Nisaa` As-Sunnah
24.1K subscribers
4.43K photos
335 videos
63 files
13.6K links
🌹 Membentuk Pribadi Wanita Shalihah sebagai Perhiasan Dunia Terindah 🌹
❁ Penasihat: Al-Ustadz Usamah Faishal Mahri, Lc hafizhahullah
❁ Pembimbing: Al-Ustadzah Ummu Abdillah Ali Bahmid hafizhahallah
Download Telegram
http://t.me/nisaaassunnah

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
📲🍔🍱 HUKUM ORANG YANG I'TIKAF MEMESAN MAKANAN MELALUI PONSEL
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Oleh Syaikh Shlih bin Fawzan al Fawzan hafizhahullah


Pertanyaan:

Pada saat i'tikaf di bulan Ramadhan seseorang tentu butuh membeli makanan dan lainnya. Sehingga dia pun berkomunikasi melalui ponsel untuk membawakannya makan malam dan itu dari dalam masjid. Apakah ini termasuk jual beli yang dilarang di masjid? 


Jawaban:

●>> Jika dia mengatakan, bawakan saya makan malam seharga sepuluh riyal atau dua puluh riyal dan bernegosiasi dengannya, maka ini termasuk jual beli.

●>> Tetapi jika dia berkata, bawakan saya makan malam dan kemudian dia akan meminta perhitungannya dan tidak bertanya kepadanya tentang harganya, tidak mengapa. Karena ini dibutuhkan."

http://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/14926

📱http://t.me/ukhwh


السؤال : في الاعتكاف في رمضان يحتاج الإنسان لشراء طعام وغيره ، فيتصل بالجوال ليحضر له المطعم العشاء وذلك من داخل المسجد، فهل هذا من البيع والشراء المحرم في المسجد؟ الجواب : إن كان يقول أحضر لي عشاء بعشرة ريال أو بعشرين ريال ويتفاوض معه هذا من البيع والشراء ، أما إذا قال أحضر لي عشاء وبعدين يحاسبه ولا يسأله عن القيمة ما في بأس ، هذا من الحاجة .
--------------

📬 Diposting ulang hari Kamis, 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
Forwarded from ~ ام حلمي بنت يوسف ~
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
http://t.me/nisaaassunnah

::
🚇 TIGA CIRI MALAM ‘LAILATUL QODAR'


1️⃣ BENTUK BULAN SAAT ITU SEPERTI PARUHAN MANGKUK

Dari shahabat Abu Huroiroh -rodhiyallahu ‘anhu-, Bahwasanya beliau pernah mengingat-ingat malam ‘lailatul qodar’ bersama dengan Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam-, Beliau mengatakan:

«أَيُّكُمْ يَذْكُرُ حِينَ طَلَعَ الْقَمَرُ، وَهُوَ مِثْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ؟»

“Siapakah diantara kalian yang ingat, tatkala bulan muncul dalam keadaan seperti paruhan (📌) mangkuk.?”
[ HR. Muslim no.1170-(222) ]

(📌) Paruhan adalah setengah bagian. [ KBBI ]


2️⃣ SUASANA TENANG, UDARA DAN CUACA PADA MALAM ITU SEDANG (TIDAK PANAS DAN TIDAK DINGIN)

Dari shahabat Ibnu Abbas -rodhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda tentang lailatul qodar;

«لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ لَا حَارَّةٌ وَلَا بَارِدَةٌ يُصْبِحُ شَمْسُها صَبِيحَتَهَا ضَعِيفَةً حَمْرَاءَ »

“Sebuah malam yang tenang penuh kelembutan; tidak panas dan tidak dingin. Matahari –pada pagi harinya- terbit dengan cahaya yang lemah berwarna merah.”
[ HR. Al-Baihaqi dalam “Syu’abil Iman” no. 3419 dan Ath-Thoyalisi dalam “Musnadnya” no. 2802 ] ,
Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah- dalam “Shohih Al-Jami’” no. 5475. Disebutkan pula dalam “Adh-Dhoifah” dibawah pembahasan hadits no. 4404; walaupun didalamnya ada 2 orang rowi yang lemah, namun masih bisa menjadi syawahid (penguat, pent.). Wallahu a’lam.


3️⃣ MATAHARI -PADA PAGI HARINYA- TERBIT TANPA CAHAYA, SEPERTI BASKOM DARI TEMBAGA, BERWARNA MERAH

Dari Shahabat Ubay bin Ka’ab -rodhiyallahu ‘anhu- beliau mengatakan:

«أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ، لَا شُعَاعَ لَهَا»

“Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah mengabarkan kepada kami bahwa (pagi hari setelah malam lailatul qodar, pent.) matahari terbit tanpa cahaya (yang menyilaukan, pent.).”
[ HR. Muslim no.762-(220) ] , Derajatnya: Shohih.

🔻 Dalam Riwayat Ahmad no. 21197 & 21209 dan Abu Dawud no. 1378, terdapat tambahan;

«صَبِيحَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمْسُ لَا شُعَاعَ لَهَا، كَأَنَّهَا طَسْتٌ حَتَّى تَرْتَفِعَ »

”Pagi hari (setelah) malam lailatul qodar matahari terbit tanpa cahaya (yang menyilaukan, pent.), seolah-olah seperti baskom dari tembaga, sampai menjulang tinggi.”
[ Lafadz tersebut diambil dari “Musnad Ahmad” , Dan dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah- dalam Shohih Al-Jami’ no. 3754 ]

🔻 Adapun warna merah matahari telah disebutkan dalam riwayat Al-Baihaqi dan Ath-Thoyalisi dari shahabat Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu di atas. Silahkan melihat pembahasan ciri yang kedua.


________
🔘 Catatan:

Ada beberapa tanda yang disebutkan dalam beberapa hadits seperti; tidak ada awan, tidak ada hujan, tidak ada angin, tidak ada meteor,… ; namun riwayat-riwayat tersebut lemah. [ Lihat ”Adh-Dhoifah” 4404. ]

Yang jelas, sebagian dari tanda-tanda tersebut muncul setelah berlalunya malam lailatul qodar.

👉 Kita hanya bisa berusaha untuk memaksimalkan pencarian tersebut pada sepuluh hari terakhir bulan Romadhon seluruhnya. Agar tidak terluput sedikitpun satu malam yang kita lewati.

Tak lupa, kita memohon kepada Allah -Ta’ala- agar bisa mendapatkan malam ‘lailatul qodar’ tersebut beserta ampunan yang dijanjikan-Nya, Aamiin.

Wallahu a’lamu bisshowab. (AH)
@yookngaji
-------------------------

📬 Diposting ulang hari Kamis, 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
http://t.me/nisaaassunnah

════════════════════
🌾 PETUAH ULAMA 🌾

════════════════════

🖐🏽🛵💨🌌 JANGAN ANDA LEWATKAN BEGITU SAJA MALAM LAILATUL QADR

🔊
Berkata Syaikh Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullaah

📢 Wahai segenap kaum muslimin, bersemangatlah kalian di malam-malam yang diberkahi ini (10 hari terakhir) untuk menjalankan ibadah shalat, doa, istighfar, dan berbagai amal saleh.

☝🏻 Karena ini merupakan kesempatan (emas) di dalam umur kita, dan yang namanya kesempatan tidak selamanya ada.

📖 Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberitakan bahwa (Lailatul Qadar) lebih baik daripada seribu bulan.

🌕 Seribu bulan apabila dikalkulasikan maka itu lebih dari delapan puluh tahun, dan itu merupakan masa (tahun) yang sangat panjang.

🕋 Seandainya seseorang menghabiskan waktu selama itu untuk ketaatan kepada Allah, maka satu hari ini saja (Lailatul Qadar) akan lebih baik darinya.

👉🏼 Sungguh ini merupakan suatu keutamaan yang sangat besar.

📚 Sumber:
Majalis Syahri Ramadhan 247

˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙˙
قال الشيخ صالح الفوزان _حفظه الله_:

فيا أيها المسلمون: اجتهدوا في هذه الليلة المباركة بالصلاة والدعاء والاستغفار والأعمال الصالحة فإنها فرصة العمر ، والفرص لا تدوم؛
فإن الله سبحانه أخبر أنها خير من ألف شهر ، وألف شهر تزيد على ثمانين عاما ، وهي عمر طويل لو قضاه الإنسان كله في طاعة الله ، فليلة واحدة وهي ليلة القدر خير منه ، وهذا فضل عظيم .
[مجالس شهر رمضان ٢٤٧]

•••┈••••○❁🌻❁○••••┈•••

✍🏻WhatsApp
Ⓚ①ⓉⒶ🌏ⓈⒶⓉⓊ
Bagi-bagi faedah ilmiahnya....ayo segera bergabung
🌐📲 Join Channel Ⓚ①Ⓣ
https://t.me/KajianIslamTemanggung

📻📡 Dengarkan••• [ VERSI BARU ] Kajian Islam dan Murotal al-Quran setiap saat di Radio Islam Indonesia
http://bit.ly/AplikasiRadioIslamIndonesia2

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

📬 Diposting ulang hari Kamis, 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
http://t.me/nisaaassunnah

📢🌅🌖 PERINGATAN SANGAT PENTING!!!

Lailatul Qadar bisa jadi datang pada malam-malam genap yang mana itu adalah malam ganjil jika dilihat dari malam yang tersisa. Oleh karena itu, seharusnya engkau menghidupkan sepuluh malam seluruhnya dengan sempurna agar engkau dapat meraihnya seizin Allah ta’ala.

Dahulu, Syaikhul Islam -semoga Allah meridhainya- pernah ditanya tentang Lailatul Qadar, saat beliau sedang ditahan di sebuah penjara di atas bukit pada tahun 706H, maka beliau menjawab:

“Alhamdulillaah, Lailatul Qadar terletak diantara 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan. Demikianlah yang shahih dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

تحروها في العشر الأواخر 

“Ia terletak pada 10 terakhir dari Ramadhan."

Lailatul Qadar datang pada malam ganjilnya. Hanya saja, hitungan ganjilnya malam tersebut bisa jadi diambil berdasar;
● (malam-malam) yang sudah lewat, sehingga kau cari ia di malam 21, 23, 25, 27 dan 29.
● Atau, bisa juga dilihat berdasarkan (malam-malam) yang tersisa, sebagaimana sabda Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam:

لتاسعة تبقى لسابعة تبقى لخامسة تبقى لثالثة تبقى

“Pada malam kesembilan yang tersisa, pada malam ketujuh yang tersisa, pada malam kelima yang tersisa, pada malam ketiga yang tersisa”.

Berdasarkan hal ini; Seandainya bulan itu sejumlah 30 hari, berarti Lailatul Qadar ada diantara malam-malam genapnya:

● Malam 22 adalah malam ke-9 dari yang tersisa.
● Malam 24 adalah malam ke-7 dari yang tersisa. Dan demikian seterusnya.

Hal ini sebagaimana yang ditafsirkan oleh sahabat Abu Sa’id Al-Khudri dalam hadits yang shahih. Demikianlah pula (amalan) yang ditegakkan oleh Nabi shallallaahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan.

Adapun seandainya bulan tersebut sejumlah 29 hari, maka penanggalan berdasar hari yang tersisa adalah sama dengan penanggalan berdasar hari yang telah lewat (sama dalam hal ganjil maupun genapnya, pent.).

Jika demikian ini keadaannya, maka yang semestinya bagi seorang mukmin ialah mencari-carinya pada sepuluh hari terakhir seluruhnya, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam:

تحروها في العشر الأواخر 

“Carilah dia (lailatul qadar) pada sepuluh malam terakhir”….
Wallaahu ta’ala a’lam”.

📚 Majmu Fatawa jilid ke-25, Kitabush Shiyaam

[Faidah dari Ustadz Muhammad Higa Sewon Bantul]

🌎 Kunjungi || http://forumsalafy.net/peringatan-sangat-penting/

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
-----------------------

📬 Diposting ulang hari Kamis, 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Forwarded from ~ ام حلمي بنت يوسف ~
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
●●━━━━━━━━━━━━┓
F A E D A H P A G I
┗━━━━━━━━━━━━●●

قال ابن رجب:

"يُستحبّ في الليالي التي تُرجى فيها #ليلة_القدر التنظّفُ،والتطيّب، والتزيّن بالغُسل والطيب، واللباس الحسن"

[لطائف المعارف١٧٩]

┏━━🍃🌸🍃━━┓
┗━━🍃🌸🍃━━┛

💬 Ibnu Rajab berkata,

"Disunnahkan pada malam yang diharapkan padanya lailatul qadr untuk:
👉 membersihkan diri,
👉 memakai minyak wangi (bagi laki-laki ketika ke masjid), dan
👉 berhias.

Dengan cara:
👉 mandi,
👉 memakai parfum, dan
👉 memakai baju yang bagus."

📚 Lathaiful Ma'arif: 179

•••●✿❁✿●•••

✍🏼 Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada hari Kamis, 27 Ramadhan 1438 H / 22 Juni 2017 M
📮 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M

❃❀❃❀❃❀❃❀❃❀❃❀❃

http://t.me/nisaaassunnah
http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
Forwarded from Cryptoz
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 01)

✍🏻 Ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi. Lc

Zakat Fitrah Pensuci Jiwa

Zakat Fitri, atau yang lazim disebut zakat fitrah, sudah jamak diketahui sebagai penutup rangkaian ibadah bulan Ramadhan. Bisa jadi sudah banyak pembahasan seputar hal ini yang tersuguh untuk kaum muslimin. Namun tidak ada salahnya jika diulas kembali dengan dilengkapi dalil-dalilnya.

Telah menjadi kewajiban atas kaum muslimin untuk mengetahui hukum-hukum seputar zakat fitrah. Ini dikarenakan Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan atas mereka untuk menunaikannya usai melakukan kewajiban puasa Ramadhan. Tanpa mempelajari hukum-hukumnya, maka pelaksanaan syariat ini tidak akan sempurna. Sebaliknya, dengan mempelajarinya maka akan sempurna realisasi dari syariat tersebut.

Hikmah Zakat Fitrah

Dari Ibnu Abbas , ia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.” (Hasan, HR. Abu Dawud Kitabul Zakat Bab. Zakatul Fitr: 17 no. 1609 Ibnu Majah: 2/395 K. Zakat Bab Shadaqah Fitri: 21 no: 1827 dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Mengapa disebut Zakat Fitrah?

Sebutan yang populer di kalangan masyarakat kita adalah zakat fitrah. Mengapa demikian? Karena maksud dari zakat ini adalah zakat jiwa, diambil dari kata fitrah, yaitu asal-usul penciptaan jiwa (manusia) sehingga wajib atas setiap jiwa (Fathul Bari, 3/367). Semakna dengan itu Ahmad bin Muhammad Al-Fayyumi menjelaskan bahwa ucapan para ulama “wajib fitrah” maksudnya wajib zakat fitrah. (Al-Mishbahul Munir: 476)

Namun yang lebih populer di kalangan para ulama –wallahu a’lam– disebut zakat fithri atau shadaqah fithri. Kata Fithri di sini kembali kepada makna berbuka dari puasa Ramadhan, karena kewajiban tersebut ada setelah selesai menunaikan puasa bulan Ramadhan. Sebagian ulama seperti Ibnu Hajar Al-’Asqalani menerangkan bahwa sebutan yang kedua ini lebih jelas jika merujuk pada sebab musababnya dan pada sebagian penyebutannya dalam sebagian riwayat. (Lihat Fathul Bari, 3/367)

Bersambung ke bagian 2

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyaariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
----------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 02)

✍🏼 Ditulis Oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi. Lc

Hukum Zakat Fitrah

Pendapat yang terkuat, zakat fitrah hukumnya wajib. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, di antara mereka adalah Abul Aliyah, Atha’ dan Ibnu Sirin, sebagaimana disebutkan Al-Imam Al-Bukhari. Bahkan Ibnul Mundzir telah menukil ijma’ atas wajibnya fitrah, walaupun tidak benar jika dikatakan ijma’. Namun, ini cukup menunjukkan bahwa mayoritas para ulama berpandangan wajibnya zakat fitrah.
Dasar mereka adalah hadits Nabi:

Dari Ibnu Umar ia mengatakan: “Rasulullah menfardhukan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, kecil dan besar dari kaum muslimin. Dan Nabi memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (Id).” (Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitabuz Zakat Bab Fardhu Shadaqatul Fithri 3/367, no. 1503 dan ini lafadznya. Diriwayat-kan juga oleh Muslim). Dalam lafadz Al-Bukhari yang lain:

“Nabi memerintahkan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (HR. Al-Bukhari no. 1507)

Dari dua lafadz hadits tersebut nampak jelas bagi kita bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menfardhukan dan memerintahkan, sehingga hukum zakat fitrah adalah wajib. Dalam hal ini, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjur-kan). Adapula yang berpendapat, hukumnya adalah hanya sebuah amal kebaikan, yang dahulu diwajibkan namun kemudian kewajiban itu dihapus. Pendapat ini lemah karena hadits yang mereka pakai sebagai dasar lemah menurut Ibnu Hajar. Sebabnya, dalam sanadnya ada rawi yang tidak dikenal. Demikian pula pendapat yang sebelumnya juga lemah. (Lihat At-Tamhid, 14/321; Fathul Bari, 3/368, dan Rahmatul Ummah fikhtilafil A'immah hal. 82)

Siapa yang Wajib Berzakat Fitrah?

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan dalam hadits sebelumnya bahwa kewajiban tersebut dikenakan atas semua orang, besar ataupun kecil, laki-laki ataupun perempuan, dan orang merdeka maupun budak hamba sahaya. Akan tetapi untuk anak kecil diwakili oleh walinya dalam mengeluarkan zakat. Ibnu Hajar mengatakan: “Yang nampak dari hadits itu bahwa kewajiban zakat dikenakan atas anak kecil, namun perintah tersebut tertuju kepada walinya. Dengan demikian, kewajiban tersebut ditunaikan dari harta anak kecil tersebut. Jika tidak punya, maka menjadi kewajiban yang memberinya nafkah, ini merupakan pendapat jumhur ulama.” (Al-Fath, 3/369; lihat At-Tamhid, 14/326-328, 335-336). Nafi’ mengatakan:

“Dahulu Ibnu ‘Umar menunaikan zakat anak kecil dan dewasa, sehingga dia dulu benar-benar menunaikan zakat anakku.” (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabuz Zakat Bab 77, no. 1511, Al-Fath, 3/375). Demikian pula budak hamba sahaya diwakili oleh tuannya. (Al-Fath, 3/369)

Bersambung ke bagian 3

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
-----------------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
Forwarded from ~ ام حلمي بنت يوسف ~
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 03)

✍🏼 Ditulis Oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi. Lc

Apakah selain Muslim terkena Kewajiban Zakat?

Sebagai contoh seorang anak yang kafir, apakah ayahnya (yang muslim) berkewajiban mengeluarkan zakatnya?
Jawabnya: tidak. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan catatan di akhir hadits bahwa kewajiban itu berlaku bagi kalangan muslimin (dari kalangan muslimin). Walaupun dalam hal ini ada pula yang berpendapat tetap dikeluarkan zakatnya. Namun pendapat tersebut tidak kuat, karena tidak sesuai dengan dzahir hadits Nabi.

Apakah Janin Wajib Dizakati?

Jawabnya: tidak. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat tersebut kepada (anak kecil), sedangkan janin tidak disebut (anak kecil) baik dari sisi bahasa maupun adat. Bahkan Ibnul Mundzir menukilkan ijma’ tentang tidak diwajib-kannya zakat fitrah atas janin. Walaupun sebetulnya ada juga yang berpendapat wajibnya atas janin, yaitu sebagian riwayat dari Al-Imam Ahmad dan pendapat Ibnu Hazm dengan catatan –menurutnya– janin sudah berumur 120 hari. Pendapat lain dari Al-Imam Ahmad adalah sunnah. Namun dua pendapat terakhir ini lemah, karena tidak sesuai dengan hadits di atas.

Wajibkah bagi Orang yang Tidak Mampu?

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa: “Bila kewajiban itu melekat ketika ia mampu melaksanakannya kemudian setelah itu ia tidak mampu, maka kewajiban tersebut tidak gugur darinya. Dan tidak menjadi kewajibannya (yakni gugur) jika ia tidak mampu semenjak kewajiban itu mengenainya.” (Badai’ul Fawaid, 4/33)

Adapun kriteria tidak mampu dalam hal ini, maka Asy-Syaukani menjelaskan: “Barangsiapa yang tidak mendapatkan sisa dari makanan pokoknya untuk malam hari raya dan siangnya, maka tidak berkewajiban membayar fitrah. Apabila ia memiliki sisa dari makanan pokok hari itu, ia harus mengeluarkannya bila sisa itu mencapai ukurannya (zakat fitrah).” (Ad-Darari, 1/365, Ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/553, lihat pula Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 9/369)

Bersambung ke bagian 4

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
------------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 04)

✍🏻 Ditulis Oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi. Lc

Dalam Bentuk Apa Zakat Fitrah dikeluarkan?

Hal ini telah dijelaskan dalam hadits yang lalu. Dan lebih jelas lagi dengan riwayat berikut:

“Dari Abu Sa’id , ia berkata: ‘Kami memberikan zakat fitrah di zaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan, 1 sha’ kurma, 1 sha’ gandum, ataupun 1 sha’ kismis (anggur kering)’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabuz Zakat no. 1508 dan 1506, dengan Bab Zakat Fitrah 1 sha’ dengan makanan. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 2280)

Kata (makanan) maksudnya adalah makanan pokok penduduk suatu negeri baik berupa gandum, jagung, beras, atau lainnya. Yang mendukung pendapat ini adalah riwayat Abu Sa’id yang lain:

“Ia mengatakan: ‘Kami mengeluarkan-nya (zakat fitrah) berupa makanan di zaman Rasulullah pada hari Idul Fitri’. Abu Sa’id mengatakan lagi: ‘Dan makanan kami saat itu adalah gandum, kismis, susu kering, dan kurma’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitabuz Zakat Bab Shadaqah Qablal Id, Al-Fath, 3/375 no. 1510)

Di sisi lain, zakat fitrah bertujuan untuk menyenangkan para fakir dan miskin. Sehingga seandainya diberi sesuatu yang bukan dari makanan pokoknya maka tujuan itu menjadi kurang tepat sasaran.

Inilah pendapat yang kuat yang dipilih oleh mayoritas para ulama. Di antaranya Malik (At-Tamhid, 4/138), Asy-Syafi’i dan salah satu riwayat dari Al-Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah (Majmu’ Fatawa, 25/69), Ibnul Mundzir (Al-Fath, 3/373), Ibnul Qayyim (I’lamul Muwaqqi’in, 2/21, 3/23, Taqrib li Fiqhi Ibnil Qayyim hal. 234), Ibnu Baz dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da'imah (9/365, Fatawa Ramadhan, 2/914)

Juga ada pendapat lain yaitu zakat fitrah diwujudkan hanya dalam bentuk makanan yang disebutkan dalam hadits Nabi. Ini adalah salah satu pendapat Al-Imam Ahmad. Namun pendapat ini lemah. (Majmu’ Fatawa, 25/68)

Bersambung ke bagian 5

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
🌙 RAMADHAN KESEMPATAN YANG TAK TERGANTIKAN

#ramadhan #kesempatan #merugi #ampun #dosa
📖 TADABBUR AL-QUR'AN

#tadabbur #alquran #lembut #hati
📚 BERCERMIN KEPADA AL-QUR'AN

#cermin #jiwa #alquran #kalamullah
▫️ JADIKAN LAMBUNGMU MENGIKUTI RASULULLAH

#lambung #rasulullah #anak #cucu #adam #sepertiga #makan #minum #nafas
Forwarded from ~ ام حلمي بنت يوسف ~
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 05)

✍🏻 Ditulis Oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi. Lc

Bolehkah Mengeluarkannya dalam Bentuk Uang?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.

Pendapat pertama: Tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk uang. Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Dawud. Alasannya, syariat telah menyebutkan apa yang mesti dikeluar-kan, sehingga tidak boleh menyelisihinya. Zakat sendiri juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, jika dengan uang maka akan membuka peluang untuk menentukan sendiri harganya. Sehingga menjadi lebih selamat jika menyelaraskan dengan apa yang disebut dalam hadits. An-Nawawi mengatakan: “Ucapan-ucapan Asy-Syafi’i sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilainya (uang).” (Al-Majmu’, 5/401)

Abu Dawud mengatakan: “Aku mendengar Al-Imam Ahmad ditanya:

Bolehkah saya memberi uang dirham -yakni dalam zakat fitrah-?’ Beliau menjawab: ‘Saya khawatir tidak sah, menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”

Ibnu Qudamah mengatakan:

“Yang tampak dari madzhab Ahmad bahwa tidak boleh mengeluarkan uang pada zakat.” (Al-Mughni, 4/295)

Pendapat ini pula yang dipilih oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (lihat Fatawa Ramadhan, 2/918-928)

Pendapat kedua: Boleh mengeluar-kannya dalam bentuk uang yang senilai dengan apa yang wajib dia keluarkan dari zakatnya, dan tidak ada bedanya antara keduanya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah. (Al-Mughni, 4/295, Al-Majmu’, 5/402, Badai’ush-Shanai’, 2/205, Tamamul Minnah, hal. 379)

Pendapat pertama itulah yang kuat. Atas dasar itu bila seorang muzakki (yang mengeluarkan zakat) memberi uang pada amil, maka amil diperbolehkan menerimanya jika posisinya sebagai wakil dari muzakki.

Selanjutnya, amil tersebut membelikan beras –misalnya– untuk muzakki dan menyalurkannya kepada fuqara dalam bentuk beras, bukan uang.

Namun sebagian ulama membolehkan mengganti harta zakat dalam bentuk uang dalam kondisi tertentu, tidak secara mutlak. Yaitu ketika yang demikian itu lebih bermaslahat bagi orang-orang fakir dan lebih mempermudah bagi orang kaya.

Ini merupakan pilihan Ibnu Taimiyyah. Beliau mengatakan: “Boleh mengeluarkan uang dalam zakat bila ada kebutuhan dan maslahat. Contohnya, seseorang menjual hasil kebun atau tanamannya. Jika ia mengeluarkan zakat 1/10 (sepersepuluh) dari uang dirhamnya maka sah. Ia tidak perlu membeli korma atau gandum terlebih dulu. Al-Imam Ahmad telah menyebutkan kebolehannya.” (Dinukil dari Tamamul Minnah, hal. 380)

Beliau juga mengatakan dalam Majmu’ Fatawa (25/82-83): “Yang kuat dalam masalah ini bahwa mengeluarkan uang tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat maka tidak boleh …. Karena jika diperbolehkan mengeluarkan uang secara mutlak, maka bisa jadi si pemilik akan mencari jenis-jenis yang jelek. Bisa jadi pula dalam penentuan harga terjadi sesuatu yang merugikan… Adapun mengeluarkan uang karena kebutuhan dan maslahat atau untuk keadilan maka tidak mengapa….”

Pendapat ini dipilih oleh Asy-Syaikh Al-Albani sebagaimana disebutkan dalam kitab Tamamul Minnah (hal. 379-380)
Yang perlu diperhatikan, ketika memilih pendapat ini, harus sangat diperhatikan sisi maslahat yang disebutkan tadi dan tidak boleh sembarangan dalam menentukan, sehingga berakibat menggam-pangkan masalah ini.

Bersambung ke bagian 6

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
-------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀
http://t.me/nisaaassunnah

📃🍚🌺🌅 PENJELASAN RINGKAS SEPUTAR ZAKAT FITRAH (Bagian 6)

✍🏼 Ditulis Oleh: Al-Ustadz Qomar Su'aidi.Lc

Ukuran yang Dikeluarkan?

Dari hadits-hadits yang lalu jelas sekali bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menentukan ukuran zakat fitrah adalah 1 sha’. Tapi, berapa 1 sha’ itu?
Satu sha’ sama dengan 4 mud. Sedangkan 1 mud sama dengan 1 cakupan dua telapak tangan yang berukuran sedang.
Berapa bila diukur dengan kilogram (kg)? Tentu yang demikian ini tidak bisa tepat dan hanya bisa diukur dengan perkiraan. Oleh karenanya para ulama sekarangpun berbeda pendapat ketika mengukurnya dengan kilogram.

Dewan Fatwa Saudi Arabia atau Al-Lajnah Ad-Da'imah yang diketuai Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, wakilnya Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi dan anggotanya Abdullah bin Ghudayyan memperkirakan 3 kg. (Fatawa Al-Lajnah, 9/371)

Adapun Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat sekitar 2,040 kg. (Fatawa Arkanil Islam, hal. 429)

Tentang Al-Bur atau Al-Hinthah

Ada perbedaan pendapat tentang ukuran yang dikeluarkan dari jenis hinthah (salah satu jenis gandum). Sebagian shaha-bat berpendapat tetap 1 sha’, sementara yang lain berpendapat ½ sha’.
Nampaknya pendapat kedua itu yang lebih kuat berdasarkan riwayat:

“Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya bahwa Asma’ binti Abu Bakar dahulu di zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dia mengeluarkan (zakat) untuk keluarganya yang merdeka atau yang sahaya dua mud hinthah atau satu sha’ kurma dengan ukuran mud atau sha’ yang mereka pakai untuk jual beli.” (Shahih, HR. Ath-Thahawi dalam Ma’ani Al-Atsar, 2871, Ibnu Abi Syaibah dan Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan: “Sanadnya shahih, sesuai syarat Al-Bukhari dan Mus-lim.” Lihat Tamamul Minnah hal. 387). Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan di masa sekarang Al-Albani.

Bersambung ke bagian 7

📚 Sumber || Majalah Asy Syariah || http://asysyariah.com

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
-------------

📬 Diposting ulang hari Jum'at, 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018 M
📠 http://t.me/nisaaassunnah
🌐 http://www.nisaa-assunnah.com

🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀