This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Berkatgurukita (Instagram)

Mengenang sosok Abah Guru Sekumpul dan kedekatan Ust. Zamruddin bersama Guru Fahmi (Munsyid Kesayangan Abah Guru) dan Guru Sirojuddin (Dufuf Sekumpul)

@tambangkasih
#abahgurusekumpul #gurusekumpul #gurufahmisekumpul #sekumpul #kalsel #berkatgurukita #martapura #tambangkasihdancinta


Rumah-rumah Tradisional di Kampar yang masih ada, menandakan bahwa Kampar itu adalah berbudaya Minang.





(Feed generated with FetchRSS)

https://www.facebook.com/219347990418827/posts/728052106215077


Makna Panggilan “Daeng” bagi Suku Bugis.

Dalam suku Bugis jaman dulu dikenal 3 strata sosial atau kasta.

Kasta tertinggi adalah Ana’ Arung (bangsawan).

Kasta berikutnya adalah To Maradeka atau orang merdeka (orang kebanyakan).



Kasta terendah adalah kasta Ata atau budak.

Gelar Daeng pada awalnya dipakai oleh kasta Ana’ Arung. Tapi pada akhirnya gelar Daeng juga dipakai oleh kasta To Maradeka untuk membedakan kasta mereka dengan kasta Ata yang tidak memakai gelar. Gelar Daeng juga dipakai khususnya oleh para pelaut Bugis, kaum passompe dan pedagang Bugis yang merantau ke Kalimantan, Sumatera dan wilayah-wilayah lainnya di Nusantara agar mereka lebih mudah dikenali sebagai suku Bugis.

Nama yang diawali dengan Daeng yang arti harfiahnya orang yang dituakan dalam bahasa Bugis, selain dapat merupakan do’a, juga merupakan kata pelembut untuk memanggil yang bersangkutan sehingga dahulunya banyak digunakan.



Seiring dengan berlalunya waktu, kasta Ata berangsur-angsur mulai hilang sejak masuknya Islam dan masuknya pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945 , kasta Ata sudah tidak terdengar lagi dan perbedaan antara kasta Ana’ Arung dan To Maradeka pun berangsur-angsur berkurang dan mulai tidak diterapkan lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Gelar Daeng yang dahulunya digunakan sebagai pembeda dengan kasta Ata, berangsur-angsur mulai ditinggalkan dalam masyarakat Bugis khususnya yang ada di Sulawesi Selatan.

Namun tidak seperti dalam masyarakat Bugis, penggunaan Daeng dalam masyarakat suku Makassar masih masif dan berkembang. Masih banyak masyarakat suku Makassar yang menggunakan gelar Daeng dalam namanya. Hal ini menimbulkan salah kaprah sehingga bagi orang yang tidak tahu, menganggap Daeng itu hanya gelar untuk suku Makassar. Apalagi dengan adanya gelar kota Daeng hanya untuk kota Makassar yang makin menambah kesalahpahaman ini. Padahal penggunaan Daeng juga digunakan oleh suku Bugis dan juga suku Mandar di Sulawesi Barat.

Berikut raja-raja Bone yang memakai gelar Daeng. Raja Bone ke-4 yaitu We Benrigau Daeng Marowa (1470-1509). Kemudian raja Bone ke-9 La Pattawe Daeng Soreang (1565-1602). Ada lagi raja Bone ke-17 Batari Toja Daeng Talaga (1724-1749).

Demikian penjelasan singkat ini semoga bisa mencerahkan.



Terima kasih.



SEMUA ORANG semua orang





(Feed generated with FetchRSS)

https://www.facebook.com/219347990418827/posts/728052422881712


BISA JADI AMALAN KECIL MENGANTARMU KE SORGA ATAU MAKSIAT KECIL MEMASUKKANMU KE NERAKA



Jangan pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan atau maksiat, sebab engkau tidak pernah tahu kebaikan kecil bisa memasukkanmu ke sorga dan maksiat yang kau remehkan justru menyebabkanmu ke neraka, karena sorga dan neraka itu begitu dekat.



عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « اَلْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ » رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.



Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:



“Surga itu lebih dekat kepada salah seorang di antara kalian dari tali sandalnya, dan begitu juga neraka seperti itu.” (HR. Al-Bukhari, no. 6488)



Hadist ini memberikan faedah-faedah berharga, di antaranya;



1. “Tali sandal” dalam hadis ini adalah kiasan yang artinya sangat dekat dengan yang memakainya dan itu berukuran kecil, maka jangan meremehkan sesuatu yang kecil, karena boleh jadi dampaknya sangat besar.



Dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku,



لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْق



“Janganlah sekali-kali kebaikan sekecil apa pun itu, walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri (menyenangkan).” (HR. Muslim).



Dalam hadis yang lain;



dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ



“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa (tidak berdosa), padahal karena ucapan itu dia dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Tirmidzi).



2. Penjelasan berharga bahwa surga dan neraka lebih dekat daripada tali sendal maksudnya adalah ketaatan yang sangat kecil dapat mendekatkan kita kepada surga seperti tersenyum, menyingkirkan krikil kecil yang berada di jalan dan berbagi hadiah dengan tetangga. Begitu juga maksiat sekecil apa pun ia maka dapat mendekatkan kita kepada neraka.



3. Anjuran dan motivasi untuk memperbanyak amalan ketaatan, dan bersungguh-sungguh serta waspada agar tidak terjatuh dalam dosa. Karena bila seseorang ingin masuk surga dan dijauhkan dari neraka maka hendaknya dia bersungguh-sungguh penuh ketulusan mengerjakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Terkadang perintah-perintah tersebut bukan sesuatu yang besar menurut pandangan manusia. Tapi kalau itu perintah, maka kita tak boleh meremehkannya, karena ia menjadi bagian dari sarana menuju surga. Sebaliknya kalau itu larangan, maka perhatikanlah bahwa yang sedang dimaksiati olehnya adalah Allah Yang Maha Agung lagi Maha Suci.



Wallahu Ta’ala A’lam.



Semoga Allah senantias
Berkatgurukita (Instagram)

DOKUMENTASI FOTO
MENYALAMAT & DO'A BERSAMA
PEMBANGUNAN MASJID AR RAUDHAH PEMANGKIH