Belajar Tauhid
3.06K subscribers
472 photos
32 videos
309 files
1.5K links
Terima kasih telah bergabung dengan Chanel Belajar Tauhid dan semoga materi yang ada bermanfaat bagi kita semua.
.
Link e-Book & e-Paper Belajar Tauhid: http://bit.ly/ebook-gratis-belajartauhid
.
Salam 'alaikum
Download Telegram
Faidah Hadits Umdatul Ahkam

Hadits Kedua

Shalat Takkan Diterima Hingga Berwudhu

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ -إذَا أَحْدَثَ- حَتَّى يَتَوَضَّأَ

"Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian yang berhadats hingga ia berwudhu." [Al-Bukhari dan Muslim]

Penjelasan ringkas

1⃣ Hadats adalah kondisi yang mewajibkan seseorang untuk mandi dan berwudhu, sehingga hadats mencakup seluruh perkara yang membatalkan wudhu. Wudhu dikhususkan penyebutannya karena ia lebih sering dan banyak terjadi [Ta’sis al-Ahkaam Syarh ‘Umdah al-Ahkaam hlm. 14]

2⃣ Hadits ini menunjukkan bahwa shalat itu batal jika terjadi hadats dan shalat tidaklah sah kecuali dikerjakan dalam kondisi suci. Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan, “Pensyaratan wudhu bagi orang yang berhadats ketika ingin mengerjakan shalat adalah hal yang aksiomatis dalam agama Islam.” [Hasyiyah ‘alaa Ihkaam al-Ahkaam 1/55]

3⃣ Sejumlah ulama mendefinisikan hadats dengan sesuatu yang keluar dari dua jalan (qubul atau dubur) dan segala sesuatu yang keluar dari dua jalan (al-khaarij min ahad as-sabilain) merupakan pembatal wudhu berdasarkan ijmak ulama [Al-Ijma’ hlm. 29].

4⃣ Adapun pembatal wudhu selain sesuatu yang keluar dari dua jalan, diperselisihkan statusnya oleh alim ulama. Ketika memaparkan perkataan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang mendefinisikan hadats dengan buang angin, Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari, “Adapun hal lain yang diperselisihkan statusnya sebagai hadats seperti menyentuh kemaluan, menyentuh wanita, muntah sepenuh mulut, dan berbekam, maka nampaknya Abu Hurairah tidak memandang hal itu sebagai pembatal wudhu dan demikianlah yang dipilih oleh penulis, Al-Bukhari, seperti yang akan dijelaskan dalam Bab Orang yang Berpandangan Wudhu hanya Disebabkan oleh Sesuatu yang Keluar dari Dua Jalan.” [Fath al-Baari 1/235]

#faidah_hadits_umdatul_ahkam

Silakan disebarluaskan

═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Faidah Hadits Umdatul Ahkam

Hadits Ke-tiga

Tumit yang Tidak Terbasuh Air Wudhu

Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash, Abu Hurairah, dan Aisyah radhiallahu ‘anhum, mereka mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ

“Celakalah tumit-tumit yang tidak terbasuh air wudhu karena akan terjilat api neraka” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Penjelasan ringkas

1⃣ Hadits ini merupakan dalil bahwa membasuh kedua kaki dan meratakan anggota wudhu dengan cara dibasuh air adalah wajib.

2⃣ Al-Bukhari rahimahullah membuat bab dalam kitah Shahih-nya, “Bab Membasuh Kedua Kaki dan Tidak Mengusap Kedua Telapak Kaki”, di dalamnya beliau kemudian memaparkan hadits Abdullah bin Amru di atas, dimana beliau berkata,

تخلَّفَ عنَّا النبي صلى الله عليه وسلم في سفرة سافرناها ، فأدركنا وقد أرهقتنا الصلاة ونحن نتوضأ ، فجعلنا نمسح على أرجلنا ، فنادى بأعلى صوته : ( ويل للأعقاب من النار ) مرتين أو ثلاثا

“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah tertinggal dari kami dalam suatu perjalanan yang kami lakukan hingga Beliau mendapatkan kami sementara waktu shalat sudah hampir habis, kami berwudlu' dengan hanya mengusap kaki kami. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berseru dengan suara yang keras, ‘Celakalah bagi tumit-tumit yang tidak basah akan masuk neraka’. Beliau serukan hingga dua atau tiga kali.” [HR. Al-Bukhari]

3⃣ Hadits ini juga merupakan dalil diperbolehkannya meninggikan suara ketika mengingkari suatu perbuatan yang keliru; mengulang-ulang penekanan suatu isu agar dapat dipahami dan diperhatikan dengan baik oleh audiens; dan perlunya mengedukasi orang yang belum mengetahui hukum suatu permasalahan [Fath al-Baari 1/143]

4⃣ Muslim meriwayatkan dari Umar bin al-Khathab radhiallahu ‘anhu, beliau menyatakan,

أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ، فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: "ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ" فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى

“Ada seorang yang berwudhu, namun dia tidak membasuh satu bagian pada kaki yang besarnya hanya seujung kuku. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memelototinya dan berkata, ‘Ulangi wudhumu dan perbaiki’. Maka orang itu mengulangi wudhunya lalu melaksanakan shalat.” [HR. Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Tumit secara khusus disebutkan untuk mengungkapkan sebab ancaman tersebut sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Abdullah bin Amru. Dengan demikian, seluruh anggota wudhu yang serupa, dimana terkadang orang lalai membasuhnya dengan air secara merata, juga diancam hal ayng sama seperti dalam riwayat Al-Hakim dan selainnya, dari hadits Abdullah bin al-Harits, diriwayatkan bahwa ‘Celakalah tumit-tumit dan punggung-punggung kaki yang tidak terbasuh air karena akan terjilat api neraka’” [Fath al-Baari 1/267]

4⃣ Abdurrahman bin Abi Laila rahimahullah mengatakan, “Seluruh sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersepakat bahwa kedua kaki harus dibasuh. Demikian yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur." [Dikutip oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Baari 1/264]

#faidah_hadits_umdatul_ahkam

_Silakan disebarluaskan_

═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Faidah Hadits Umdatul Ahkam

Hadits Ke-Empat

Istinsyaq, Istintsar, dan Istijmar

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً , ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ , وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ , وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِي الإِنَاءِ ثَلاثاً ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ : فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمِنْخَرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ
وَفِي لَفْظٍ : مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثر

“Jika kalian berwudhu hendaklah memasukkan air ke dalam hidung lantas dikeluarkan (istintsar). Setiap orang yang beristijmar (beristinja’ dengan batu) hendaklah melakukannya dengan bilangan ganjil. Dan jika kalian bangun dari tidur, hendaklah membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali sebelum dimasukkan dalam bejana air wudhu karena ia tidak tahu dimana kedua tangannya bermalam.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Dalam redaksi Muslim tercantum, “…hendaklah memasukkan air ke dalam kedua rongga hidung.”

Dalam redaksi lain tercantum, “Setiap orang yang berwudhu hendaklah memasukkan air ke dalam rongga hidung dengan cara dihirup.”

Penjelasan ringkas

1⃣ Istintsar adalah mengeluarkan air dari hidung setelah melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung). Perintah pada hadits di atas menunjukkan istinsyaq dan istinstar wajib dilakukan ketika berwudhu.

2⃣ Penggunaan lafadz istinstar lebih berfaidah daripada penggunaan lafadz istinsyaq, karena aktifitas istintsar turut mencakup aktifitas istinsyaq, tapi tidak berlaku sebaliknya, dimana seorang yang beristinsyaq tapi tidak beristintsar.

Istintsar menyempurnakan aktifitas istinsyaq karena ketika beristinsyaq, seseorang menghirup air ke dalam hidungnya hingga mencapai pangkal hidung dan istintsar adalah aktifitas mengeluarkan air tersebut. Tujuan istinsyaq adalah membersihkan bagian dalam hidung dan istintsar mengeluarkan kotoran dalam hidung bersama dengan air. Demikianlah alasan mengapa istintsar itu merupakan penyempurna istinsyaq [Fath al-Baari 6/343]

3⃣ Istijmar adalah menggunakan batu atau benda lain yang semisal untuk membersihkan tubuh dari najis. Dianjurkan menggunakan tiga batu, lima batu, atau lebih jika diperlukan berdasarkan hadits Salman radhiallahu ‘anhu,

لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

“Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar, buang air kecil, beristinja' dengan tangan kanan, beristinja' dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja' dengan kotoran hewan atau tulang” [HR. Muslim]

4⃣ Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya mencuci kedua tangan setelah tidur. Para alim ulama berselisih pendapat mengenai hukumnya, namun pendapat yang kuat bahwa mencuci kedua tangan setelah tidur hukumnya adalah sunnah, tidak wajib.

Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Saya suka apabila setiap orang yang bangun tidur siang atau di waktu lain tidak memasukkan tangannya ke dalam bejana hingga dia mencucinya terlebih dulu. Saya benci apabila dia memasukkan tangan ke dalam bejana sebelum dicuci. Namun, selama di tangannya tidak terdapat najis, maka air itu tetap suci” [dinukil oleh at-Tirmidzi dalam Sunan-nya 1/37]

#faidah_hadits_umdatul_ahkam

Silakan disebarluaskan

═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Faidah-Faidah Hadits Umdatul Ahkam

Hadits Ke-Lima

Adab Buang Air Kecil dan Mandi

“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لا يَجْرِي , ثُمَّ يَغْتَسِلُ فيه

“Jangan salah ‘seorang dari kalian buang air kecil pada air menggenang (yang tidak mengalir), kemudian mandi di dalamnya” [HR. al-Bukhari dan Muslim. Redaksi di atas merupakan redaksi al-Bukhari]

Dalam riwayat Muslim tercantum dengan redaksi,

لاَ يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي المَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ

“Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam kondisi junub”

Faidah-Faidah Hadits

1⃣ Hadits di atas merupakan dalil larangan buang air kecil di air yang menggenang karena akan menajisi jika bervolum sedikit dan akan mengotori jika bervolum banyak.

At-Tirmidzi mengatakan,

وقد كره قوم من أهل العلم البول في المغتسل

“Sejumlah alim ulama membenci tindakan buang air kecil di pemandian (kolam renang)” [Jaami’ at-Tirmidzi 1/34]

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,

النهى عن البول لئلا ينجسه ، وعن الاغتسال فيه لئلا يسلبه الطهورية

“Larangan buang air kecil pada air yang menggenang bertujuan agar tidak menajisinya, sedangkan larangan mandi di dalamnya agar tidak menghilangkan sifat mensucikannya [Fath al-Baari 1/347]

2⃣ Dari hadits di atas dipahami bahwa boleh mandi di air yang mengalir meski dalam kondisi junub.

Al-Khathabi mengatakan,

وفيه دليل على أن حكم الماء الجاري بخلاف الراكد؛ لأن الشيء إذا ذكر بأخص أوصافه كان حكم ما عداه بخلافه؛ والمعنى فيه: أن الماء الجاري إذا خالطه النجس دفعه الجزء الثاني الذي يتلوه فيه، فيغلبه فيصير في معنى المستهلك، ويخلفه الطاهر الذي لم يخالطه النجس، والماء الراكد لا يدفع النجس عن نفسه إذا خالطه، لكن يداخله ويقارُّه، فمهما أراد استعمال شيء منه كان النجس فيه قائمًا

“Pada hadits di atas terdapat dalil bahwa status air yang mengalir berbeda dengan air yang menggenang, karena apabila sesuatu disebutkan dengan karakter khas yang dimiliki maka status selainnya pastilah berbeda. Artinya apabila air mengalir bercampur dengan najis, maka bagian air kedua yang datang mengalir berikutnya akan menyingkirkan najis tersebut, sehingga akan mendominasi dan menjadi serupa dengan kasus al-mustahlik. Hal ini berbeda dengan air menggenang yang bercampur dengan najis. Air menggenang tidak bisa menyingkirkan najis dengan sendirinya, akan tetapi bercampur dan bersatu, maka setiap kali akan digunakan najis tetap ada di dalamnya” [Ma’alim as-Sunan 1/47]

3⃣ Air menggenang yang terkena kencing akan berubah status menjadi najis apabila bervolum sedikit. Tapi jika bervolum banyak statusnya tetap suci selama karakter rasa, warna, dan baunya tidak berubah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ

“Jika kuantitas air telah mencapai dua qullah (bervolum banyak) maka ia tidak mengandung najis” [Shahih. HR. Abu Dawud, an-Nasaa-i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad]

#faidah_hadits_umdatul_ahkam

Silakan disebarluaskan

═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
FAIDAH-FAIDAH HADITS UMDATUL AHKAM
.
HADITS KEENAM DAN KETUJUH
.
MENYUCIKAN JILATAN ANJING
.
Hadits Keenam
.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : « إذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعاً».
وَلِمُسْلِمٍ : « أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ »
.
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Jika ada anjing minum dari bejana kalian, maka cucilah bejana itu sebanyak tujuh kali.' Dalam riwayat Muslim tercantum, '...cucian yang pertama menggunakan tanah.' [HR.al-Bukhari no. 172 dan Muslim no. 90, 279. Redaksi di atas adalah redaksi al-Bukhari]
.
Hadits Ketujuh
.
وَلَهُ فِي حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : « إذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الإِناءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعاً وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ بِالتُّرَابِ ».
.
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah ibn Mughoffal bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Jika ada anjing menjilat (air) dalam suatu wadah, maka cucilah wadah itu sebanyak tujuh kali dan pada cucian yang kedelapan taburilah dengan (tanah) debu.' [HR. Muslim no. 93 dan 280]
.
Faidah-Faidah Hadits
.
1⃣ Hadits ini menunjukkan kewajiban mencuci bejana yang terjilat anjing dan membersihkannya dengan tanah.
.
2⃣ Hadits ini juga merupakan dalil bahwa anjing dan sisa jilatannya berstatus najis. Dalam riwayat Muslim yang lain tercantum redaksi,
.

إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ
.
'Bila seekor anjing menjilati wadah milik kalian, maka buanglah lalu cucilah sebanyak 7 kali.' [HR. Muslim no. 89 dan 279]
.
An-Nawawi rahimahullah menyatakan,
.
ولو ولغ الكلب في إناء فيه طعام جامد ألقي ما أصابه وما حوله وانتفع بالباقي على طهارته السابقة
.
'Jika anjing menjilati bejana yang di dalamnya terdapat makanan padat, maka makanan yang terjilat dan area sekitarnya dibuang. Bagian yang tersisa masih bisa dimanfaatkan (dimakan) karena status asalnya suci.' [Syarh Shahih Muslim 3/186]
.
3⃣ Sabda Nabi 'dan pada cucian yang kedelapan taburilah dengan (tanah) debu' diartikan oleh sebagian ulama bahwa cucian yang dilakukan tetap sebanyak tujuh kali. Mengapa dalam hadits disebutkan delapan kali? Hal ini dikarenakan pencucian dengan tanah itu tak sejenis dengan pencucian dengan air, sehingga berkumpulnya air dan tanah dalam satu kali pencucian terhitung dua kali pencucian. Namun, hal ini dikritisi oleh Ibnu Daqiq al-Ied yang tetap mendukung teks hadits, yaitu dibolehkan mencuci sebanyak delapan kali (Lihat Fath al-Baari 1/277).
.
4⃣ Kumpulan riwayat hadits dalam topik ini menunjukkan bahwa at-tatrib (pencucian dengan tanah) dilakukan pada cucian pertama, mengingat kuantitas riwayat yang lebih banyak dan lebih terjaga (mahfuzh) (Lihat Fath al-Baari 1/275).
.
#faidah_hadits_umdatul_ahkam
#fikih
.
Silakan disebarluaskan
FAIDAH-FAIDAH HADITS UMDATUL AHKAM
.
HADITS KEDELAPAN
.
TATA CARA BERWUDHU
.
Humran mantan budak ‘Utsman bin ‘Affan menuturkan,
.
أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ».
.
“Bahwa ia melihat ‘Utsman bin ‘Affan minta untuk diambilkan air wudhu. Ia lalu menuang bejana itu pada kedua tangannya, lalu ia basuh kedua tangannya tersebut hingga tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhunya, kemudian berkumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya. Kemudian membasuh mukanya tiga kali, membasuh kedua lengannya hingga siku tiga kali, mengusap kepalanya lalu membasuh setiap kakinya tiga kali. Setelah itu ia berkata, “Aku telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini, beliau lalu bersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan khusyu padanya, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. al-Bukhari no. 164 dan Muslim no. 4, 226]
.
Faidah-Faidah Hadits
.
1️⃣ Hadits ini dan hadits setelahnya (hadits kesembilan) menerangkan tata cara berwudhu dari awal hingga akhir.
.
Az-Zuhri mengatakan,
.
وكانَ عُلَماؤُنا يقولونَ هذا الوُضُوءُ أسْبَغُ ما يَتَوَضَّأُ به أحَدٌ لِلصَّلاةِ
.
“Ulama kami menyatakan bahwa tata cara berwudhu (yang diterangkan dalam riwayat ini) merupakan tata cara berwudhu terbaik yang dilakukan seorang untuk melaksanakan shalat.” [Shahih Muslim]
.
2️⃣ Secara umum anggota wudhu dibasuh minimal sekali dan maksimal tiga kali. An-Nawawi mengatakan,
.
هذا الحديث أصل عظيم في صفة الوضوء وقد أجمع المسلمون على أن الواجب في غسل الأعضاء مرة مرة وعلى أن الثلاث سنة
.
Hadits ini merupakan dalil utama yang menjelaskan tata cara berwudhu dan kaum muslimin telah sepakat bahwa ketentuan wajib dalam membasuh anggota wudhu adalah membasuhnya sekali saja; sedangkan membasuhnya sebanyak tiga kali adalah sunnah.” [Syarh Shahih Muslim 3/106]
.
At-Tirmidzi menuturkan,
.
والعمل على هذا عند عامة أهل العلم، أن الوضوء يجزئ مرة مرة، ومرتين أفضل، وأفضله ثلاث، وليس بعده شيءً
.
“Mayoritas ahli ilmu mengamalkan hal ini, bahwa sah berwudhu dengan membasuh sekali, membasuh dua kali lebih utama, dan lebih utama lagi bila membasuh tiga kali. Dan tidak ada keutamaan jika lebih dari itu.” [Jami’ at-Tirmidzi, keterangan setelah hadits no. 44]
.
Semua itu dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali.
.
Riwayat yang menerangkan beliau membasuh sekali disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas dalam Shahih al-Bukhari hadits nomor 157.
.
Riwayat yang menerangkan beliau membasuh dua kali disebutkan dalam hadits Abdullah ibn Zaid al-Muzani dalam Shahih al-Bukhari hadits nomor 158.
.
Riwayat yang menerangkan beliau membasuh tiga kali disebutkan dalam hadits Utsman ibn Affan dalam Shahih al-Bukhari hadits nomor 159 dan Shahih Muslim hadits nomor 226, 230.
.
3️⃣ Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa hukum membasuh kedua telapak tangan di awal berwudhu adalah sunnah berdasarkan kesepakatan ulama [Syarh Shahih Muslim 3/106].
.
bersambung
.
#faidah_hadits_umdatul_ahkam
#fikih
FAIDAH-FAIDAH HADITS UMDATUL AHKAM (lanjutan)
.
HADITS KEDELAPAN
.
4️⃣ Terkait sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ”, ulama berbeda pendapat terkait hukum berkumur-kumur dan istinsyaq. Madzhab Syafi’i dan Malik berpandangan keduanya sunnah [al-Kaafi fi al-Fiqh ‘alaa Madzhab Ahli al-Madinah 1/36; al-Umm 2/54]. Adapun Ahmad dalam riwayat yang masyhur berpandangan bahwa kedua hal tersebut wajib dilakukan karena Nabi selalu melakukannya [al-Mughni 1/166]. Pendapat yang lebih tepat keduanya wajib dilakukan karena masih termasuk bagian wajah yang diperintahkan untuk dibasuh.
.
5️⃣ Terkait sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ”, maka kedua lengan hingga siku termasuk dalam anggota tubuh yang dibasuh seperti disebutkan dalam hadits Jabir, beliau menuturkan,
.
كان إذا توضَّأَ أدارَ الماءَ على مِرْفَقَيْهِ
.
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berwuhdu, beliau mengucurkan air ke kedua ‎sikunya.” [HR. Ad-Daruquthni dalam as-Sunan 1/142; al-Baihaqi dalam al-Kubra 1/56].
.
6️⃣ Terkait sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ”, ketentuan tata mengusap kepala disebutkan dalam hadits kesembilan, yang menyebutkan,
.
بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْه
.
“lalu mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dengan memulai mengusap dari depan hingga ke belakang kepala, kemudian mengembalikan ke posisi pertama ketika memulai.”
.
dan juga disebutkan dalam hadits Abdullah ibn Amru,
.
ثمَّ مسح برأسِهِ وأدخل أُصبُعيهِ السبَّاحتينِ في أذنيهِ ومسح بإبهاميه على ظاهرِ أُذنيهِ
.
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap kepalanya dan memasukkan dua jari telunjuknya di dua telinganya dan mengusap bagian luar dua telinganya dengan dua ibu jarinya.” [HR. Abu Dawud no. 135; an-Nasaai dalam al-Kubra no. 89; Ibnu majah no. 422]
.
7⃣ Hadits ini menyarankan pembelajaran dengan praktik melalui praktik karena lebih memahamkan murid. Selain itu, hadits ini menyarankan untuk mempraktikkan wudhu secara berurutan karena hal ini didukung oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
.
اِبْدَؤُوا بِمَا بَدَأَ اَللَّهُ بِهِ
.
“Awalilah dengan apa yang telah diawali oleh Allah.” [HR. Muslim no. 1217; Ahmad no. 14440; Abu dawud no. 1905; an-Nasaai no. 2961, 2962, 2970, 2974; Ibnu Majah no. 3074]
.
8⃣ Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” terdapat motivasi untuk menyingkirkan segala pikiran yang terkait dengan kesibukan dunia agar ia bisa khusyuk mengerjakan shalat. Sungguh, dalam shalat yang dikerjakan seorang, akan hadir berbagai perkara yang bisa memalingkan pikiran sehingga tidak lagi fokus dan khusyuk.
.
Selain itu, dalam sabda beliau tersebut terdapat motivasi untuk tulus dalam beribadah, karena hal itu mampu menggugurkan dosa-dosa. Allah ta’ala berfirman,
.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ. وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
.
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Hud: 114-115]
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
.
“Shalat lima waktu; shalat Jum’at ke ke Jum’at berikutnya; Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, dapat menghapus dosa yang dilakukan antara keduanya, selama seorang meninggalkan dosa besar.” [HR. Muslim no. 233]
.
#faidah_hadits_umdatul_ahkam
#fikih
.
Silakan disebarluaskan
FAIDAH-FAIDAH HADITS UMDATUL AHKAM
.
Hadits Kesembilan
.
Lanjutan Tata Cara Berwudhu
.
Amr ibn Yahya al-Mazini menuturkan dari ayahnya bahwa dia mengatakan,
.
شَهِدْتُ عَمْرَو بْنَ أَبِي حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.
.
وفي رواية: بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْه
.
وفي رواية: أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجْنَا لَهُ مَاءً فِي تَوْرٍ مِنْ صُفْرٍ
.
“Aku menyaksikan Amr ibn Abi al-Hasan bertanya kepada Abdullah ibn Zaid tentang tata cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah lantas meminta sebaskom air, dan memberikan contoh berwudhu kepada orang-orang sesuai dengan tata cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menuangkan air dari baskom tersebut pada kedua telapak tangannya, lalu membasuhnya tiga kali. Beliau lantas mencelupkan kedua tangannya ke dalam baskom tersebut lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya tiga kali menggunakan tiga cidukan tangan. Beliau lantas mencelupkan tangannya ke dalam baskom tersebut dan membasuh wajahnya tiga kali. Beliau lalu mencelupkan tangannya ke dalam baskom dan membasuh tangannya itu sampai ke siku sebanyak dua kali. Beliau kemudian mencelupkan tangannya dan menggunakannya untuk mengusap kepala sekali dari belakang ke depan dan kembali dari depan ke belakang. Beliau lalu membasuh kedua kakinya.” [HR. al-Bukhari no. 186, 192 dan Muslim no. 235]
.
Dalam riwayat lain dinyatakan, “…beliau mengusapkan kedua tangannya dari bagian depan sampai tengkuk dan mengembalikannya lagi pada posisi awal dimana beliau mulai mengusapkan kedua tangannya.” [HR. al-Bukhari no. 185 dan Muslim 235]
.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami. Kami lantas menyediakan air dalam baskom berbahan kuningan untuk beliau.” [HR. al-Bukhari no. 197]
.
Faidah-Faidah Hadits
1⃣ Hadits ini menunjukkan bahwa boleh berwudhu dari wadah apa pun yang suci, selama tidak terbuat dari emas dan perak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ
.
“Janganlah minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat dari keduanya; karena barang-barang itu memang diperuntukkan bagi mereka di dunia dan disediakan bagimu kelak di akhirat.” [HR. al-Bukhari no. 5426]
.
bersambung
.
#faidah_hadits_umdatul_ahkam
FAIDAH-FAIDAH HADITS UMDATUL AHKAM
.
Hadits Kesembilan
.
Lanjutan Tata Cara Berwudhu
.
2⃣ Hadits ini juga menunjukkan bahwa saat berwudhu seseorang boleh membasuh anggota wudhu yang satu sebanyak satu kali, sedangkan anggota wudhu yang lain dapat dibasuh dua kali dan tiga kali [Fath al-Baari 1/296].
.
3⃣ Hadits ini menunjukkan bahwa seeorang boleh mencelupkan salah satu atau kedua tangannya ke dalam wadah ketika berwudhu.
.
4⃣ Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ” menunjukkan bahwa seorang yang berwudhu tetap mengambil celupan air yang baru untuk mengusap kepalanya seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abdullah ibn Zaid perihal tata cara berwudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana dinyatakan bahwa,
.
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدهِ
.
“Beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari yang digunakan untuk mengusap kedua tangannya.” [HR. Muslim no. 236]
.
Wallahu a'lam
.
♻️ Silakan disebarluaskan
.
#faidah_hadits_umdatul_ahkam