
Alasan-alasan perceraian dalam UU Perkawinan tidak diatur secara limitative. Ketentuan mengenai alasan-alasan perceraian secara limitatif diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut PP 9/1975) dan KHI. Pada Pasal 19 PP 9/1975 mengatur bahwa:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”
Selanjutnya, Pasal 116 KHI secara limitatif juga mengatur alasan-alasan perceraian, yaitu:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
Suami melanggar taklik talak;
peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.”
Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa sepasang suami istri yang mengajukan perceraian di depan sidang Pengadilan harus memenuhi alasan-alasan yang terdapat dalam PP 9/1975 dan KHI (bagi yang beragama Islam). Hal ini tentunya menjadi penting agar suami ataupun istri tidak dengan mudah berpikir untuk bercerai, terlebih apabila sebenarnya ketika niat untuk bercerai tersebut muncul belum ada alasan yang cukup untuk itu. Perceraian sekalipun diperkenankan untuk dilakukan, namun sangat penting untuk mempertimbangkan alasan-alasan yang menguatkan, sebab dampak yang nanti akan terjadi dalam perceraian tidak hanya dirasakan oleh mereka yang bercerai. Akan tetapi terdapat kemungkinan orang lain juga terdampak dari perceraian tersebut, misalnya psikologis anak yang bisa menjadi terganggu akibat perceraian, masalah pengasuhan atau hak wali anak yang kerap menimbulkan pertikaian baru karena adanya perebutan hak asuh anak, dan adanya permasalahan pembagian harta bersama antara suami dan istri. Oleh karena itu, penting untuk dapat berpikir dengan matang dan saksama sebelum melakukan perceraian. Perceraian juga sebaiknya dilakukan di depan sidang pengadilan agar status perceraian menjadi sah sehingga seluruh akibat hukum dari perceraian dapat ditetapkan secara jelas dan tegas oleh Pengadilan.
TIPS MENDAFTAR PERKARA CERAI DI PENGADILAN AGAMA 😇

Anggota grup ku semua..
Dalam menghadapi perceraian haruslah mempersiapkan segalanya, khususnya persiapan mental, karena tidak mudah nantinya menyandang status janda / duda. Selain persiapan mental, juga dituntut untuk mempersiapkan materi, misalnya untuk biaya perceraian, biaya transport saat menghadiri sidang, dan biaya-biaya lainnya.

Namun ada satu hal yang seringkali dilupakan saat mendaftar perceraian di Pengadilan Agama, sehingga para pihak yang mendaftar gugatan (biasanya dibantu dibuatkan oleh Petugas) seringkali merasa kebingungan dalam memasukkan data-data di dalam surat Gugatan, sehingga proses pendaftaran memakan waktu lebih lama,

perlu diingat : data-data yang diperlukan dalam surat gugatan, tidak semuanya ada di dalam Akta Nikah.

Di bawah ini beberapa data yang harus dipersiapkan sebelum mendaftar perceraian di Pengadilan Agama :

DATA YANG BISA DIDAPAT DALAM AKTA NIKAH :
1. Data Pihak (nama suami/isteri dan umur suami/ isteri)
2. Tanggal menikah dan Tempat menikah (KUA yang mengeluarkan Akta Nkah)
3. Nomor dan Tanggal dibuatnya Akta Nikah

DATA YANG TIDAK TERDAPAT DI AKTA NIKAH :
Data-data inilah yang harus kita persiapkan dari rumah agar proses pendaftaran di Pengadilan menjadi lebih cepat :
1. Alamat Penggugat/Pemohon
Alamat Si-pendaftar (Penggugat/Pemohon) Biasanya ikut alamat di KTP, tapi adakalanya alamat di KTP sudah tidak seusai dengan alamat si-pendaftar saat ini, karena alamat KTP adalah alamat pasangan (suami si-pendaftar/ isteri si-pendaftar), -karena sewaktu menikah hidup bersama di rumah pasangan dan KTP sudah ikut alamat pasangan-
Saran : jika pasangan sudah pisah rumah maka gunakanlah alamat di ktp (untuk memenuhi syarat formal gugatan), dan juga cantumkan ALAMAT DOMISILI YANG SEKARANG (misal:sudah pulang kembali ke rumah orang tua) gunakanlah alamat rumah orang tua. karena itu berpengaruh terhadap biaya panjar pendaftaran (semakin jauh jarak pengadilan dengan rumah si-pendaftar maka biaya semakin mahal)

2. Alamat Tergugat/Termohon
Disinilah para pendaftar sering lupa, padahal hal ini SANGAT PENTING, Alamat Tergugat/Termohon harus JELAS SEJELAS-JELASNYA (Jalan, Dusun, RT/RW, Nomor rumah, Kelurahan/Desa, Kota/Kabupaten) karena di Akta Nikah seringkali Alamat Tergugat/ Termohon hanya ditulis Desa dan Kecamatan saja. Dan parahnya lagi si-pendaftar tidak tahu alamat detail rumah pasangannya, kebanyakan mereka hanya tahu nama desa, kota, dan rute (ancer-ancer) nya saja.
Saran : perjelaslah alamat Tergugat/Termohon, untuk mempermudah tugas Juru Sita (yang mengantarkan surat Panggilan sidang)
Karena jika Gugat Cerai dianggap “Ghaib” (alamat Tergugat/ Termohon tidak jelas) maka proses persidangan akan memakan waktu lebih lama, dan biaya pasti akan semakin mahal

3. Lama rukun dalam rumah tangga dan Lama pisah rumah
Hal ini tidak perlu penjelasan yang detail, karena hanya si-pendaftar dan pasangannya yang mengetahuinya. Namun jika memang TIDAK PERNAH TERJADI PISAH RUMAH, maka dihitung sejak kapan terjadinya PISAH RANJANG atau dihitung sejak terakhir kali melakukan hubungan layaknya suami isteri.

4. Permasalahan (bertengkar) sejak kapan ?
Awal mula terjadinya pertengkaran BUKAN DIHITUNG sejak terjadinya pisah rumah/ pisah ranjang (kecuali jika pasangannya pergi meninggalkan rumah karena pamit bekerja), secara logika pisah rumah/ pisah ranjang akan terjadi jika sudah terjadi pertengkaran yang secara terus menerus dan berulang-ulang hingga akhirnya pertengkaran itu semakin memuncak
Saran : si-pendaftar harus bisa mengingat dan menjelaskan SEJAK KAPAN DIRINYA DAN PASANGAN MULAI BERTENGKAR hingga lambat laun pertengkaran itu semakin memuncak akhirnya terjadi pisah rumah / pisah ranjang

5. Apa alasan pertengkaran ?
Seringkali ini dianggap sepele oleh sebagian orang, padahal hal ini adalah HAL YANG SANGAT PENTING DAN SANGAT VITAL dalam mengajukan Gugat Cerai.
Salah satu Alasan Perceraian sebagaimana dalam Pasal 19 (f) PP nomor 09 tahun 1975 Jo. Pasal 116 (f) Kompilasi Hukum Islam :
“antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”

Seringkali si-pendaftar saat ditanyakan oleh Petugas “apa alasan mereka bercerai?”, lantas si-pendaftar hanya mengatakan
“Karena Sudah Tidak Cocok”
atau dengan entengnya hanya menjawab
“ya .. mungkin sudah tidak jodoh pak, makanya saya bercerai”

padahal jawaban tersebut adalah jawaban yang masih bersifat GLOBAL dan masih belum bisa menerangkan fakta pertengkaran dalam rumah tangga.
Dalam sebuah surat Gugatan Cerai, alasan perceraian harus ditulis sesuai FAKTA dan harus dijelaskan SEJELAS-JELASNYA, agar majelis hakim yang menyidangkan perkara anda nantinya bisa yakin bahwa pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga anda bukanlah pertengkaran yang biasa terjadi dalam rumah tangga, melainkan adalah sebuah “perselisihan dan pertengkaran yang tidak ada harapan akan hidup rukun lagi” sebagaimana ketentuan dalam pasal 19 (f) PP nomor 09 tahun 1975 Jo. Pasal 116 (f) Kompilasi Hukum Islam diatas.

Contoh penyebab pertengkaran yang biasanya sering terjadi :
- Suami malas bekerja sehingga tidak bisa mencukupi nafkah lahir kepada Isteri dan anak hasil perkawinan
- Suami sering melakukan kekerasan/ Pemukulan terhadap isteri dan anak hasil perkawinan, atau sebaliknya
- Suami atau isteri selingkuh dengan orang lain, atau suami diam-diam telah menikah sirri dengan wanita lain
- Suami sering mabuk-mabukan atau suami sering main judi
- Isteri sering membantah dan berlaku tidak sopan terhadap suami
- Isteri sering menuntut nafkah lahir/ uang belanja yang diluar kemampuan suami
- suami atau isteri tidak sayang dan sering menelantarkan anak bawaan suami atau anak bawaan isteri (jika status suami/ isteri sebelum menikah adalah janda/ duda)
- Suami tidak kerasan tinggal di rumah orang tua isteri, begitupun juga sebaliknya Isteri juga tidak kerasan tinggal di rumah orang tua Suami, akhirnya mereka pisah rumah ;
Dan masih banyak lagi permasalahan lain yang sering muncul,

Saran : si-pendaftar TIDAK PERLU MALU dan TIDAK PERLU TAKUT, berterusteranglah dan sampaikan permasalahan dalam rumah tangga anda kepada Petugas Pendaftaran
agar nantinya alasan pertengkaran dan alasan perceraian bisa memenuhi unsur Pasal 19 (f) PP nomor 09 tahun 1975 Jo. Pasal 116 (f) Kompilasi Hukum Islam di atas.

6. selama dalam perkawinan sudah memiliki anak berapa
jika memang sudah memiliki anak, nama anak siapa ? umur anak berapa? dan saat ini berada dalam asuhan siapa ?

Semoga bermanfaat.
Perceraian antara suami dn istri bukan berarti memisahkan kasih sayang dan perhatian antara salah satu orang tua dan anak. Kepentingan anak jangan sampai dikesampingkan hanya karena emosi dan ego orangtua. Meskipun sudah berpisah, kasih sayang dan tanggung jawab kedua orang tua khususnya ayah kepada anak tetap melekat dan tidak hilang atau bahkan berkurang. Tidak ada istilah mantan anak tetapi yang ada hanya mantan istri atau suami.
Mengapa Nikah Siri perlu disahkan ( isbat nikah ) di Pengadilan Agama ?

Bahwa ada beberapa alasan melakukan nikah siri ( tidak tercatat di KUA ) yaitu :
1. Belum Cukup umur
2.Belum terpenuhi berkas - berkas yang diperlukan

Karena itu nikah siri tersebut dapat dilakukan isbath nikah atau di mintakan pengesahan secara HUKUM melalui lembaga peradilan tentang pernikahan nya secara SIRI / AGAMA agar status HUKUMnya menjadi SAH secara HUKUM sepanjang pihak LAKI LAKI atau pihak perempuan tidak mempunyai ikatan perkawinan yang SAH menurut HUKUM dengan pihak lain .

Konsekuensi hukum setelah dilakukan isbat nikah adalah:
1. Untuk kepentingan hukum hubungan perkawinan keduanya sebagai suami istri yang sah secara hukum .
2.Untuk kepentingan hukum anak yang telah lahir menjadi anak sah sehingga terlindungi hak - haknya dikemudian hari .
3. Untuk apa bila dalam rumah tangganya memiliki HARTA BERSAMA / GONO GINI apabila terjadi PERCERAIAN maka harta tersebut di bagi 2 sama rata.

Kerugian nikah siri jika tidak dilakukan isbat nikah adalah :

1. Tidak ada perlindungan hukum atas hubungan suami istri sehingga dikemudian hari akan merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak dan biasanya yang paling dirugikan adalah pihak perempuan .
2. Anak yang dilahirkan dalam hubungan suami istri hanya berhubungan hukum dengan ibunya sehingga dikemudian hari anak tersebut tidak terlindungi hak- haknya atas ayah biologisnya misalnya hak nafkah jika terjadi perceraian dan hak waris jika ayahnya telah meninggal .

Semoga bermanfaat.....
Konsultasi hukum
Wa. 085204932874
Perbedaan perikatan dan perjanjian, berikut definisi Subekti mengenai perikatan:

Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Definisi perjanjian adalah sebagai berikut:

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Jika ingin penjelasan lebih lanjut silahkan japri ✌️
Yang mau bertanya atau mengajak diskusi dipersilahkan .. 😇
Nafkah madhiyah :
Yaitu nafkah yang telah lampau dan tidak selalu dihubungkan dengan perkara cerai talak. Dalam hal ini, istri dapat mengajukan tuntutan nafkah madhiyah saat suaminya mengajukan perkara cerai talak dengan mengajukan gugatan rekonvensi.

Nafkah idah :
Pasca putusan, mantan istri akan menjalani masa idah. Sehingga konsep nafkah idah sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dijadikan illat yang sama terhadap perkara cerai talak.

Nafkah mut’ah :
Konsepnya adalah istri yang dicerai merasa menderita karena harus berpisah dengan suaminya. Guna meminimalisasi penderitaan atau rasa sedih tersebut, maka diwajibkanlah bagi mantan suami untuk memberikan nafkah mut’ah sebagai penghilang pilu. Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa apabila yang mengajukan gugatan cerai adalah istri, makanafkah mut’ah dianggap tidak ada.

Nafkah anak :
Tentunya jatuh pada saat setelah terjadinya peristiwa cerai. Tidak menutup kemungkinan dibolehkan dalam perkara cerai gugat untuk mengajukan tuntutan atas nafkah anak. Persoalan kewajiban ayah pada anak setelah bercerai menurut islam sebagaimana diatur dalam KHI wajib dipenuhi sesuai kemampuan ayahnya hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri.
Persyaratan pengajuan perceraian Ghoib 👻

Alamat lengkap pemohon/ penggugat saat ini
Surat keterangan ditinggal suami/ istri selama ** tahun, / surat keterangan ghoib
Foto copy KTP pemohon/ penggugat
Fc buku nikah
Buku nikah asli
Surat permohonan/ gugatan rangkap 4
Membayar biaya panjar perkara

Done
3 langkah bikin surat gugatan:
1. Identitas para pihak
2. Dasar gugatan (Fundamentum Petendi atau Posita)
3. Petitum atau Tuntutan
✔️✔️✔️
Kerugian Nikah Sirih


Tidak ada Harta bersama/goni gini (istri sangat dirugikan)
Tidak ada Nafkah iddah/Nafkah Mutah, karena pernikahan tidak tercatat
adanya Permendagri 109/2019 membuat akta Anak dapat memiliki Akta dengan nama Bapak dengan catatan "Perkawinan Belum Tercatat"
Anda Nikah Sirih?
lalu ingin pernikahan di catat? ini caranya.

Yang bisa mengajukan permohonan Itsbat Nikah adalah:
- Suami
- Istri
- Anak
- Orang tua / Wali Nikah.

Hal yang dibutuhkan :
- Surat Permohonan Isbat nikah
- Formulir Isbat nikah (Di Pengadilan)
- Surat Keterangan Perkawinan tidak Tercatat Dari KUA
- Surat dari Kepala Desa, yang menerangkan pernah terjadi Pernikahan.
- Saksi yg mengetahui pernikahan (wali , keluarga) lebih dianjurkan

Setelah Penetapan isbat nikah mempunyai kekuatan hukum tetap atau 14Hari. anda bisa melampirkan penetapan ke KUA untuk mencatatkan Pernikahan
*“ TENGGANG WAKTU YANG MENGGUGURKAN HAK UNTUK MENUNTUT”*

Mengenai tenggang waktu yang menggugurkan atau menyingkirkan hak untuk menuntut diatur dalam ketentuan Pasal 1967 KUHPerdata. Dalam kaitannya dengan perwarisan karena kematian Pasal 835 KUHPerdata menegaskan: “Tiap tuntutan demikian gugur karena kedaluarsa dengan tenggang waktu selama tiga puluh tahun”.

Menurut Yurisprudensi M.A. No.408 K/Sip/1973, yang dijadikan dasar patokan adalah apakah telah dilampaui tenggang waktu daluwarsa yang ditentukan undang-undang, dan ternyata tenggang waktu tersebut telah dilampaui sehingga
M. A. dalam tingkat kasasi membenarkan pertimbangan yang menyatakan, karena Para Penggugat selama 30 tahun lebih membiarkan tanah sengketa dikuasai oleh Tergugat bersama anak-anaknya, maka hak Para Penggugat untuk menuntut tanah tanah sengketa telah lewat waktu (rechtsverwerking).

Sumber:
Putusan Mahkamah Agung No. 390K/Pdt/2014, tanggal 3 Desember 2014
*ANCAMAN UNTUK NETTER DI RKUHP LEBIH KERAS DARIPADA UU ITE*

Pasal 241 ayat (1)
_"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."_

Source: RKUHP
*Pidana Perzinaan dalam KUHP yang baru*

Pasal 411 ayat (1):
_"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II"_.

Pasal 412 ayat (1):
_"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II"_.

Source: RKUHP
*PENCERAHAAN HUKUM*

*BUKU LETTER C BUKAN BUKTI KEPEMILIKAN ATAS TANAH, NAMUN HANYA SEBAGAI BUKTI PEMBAYARAN PAJAK*

Menurut peraturan perundang-undangan, bukti kepemilikan tanah yang sah dan kuat adalah sertifikat tanah dalam hal ini Sertipikat Hak Milik (SHM).
Hal ini diatur dalam Pada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) jo PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”), sebagai berikut:

Pasal 19 ayat (2) UUPA:
“Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”.

Pasal 1 angka 20 PP 24/1997:

“Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”

Pasal 32 ayat 1 PP 24/1997:

“Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”

Sementara, Buku Letter C bukan merupakan bukti kepemilikan tanah melainkan hanya sebagai bukti pembayaran pajak.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 0234K/PDT/1992 :

*Bahwa buku letter c desa bukan merupakan bukti hak milik, tetapi hanya merupakan kewajiban seseorang untuk membayar pajak terhadap tanah yang dikuasainya*

Jadi berdasarkan penjelasan di atas bahwa buku Letter C bukan merupakan bukti kepemilikan tanah. Bukti Kepemilikan tanah yang sah adalah sertipikat hak milik.