l dengan alasan darurat adalah termasuk kategori penerapan hukum (tathbiqul hukmi) yang tidak tepat. Dengan kata lain, keberadaan perbankan yang menggunakan bunga, sekarang ini bukanlah kondisi darurat, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk meng”halal”kan unsur bunga dalam perbankan konvensional. Wallahu a’lam.
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
"SUDAHKAH BERSYUKUR HARI INI ?"
.
Jika kita berada di dalam sebuah pesawat, untuk melakukan sebuah perjalanan, tiba-tiba pesawat yang kita tumpangi mengalami mushibah. Mesin pesawat mengalami kerusakan, sehingga terpaksa harus mendarat darurat. Sayangnya, pesawat hanya bisa didaratkan di sebuah pelosok hutan belantara. Semua penumpang selamat dan bisa keluar dari pesawat.
.
Namun, apa yang bisa dilakukan oleh para penumpang? Semua penumpang hanya bisa berdiri tertegun melihat belantara hutan, dengan pepohonan yang tinggi menjulang, sangat rapat dan lebat. Cahaya matahari nyaris tidak mampu menembus rapatnya daun-daun pepohonan. Keberadaan mereka sangat sulit untuk terlacak. Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Tidak ada tanda-tanda setapak jalan yang bisa membantu untuk dapat keluar dari hutan. Seluruh tanah tertutup rapat oleh semak belukar. Tidak dapat dibedakan lagi mana tanah tempat berpijak dan mana jurang dalam yang siap memerosokkan. Seluruh komunikasi mati, tidak ada sinyal HP yang terdeteksi. Makanan yang tersedia hanya yang ada di dalam pesawat. Hanya tinggal menunggu hari, tentu semua akan habis terkonsumsi.
.
Dalam kondisi seperti ini, apa yang paling dibutuhkan oleh para penumpang? Jika para penumpang harus mencari-cari benda berharga di dalam pesawat, kira-kira benda berharga apa yang paling dibutuhkan untuk dapat menyelamatkan mereka dari jebakan hutan belantara yang sangat ganas dan mencekam tersebut?
.
Apakah segepok uang? Apakah sekotak perhiasan? Apa setumpuk pakaian mewah? Tentu saja tidak. Mengapa? Sebab, semua barang berharga dan mewah tersebut tentu tidak dapat menyelamatkan mereka dari kungkungan hutan belantara. Lantas, apa sesungguhnya benda berharga yang paling mereka butuhkan?
.
Mereka tentu berharap-harap ada sebuah kotak yang berisi benda berharga yang paling mereka butuhkan. Kotak apa itu? Sebuah kotak yang berisi gambar peta beserta kompasnya, yang bisa menunjukkan posisi mereka, sekaligus ada rute yang dapat menuntun mereka keluar dari hutan belantara dengan selamat. Bisa selamat dari keterperosokan jurang yang dalam, maupun dari terkaman binatang yang buas yang mematikan, untuk menuju sebuah perkampungan manusia. Apakah kotak tersebut mungkin ada di dalam pesawat? Kalau tidak ada, bagaimana nasib mereka?
.
Demikianlah, itu hanyalah sebuah ibarat. Semua manusia yang lahir ke dunia, ibaratnya seperti penumpang pesawat tersebut. Semua manusia yang lahir di dunia ini, sebenarnya seperti terjebak dalam belantara hutan yang sangat lebat. Dia tidak tahu jalan keluar. Tidak ada satupun manusia (walaupun dengan kehebatan akalnya) bisa mengetahui: sebenarnya dia lahir ke dunia itu barasal dari mana? Dia harus hidup di dunia ini untuk apa? Dan, kalau sudah mati akan pergi kemana?
.
Tidak ada satupun manusia yang tahu, secerdas apapun, walaupun bergelar profesor sekalipun. Lantas apa yang paling dibutuhkan oleh manusia? Jawabnya: sebuah “peta” yang dapat menuntunnya untuk dapat keluar dengan selamat dari ganasnya jebakan kehidupan dunia ini. Jika manusia itu dapat menemukan “peta” tersebut, tentu itulah anugerah terindah bagi kehidupan manusia.
.
Apakah “peta” itu? Tidak lain adalah Kitab Suci Al-Qur’an yang telah diturunkan sebagai pentunjuk dan tuntunan bagi kehidupan manusia di dunia ini, agar dapat selamat hidupnya di dunia ini, maupun di akherat kelak. Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ﴿١٨٥﴾
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (Al-Baqarah: 185).
.
Itulah anugerah terindah dalam kehidupan di dunia ini. Apakah kita sudah mensyukurinya?
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
Jika kita berada di dalam sebuah pesawat, untuk melakukan sebuah perjalanan, tiba-tiba pesawat yang kita tumpangi mengalami mushibah. Mesin pesawat mengalami kerusakan, sehingga terpaksa harus mendarat darurat. Sayangnya, pesawat hanya bisa didaratkan di sebuah pelosok hutan belantara. Semua penumpang selamat dan bisa keluar dari pesawat.
.
Namun, apa yang bisa dilakukan oleh para penumpang? Semua penumpang hanya bisa berdiri tertegun melihat belantara hutan, dengan pepohonan yang tinggi menjulang, sangat rapat dan lebat. Cahaya matahari nyaris tidak mampu menembus rapatnya daun-daun pepohonan. Keberadaan mereka sangat sulit untuk terlacak. Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Tidak ada tanda-tanda setapak jalan yang bisa membantu untuk dapat keluar dari hutan. Seluruh tanah tertutup rapat oleh semak belukar. Tidak dapat dibedakan lagi mana tanah tempat berpijak dan mana jurang dalam yang siap memerosokkan. Seluruh komunikasi mati, tidak ada sinyal HP yang terdeteksi. Makanan yang tersedia hanya yang ada di dalam pesawat. Hanya tinggal menunggu hari, tentu semua akan habis terkonsumsi.
.
Dalam kondisi seperti ini, apa yang paling dibutuhkan oleh para penumpang? Jika para penumpang harus mencari-cari benda berharga di dalam pesawat, kira-kira benda berharga apa yang paling dibutuhkan untuk dapat menyelamatkan mereka dari jebakan hutan belantara yang sangat ganas dan mencekam tersebut?
.
Apakah segepok uang? Apakah sekotak perhiasan? Apa setumpuk pakaian mewah? Tentu saja tidak. Mengapa? Sebab, semua barang berharga dan mewah tersebut tentu tidak dapat menyelamatkan mereka dari kungkungan hutan belantara. Lantas, apa sesungguhnya benda berharga yang paling mereka butuhkan?
.
Mereka tentu berharap-harap ada sebuah kotak yang berisi benda berharga yang paling mereka butuhkan. Kotak apa itu? Sebuah kotak yang berisi gambar peta beserta kompasnya, yang bisa menunjukkan posisi mereka, sekaligus ada rute yang dapat menuntun mereka keluar dari hutan belantara dengan selamat. Bisa selamat dari keterperosokan jurang yang dalam, maupun dari terkaman binatang yang buas yang mematikan, untuk menuju sebuah perkampungan manusia. Apakah kotak tersebut mungkin ada di dalam pesawat? Kalau tidak ada, bagaimana nasib mereka?
.
Demikianlah, itu hanyalah sebuah ibarat. Semua manusia yang lahir ke dunia, ibaratnya seperti penumpang pesawat tersebut. Semua manusia yang lahir di dunia ini, sebenarnya seperti terjebak dalam belantara hutan yang sangat lebat. Dia tidak tahu jalan keluar. Tidak ada satupun manusia (walaupun dengan kehebatan akalnya) bisa mengetahui: sebenarnya dia lahir ke dunia itu barasal dari mana? Dia harus hidup di dunia ini untuk apa? Dan, kalau sudah mati akan pergi kemana?
.
Tidak ada satupun manusia yang tahu, secerdas apapun, walaupun bergelar profesor sekalipun. Lantas apa yang paling dibutuhkan oleh manusia? Jawabnya: sebuah “peta” yang dapat menuntunnya untuk dapat keluar dengan selamat dari ganasnya jebakan kehidupan dunia ini. Jika manusia itu dapat menemukan “peta” tersebut, tentu itulah anugerah terindah bagi kehidupan manusia.
.
Apakah “peta” itu? Tidak lain adalah Kitab Suci Al-Qur’an yang telah diturunkan sebagai pentunjuk dan tuntunan bagi kehidupan manusia di dunia ini, agar dapat selamat hidupnya di dunia ini, maupun di akherat kelak. Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ﴿١٨٥﴾
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (Al-Baqarah: 185).
.
Itulah anugerah terindah dalam kehidupan di dunia ini. Apakah kita sudah mensyukurinya?
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
"RIBA DIHUKUM 36X LEBIH BERAT DARI ZINA DINERAKA, SANGGUPKAH ?"
.
Di depan forum para pengusaha, saya biasa melemparkan pertanyaan: “Siapa di antara bapak ibu sekalian yang BELUM PERNAH mengambil RIBA, tolong tunjuk jari...!”. Biasanya pertanyaan itu saya ulang-ulang. Apa hasilnya? Tidak ada satupun yang tunjuk jari.
.
Apa maknanya? Berarti benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
“Sungguh akan datang pada suatu masa, (ketika) semua manusia akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud).
.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: sudah tahu bahwa riba itu HARAM, tetapi mengapa masih mengambil riba? Apa kira-kira jawabannya?
.
Sangat mengagetkan. Jawabnya adalah: “Haram-haram sedikit kan nggak apa-apa...?”. Betul tidak?
.
Nah, agar tidak ada jawaban seperti itu lagi, maka kita perlu lebih serius untuk menghitung-hitung, BERAPA LAMA orang yang mengambil riba itu akan masuk neraka?
.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, bagi para pemakan riba yang masih meyakini bahwa riba itu HARAM hukumnya, maka dia tidak akan masuk neraka selama-lamanya. Lantas, akan masuk neraka berapa lama?
.
Untuk dapat membuat SIMULASI hitungan-nya, mari kita lihat dulu penjelasan Hadits tentang dosa riba bagi para pelakunya. Rasulullah SAW bersabda:
دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu riba), maka itu lebih berat daripada tiga puluh enam kali berzina”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani).
.
Masya Allah...! Ancaman bagi pelaku riba itu sangat mengerikan. Satu dirham dari riba, dosanya lebih berat dari berzina, bahkan lebih berat dari 36 kali berzina. Padahal kita sudah faham bahwa berzina itu adalah dosa yang sangat besar.
.
.
Di depan forum para pengusaha, saya biasa melemparkan pertanyaan: “Siapa di antara bapak ibu sekalian yang BELUM PERNAH mengambil RIBA, tolong tunjuk jari...!”. Biasanya pertanyaan itu saya ulang-ulang. Apa hasilnya? Tidak ada satupun yang tunjuk jari.
.
Apa maknanya? Berarti benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
“Sungguh akan datang pada suatu masa, (ketika) semua manusia akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud).
.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: sudah tahu bahwa riba itu HARAM, tetapi mengapa masih mengambil riba? Apa kira-kira jawabannya?
.
Sangat mengagetkan. Jawabnya adalah: “Haram-haram sedikit kan nggak apa-apa...?”. Betul tidak?
.
Nah, agar tidak ada jawaban seperti itu lagi, maka kita perlu lebih serius untuk menghitung-hitung, BERAPA LAMA orang yang mengambil riba itu akan masuk neraka?
.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, bagi para pemakan riba yang masih meyakini bahwa riba itu HARAM hukumnya, maka dia tidak akan masuk neraka selama-lamanya. Lantas, akan masuk neraka berapa lama?
.
Untuk dapat membuat SIMULASI hitungan-nya, mari kita lihat dulu penjelasan Hadits tentang dosa riba bagi para pelakunya. Rasulullah SAW bersabda:
دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu riba), maka itu lebih berat daripada tiga puluh enam kali berzina”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani).
.
Masya Allah...! Ancaman bagi pelaku riba itu sangat mengerikan. Satu dirham dari riba, dosanya lebih berat dari berzina, bahkan lebih berat dari 36 kali berzina. Padahal kita sudah faham bahwa berzina itu adalah dosa yang sangat besar.
.
"Satu dirham itu sekitar 3 gram perak. Sedangkan 1 gram perak itu (untuk harga yang murah) setara dengan 20 ribu rupiah. Berarti, 1 dirham itu sekitar 60 ribu rupiah. Lantas, berapa lama dia akan disiksa di neraka?
.
Marilah kita buat SIMULASINYA. Misalnya seseorang mengambil kredit rumah tipe 36 melalui Bank konvensional dengan aqad utang-piutang yang ada tambahan bunganya (baca: riba), sebesar 10 % (untuk mempermudah, misalnya dengan menggunakan bunga tetap). Harga rumah tipe 36 yang murah adalah 200 juta, jika dibeli dengan pembayaran tunai. Jika membelinya dengan kredit selama 10 tahun, maka bunganya: (10% X 200 juta) 10 tahun = 200 juta rupiah.
.
Berapa lama akan masuk neraka? Cara menghitungnya: 200 juta dibagi 60 ribu (nilai 1 dirham) dikalikan 36 kali berzina. Nah, berapa lama orang yang berzina akan di siksa di neraka? Jika kita menggunakan perbandingan “relativitas waktu” menurut Al-Qur’an, yaitu dalam Surat Al-Ma’arij ayat 4:
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ﴿٤﴾
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (dunia)” (QS. Al-Ma’arij: 4).
.
Menurut ayat di atas, perbandingan 1 hari akherat itu sama dengan 50 ribu tahun dunia. Untuk memperkuat pemahaman di atas, kita juga dapat melihat penjelasan dari Rasulullah SAW berkaitan dengan perbandingan lamanya hidup di dunia ini dengan di akherat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّي حَقَّهُ إِلَّا جُعِلَ صَفَائِحَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ عِبَادِهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ ثُمَّ يُرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ (أحمد)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya, hingga Allah SWT berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNya, pada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu ia akan melihat jalannya, mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka.” (HR Ahmad 15/288).
.
Dengan demikian, jika diasumsikan bermaksiyat di dunia ini, yaitu melakukan perzinaan 1 kali di dunia, akan disiksa di dalam neraka selama 50 ribu tahun, maka berapa lama orang yang mengambil riba seperti di atas itu akan di siksa di neraka? Jawabnya adalah: [ (200 juta / 60 ribu) X 36 ] X 50 ribu tahun = 6 milyar tahun...!
.
Masya Allah...! Hanya mengambil kredit rumah tipe 36 saja harus disiksa di neraka selama 6 milyar tahun...? Na’udzubillahi min dzalik...!
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
Marilah kita buat SIMULASINYA. Misalnya seseorang mengambil kredit rumah tipe 36 melalui Bank konvensional dengan aqad utang-piutang yang ada tambahan bunganya (baca: riba), sebesar 10 % (untuk mempermudah, misalnya dengan menggunakan bunga tetap). Harga rumah tipe 36 yang murah adalah 200 juta, jika dibeli dengan pembayaran tunai. Jika membelinya dengan kredit selama 10 tahun, maka bunganya: (10% X 200 juta) 10 tahun = 200 juta rupiah.
.
Berapa lama akan masuk neraka? Cara menghitungnya: 200 juta dibagi 60 ribu (nilai 1 dirham) dikalikan 36 kali berzina. Nah, berapa lama orang yang berzina akan di siksa di neraka? Jika kita menggunakan perbandingan “relativitas waktu” menurut Al-Qur’an, yaitu dalam Surat Al-Ma’arij ayat 4:
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ﴿٤﴾
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (dunia)” (QS. Al-Ma’arij: 4).
.
Menurut ayat di atas, perbandingan 1 hari akherat itu sama dengan 50 ribu tahun dunia. Untuk memperkuat pemahaman di atas, kita juga dapat melihat penjelasan dari Rasulullah SAW berkaitan dengan perbandingan lamanya hidup di dunia ini dengan di akherat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّي حَقَّهُ إِلَّا جُعِلَ صَفَائِحَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ عِبَادِهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ ثُمَّ يُرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ (أحمد)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya, hingga Allah SWT berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNya, pada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu ia akan melihat jalannya, mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka.” (HR Ahmad 15/288).
.
Dengan demikian, jika diasumsikan bermaksiyat di dunia ini, yaitu melakukan perzinaan 1 kali di dunia, akan disiksa di dalam neraka selama 50 ribu tahun, maka berapa lama orang yang mengambil riba seperti di atas itu akan di siksa di neraka? Jawabnya adalah: [ (200 juta / 60 ribu) X 36 ] X 50 ribu tahun = 6 milyar tahun...!
.
Masya Allah...! Hanya mengambil kredit rumah tipe 36 saja harus disiksa di neraka selama 6 milyar tahun...? Na’udzubillahi min dzalik...!
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
RASULULLAH SAW IMAM PARA NABI
.
Kewajiban Memimpin Dunia
Sejumlah kemuliaan yang dilimpahkan kepada Rasulullah saw. membawa konsekuensi, yakni Islam dan umatnya wajib memimpin dunia. Pasalnya, semua nabi dan rasul telah menyerahkan umat mereka kepada Nabi Muhammad saw., juga menundukkan agama mereka pada agama Islam.
.
Sayang, realita hari ini menunjukkan bahwa umat Muslim justru dipimpin oleh sistem selain Islam. Bahkan tak sedikit umat yang membelakangi dan menyelisihi ajaran nabi mereka sendiri. Padahal Allah SWT telah menetapkan bahwa Islam akan terus memimpin umat manusia dan mengalahkan semua agama dan sistem lain yang batil (QS ash-Shaf [61]: 9).
.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang wajib dilakukan: Pertama, kaum Muslim wajib meneguhkan keimanan mereka bahwa hanya Islam sebagai sebagai satu-satu agama yang agung dan mengalahkan semua agama serta ajaran yang lain. Tak ada yang lebih tinggi dibandingkan Islam.
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى عليه
Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya (HR ad-Daruquthni).
.
Kedua, kaum Muslim wajib mengikatkan diri dengan syariah Islam dan tidak melepaskan ketaatan sejengkal pun dari agama Allah ini. Sungguh kemunduran umat hari ini diakibatkan mereka melepaskan diri dari simpul Islam.Kemunduran umat hari ini di segala bidang yang berdampak pada munculnya berbagai kerusakan bukanlah karena ajaran Islam, tetapi justru karena umat telah melepaskan diri dari ajaran Islam.
.
Ketiga, umat Islam wajib berjuang menegakkan kembali kepemimpinan Islam atas dunia ini sebagaimana dulu Rasulullah saw. telah memimpin dunia. Kepemimpinan Rasulullah saw. ini dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka. Umat Muslim memimpin dunia dan mengayomi mereka karena kepemimpinan Islam atas dunia bukanlah kepemimpinan berdarah-darah, melainkan kepemimpinan di atas landasan tauhid dan keagungan syariah Allah SWT yang mendatangkan rahmat bagi umat manusia.
.
Banyak catatan sejarah yang menunjukkan dunia menaruh harapan dan bantuan pada kepemimpinan Islam (Khilafah Islam). Bangsa Irlandia Utara, misalnya, pernah mendapatkan bantuan saat tertimpa Great Hunger pada tahun 1845-1852 M yang menewaskan lebih dari sejuta warga Irlandia. Kala itu Sultan Ottoman Turki Abdul Majid I mengirimkan bantuan sebesar 10.000 sterling dan tiga kapal penuh bahan makanan demi membantu para petani Irlandia. Padahal Ratu Victoria hanya meminta Sultan untuk mengirimkan 1.000 sterling saja.
.
Khilafah Utsmaniyah juga pernah menyelamatkan 1500 bangsa Yahudi dari pembantaian umat Kristiani Spanyol dalam peristiwa Inkuisisi pada Juli 1492. Saat itu Sultan Bayezid II mengirimkan Angkatan Laut dari negeri Ottoman di bawah komando Laksamana Kemal Reis ke Spanyol untuk mengevakuasi mereka dengan selamat ke Tanah Ottoman (sekarang Turki).
.
Itu hanya secuil kisah kepemimpinan Khilafah Islam yang mengayomi dunia, Muslim maupun non-Muslim.Bandingkan dengan saat ini. Umat Muslim dibantai di berbagai belahan dunia tanpa ada satu pun yang membela. Karena itu renungkanlah peristiwa Isra’ dan Mi’raj kala semua nabi dan rasul menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Rasulullah saw. Semua bermakmum kepada beliau. Lalu mengapa hari ini kaum Muslim justru bermakmum kepada umat lain? Apa pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Baginda Nabi saw.?
.
Rasulullah saw. bersabda:
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
Ikatan Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu ikatan terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama kali akan terlepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
.
Kewajiban Memimpin Dunia
Sejumlah kemuliaan yang dilimpahkan kepada Rasulullah saw. membawa konsekuensi, yakni Islam dan umatnya wajib memimpin dunia. Pasalnya, semua nabi dan rasul telah menyerahkan umat mereka kepada Nabi Muhammad saw., juga menundukkan agama mereka pada agama Islam.
.
Sayang, realita hari ini menunjukkan bahwa umat Muslim justru dipimpin oleh sistem selain Islam. Bahkan tak sedikit umat yang membelakangi dan menyelisihi ajaran nabi mereka sendiri. Padahal Allah SWT telah menetapkan bahwa Islam akan terus memimpin umat manusia dan mengalahkan semua agama dan sistem lain yang batil (QS ash-Shaf [61]: 9).
.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang wajib dilakukan: Pertama, kaum Muslim wajib meneguhkan keimanan mereka bahwa hanya Islam sebagai sebagai satu-satu agama yang agung dan mengalahkan semua agama serta ajaran yang lain. Tak ada yang lebih tinggi dibandingkan Islam.
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى عليه
Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya (HR ad-Daruquthni).
.
Kedua, kaum Muslim wajib mengikatkan diri dengan syariah Islam dan tidak melepaskan ketaatan sejengkal pun dari agama Allah ini. Sungguh kemunduran umat hari ini diakibatkan mereka melepaskan diri dari simpul Islam.Kemunduran umat hari ini di segala bidang yang berdampak pada munculnya berbagai kerusakan bukanlah karena ajaran Islam, tetapi justru karena umat telah melepaskan diri dari ajaran Islam.
.
Ketiga, umat Islam wajib berjuang menegakkan kembali kepemimpinan Islam atas dunia ini sebagaimana dulu Rasulullah saw. telah memimpin dunia. Kepemimpinan Rasulullah saw. ini dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka. Umat Muslim memimpin dunia dan mengayomi mereka karena kepemimpinan Islam atas dunia bukanlah kepemimpinan berdarah-darah, melainkan kepemimpinan di atas landasan tauhid dan keagungan syariah Allah SWT yang mendatangkan rahmat bagi umat manusia.
.
Banyak catatan sejarah yang menunjukkan dunia menaruh harapan dan bantuan pada kepemimpinan Islam (Khilafah Islam). Bangsa Irlandia Utara, misalnya, pernah mendapatkan bantuan saat tertimpa Great Hunger pada tahun 1845-1852 M yang menewaskan lebih dari sejuta warga Irlandia. Kala itu Sultan Ottoman Turki Abdul Majid I mengirimkan bantuan sebesar 10.000 sterling dan tiga kapal penuh bahan makanan demi membantu para petani Irlandia. Padahal Ratu Victoria hanya meminta Sultan untuk mengirimkan 1.000 sterling saja.
.
Khilafah Utsmaniyah juga pernah menyelamatkan 1500 bangsa Yahudi dari pembantaian umat Kristiani Spanyol dalam peristiwa Inkuisisi pada Juli 1492. Saat itu Sultan Bayezid II mengirimkan Angkatan Laut dari negeri Ottoman di bawah komando Laksamana Kemal Reis ke Spanyol untuk mengevakuasi mereka dengan selamat ke Tanah Ottoman (sekarang Turki).
.
Itu hanya secuil kisah kepemimpinan Khilafah Islam yang mengayomi dunia, Muslim maupun non-Muslim.Bandingkan dengan saat ini. Umat Muslim dibantai di berbagai belahan dunia tanpa ada satu pun yang membela. Karena itu renungkanlah peristiwa Isra’ dan Mi’raj kala semua nabi dan rasul menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Rasulullah saw. Semua bermakmum kepada beliau. Lalu mengapa hari ini kaum Muslim justru bermakmum kepada umat lain? Apa pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Baginda Nabi saw.?
.
Rasulullah saw. bersabda:
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
Ikatan Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu ikatan terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama kali akan terlepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
"PERKARA HALAL, 100% MENJADI HARAM"
.
Ketika saya mengisi Pelatihan Bisnis Syari’ah, salah satu penjelasan yang agak sulit difahami adalah menjelaskan tentang pentingnya AKAD yang benar dalam membangun perseroan atau perusahaan. Namun demikian, penjelasan itu bisa menjadi mudah jika dianalogikan dengan AKAD PERNIKAHAN.
.
Sesungguhnya, membangun perusahaan itu identik dengan membangun rumah tangga. Apa yang paling penting dan paling menentukan dalam membangun rumah tangga? Tentu saja adalah AKAD NIKAH-nya. Mengapa?
.
Misalnya saja, seorang laki-laki yang menikah dengan perempuan. Hampir semua rukun nikah sudah dipenuhi: ada dua mempelai, ada wali, ada mahar dan ada dua orang saksi. Namun, tidak ada ijab-qobul. Bagaimana pernikahannya? Tentu saja tidak sah alias bathal. Jika laki-laki dan perempuan tersebut tetap nekat melanjutkan rumah-tangganya, bagaimana konsekuensinya?
.
Konsekuensinya, semua amal yang dilakukan selama berumah tangga akan menjadi haram. Apa contohnya? Jika laki-laki itu memberi nafkah kepada perempuannya, maka nafkah itu tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika laki-laki itu mempergauli perempuannya, maka itu pergaulan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika mereka punya anak, maka itu adalah anak yang tidak sah, sehingga menjadi anak yang haram. Jika laki-laki itu menafkahi anaknya, maka itu adalah nafkah yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika anak perempuannya akan menikah dan laki-laki itu menjadi walinya, maka itu adalah wali yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Selanjutnya, jika laki-laki itu meninggal dunia, maka harta yang ditinggalkan juga tidak sah diwarisi, sehingga haram hukumnya. Dan seterusnya. Berat bukan?
.
Dengan kata lain, jika ada yang tidak terpenuhi dalam AKAD NIKAH-nya, maka semua amal dan semua akad-akad tururnannya itu menjadi haram. Hal itu sesuai dengan qaidah syara’ yang menyebutkan:
إذَا سَقَطَ الْأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ
“Jika gugur persoalan pokok, gugur pula persoalan cabangnya”.
.
Lantas, bagaimana solusinya? Ternyata solusinya tidak hanya cukup dengan bertaubat, memohon ampun kepada Allah SWT, kemudian antara suami dan istri saling maaf-memaafkan, sudah dianggap selesai permasalahannya. Untuk pelanggaran terhadap AKAD NIKAH, tidak cukup hanya seperti itu. Lantas bagaimana...?
.
Solusinya, laki-laki dan perempuan yang sudah terlanjur berumah tangga tersebut harus mengulang kembali akad nikahnya yang bathal tersebut, dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya.
.
Jika akad nikahnya sudah diulang dan sudah terpenuhi semua rukun dan syaratnya, maka insya Allah rumah tangganya dapat dikatakan telah sah. Selanjutnya, mereka dapat menjalankan rumah tangganya dan semua amal-amalnya menjadi HALAL.
.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah hal itu juga berlaku dalam membangun perusahaan? Ternyata itu juga berlaku. Apa contohnya?
.
Misalnya saja beberapa orang yang hendak membuat perusahaan secara bersama-sama. Namun, AKAD PEMBENTUKAN perusahaan yang digunakan adalah akad Perseroan Terbatas (PT). Bagaimana konsekuensinya?
.
Jika aqad pembentukan PT itu tidak sah alias bathal, karena ada rukun dari AKAD PERSEROAN (SYIRKAH) yang tidak terpenuhi, maka konsekuensinya adalah: semua amal dan akad-akad turunannya akan menjadi haram. Jika para pendiri PT itu hendak mengangkat Dewan Direksi, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak mengangkat karyawan, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan transaksi jual-beli, maka itu jual-beli yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan sewa-menyewa, maka itu sewa-menyewa yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Dan seterusnya. Berat bukan? Lantas bagaimana?
.
Jawabnya sama seperti dalam kasus pernikahan di atas. Semua pendiri PT itu harus melakukan akad ulang, yaitu dengan memenuhi semua rukun dan syarat yang dituntut dalam AKAD SYIRKAH yang benar. Jika akad pembentukan perseroan tersebut sudah SAH, insya Allah semua amal dan akad-akad turunan di bawahnya menjadi halal hukumnya.
.
Yang menarik untuk dipertanyakan disin
.
Ketika saya mengisi Pelatihan Bisnis Syari’ah, salah satu penjelasan yang agak sulit difahami adalah menjelaskan tentang pentingnya AKAD yang benar dalam membangun perseroan atau perusahaan. Namun demikian, penjelasan itu bisa menjadi mudah jika dianalogikan dengan AKAD PERNIKAHAN.
.
Sesungguhnya, membangun perusahaan itu identik dengan membangun rumah tangga. Apa yang paling penting dan paling menentukan dalam membangun rumah tangga? Tentu saja adalah AKAD NIKAH-nya. Mengapa?
.
Misalnya saja, seorang laki-laki yang menikah dengan perempuan. Hampir semua rukun nikah sudah dipenuhi: ada dua mempelai, ada wali, ada mahar dan ada dua orang saksi. Namun, tidak ada ijab-qobul. Bagaimana pernikahannya? Tentu saja tidak sah alias bathal. Jika laki-laki dan perempuan tersebut tetap nekat melanjutkan rumah-tangganya, bagaimana konsekuensinya?
.
Konsekuensinya, semua amal yang dilakukan selama berumah tangga akan menjadi haram. Apa contohnya? Jika laki-laki itu memberi nafkah kepada perempuannya, maka nafkah itu tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika laki-laki itu mempergauli perempuannya, maka itu pergaulan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika mereka punya anak, maka itu adalah anak yang tidak sah, sehingga menjadi anak yang haram. Jika laki-laki itu menafkahi anaknya, maka itu adalah nafkah yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika anak perempuannya akan menikah dan laki-laki itu menjadi walinya, maka itu adalah wali yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Selanjutnya, jika laki-laki itu meninggal dunia, maka harta yang ditinggalkan juga tidak sah diwarisi, sehingga haram hukumnya. Dan seterusnya. Berat bukan?
.
Dengan kata lain, jika ada yang tidak terpenuhi dalam AKAD NIKAH-nya, maka semua amal dan semua akad-akad tururnannya itu menjadi haram. Hal itu sesuai dengan qaidah syara’ yang menyebutkan:
إذَا سَقَطَ الْأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ
“Jika gugur persoalan pokok, gugur pula persoalan cabangnya”.
.
Lantas, bagaimana solusinya? Ternyata solusinya tidak hanya cukup dengan bertaubat, memohon ampun kepada Allah SWT, kemudian antara suami dan istri saling maaf-memaafkan, sudah dianggap selesai permasalahannya. Untuk pelanggaran terhadap AKAD NIKAH, tidak cukup hanya seperti itu. Lantas bagaimana...?
.
Solusinya, laki-laki dan perempuan yang sudah terlanjur berumah tangga tersebut harus mengulang kembali akad nikahnya yang bathal tersebut, dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya.
.
Jika akad nikahnya sudah diulang dan sudah terpenuhi semua rukun dan syaratnya, maka insya Allah rumah tangganya dapat dikatakan telah sah. Selanjutnya, mereka dapat menjalankan rumah tangganya dan semua amal-amalnya menjadi HALAL.
.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah hal itu juga berlaku dalam membangun perusahaan? Ternyata itu juga berlaku. Apa contohnya?
.
Misalnya saja beberapa orang yang hendak membuat perusahaan secara bersama-sama. Namun, AKAD PEMBENTUKAN perusahaan yang digunakan adalah akad Perseroan Terbatas (PT). Bagaimana konsekuensinya?
.
Jika aqad pembentukan PT itu tidak sah alias bathal, karena ada rukun dari AKAD PERSEROAN (SYIRKAH) yang tidak terpenuhi, maka konsekuensinya adalah: semua amal dan akad-akad turunannya akan menjadi haram. Jika para pendiri PT itu hendak mengangkat Dewan Direksi, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak mengangkat karyawan, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan transaksi jual-beli, maka itu jual-beli yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan sewa-menyewa, maka itu sewa-menyewa yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Dan seterusnya. Berat bukan? Lantas bagaimana?
.
Jawabnya sama seperti dalam kasus pernikahan di atas. Semua pendiri PT itu harus melakukan akad ulang, yaitu dengan memenuhi semua rukun dan syarat yang dituntut dalam AKAD SYIRKAH yang benar. Jika akad pembentukan perseroan tersebut sudah SAH, insya Allah semua amal dan akad-akad turunan di bawahnya menjadi halal hukumnya.
.
Yang menarik untuk dipertanyakan disin
i adalah, mengapa dalam akad pembentukan PT itu tidak sah alias bathal? (BERSAMBUNG).
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
"SEBAB HARAMNYA AKAD PT"
.
Jika kita sudah memahami perbedaan antara hukum taklifi dan hukum wadh’i? Bisa membedakan antara hukum haram dan bathal, maka sekarang kita dapat mulai membedah akad pembentukan Perseroan Terbatas (PT). Apakah benar akad PT itu bathal? Darimana kita menilainya?
.
Jika kita mau mengkaji secara lebih mendalam, maka kita dapat menemukan bahwa dalam akad pendirian PT tidak ada dua pihak yang melakukan aqad secara sempurna, yaitu adanya ijab dan qabul.
.
Apa maksudnya? Maksudnya adalah bahwa dalam akad pendirian PT hanya ada satu pihak saja, yaitu para pendiri yang telah menyiapkan sejumlah modal tertentu. Para pemodal tersebut kemudian membuat kesepakatan yang dituangkan pada akte pendirian perusahaan (corporation charter). Pendirian perusahaan ini dianggap selesai apabila semua pihak yang ingin bergabung telah selesai menendatangani akte tersebut atau telah selesai mendaftarkan diri, yaitu hanya dengan pembelian saham-saham yang ditawarkan. Dengan demikian, dalam akad ini tidak ada pihak yang menerima penyerahan sejumlah modal tersebut untuk dikelola menjadi sebuah usaha untuk menghasilkan keuntungan.
.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari ketentuan akad dalam Islam, maka pendirian PT ini dapat didibaratkan hanya ada pihak yang melakukan ijab (penyerahan) saja, tetapi tidak ada pihak yang menyatakan qabul (menerima). Dengan kata lain, akad ini bukan merupakan kesepakatan dua pihak, melainkan hanya kesepakatan sepihak saja terhadap syarat-syarat tertentu. Kesimpulannya, akad pendirian perusahaan ini masih belum sempurna, sehingga dapat dikatakan sebagai akad yang batal atau tidak sah menurut ketentuan syari’at Islam.
.
Konsekuensi dari ketidaksempurnaan dalam akad di atas, maka dalam akad PT tidak ada pihak yang bertindak sebagai pengelola yang akan melakukan usaha. Yang ada hanyalah persekutuan para pemodal saja (syarikul-mal). Pengelolaan perusahaan justru diserahkan pada pihak lain yang tidak terlibat dalam akad perseroan, yaitu pihak dewan direksi. Dengan demikian, di dalam PT ini strukturnya menjadi dua tingkatan, yaitu pihak dewan komisaris (representasi dari para pemodal) sebagai atasan dan dewan direksi (representasi dari pengelola) sebagai bawahan. Aqad kedua belah pihak ini adalah akad ijarotul-ajir (akad sewa tenaga), bukan akad perseroan (syirkah).
.
Untuk pemahaman yang lebih mendalam, kita juga dapat melihat bahwa akad pembentukan PT ini sesungguhnya tidak sesuai dengan definisi syirkah secara syar’i, yaitu:
وَالشِّرْكَةُ شَرْعاً هِيَ عَقْدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَأكْثَرَ يَتَّفِقَانِ فِيْهِ عَلَى القِيَامِ بِعَمَلٍ مَالِيٍّ بِقَصْدِ الرِّبْحِ
“Syirkah menurut makna syariah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan”.
.
Menurut definisi syirkah di atas, di dalam perseroan Islam, di antara para pesyirkah harus ada pihak yang menjalankan usaha atau bisnis secara langsung, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Perseroan Islam tidak boleh hanya kumpulan pemodal saja, kemudian membuat badan hukum perseroan, selanjutnya yang menjalankan bisnisnya justru adalah pihak lain yang digaji untuk menjalankan perusahaannya, sebagaimana yang terjadi pada Perseroan Terbatas.
.
Dengan kata lain, jika ada yang tidak terpenuhi (gugur) dalam AKAD SYIRKAH-nya yang pokok, maka akad tururnannya, yaitu akad ijarotul-ajir (akad sewa tenaga) antara Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi-nya itu menjadi bathal, sehingga amalnya menjadi haram. Hal itu sesuai dengan qaidah syara’ yang menyebutkan:
إذَا سَقَطَ الْأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ
“Jika gugur persoalan pokok, gugur pula persoalan cabangnya”.
.
Jika aqad pembentukan PT itu tidak sah alias bathal, karena tidak terwujudnya ijab qobul yang sah, maka apa konsekuensinya?, Sebagaimana yang telah disinggung dalam tulisan sebelumnya, konsekuensinya adalah: semua amal dan akad-akad turunannya akan menjadi haram. Jika para pendiri PT itu hendak mengangkat Dewan Direksi, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak mengangkat karyawan, maka itu pengan
.
Jika kita sudah memahami perbedaan antara hukum taklifi dan hukum wadh’i? Bisa membedakan antara hukum haram dan bathal, maka sekarang kita dapat mulai membedah akad pembentukan Perseroan Terbatas (PT). Apakah benar akad PT itu bathal? Darimana kita menilainya?
.
Jika kita mau mengkaji secara lebih mendalam, maka kita dapat menemukan bahwa dalam akad pendirian PT tidak ada dua pihak yang melakukan aqad secara sempurna, yaitu adanya ijab dan qabul.
.
Apa maksudnya? Maksudnya adalah bahwa dalam akad pendirian PT hanya ada satu pihak saja, yaitu para pendiri yang telah menyiapkan sejumlah modal tertentu. Para pemodal tersebut kemudian membuat kesepakatan yang dituangkan pada akte pendirian perusahaan (corporation charter). Pendirian perusahaan ini dianggap selesai apabila semua pihak yang ingin bergabung telah selesai menendatangani akte tersebut atau telah selesai mendaftarkan diri, yaitu hanya dengan pembelian saham-saham yang ditawarkan. Dengan demikian, dalam akad ini tidak ada pihak yang menerima penyerahan sejumlah modal tersebut untuk dikelola menjadi sebuah usaha untuk menghasilkan keuntungan.
.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari ketentuan akad dalam Islam, maka pendirian PT ini dapat didibaratkan hanya ada pihak yang melakukan ijab (penyerahan) saja, tetapi tidak ada pihak yang menyatakan qabul (menerima). Dengan kata lain, akad ini bukan merupakan kesepakatan dua pihak, melainkan hanya kesepakatan sepihak saja terhadap syarat-syarat tertentu. Kesimpulannya, akad pendirian perusahaan ini masih belum sempurna, sehingga dapat dikatakan sebagai akad yang batal atau tidak sah menurut ketentuan syari’at Islam.
.
Konsekuensi dari ketidaksempurnaan dalam akad di atas, maka dalam akad PT tidak ada pihak yang bertindak sebagai pengelola yang akan melakukan usaha. Yang ada hanyalah persekutuan para pemodal saja (syarikul-mal). Pengelolaan perusahaan justru diserahkan pada pihak lain yang tidak terlibat dalam akad perseroan, yaitu pihak dewan direksi. Dengan demikian, di dalam PT ini strukturnya menjadi dua tingkatan, yaitu pihak dewan komisaris (representasi dari para pemodal) sebagai atasan dan dewan direksi (representasi dari pengelola) sebagai bawahan. Aqad kedua belah pihak ini adalah akad ijarotul-ajir (akad sewa tenaga), bukan akad perseroan (syirkah).
.
Untuk pemahaman yang lebih mendalam, kita juga dapat melihat bahwa akad pembentukan PT ini sesungguhnya tidak sesuai dengan definisi syirkah secara syar’i, yaitu:
وَالشِّرْكَةُ شَرْعاً هِيَ عَقْدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَأكْثَرَ يَتَّفِقَانِ فِيْهِ عَلَى القِيَامِ بِعَمَلٍ مَالِيٍّ بِقَصْدِ الرِّبْحِ
“Syirkah menurut makna syariah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan”.
.
Menurut definisi syirkah di atas, di dalam perseroan Islam, di antara para pesyirkah harus ada pihak yang menjalankan usaha atau bisnis secara langsung, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Perseroan Islam tidak boleh hanya kumpulan pemodal saja, kemudian membuat badan hukum perseroan, selanjutnya yang menjalankan bisnisnya justru adalah pihak lain yang digaji untuk menjalankan perusahaannya, sebagaimana yang terjadi pada Perseroan Terbatas.
.
Dengan kata lain, jika ada yang tidak terpenuhi (gugur) dalam AKAD SYIRKAH-nya yang pokok, maka akad tururnannya, yaitu akad ijarotul-ajir (akad sewa tenaga) antara Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi-nya itu menjadi bathal, sehingga amalnya menjadi haram. Hal itu sesuai dengan qaidah syara’ yang menyebutkan:
إذَا سَقَطَ الْأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ
“Jika gugur persoalan pokok, gugur pula persoalan cabangnya”.
.
Jika aqad pembentukan PT itu tidak sah alias bathal, karena tidak terwujudnya ijab qobul yang sah, maka apa konsekuensinya?, Sebagaimana yang telah disinggung dalam tulisan sebelumnya, konsekuensinya adalah: semua amal dan akad-akad turunannya akan menjadi haram. Jika para pendiri PT itu hendak mengangkat Dewan Direksi, maka itu pengangkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak mengangkat karyawan, maka itu pengan
gkatan yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan transaksi jual-beli, maka itu jual-beli yang tidak sah, sehingga haram hukumnya. Jika PT itu hendak melakukan sewa-menyewa, maka itu sewa-menyewa yang tidak sah, sehingga haram hukumnya.
.
Apakah masih ada konsekuensi lanjutannya? Ternyata masih ada. Apa itu? Konsekuensi lanjutannya adalah: segala bentuk saham yang diterbitkan oleh PT juga bathil. Oleh karena itu, memperjualbelikan saham yang diterbitkan PT hukumnya juga tidak sah (bathil).
.
Dan seterusnya. Berat bukan? Lantas solusinya bagaimana? (BERSAMBUNG).
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
Apakah masih ada konsekuensi lanjutannya? Ternyata masih ada. Apa itu? Konsekuensi lanjutannya adalah: segala bentuk saham yang diterbitkan oleh PT juga bathil. Oleh karena itu, memperjualbelikan saham yang diterbitkan PT hukumnya juga tidak sah (bathil).
.
Dan seterusnya. Berat bukan? Lantas solusinya bagaimana? (BERSAMBUNG).
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
MAMPUKAH ISLAM MENGATASI WABAH CORONA?
.
Dalam setiap mengisi pengajian, saya selalu menyampaikan jargon: “Apapun masalahnya, Islam ada solusinya”. Jargon itu biasanya saya sampaikan dengan dukungan dalil-dalil dan tentu saja juga saya tunjukkan contoh-contohnya, bagaimana cara Islam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang senantiasa muncul. Walaupun kebanyakan contoh dari saya adalah di bidang ekonomi.
.
Nah, sekarang kita (di Indonesia maupun dunia) sedang menghadapi permasalahan yang sangat serius dan berat. Saat ini kita dilanda wabah yang mengguncang dunia, diserang oleh Virus Corona (Covid 19). Tidak ada satupun negara di dunia ini yang aman dari ancaman virus ini. Maka, banyak yang kemudian melayangkan pertanyaan pada saya: “Kalau memang Islam bisa menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan ini, mampukah Islam memberi solusi terhadap wabah Virus Corona ini?”.
.
Ini tentu pertanyaan yang tidak ringan untuk dijawab. Walaupun ilmu tentang virus ini adalah ilmu yang sudah lama tidak saya geluti lagi (dulu bidang saya mikrobiologi, sekarang mikroekonomi, he), namun kita tentu yakin bahwa Islam adalah agama yang sempurna tentu mempunyai solusi untuk menghadapinya. Bagaimana caranya ?
.
Para ‘ulama sesungguhnya telah memberikan tuntunan kepada kita, bagaimana caranya untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan ini dengan Islam. Tuntunan yang diberikan ‘ulama itu berupa metode atau langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang muncul. Apa saja masalahnya, metodenya tetap sama. Apakah itu masalah politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, bahkan masalah kesehatan sekalipun, insya Allah dapat diselesaikan dengan metode ini. Apa metode itu ?
.
Metode itu tidak lain adalah metode ijtihad. Mungkin kita kaget, sepertinya kok tidak nyambung. Bukankah ijtihad itu urusannya hanya untuk masalah agama saja? Jika masih ada yang berpendapat demikian, tentu itu adalah kesalahan besar. Metode ijtihad itu untuk menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia di dunia ini. Apapun masalahnya...! Termasuk urusan menghadapi wabah Virus Corona ini.
.
Lantas, bagaimana metodenya? Marilah kita lihat kembali, bagaimana para ‘ulama telah memberi tuntunan kepada kita tentang metode ijtihad. Paling tidak ada 3 langkah yang harus ditempuh, yaitu:
1) Memahami fakta (fahmul waqi’).
2) Memahami nash-nash (fahmun nushus).
3) Penarikan hukum (istinbathul ahkam).
.
Nah, dari tiga langkah tersebut, bagaimana aplikasinya untuk menghadapi wabah Virus Corona ini?
1) Memahami fakta (fahmul waqi’)
Langkah pertama, kita harus memahami secara mendalam fakta yang sedang kita hadapi. Dalam hal ini tentu saja adalah fakta dari Virus Corona tersebut. Bagaimana karakter dari virus ini, cara hidupnya, cara berkembangbiaknya, cara penyerangannya, cara penularannya, cara memutuskan rantainya dan seterusnya. Fakta ini harus digali dari orang-orang yang benar-benar pakar dalam urusan virus ini.
2) Memahami nash-nash (fahmun nushus)
Langkah kedua, setelah identifikasi secara mendalam terhadap karakter virus ini selesai, maka kita harus melakukan penggalian pada nash-nash atau dalil-dalil, baik yang berasal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, ataupun dengan Qiyas. Kita harus mencari nash atau dalil, bagaimana cara Islam menghadapi serangan wabah yang memiliki karakter yang sama dengan serangan wabah Virus Corona ini. Disinilah peran para ‘ulama yang mendalami berbagai nash dan dalil tersebut sangat diperlukan. Jangan sampai salah dalam melakukan identifikasi antara fakta dengan nash. Langkah ini biasa dikenal dengan istilah tahqiqul manath (pencarian kesamaan antara fakta dengan nash).
.
Apakah serangan seperti Virus Corona itu, yang paling sesuai (kuat) dengan petunjuk nash atau dalil itu wajib dihadapi dengan lock down, ataukah cukup dihadapi dengan pemeriksaan kesehatan secara massal, ataukah cukup hanya pasrah total kepada Allah SWT? Para ‘ulama tidak boleh “salah” dalam melakukan tahqiqul manath ini.
3) Penarikan hukum (istinbathul ahkam)
Langkah ketiga, setelah para ‘ulama berhasil melakukan tahqiqul manat
.
Dalam setiap mengisi pengajian, saya selalu menyampaikan jargon: “Apapun masalahnya, Islam ada solusinya”. Jargon itu biasanya saya sampaikan dengan dukungan dalil-dalil dan tentu saja juga saya tunjukkan contoh-contohnya, bagaimana cara Islam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang senantiasa muncul. Walaupun kebanyakan contoh dari saya adalah di bidang ekonomi.
.
Nah, sekarang kita (di Indonesia maupun dunia) sedang menghadapi permasalahan yang sangat serius dan berat. Saat ini kita dilanda wabah yang mengguncang dunia, diserang oleh Virus Corona (Covid 19). Tidak ada satupun negara di dunia ini yang aman dari ancaman virus ini. Maka, banyak yang kemudian melayangkan pertanyaan pada saya: “Kalau memang Islam bisa menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan ini, mampukah Islam memberi solusi terhadap wabah Virus Corona ini?”.
.
Ini tentu pertanyaan yang tidak ringan untuk dijawab. Walaupun ilmu tentang virus ini adalah ilmu yang sudah lama tidak saya geluti lagi (dulu bidang saya mikrobiologi, sekarang mikroekonomi, he), namun kita tentu yakin bahwa Islam adalah agama yang sempurna tentu mempunyai solusi untuk menghadapinya. Bagaimana caranya ?
.
Para ‘ulama sesungguhnya telah memberikan tuntunan kepada kita, bagaimana caranya untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan ini dengan Islam. Tuntunan yang diberikan ‘ulama itu berupa metode atau langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang muncul. Apa saja masalahnya, metodenya tetap sama. Apakah itu masalah politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, bahkan masalah kesehatan sekalipun, insya Allah dapat diselesaikan dengan metode ini. Apa metode itu ?
.
Metode itu tidak lain adalah metode ijtihad. Mungkin kita kaget, sepertinya kok tidak nyambung. Bukankah ijtihad itu urusannya hanya untuk masalah agama saja? Jika masih ada yang berpendapat demikian, tentu itu adalah kesalahan besar. Metode ijtihad itu untuk menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia di dunia ini. Apapun masalahnya...! Termasuk urusan menghadapi wabah Virus Corona ini.
.
Lantas, bagaimana metodenya? Marilah kita lihat kembali, bagaimana para ‘ulama telah memberi tuntunan kepada kita tentang metode ijtihad. Paling tidak ada 3 langkah yang harus ditempuh, yaitu:
1) Memahami fakta (fahmul waqi’).
2) Memahami nash-nash (fahmun nushus).
3) Penarikan hukum (istinbathul ahkam).
.
Nah, dari tiga langkah tersebut, bagaimana aplikasinya untuk menghadapi wabah Virus Corona ini?
1) Memahami fakta (fahmul waqi’)
Langkah pertama, kita harus memahami secara mendalam fakta yang sedang kita hadapi. Dalam hal ini tentu saja adalah fakta dari Virus Corona tersebut. Bagaimana karakter dari virus ini, cara hidupnya, cara berkembangbiaknya, cara penyerangannya, cara penularannya, cara memutuskan rantainya dan seterusnya. Fakta ini harus digali dari orang-orang yang benar-benar pakar dalam urusan virus ini.
2) Memahami nash-nash (fahmun nushus)
Langkah kedua, setelah identifikasi secara mendalam terhadap karakter virus ini selesai, maka kita harus melakukan penggalian pada nash-nash atau dalil-dalil, baik yang berasal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, ataupun dengan Qiyas. Kita harus mencari nash atau dalil, bagaimana cara Islam menghadapi serangan wabah yang memiliki karakter yang sama dengan serangan wabah Virus Corona ini. Disinilah peran para ‘ulama yang mendalami berbagai nash dan dalil tersebut sangat diperlukan. Jangan sampai salah dalam melakukan identifikasi antara fakta dengan nash. Langkah ini biasa dikenal dengan istilah tahqiqul manath (pencarian kesamaan antara fakta dengan nash).
.
Apakah serangan seperti Virus Corona itu, yang paling sesuai (kuat) dengan petunjuk nash atau dalil itu wajib dihadapi dengan lock down, ataukah cukup dihadapi dengan pemeriksaan kesehatan secara massal, ataukah cukup hanya pasrah total kepada Allah SWT? Para ‘ulama tidak boleh “salah” dalam melakukan tahqiqul manath ini.
3) Penarikan hukum (istinbathul ahkam)
Langkah ketiga, setelah para ‘ulama berhasil melakukan tahqiqul manat
h, langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan hukum. Atau, istilah yang relevan untuk keadaan seperti sekarang ini adalah: menetapkan keputusan langkah yang benar, untuk diterapkan agar masalah wabah Virus Corona itu dapat diatasi. Jika hasil dari tahqiqul manath, ternyata yang paling kuat adalah memewajibkan untuk lock down, maka keputusan inilah yang wajib diterapkan.
.
Itulah gambaran global, bagaimana langkah-langkah dalam Islam untuk meselesaikan berbagai masalah yang muncul dalam kehidupan ini. Jika masih ada yang nyinyir, yang menganggap bahwa hasilnya toh sama dengan pendapat para pakar (yang kebetulan non muslim), yang juga telah merekomendasikan solusi seperti itu, walaupun tidak harus berputar-putar dahulu dengan nash-nash Islam? Lantas apa yang membedakan ?
.
Ingatlah, yang membedakan itu hanya satu, yaitu: berpahala atau tidak berpahala...! Jika segala keputusan itu digali dengan proses ijtihad, maka hasilnya adalah Hukum Syari’at, yang jika kita mengamalkannya, Insya Allah akan mendapat pahala dari Allah SWT. Jika tidak, maka hasilnya zonk... Wallahu a’lam.
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.
Itulah gambaran global, bagaimana langkah-langkah dalam Islam untuk meselesaikan berbagai masalah yang muncul dalam kehidupan ini. Jika masih ada yang nyinyir, yang menganggap bahwa hasilnya toh sama dengan pendapat para pakar (yang kebetulan non muslim), yang juga telah merekomendasikan solusi seperti itu, walaupun tidak harus berputar-putar dahulu dengan nash-nash Islam? Lantas apa yang membedakan ?
.
Ingatlah, yang membedakan itu hanya satu, yaitu: berpahala atau tidak berpahala...! Jika segala keputusan itu digali dengan proses ijtihad, maka hasilnya adalah Hukum Syari’at, yang jika kita mengamalkannya, Insya Allah akan mendapat pahala dari Allah SWT. Jika tidak, maka hasilnya zonk... Wallahu a’lam.
.
#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
"PERANG ISTILAH JURANGNYA SALAH KAPRAH"
.
Banyak yang terkaget-kaget ketika menggunakan istilah KAFIR itu tiba-tiba NON BOLEH. Banyak komentar yang pro maupun kontra seputar larangan penggunaan istilah “kafir” tersebut. Mohon maaf, dalam tulisan ini saya tidak ingin ikut nimbrung berkomentar tentang larangan tersebut. Mengapa? Karena, sudah terlalu banyak yang telah memberi komentar.
.
Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin membahas betapa pentingnya penggunaan ISTILAH yang benar dalam ISLAM. Termasuk juga, penggunaan istilah dalam dunia BISNIS SYARI’AH. Banyak pertanyaan yang mengalir kepada saya, yang menanyakan seputar hukum transaksi-transaksi bisnis yang telah dilakukan. Mereka kebingungan dalam menilai, apakah transaksi bisnis yang telah dilakukan itu hukumnya HALAL ataukah HARAM?
.
Setelah saya cermati, ternyata kebingungan dalam memberikan status hukum terhadap transaksi-transaksi yang telah dilakukan itu muncul karena penggunaan ISTILAH tersebut. Misalnya, apa hukumnya bertransaksi dengan cara leasing, online, dropshipping, franchise, multi level marketing (MLM), fintech, insurance, market place, e-commerce dsb. Mendengar istilahnya saja, perut ini rasanya sudah mules, apalagi untuk menjawabnya.
.
Sebenarnya untuk mengetahui apakah transaksi bisnis yang kita lakukan itu halal atau haram, di zaman sekarang ini caranya sudah cukup mudah. Mengapa? Sebab, kita telah banyak dibantu oleh ‘ulama terdahulu, yang telah menyusun kitab-kitab FIQIH MU’AMALAH. Kok bisa?
.
Untuk mengetahui apakah transaksi bisnis kita halal atau haram, kita tinggal membuka kitab fiqih mu’amalah, kemudian kita periksa satu per satu, apakah transaksi bisnis yang ada itu telah memenuhi rukun dan syaratnya ataukah tidak? Jika sudah terpenuhi, maka transaksi tersebut SAH dan jika ada yang tidak terpenuhi, maka transaksi itu BATHAL. Setelah tahu, manakala transaksI itu SAH, maka kalau diamalkan hukumnya adalah HALAL. Sebaliknya, jika transaksinya itu BATHAL, maka jika diamalkan hukumnya adalah HARAM. Mudah bukan?
.
Cara seperti itu sebenarnya mudah, sebagaimana mudahnya dalam mengamalkan ‘IBADAH. Jika kita ingin tahu apakah amal ‘ibadah kita itu SAH atau BATHAL, kita tinggal membuka kitab FIQIH ‘IBADAH. Misalnya kita sholat, ternyata kita tidak membaca surah Al-Fatihah, bagaimana hukumnya? Jawabnya, sholat kita BATHAL. Mengapa? Karena ada satu RUKUN yang tidak terpenuhi. Mudah bukan?
.
Apakah dalam dunia bisnis itu juga mudah? Ternyata tidak mudah. Mengapa? Karena adanya ISTILAH yang “susah” tersebut. Seandainya penggunaan istilah dalam transaksi bisnis itu sama atau bisa dicari kesamaannya dalam kitab Fiqih Mu’amalah, insya Allah bisa menjadi lebih mudah. Misalnya, jual-beli = bay’; pesanan = bay’ as-salam; sewa-menyewa = ijarah; makelaran = samsarah; perseroan = syirkah dst.
.
Lantas, bagaimana dengan adanya istilah-istilah bisnis yang “susah” tadi? Masalahnya, akad transaksi tersebut tidak bisa langsung dicari kesamaannya dengan ISTILAH yang ada dalam kitab Fiqih Mu’amalah. Bagaimana solusinya? Solusinya adalah: harus dikaji terlebih dahulu, bagaimana FAKTA dari transaksi bisnis tersebut. Selanjutnya, kita baru bisa memberikan status hukumnya.
.
Apa contohnya? Misalnya adalah transaksi leasing. Bagaimana fakta dari transaksi bisnis ini? Apakah fakta dari transaksi leasing itu termasuk dalam akad jual beli ataukah sewa-menyewa?
.
Setelah dikaji secara mendalam, ternyata fakta dari akad leasing itu ada dua unsur, yaitu sewa-menyewa, sekaligus jual-beli. Sehingga bisa diistilahkan dengan akad SEWA-BELI. Bagaimana hukumnya? Insya Allah, dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa akad leasing adalah BATHAL. Mengapa? Sebab, akad leasing itu mengandung multiakad. Hukum multiakad itu TIDAK SAH atau BATHAL, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqih Mu’amalah. Mudah bukan?
.
Insya Allah bisa menjadi lebih mudah. Yang penting kita harus hati-hati, jangan sampai salah dalam mengungkap FAKTA dari akad transaksi tersebut. Sebab, jika kita salah dalam mengungkapkan FAKTA-nya, maka kesimpulan hukumnya juga akan salah. Oleh karena itulah, jika s
.
Banyak yang terkaget-kaget ketika menggunakan istilah KAFIR itu tiba-tiba NON BOLEH. Banyak komentar yang pro maupun kontra seputar larangan penggunaan istilah “kafir” tersebut. Mohon maaf, dalam tulisan ini saya tidak ingin ikut nimbrung berkomentar tentang larangan tersebut. Mengapa? Karena, sudah terlalu banyak yang telah memberi komentar.
.
Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin membahas betapa pentingnya penggunaan ISTILAH yang benar dalam ISLAM. Termasuk juga, penggunaan istilah dalam dunia BISNIS SYARI’AH. Banyak pertanyaan yang mengalir kepada saya, yang menanyakan seputar hukum transaksi-transaksi bisnis yang telah dilakukan. Mereka kebingungan dalam menilai, apakah transaksi bisnis yang telah dilakukan itu hukumnya HALAL ataukah HARAM?
.
Setelah saya cermati, ternyata kebingungan dalam memberikan status hukum terhadap transaksi-transaksi yang telah dilakukan itu muncul karena penggunaan ISTILAH tersebut. Misalnya, apa hukumnya bertransaksi dengan cara leasing, online, dropshipping, franchise, multi level marketing (MLM), fintech, insurance, market place, e-commerce dsb. Mendengar istilahnya saja, perut ini rasanya sudah mules, apalagi untuk menjawabnya.
.
Sebenarnya untuk mengetahui apakah transaksi bisnis yang kita lakukan itu halal atau haram, di zaman sekarang ini caranya sudah cukup mudah. Mengapa? Sebab, kita telah banyak dibantu oleh ‘ulama terdahulu, yang telah menyusun kitab-kitab FIQIH MU’AMALAH. Kok bisa?
.
Untuk mengetahui apakah transaksi bisnis kita halal atau haram, kita tinggal membuka kitab fiqih mu’amalah, kemudian kita periksa satu per satu, apakah transaksi bisnis yang ada itu telah memenuhi rukun dan syaratnya ataukah tidak? Jika sudah terpenuhi, maka transaksi tersebut SAH dan jika ada yang tidak terpenuhi, maka transaksi itu BATHAL. Setelah tahu, manakala transaksI itu SAH, maka kalau diamalkan hukumnya adalah HALAL. Sebaliknya, jika transaksinya itu BATHAL, maka jika diamalkan hukumnya adalah HARAM. Mudah bukan?
.
Cara seperti itu sebenarnya mudah, sebagaimana mudahnya dalam mengamalkan ‘IBADAH. Jika kita ingin tahu apakah amal ‘ibadah kita itu SAH atau BATHAL, kita tinggal membuka kitab FIQIH ‘IBADAH. Misalnya kita sholat, ternyata kita tidak membaca surah Al-Fatihah, bagaimana hukumnya? Jawabnya, sholat kita BATHAL. Mengapa? Karena ada satu RUKUN yang tidak terpenuhi. Mudah bukan?
.
Apakah dalam dunia bisnis itu juga mudah? Ternyata tidak mudah. Mengapa? Karena adanya ISTILAH yang “susah” tersebut. Seandainya penggunaan istilah dalam transaksi bisnis itu sama atau bisa dicari kesamaannya dalam kitab Fiqih Mu’amalah, insya Allah bisa menjadi lebih mudah. Misalnya, jual-beli = bay’; pesanan = bay’ as-salam; sewa-menyewa = ijarah; makelaran = samsarah; perseroan = syirkah dst.
.
Lantas, bagaimana dengan adanya istilah-istilah bisnis yang “susah” tadi? Masalahnya, akad transaksi tersebut tidak bisa langsung dicari kesamaannya dengan ISTILAH yang ada dalam kitab Fiqih Mu’amalah. Bagaimana solusinya? Solusinya adalah: harus dikaji terlebih dahulu, bagaimana FAKTA dari transaksi bisnis tersebut. Selanjutnya, kita baru bisa memberikan status hukumnya.
.
Apa contohnya? Misalnya adalah transaksi leasing. Bagaimana fakta dari transaksi bisnis ini? Apakah fakta dari transaksi leasing itu termasuk dalam akad jual beli ataukah sewa-menyewa?
.
Setelah dikaji secara mendalam, ternyata fakta dari akad leasing itu ada dua unsur, yaitu sewa-menyewa, sekaligus jual-beli. Sehingga bisa diistilahkan dengan akad SEWA-BELI. Bagaimana hukumnya? Insya Allah, dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa akad leasing adalah BATHAL. Mengapa? Sebab, akad leasing itu mengandung multiakad. Hukum multiakad itu TIDAK SAH atau BATHAL, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqih Mu’amalah. Mudah bukan?
.
Insya Allah bisa menjadi lebih mudah. Yang penting kita harus hati-hati, jangan sampai salah dalam mengungkap FAKTA dari akad transaksi tersebut. Sebab, jika kita salah dalam mengungkapkan FAKTA-nya, maka kesimpulan hukumnya juga akan salah. Oleh karena itulah, jika s
aya ditanya tentang hukum dari suatu transaksi bisnis yang menggunakan ISTILAH yang “susah”, saya tidak akan bisa langsung menjawabnya. Biasanya saya langsung balik bertanya, bisa menjelaskan FAKTA-nya? Afwan.
.#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja
.#UDC #hijrah #antiriba #bisnissyariah #jogja