Do'a yang sering dipanjatkan Ibrahim bin Adham rahimahullah adalah do'a berikut,
اللَّهُمَّ انْقِلْنِي مِنْ ذُلِّ مَعْصِيَتِكَ إِلَى عِزِّ طَاعَتِكَ
*Allohummanqilni min dzulli ma'shiyatik ilaa 'izzi tho'atik*
_"Ya Allah, pindahkan diriku dari hinanya kemaksiatan menuju mulianya ketaatan"_
*Sumber : At-Taubah hlm. 69*
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
اللَّهُمَّ انْقِلْنِي مِنْ ذُلِّ مَعْصِيَتِكَ إِلَى عِزِّ طَاعَتِكَ
*Allohummanqilni min dzulli ma'shiyatik ilaa 'izzi tho'atik*
_"Ya Allah, pindahkan diriku dari hinanya kemaksiatan menuju mulianya ketaatan"_
*Sumber : At-Taubah hlm. 69*
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
❌⛔️ [Serial Larangan Akidah] Janganlah memiliki rasa dengki dan benci kepada kaum muslimin ❌⛔️
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا ، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling memutuskan hubungan. Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian bersaudara. Seorang muslim tidaklah dihalalkan untuk mendiamkan sesama muslim lebih dari tiga hari.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
Membenci kaum beriman adalah perbuatan yang diharamkan. Islam justru memotivasi agar pemeluknya saling mengasihi, menyayangi dan tidak menyimpan dendam, dengki dan benci. Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ
“Bagaimana karakter manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Karakter manusia yang paling mulia adalah ia yang bersih hatinya lagi jujur lisannya.” Para sahabat kembali bertanya, “Kami telah mengetahui karakter lisan yang jujur. Bagaimanakah karakter hati yang bersih itu? Rasulullah menjawab, “Hati yang bersih yaitu hati yang bertakwa, suci, tak dipenuhi dengan dosa, dendam, dan dengki.” [Shahih. HR. Ibnu Majah]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
وفي هذا الحديث من الفقه أنَّه لا يحلُّ التباغض لأنَّ التباغض مفسدة للدين حالقة له ولهذا أمر- صلَّى الله عليه وسلم - بالتواد والتحاب حتى قال تهادوا تحابوا
“Di dalam hadits ini terdapat pengajaran bahwa tidak diperbolehkan saling membenci karena akan merusak dan menghancurkan agama. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk saling menyayangi dan mencintai, bahkan beliau berpesan untuk saling memberi hadiah agar tumbuh kasih sayang.” [At-Tamhiid]
Namun, kebencian yang dilarang dalam Islam adalah kebencian yang dilatarbelakangi oleh motif duniawi. Apabila kebencian itu dilandasi atas dasar agama dan kebenaran, maka hal itu diperbolehkan bahkan dijadikan sebagai indikator keimanan.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
التباغض بالقلوب، والتقاطع بالأفعال والأقوال أيضاً، والتدابر بالأفعال أيضا، أما التباغض بالقلوب فأن يبغض الإنسان أخاه المؤمن، وهذا أعني بغض المؤمن حرام، لأي شيء تبغضه ؟ ! قد يقول أبغضه لأنه يعصي الله عز وجل فنقول: وإذا عصى الله لا تبغضه بغضاً مطلقاً الذي أبغضه بغضاً مطلقاً على حال هو الكافر لأنه ليس فيه خير، أما المؤمن وإن عصى وإن أصر على معصية يجب أن تحبه على ما معه من الإيمان وأن تكرهه على ما معه من الفسق والعصيان
“Saling membenci itu dilakukan dengan hati. Saling memutus hubungan dilakukan dengan perbuatan dan perkataan. Saling membelakangi dilakukan dengan perbuatan. Saling membenci adalah dengan membenci sesama mukmin dan hal ini haram karena apa alasan untuk membencinya?! Mungkin ada yang beralasan “Saya membencinya karena dia bermaksiat kepada Allah”, tapi kebencian itu jangan diterapkan secara mutlak sebagaimana penerapan terhadap orang kafir yang tak memiliki kebaikan sama sekali. Seorang mukmin yang bermaksiat dan terus-menerus melakukannya tetap wajib dicintai berdasarkan tingkat keimanan yang dimilikinya, sebagaimana wajib dibenci berdasarkan tingkat kefasikan dan kedurhakaannya.” [Riyadh ash-Shalihin]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
“Setiap orang yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan melarang karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan iman.” [Shahih. HR. Abu Dawud]
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا ، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling memutuskan hubungan. Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian bersaudara. Seorang muslim tidaklah dihalalkan untuk mendiamkan sesama muslim lebih dari tiga hari.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
Membenci kaum beriman adalah perbuatan yang diharamkan. Islam justru memotivasi agar pemeluknya saling mengasihi, menyayangi dan tidak menyimpan dendam, dengki dan benci. Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ
“Bagaimana karakter manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Karakter manusia yang paling mulia adalah ia yang bersih hatinya lagi jujur lisannya.” Para sahabat kembali bertanya, “Kami telah mengetahui karakter lisan yang jujur. Bagaimanakah karakter hati yang bersih itu? Rasulullah menjawab, “Hati yang bersih yaitu hati yang bertakwa, suci, tak dipenuhi dengan dosa, dendam, dan dengki.” [Shahih. HR. Ibnu Majah]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
وفي هذا الحديث من الفقه أنَّه لا يحلُّ التباغض لأنَّ التباغض مفسدة للدين حالقة له ولهذا أمر- صلَّى الله عليه وسلم - بالتواد والتحاب حتى قال تهادوا تحابوا
“Di dalam hadits ini terdapat pengajaran bahwa tidak diperbolehkan saling membenci karena akan merusak dan menghancurkan agama. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk saling menyayangi dan mencintai, bahkan beliau berpesan untuk saling memberi hadiah agar tumbuh kasih sayang.” [At-Tamhiid]
Namun, kebencian yang dilarang dalam Islam adalah kebencian yang dilatarbelakangi oleh motif duniawi. Apabila kebencian itu dilandasi atas dasar agama dan kebenaran, maka hal itu diperbolehkan bahkan dijadikan sebagai indikator keimanan.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
التباغض بالقلوب، والتقاطع بالأفعال والأقوال أيضاً، والتدابر بالأفعال أيضا، أما التباغض بالقلوب فأن يبغض الإنسان أخاه المؤمن، وهذا أعني بغض المؤمن حرام، لأي شيء تبغضه ؟ ! قد يقول أبغضه لأنه يعصي الله عز وجل فنقول: وإذا عصى الله لا تبغضه بغضاً مطلقاً الذي أبغضه بغضاً مطلقاً على حال هو الكافر لأنه ليس فيه خير، أما المؤمن وإن عصى وإن أصر على معصية يجب أن تحبه على ما معه من الإيمان وأن تكرهه على ما معه من الفسق والعصيان
“Saling membenci itu dilakukan dengan hati. Saling memutus hubungan dilakukan dengan perbuatan dan perkataan. Saling membelakangi dilakukan dengan perbuatan. Saling membenci adalah dengan membenci sesama mukmin dan hal ini haram karena apa alasan untuk membencinya?! Mungkin ada yang beralasan “Saya membencinya karena dia bermaksiat kepada Allah”, tapi kebencian itu jangan diterapkan secara mutlak sebagaimana penerapan terhadap orang kafir yang tak memiliki kebaikan sama sekali. Seorang mukmin yang bermaksiat dan terus-menerus melakukannya tetap wajib dicintai berdasarkan tingkat keimanan yang dimilikinya, sebagaimana wajib dibenci berdasarkan tingkat kefasikan dan kedurhakaannya.” [Riyadh ash-Shalihin]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
“Setiap orang yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan melarang karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan iman.” [Shahih. HR. Abu Dawud]
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Kumpulan Hadits Seputar Wanita
Hadits Ke-Enambelas
Wahai Wanita, keluar dari rumah dengan menggunakan wewangian bisa menjerumuskanmu dalam dosa zina
Dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ، وَكُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
“Setiap wanita yang memakai parfum, kemudian melewati sekumpulan lelaki sehingga mereka mencium wanginya, maka dia adalah pezina dan setiap mata yang melihatnya pun telah melakukan zina mata.” [Hasan. HR. Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasaa-i]
Beberapa faidah dari hadits di atas:
1⃣ Wanita dilarang keluar rumah dengan memakai wewangian.
2⃣ Wewangian/parfum tercakup dalam kategori perhiasan bagi diri wanita.
3⃣ Wangi parfum wanita mampu mempengaruhi lelaki dan menimbulkan fitnah pada dirinya.
4⃣ Pintu-pintu yang bisa mengantarkan pada tindakan zina begitu banyak, salah satu di antaranya adalah keluarnya wanita dengan menggunakan wewangian.
5⃣ Zina dalam makna yang umum tidak terbatas pada hubungan biologis antara pria dan wanita tanpa terjalin ikatan pernikahan, tapi turut mencakup segala perbuatan yang dinyatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perbuatan zina seperti memandang dan menyentuh wanita non-mahram; menikmati suara wanita; mencium wanita; dan/atau menggunakan wewangian agar dicium para lelaki.
#kumpulan_hadits_seputar_wanita
#wanita_shalihah
Hadits Ke-Enambelas
Wahai Wanita, keluar dari rumah dengan menggunakan wewangian bisa menjerumuskanmu dalam dosa zina
Dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ، وَكُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
“Setiap wanita yang memakai parfum, kemudian melewati sekumpulan lelaki sehingga mereka mencium wanginya, maka dia adalah pezina dan setiap mata yang melihatnya pun telah melakukan zina mata.” [Hasan. HR. Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasaa-i]
Beberapa faidah dari hadits di atas:
1⃣ Wanita dilarang keluar rumah dengan memakai wewangian.
2⃣ Wewangian/parfum tercakup dalam kategori perhiasan bagi diri wanita.
3⃣ Wangi parfum wanita mampu mempengaruhi lelaki dan menimbulkan fitnah pada dirinya.
4⃣ Pintu-pintu yang bisa mengantarkan pada tindakan zina begitu banyak, salah satu di antaranya adalah keluarnya wanita dengan menggunakan wewangian.
5⃣ Zina dalam makna yang umum tidak terbatas pada hubungan biologis antara pria dan wanita tanpa terjalin ikatan pernikahan, tapi turut mencakup segala perbuatan yang dinyatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perbuatan zina seperti memandang dan menyentuh wanita non-mahram; menikmati suara wanita; mencium wanita; dan/atau menggunakan wewangian agar dicium para lelaki.
#kumpulan_hadits_seputar_wanita
#wanita_shalihah
[Ijma' Akidah 01] Allah tidak bisa dilihat di alam dunia
⚠️ Umat telah bersepakat bahwa tak seorang pun mampu melihat Allah di dunia.*
Ijma' ini disampaikan oleh sejumlah alim ulama di antaranya adalah ad-Daarimi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Abil 'Izz, dan selain mereka rahimahumullah.
Lihat: an-Naqdh 'alaa al-Mariisi 2/738; ar-Radd 'alaa al-Jahmiyah hlm. 306; Majmuu' al-Fataawaa 3/389, 5/490, 6/510; Minhaaj as-Sunnah 3/349-350; Bughyat al-Murtad hlm. 470; Syarh al-Aqiidah ath-Thahaawiyah hlm. 222.
⚠️ Di antara dalil bagi ijma' ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika memperingatkan umatNya dari Dajjal. Beliau bersabda,
تعلمون أنه لن يرى أحد منكم ربه عز وجل حتى يموت
"Kalian pun mengetahui bahwa tak seorang pun dari kalian yang mampu melihat Allah 'azza wa jalla hingga ia meninggal" [HR. Muslim]
NB:
*dengan mengecualikan khilaf ulama dalam kasus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam Mi'raj.
#ijmak_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
⚠️ Umat telah bersepakat bahwa tak seorang pun mampu melihat Allah di dunia.*
Ijma' ini disampaikan oleh sejumlah alim ulama di antaranya adalah ad-Daarimi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Abil 'Izz, dan selain mereka rahimahumullah.
Lihat: an-Naqdh 'alaa al-Mariisi 2/738; ar-Radd 'alaa al-Jahmiyah hlm. 306; Majmuu' al-Fataawaa 3/389, 5/490, 6/510; Minhaaj as-Sunnah 3/349-350; Bughyat al-Murtad hlm. 470; Syarh al-Aqiidah ath-Thahaawiyah hlm. 222.
⚠️ Di antara dalil bagi ijma' ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika memperingatkan umatNya dari Dajjal. Beliau bersabda,
تعلمون أنه لن يرى أحد منكم ربه عز وجل حتى يموت
"Kalian pun mengetahui bahwa tak seorang pun dari kalian yang mampu melihat Allah 'azza wa jalla hingga ia meninggal" [HR. Muslim]
NB:
*dengan mengecualikan khilaf ulama dalam kasus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam Mi'raj.
#ijmak_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Akidah bersumber dari mana?
Ketika terjadi perdebatan terkait risalah al-Aqidah al-Wasithiyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau menyebutkan sumber yang mestinya dirujuk oleh kaum muslimin dalam membangun akidah mereka. Beliau mengatakan,
وأما الاعتقاد فلا يؤخذ عنّي، ولا عمّن هو أكبر منّي، بل يؤخذ عن الله، ورسوله صلى الله عليه وسلم، و ما أجمع عليه سلف الأمّة. فما كان في القرآن وَجَبَ اعتقاده، وكذلك ما ثبت في الأحاديث الصحيحة
"Akidah itu tidak diambil dari perkataanku, tidak pula diambil dari orang yang lebih agung dariku. Akan tetapi akidah itu diambil dari firman Allah, sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ketetapan yang telah menjadi ijmak generasi salaf. Oleh karena itu, segala sesuatu yang disebutkan dalam al-Quran wajib diyakini, demikian pula dengan apa yang disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih." [Majmuu' al-Fataawaa 3/161]
#prinsip_ahli_sunnah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Ketika terjadi perdebatan terkait risalah al-Aqidah al-Wasithiyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau menyebutkan sumber yang mestinya dirujuk oleh kaum muslimin dalam membangun akidah mereka. Beliau mengatakan,
وأما الاعتقاد فلا يؤخذ عنّي، ولا عمّن هو أكبر منّي، بل يؤخذ عن الله، ورسوله صلى الله عليه وسلم، و ما أجمع عليه سلف الأمّة. فما كان في القرآن وَجَبَ اعتقاده، وكذلك ما ثبت في الأحاديث الصحيحة
"Akidah itu tidak diambil dari perkataanku, tidak pula diambil dari orang yang lebih agung dariku. Akan tetapi akidah itu diambil dari firman Allah, sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ketetapan yang telah menjadi ijmak generasi salaf. Oleh karena itu, segala sesuatu yang disebutkan dalam al-Quran wajib diyakini, demikian pula dengan apa yang disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih." [Majmuu' al-Fataawaa 3/161]
#prinsip_ahli_sunnah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Bersedekahlah dari Sebagian Hartamu
Allah ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." [Al-Baqarah : 254]
Tafsir Ringkas
يا أيها الذين آمنوا بالله واتبعوا رسوله، أنفقوا مما رزقناكم من مُختلف الأموال الحلال، من قبل أن يأتي يوم القيامة، حينئذ لا بيعٌ فيه يكتسب منه الإنسان ما ينفعه، ولا صداقة تنفعه في وقت الشدة، ولا وساطة تَدفع ضرًّا أو تَجلب نفعًا إلا بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى، والكافرون هم الظالمون حقًّا لكفرهم بالله تعالى.
"Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian, yang berasal dari berbagai harta yang halal sebelum hari kiamat tiba. Karena pada hari itu tidak ada lagi jual-beli yang bermanfaat bagi manusia; juga tidak ada persahabatan yang berguna baginya di waktu susah; dan tidak pula ada perantara yang dapat menolak mudarat atau mendatangkan manfaat kecuali setelah mendapatkan izin dari Allah bagi orang yang Dia kehendaki dan Dia restui. Dan orang-orang kafir itu adalah orang-orang zalim yang sebenarnya karena keingkaran mereka kepada Allah -Ta'ālā-." [Al-Mukhtashar fii Tafsiir al-Quraan al-Kariim hlm. 42]
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Allah ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." [Al-Baqarah : 254]
Tafsir Ringkas
يا أيها الذين آمنوا بالله واتبعوا رسوله، أنفقوا مما رزقناكم من مُختلف الأموال الحلال، من قبل أن يأتي يوم القيامة، حينئذ لا بيعٌ فيه يكتسب منه الإنسان ما ينفعه، ولا صداقة تنفعه في وقت الشدة، ولا وساطة تَدفع ضرًّا أو تَجلب نفعًا إلا بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى، والكافرون هم الظالمون حقًّا لكفرهم بالله تعالى.
"Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian, yang berasal dari berbagai harta yang halal sebelum hari kiamat tiba. Karena pada hari itu tidak ada lagi jual-beli yang bermanfaat bagi manusia; juga tidak ada persahabatan yang berguna baginya di waktu susah; dan tidak pula ada perantara yang dapat menolak mudarat atau mendatangkan manfaat kecuali setelah mendapatkan izin dari Allah bagi orang yang Dia kehendaki dan Dia restui. Dan orang-orang kafir itu adalah orang-orang zalim yang sebenarnya karena keingkaran mereka kepada Allah -Ta'ālā-." [Al-Mukhtashar fii Tafsiir al-Quraan al-Kariim hlm. 42]
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
❌⛔️ [Serial Larangan Akidah] Janganlah memerangi sesama muslim ❌⛔️
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَـبَابُ الْمُـسْلِمِ فُـسُوقٌ وَقِـتَالُهُ كُـفْرٌ
“Mencaci seorang muslim adalah kefasikan sedangkan memeranginya adalah kekufuran.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
Hadits ini merupakan dalil keharaman mencela dan mencaci maki karena pelakunya bisa memperoleh label fasik seperti yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, hadits ini juga dalil bahwa memerangi seorang muslim adalah tindakan kriminal dan tergolong kekufuran. Tidak ragu lagi bahwa orang yang menghalalkan darah saudara sesama muslim adalah kafir berdasarkan ijmak alim ulama, karena ia telah menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, yaitu menumpahkan darah kaum muslimin. Namun, hadits di atas tidaklah berkaitan dengan penghalalan yang dimaksud, karena memerangi dan membunuh seorang muslim tidak berkonsekuensi pelakunya berstatus kafir sehingga keluar dari agama Islam.
Allah ta’ala berfirman,
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” [Al-Hujurat : 9]
Allah ta’ala melanjutkan,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” [Al-Hujurat : 10]
Kita bisa melihat pada ayat di atas, Allah ta’ala tetap menyebut mereka sebagai saudara meski sebelumnya saling memerangi. Hal itu menunjukkan pokok keimanan mereka tetap ada, sehingga kata “kekufuran” pada hadits di atas diinterpretasikan oleh alim ulama dengan sejumlah makna.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
فسب المسلم بغير حق حرام بإجماع الأمة، وفاعله فاسق كما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم، وأما قتاله بغير حق فلا يكفر به عند أهل الحق كفرا يخرج به من الملة إلا إذا استحله، فإذا تقرر هذا، فقيل في تأويل الحديث أقوال: أحدها: أنه في المستحل، والثاني: أن المراد كفر الإحسان والنعمة وأخوة الإسلام لا كفر الجحود. والثالث: أنه يؤول إلى الكفر بشؤمه. والرابع: أنه كفعل الكفار
“Mencela seorang muslim tanpa alasan yang benar adalah perbuatan yang haram berdasarkan ijmak kaum muslimin. Pelakunya adalah fasik seperti yang diinformasikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan memeranginya tanpa alasan yang tepat, menurut alim ulama, bukanlah kekufuran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, kecuali dia menghalalkan perbuatan itu.
Oleh karena itu, terdapat sejumlah makna dalam mengartikan kekufuran yang disebutkan dalam hadits di atas.
Pertama, kata kekufuran di atas tertuju pada orang yang memang menghalalkannya.
Kedua, kekufuran yang dimaksud adalah kekufuran terhadap kebaikan, kenikmatan, dan persaudaraan Islam, bukan kekufuran yang bersifat penentangan.
Ketiga, perbuatan memerangi sesama muslim bisa mengantarkan pelakunya pada kekufuran.
Keempat, perbuatan memerangi sesama muslim itu layaknya tindakan orang-orang kafir.” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim].
#serial_larangan_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَـبَابُ الْمُـسْلِمِ فُـسُوقٌ وَقِـتَالُهُ كُـفْرٌ
“Mencaci seorang muslim adalah kefasikan sedangkan memeranginya adalah kekufuran.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
Hadits ini merupakan dalil keharaman mencela dan mencaci maki karena pelakunya bisa memperoleh label fasik seperti yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, hadits ini juga dalil bahwa memerangi seorang muslim adalah tindakan kriminal dan tergolong kekufuran. Tidak ragu lagi bahwa orang yang menghalalkan darah saudara sesama muslim adalah kafir berdasarkan ijmak alim ulama, karena ia telah menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, yaitu menumpahkan darah kaum muslimin. Namun, hadits di atas tidaklah berkaitan dengan penghalalan yang dimaksud, karena memerangi dan membunuh seorang muslim tidak berkonsekuensi pelakunya berstatus kafir sehingga keluar dari agama Islam.
Allah ta’ala berfirman,
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” [Al-Hujurat : 9]
Allah ta’ala melanjutkan,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” [Al-Hujurat : 10]
Kita bisa melihat pada ayat di atas, Allah ta’ala tetap menyebut mereka sebagai saudara meski sebelumnya saling memerangi. Hal itu menunjukkan pokok keimanan mereka tetap ada, sehingga kata “kekufuran” pada hadits di atas diinterpretasikan oleh alim ulama dengan sejumlah makna.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
فسب المسلم بغير حق حرام بإجماع الأمة، وفاعله فاسق كما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم، وأما قتاله بغير حق فلا يكفر به عند أهل الحق كفرا يخرج به من الملة إلا إذا استحله، فإذا تقرر هذا، فقيل في تأويل الحديث أقوال: أحدها: أنه في المستحل، والثاني: أن المراد كفر الإحسان والنعمة وأخوة الإسلام لا كفر الجحود. والثالث: أنه يؤول إلى الكفر بشؤمه. والرابع: أنه كفعل الكفار
“Mencela seorang muslim tanpa alasan yang benar adalah perbuatan yang haram berdasarkan ijmak kaum muslimin. Pelakunya adalah fasik seperti yang diinformasikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan memeranginya tanpa alasan yang tepat, menurut alim ulama, bukanlah kekufuran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, kecuali dia menghalalkan perbuatan itu.
Oleh karena itu, terdapat sejumlah makna dalam mengartikan kekufuran yang disebutkan dalam hadits di atas.
Pertama, kata kekufuran di atas tertuju pada orang yang memang menghalalkannya.
Kedua, kekufuran yang dimaksud adalah kekufuran terhadap kebaikan, kenikmatan, dan persaudaraan Islam, bukan kekufuran yang bersifat penentangan.
Ketiga, perbuatan memerangi sesama muslim bisa mengantarkan pelakunya pada kekufuran.
Keempat, perbuatan memerangi sesama muslim itu layaknya tindakan orang-orang kafir.” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim].
#serial_larangan_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Faidah-Faidah Hadits Umdatul Ahkam
Hadits Pertama
Semua Bergantung pada Niat
Dari Umar bin al-Khathab radhiallhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ» وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ
“Setiap perbuatan bergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh ganjaran berdasarkan apa yang diniatkan. Setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan berujung pada ridha Allah dan Rasul-Nya. Dan setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh bagian dunia yang dikehendaki atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya itu bernilai sebatas yang diniatkan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
1⃣ Alim ulama menyampaikan bahwa hadits ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah menyarankan agar setiap orang yang ingin menelurkan sebuah karya tulis ilmiah dalam ilmu Islam untuk mencantumkan hadits ini di bagian awal sebagai pengingat diri untuk meluruskan niat [Syarh an-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 1/11].
2⃣ Niat menjadi syarat bagi suatu ibadah sebagaimana disampaikan dalam kitab fikih. Dalam kitab Umdatul Ahkam, penulis, Abdul Ghani al-Maqdisi menjadikan hadits ini sebagai hadits pertama dan menempatkannya dalam Bab Thaharah sebagai isyarat bahwa bersuci tidaklah sah tanpa diiringi dengan niat untuk bersuci [Khulashah al-Kalaam ‘alaa Umdah al-Ahkaam 1/65]. Dengan demikian, hadits ini menunjukkan bahwa niat merupakan syarat untuk setiap aktifitas ketaatan dan setiap amal yang dilakukan tanpa diiringi niat tidaklah dianggap sebagai aktifitas ketaatan [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].
3⃣ Hadits ini menjadi dalil bahwa sebelum melakukan suatu perbuatan, setiap muslim wajib mengetahui hukumnya. Apakah perbuatan itu disyari’atkan atau tidak? Apakah perbuatan itu diwajibkan atau dianjurkan? Dalam hadits di atas suatu amal ternafikan apabila kosong dari niat yang disyari’atkan untuk amal tersebut [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].
4⃣ Niat itu adalah kehendak dan bertempat di dalam hati. Berdasarkan hal itu sejumlah ulama mengingkari pengucapan niat (talaffuzh bi an-niat). Jamaludin abu ar-Rabi’ Sulaiman bin Umar asy-Syafi’i mengatakan, “Mengucapkan dam membacakan niat di lisan di belakang imam bukan perbuatan yang dituntunkan, bahkan perbuatan itu dibenci (makruh). Apabila mengganggu orang lain yang juga tengah mengerjakan shalat, maka haram. Setiap orang yang menyatakan bahwa menjaharkan niat merupakan Sunnah, maka ia telah keliru. Tidak boleh dia dan orang lain berkata-kata perihal agama Allah tanpa dilandasi ilmu.” [Al I’lam 3/194].
5⃣ Keabsahan dan kerusakan setiap amal bergantung pada niat yang menjadi motif dalam mewujudkan amal tersebut. Demikian pula dengan pahala dan siksa di akhirat bagi pelakunya bergantung pada niat yang menjadi pijakan apakah amal itu dinilai sebagai amal shalih atau amal fasid (rusak) [Jaami’ al-‘Ulum wa al-Hikam hlm. 7-8].
#umdatul_ahkam
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Hadits Pertama
Semua Bergantung pada Niat
Dari Umar bin al-Khathab radhiallhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ» وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ
“Setiap perbuatan bergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh ganjaran berdasarkan apa yang diniatkan. Setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan berujung pada ridha Allah dan Rasul-Nya. Dan setiap orang yang berhijrah karena ingin memperoleh bagian dunia yang dikehendaki atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya itu bernilai sebatas yang diniatkan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
1⃣ Alim ulama menyampaikan bahwa hadits ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah menyarankan agar setiap orang yang ingin menelurkan sebuah karya tulis ilmiah dalam ilmu Islam untuk mencantumkan hadits ini di bagian awal sebagai pengingat diri untuk meluruskan niat [Syarh an-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 1/11].
2⃣ Niat menjadi syarat bagi suatu ibadah sebagaimana disampaikan dalam kitab fikih. Dalam kitab Umdatul Ahkam, penulis, Abdul Ghani al-Maqdisi menjadikan hadits ini sebagai hadits pertama dan menempatkannya dalam Bab Thaharah sebagai isyarat bahwa bersuci tidaklah sah tanpa diiringi dengan niat untuk bersuci [Khulashah al-Kalaam ‘alaa Umdah al-Ahkaam 1/65]. Dengan demikian, hadits ini menunjukkan bahwa niat merupakan syarat untuk setiap aktifitas ketaatan dan setiap amal yang dilakukan tanpa diiringi niat tidaklah dianggap sebagai aktifitas ketaatan [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].
3⃣ Hadits ini menjadi dalil bahwa sebelum melakukan suatu perbuatan, setiap muslim wajib mengetahui hukumnya. Apakah perbuatan itu disyari’atkan atau tidak? Apakah perbuatan itu diwajibkan atau dianjurkan? Dalam hadits di atas suatu amal ternafikan apabila kosong dari niat yang disyari’atkan untuk amal tersebut [Qawaaid wa Fawaaid min al-Arba’iin an-Nawawiyah hlm. 35].
4⃣ Niat itu adalah kehendak dan bertempat di dalam hati. Berdasarkan hal itu sejumlah ulama mengingkari pengucapan niat (talaffuzh bi an-niat). Jamaludin abu ar-Rabi’ Sulaiman bin Umar asy-Syafi’i mengatakan, “Mengucapkan dam membacakan niat di lisan di belakang imam bukan perbuatan yang dituntunkan, bahkan perbuatan itu dibenci (makruh). Apabila mengganggu orang lain yang juga tengah mengerjakan shalat, maka haram. Setiap orang yang menyatakan bahwa menjaharkan niat merupakan Sunnah, maka ia telah keliru. Tidak boleh dia dan orang lain berkata-kata perihal agama Allah tanpa dilandasi ilmu.” [Al I’lam 3/194].
5⃣ Keabsahan dan kerusakan setiap amal bergantung pada niat yang menjadi motif dalam mewujudkan amal tersebut. Demikian pula dengan pahala dan siksa di akhirat bagi pelakunya bergantung pada niat yang menjadi pijakan apakah amal itu dinilai sebagai amal shalih atau amal fasid (rusak) [Jaami’ al-‘Ulum wa al-Hikam hlm. 7-8].
#umdatul_ahkam
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
[Fawaaid wa Duror]
Buah iman yang jujur
Seorang mukmin akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila iman yang jujur telah menetap dalam hati, maka Allah akan menurunkan kesabaran, ridha, keimanan, dan keyakinan yang berlipat ganda hingga kondisi ketika ditimpa musibah tak ubahnya seperti yang dikatakan al-Kholiifah ar-Rosyiid, Umar bin Abdil Aziz rahimahullah,
"ما بقي لي سرور إلا في مواقع القدر.
قيل له: ما تشتهي
قال:ما يقضي الله لي"
"Tak ada lagi kegembiraan yang kurasakan selain di momen-momen penantian takdir"
Ada yang berkata kepadanya, "Apa yang engkau inginkan di saat itu?"
"Tak ada. Selain apa yang akan Allah takdirkan untukku." jawab Umar.
[al-Bahr ar-Raa-iq fii az-Zuhd wa ar-Raqaa-iq]
Teman, ujian hanyalah sesaat karena jalan keluar pasti kan tiba.
#fawaaid_wa_duror
♻ Silakan disebarluaskan
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Buah iman yang jujur
Seorang mukmin akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila iman yang jujur telah menetap dalam hati, maka Allah akan menurunkan kesabaran, ridha, keimanan, dan keyakinan yang berlipat ganda hingga kondisi ketika ditimpa musibah tak ubahnya seperti yang dikatakan al-Kholiifah ar-Rosyiid, Umar bin Abdil Aziz rahimahullah,
"ما بقي لي سرور إلا في مواقع القدر.
قيل له: ما تشتهي
قال:ما يقضي الله لي"
"Tak ada lagi kegembiraan yang kurasakan selain di momen-momen penantian takdir"
Ada yang berkata kepadanya, "Apa yang engkau inginkan di saat itu?"
"Tak ada. Selain apa yang akan Allah takdirkan untukku." jawab Umar.
[al-Bahr ar-Raa-iq fii az-Zuhd wa ar-Raqaa-iq]
Teman, ujian hanyalah sesaat karena jalan keluar pasti kan tiba.
#fawaaid_wa_duror
♻ Silakan disebarluaskan
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
[Fawaaid wa Duror]
3 Landasan Utama yang Wajib Diketahui
Syaikh Ahmad an-Najmi rahimahullah mengatakan, "Ketiga pondasi ini, yang terdiri dari pengenalan hamba terhadap Allah ta'ala; pengenalan hamba terhadap agama Islam; dan pengenalan hamba terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pondasi yang menjadi tonggak berdirinya agama ini.
Hamba hanya bisa masuk Islam dengan mengucapkan dua syahadat, yaitu syahadat bahwasanya tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Shalat dan adzan yang dilakukan takkan diterima jika tidak disertai kedua syahadat ini. Pertanyaan yang akan diajukan pada hamba dalam kubur pun akan mencakup pertanyaan seputar Tuhan, agama, dan Nabi yang diutus kepadanya. Di hari kiamat pun, dia akan ditanya tentang ketiga pondasi ini. Mizan kebaikan pun tak akan bertambah berat tanpa adanya pondasi ini. Hamba juga takkan mampu melintasi ash-Shirath, menghindari neraka, dan memasuki surga kecuali dengan pondasi ini. Dengan demikian, ketiga pondasi ini harus diperhatikan, dipelajari, dan dipahami secara mendalam agar hamba termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selamat di hari kiamat. Wa billahi at-taufiiq." [At'-Ta'liqaat al-Bahiyyah 'alaa ar-Rasaa-il al-'Aqdiyyah hlm. 91]
----------------------
Teks Arab
----------------------
أهمّيّـــــة الإعتنـــــاء بِ #الثّـــــلاثــــة_الأصـــــولِ
قــال الشّيـــخ أحمـــد النّجمــــي -رحمـــه الله-
" هذهِ الثلاثة الأصول:
معرفة العبد ربَّه.
معرفته دينه.
ومعرفته نبيَّه محمدًا - صلى الله عليهِ وسلم
.
هي الأصول التي يُبنى عليها الدَّين كله،
فلا يدخل العبد إلى الإسلام إلا بالشهادتين :
شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمدًا رسول الله - صلى الله عليه وسلم.
لا تصح صلاة، ولا يقبل أذان إلا بهاتين الشهادتين، ولا يسأل في قبره إلا عن ربه ودينه ونبيه، ولا يُسأل يوم القِيامة عند البعث والنشور إلا عن هذه الأصول.
ولا يثقل ميزانه إلا بها، ولا يمر على الصراط وينجو من النار ولا يدخل الجنة إلا بها.
ولهذا ينبغي الاعتناء بهذه الأصول الثلاثة والتعلم بِها واتقان معرفتها ليكون العبد من النَّاجين يوم القِيامة، وبالله التوفيق ".
.
الـتّعليقــــات البهيّــــة علـى الـرّسـآئــل الـعـقـــديّــــة (صـ91)
.
#fawaaid_wa_duror
.
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
3 Landasan Utama yang Wajib Diketahui
Syaikh Ahmad an-Najmi rahimahullah mengatakan, "Ketiga pondasi ini, yang terdiri dari pengenalan hamba terhadap Allah ta'ala; pengenalan hamba terhadap agama Islam; dan pengenalan hamba terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pondasi yang menjadi tonggak berdirinya agama ini.
Hamba hanya bisa masuk Islam dengan mengucapkan dua syahadat, yaitu syahadat bahwasanya tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Shalat dan adzan yang dilakukan takkan diterima jika tidak disertai kedua syahadat ini. Pertanyaan yang akan diajukan pada hamba dalam kubur pun akan mencakup pertanyaan seputar Tuhan, agama, dan Nabi yang diutus kepadanya. Di hari kiamat pun, dia akan ditanya tentang ketiga pondasi ini. Mizan kebaikan pun tak akan bertambah berat tanpa adanya pondasi ini. Hamba juga takkan mampu melintasi ash-Shirath, menghindari neraka, dan memasuki surga kecuali dengan pondasi ini. Dengan demikian, ketiga pondasi ini harus diperhatikan, dipelajari, dan dipahami secara mendalam agar hamba termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selamat di hari kiamat. Wa billahi at-taufiiq." [At'-Ta'liqaat al-Bahiyyah 'alaa ar-Rasaa-il al-'Aqdiyyah hlm. 91]
----------------------
Teks Arab
----------------------
أهمّيّـــــة الإعتنـــــاء بِ #الثّـــــلاثــــة_الأصـــــولِ
قــال الشّيـــخ أحمـــد النّجمــــي -رحمـــه الله-
" هذهِ الثلاثة الأصول:
معرفة العبد ربَّه.
معرفته دينه.
ومعرفته نبيَّه محمدًا - صلى الله عليهِ وسلم
.
هي الأصول التي يُبنى عليها الدَّين كله،
فلا يدخل العبد إلى الإسلام إلا بالشهادتين :
شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمدًا رسول الله - صلى الله عليه وسلم.
لا تصح صلاة، ولا يقبل أذان إلا بهاتين الشهادتين، ولا يسأل في قبره إلا عن ربه ودينه ونبيه، ولا يُسأل يوم القِيامة عند البعث والنشور إلا عن هذه الأصول.
ولا يثقل ميزانه إلا بها، ولا يمر على الصراط وينجو من النار ولا يدخل الجنة إلا بها.
ولهذا ينبغي الاعتناء بهذه الأصول الثلاثة والتعلم بِها واتقان معرفتها ليكون العبد من النَّاجين يوم القِيامة، وبالله التوفيق ".
.
الـتّعليقــــات البهيّــــة علـى الـرّسـآئــل الـعـقـــديّــــة (صـ91)
.
#fawaaid_wa_duror
.
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
[Ijmak Akidah]
Larangan Mencela Sahabat Nabi
Ibnu Hajar al-Asqolaniy rahimahullah mengatakan,
اتفق أهل السنة على وجوب منع الطعن على أحد من الصحابة بسبب ما وقع لهم من حروب ولو عُرِف المحق منهم، لأنهم لم يقاتلوا في تلك الحروب إلا عن اجتهاد، وقد عفا الله تعالى عن المخطىء في الاجتهاد، بل ثبت أنه يؤجر أجراً واحدا، وأن المصيب يؤجر أجرين
"Ahli Sunnah bersepakat atas larangan mencela salah seorang dari Sahabat Nabi karena disebabkan peperangan yang terjadi di antara mereka, meski diketahui pihak yang benar dalam perselisihan tersebut. Partisipasi mereka dalam peperangan itu tentulah berdasarkan ijtihad dan Allah telah memaafkan orang yang keliru dalam berijtihad. Bahkan pihak yang keliru dapat diganjar dengan satu pahala, sedangkan pihak yang benar diganjar dengan dua pahala." [Fath al-Baari 13/34]
#ijmak_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Larangan Mencela Sahabat Nabi
Ibnu Hajar al-Asqolaniy rahimahullah mengatakan,
اتفق أهل السنة على وجوب منع الطعن على أحد من الصحابة بسبب ما وقع لهم من حروب ولو عُرِف المحق منهم، لأنهم لم يقاتلوا في تلك الحروب إلا عن اجتهاد، وقد عفا الله تعالى عن المخطىء في الاجتهاد، بل ثبت أنه يؤجر أجراً واحدا، وأن المصيب يؤجر أجرين
"Ahli Sunnah bersepakat atas larangan mencela salah seorang dari Sahabat Nabi karena disebabkan peperangan yang terjadi di antara mereka, meski diketahui pihak yang benar dalam perselisihan tersebut. Partisipasi mereka dalam peperangan itu tentulah berdasarkan ijtihad dan Allah telah memaafkan orang yang keliru dalam berijtihad. Bahkan pihak yang keliru dapat diganjar dengan satu pahala, sedangkan pihak yang benar diganjar dengan dua pahala." [Fath al-Baari 13/34]
#ijmak_akidah
♻ _Silakan disebarluaskan_
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Kumpulan Hadits Seputar Wanita
Hadits Ke-Tujuhbelas
Wahai Wanita, salah satu indikator kelemahan dalam menjaga dirimu yang berharga adalah engkau berbaur di jalanan umum
Dari Abu Usaid al-Anshari radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari masjid dan para pria dan wanita bercampur baur di jalan, Rasulullah bersabda kepada para wanita,
اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ
"Minggirlah kalian. Sesungguhnya kalian tidak patut berjalan di bagian tengah jalan. Hendaknya kalian mengambil pinggir jalan untuk dilalui.”
Abu Usaid mengatakan,
فَكَانَتْ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
“Mendengar sabda beliau, ada wanita yang menempelkan diri ke dinding sehingga pakaiannya terkait karena saking menempelnya tubuh mereka dengan dinding.” [HR. Abu Dawud. Dinilai hasan oleh al-Albani]
Beberapa faidah dari hadits di atas:
1⃣ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu bersemangat untuk menata kehidupan bermasyarakat dengan aturan-aturan yang dapat mencegah terjadinya fitnah antara pria dan wanita.
2⃣ Aturan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berjalan di fasilitas umum, yaitu dengan menjadikan pinggir jalan untuk dilalui wanita, sedangkan bagian tengah untuk dilalui pria agar tidak terjadi campur-baur (ikhthilat) di jalanan.
3⃣ Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang campur-baur antara pria dan wanita di jalanan umum, tentu larangan itu lebih layak diberlakukan di tempat-tempat khusus seperti universitas, sekolah, kantor, dan lain-lain.
4⃣ Kepatuhan Sahabat wanita terhadap perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung dilakukan tanpa menunda-nunda.
#kumpulan_hadits_seputar_wanita
#wanita_shalihah
♻ _Silakan disebarluaskan_
Hadits Ke-Tujuhbelas
Wahai Wanita, salah satu indikator kelemahan dalam menjaga dirimu yang berharga adalah engkau berbaur di jalanan umum
Dari Abu Usaid al-Anshari radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari masjid dan para pria dan wanita bercampur baur di jalan, Rasulullah bersabda kepada para wanita,
اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ
"Minggirlah kalian. Sesungguhnya kalian tidak patut berjalan di bagian tengah jalan. Hendaknya kalian mengambil pinggir jalan untuk dilalui.”
Abu Usaid mengatakan,
فَكَانَتْ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
“Mendengar sabda beliau, ada wanita yang menempelkan diri ke dinding sehingga pakaiannya terkait karena saking menempelnya tubuh mereka dengan dinding.” [HR. Abu Dawud. Dinilai hasan oleh al-Albani]
Beberapa faidah dari hadits di atas:
1⃣ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu bersemangat untuk menata kehidupan bermasyarakat dengan aturan-aturan yang dapat mencegah terjadinya fitnah antara pria dan wanita.
2⃣ Aturan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berjalan di fasilitas umum, yaitu dengan menjadikan pinggir jalan untuk dilalui wanita, sedangkan bagian tengah untuk dilalui pria agar tidak terjadi campur-baur (ikhthilat) di jalanan.
3⃣ Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang campur-baur antara pria dan wanita di jalanan umum, tentu larangan itu lebih layak diberlakukan di tempat-tempat khusus seperti universitas, sekolah, kantor, dan lain-lain.
4⃣ Kepatuhan Sahabat wanita terhadap perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung dilakukan tanpa menunda-nunda.
#kumpulan_hadits_seputar_wanita
#wanita_shalihah
♻ _Silakan disebarluaskan_
Fawaaid wa Duror
Jangan menunda taubat
Allah Ta'ala berfirman,
بَلْ يُرِيدُ ٱلْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
"Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus." [Al-Qiyamah : 5]
Mengomentari ayat ini Sa'id bin Jubair rahimahullah mengatakan,
يُقدِم على الذنب ويؤخّر التّوْبة، فيقول: سَوْفَ أتوب، سوف أعمل، حتى يأتيه الموت على شر أحواله، وأسوأ أعماله
"Dia melakukan kemaksiatan namun menunda-nunda taubat. Dia berkata, " nanti saya bertaubat", "nanti saya beramal shalih" hingga kematian mendatangi ketika dia berada dalam kondisi terburuk, yaitu sedang mengerjakan aktivitas kemaksiatan." [Tafsiir al-Baghawi 5/183]
#fawaaid_wa_duror
♻ Silakan disebarluaskan
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Jangan menunda taubat
Allah Ta'ala berfirman,
بَلْ يُرِيدُ ٱلْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
"Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus." [Al-Qiyamah : 5]
Mengomentari ayat ini Sa'id bin Jubair rahimahullah mengatakan,
يُقدِم على الذنب ويؤخّر التّوْبة، فيقول: سَوْفَ أتوب، سوف أعمل، حتى يأتيه الموت على شر أحواله، وأسوأ أعماله
"Dia melakukan kemaksiatan namun menunda-nunda taubat. Dia berkata, " nanti saya bertaubat", "nanti saya beramal shalih" hingga kematian mendatangi ketika dia berada dalam kondisi terburuk, yaitu sedang mengerjakan aktivitas kemaksiatan." [Tafsiir al-Baghawi 5/183]
#fawaaid_wa_duror
♻ Silakan disebarluaskan
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
*Telegram:* t.me/ayobelajartauhid
*Broadcast harian via WA:* bit.ly/daftar-broadcast-belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
MENGAKUI KEBODOHAN
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan :
Beruntunglah orang yang bersikap inshof/objektif kepada Rabbnya. Sehingga dia mengakui kebodohan yang meliputi ilmu yang dia miliki. Dia pun mengakui berbagai penyakit yang berjangkit di dalam amal perbuatannya. Dia juga mengakui akan begitu banyak aib pada dirinya sendiri. Dia juga mengakui bahwa dirinya banyak berbuat teledor dalam menunaikan hak Allah. Dia mengakui betapa banyak kezaliman yang dia lakukan dalam bermuamalah kepada-Nya.
Apabila Allah memberikan hukuman kepadanya karena dosa-dosanya maka dia melihat hal itu sebagai bukti keadilan-Nya. Namun apabila Allah tidak menjatuhkan hukuman kepadanya dia melihat bahwa hal itu murni karena keutamaan/karunia Allah kepadanya. Apabila dia berbuat kebaikan, dia melihat bahwa kebaikan itu merupakan anugerah dan sedekah/kebaikan yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Apabila Allah menerima amalnya, maka hal itu adalah sedekah kedua baginya. Namun apabila ternyata Allah menolak amalnya itu, maka dia sadar bahwa sesungguhnya amal semacam itu memang tidak pantas dipersembahkan kepada-Nya.
Dan apabila dia melakukan suatu keburukan, dia melihat bahwa sebenarnya hal itu terjadi disebabkan Allah membiarkan dia dan tidak memberikan taufik kepadanya. Allah menahan penjagaan dirinya. Dan itu semuanya merupakan bentuk keadilan Allah kepada dirinya. Sehingga dia melihat bahwa itu semua membuatnya semakin merasa fakir/butuh kepada Rabbnya dan betapa zalimnya dirinya. Apabila Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya hal itu semata-mata karena kebaikan, kemurahan, dan kedermawanan Allah kepadanya.
Intisari dan rahasia dari perkara ini adalah dia tidak memandang Rabbnya kecuali selalu melakukan kebaikan sementara dia tidak melihat dirinya sendiri melainkan orang yang penuh dengan keburukan, sering bertindak berlebihan, atau bermalas-malasan. Dengan begitu dia melihat bahwasanya segala hal yang membuatnya gembira bersumber dari karunia Rabbnya kepada dirinya dan kebaikan yang dicurahkan Allah kepadanya. Adapun segala sesuatu yang membuatnya sedih bersumber dari dosa-dosanya sendiri dan bentuk keadilan Allah kepadanya.
(lihat al-Fawaaid, hlm. 36)
#fawaaid_wa_duror
♻ _Silakan disebarluaskan_
#nasihat
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan :
Beruntunglah orang yang bersikap inshof/objektif kepada Rabbnya. Sehingga dia mengakui kebodohan yang meliputi ilmu yang dia miliki. Dia pun mengakui berbagai penyakit yang berjangkit di dalam amal perbuatannya. Dia juga mengakui akan begitu banyak aib pada dirinya sendiri. Dia juga mengakui bahwa dirinya banyak berbuat teledor dalam menunaikan hak Allah. Dia mengakui betapa banyak kezaliman yang dia lakukan dalam bermuamalah kepada-Nya.
Apabila Allah memberikan hukuman kepadanya karena dosa-dosanya maka dia melihat hal itu sebagai bukti keadilan-Nya. Namun apabila Allah tidak menjatuhkan hukuman kepadanya dia melihat bahwa hal itu murni karena keutamaan/karunia Allah kepadanya. Apabila dia berbuat kebaikan, dia melihat bahwa kebaikan itu merupakan anugerah dan sedekah/kebaikan yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Apabila Allah menerima amalnya, maka hal itu adalah sedekah kedua baginya. Namun apabila ternyata Allah menolak amalnya itu, maka dia sadar bahwa sesungguhnya amal semacam itu memang tidak pantas dipersembahkan kepada-Nya.
Dan apabila dia melakukan suatu keburukan, dia melihat bahwa sebenarnya hal itu terjadi disebabkan Allah membiarkan dia dan tidak memberikan taufik kepadanya. Allah menahan penjagaan dirinya. Dan itu semuanya merupakan bentuk keadilan Allah kepada dirinya. Sehingga dia melihat bahwa itu semua membuatnya semakin merasa fakir/butuh kepada Rabbnya dan betapa zalimnya dirinya. Apabila Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya hal itu semata-mata karena kebaikan, kemurahan, dan kedermawanan Allah kepadanya.
Intisari dan rahasia dari perkara ini adalah dia tidak memandang Rabbnya kecuali selalu melakukan kebaikan sementara dia tidak melihat dirinya sendiri melainkan orang yang penuh dengan keburukan, sering bertindak berlebihan, atau bermalas-malasan. Dengan begitu dia melihat bahwasanya segala hal yang membuatnya gembira bersumber dari karunia Rabbnya kepada dirinya dan kebaikan yang dicurahkan Allah kepadanya. Adapun segala sesuatu yang membuatnya sedih bersumber dari dosa-dosanya sendiri dan bentuk keadilan Allah kepadanya.
(lihat al-Fawaaid, hlm. 36)
#fawaaid_wa_duror
♻ _Silakan disebarluaskan_
#nasihat