Kajian Kitab al-Fawaidul Mukhtaroh
3.78K subscribers
5 photos
5 videos
2 files
50 links
Kitab yang ditulis Al Habib Ali bin Hasan Baharun ini adalah salah satu kitab yang berisi kumpulan hikmah dan ilmu yang sangat penting yang didengar dari Gurunya Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam masa belajarnya di Madinah dan referensi lainnya.
Download Telegram
*KISAH-KISAH TENTANG ADAB*

*Materi ke 41 hal. 73 - 76*


بسم الله الرحمن الرحيم
1. Mimbar Nabi terbuat dari kayu Atsl dan yang memahatnya adalah Bâqum ar-Rûmy. Mimbar tersebut mempunyai tiga tingkatan anak tangga selain tangga yang diberi nama Al-Mustarah. Ketika Nabi berkhutbah, beliau menempati anak tangga ketiga. Dan ketika Abu Bakar menjadi kholifah beliau berkhutbah di tingkat yang kedua turun satu tingkat, lalu Umar turun satu tingkat lagi serta Ali turun satu tingkat di bawahnya. Maka ketika Muawiyah menguasai pemerintahan, dia tidak menemukan anak tangga dari mimbar itu untuk ditempati, lalu dia menambah enam tangga dari bawahnya dengan mengangkat bentuk aslinya dan membuat di bawahnya tangga-tangga hingga menjadi sembilan. Para khalifah menempati anak tangga ke tujuh dan itu yang lebih utama. <Fathul 'Allám: 3/57>

2. Diriwayatkan dari Utsman , beliau berkata:
ما غنيت ولا تمنيت ولا مسست ذكري منذ بايعت رسول الله ﷺ
*Aku tidak pernah menyanyi, tidak pernah berangan-angan dan tidak pernah menyentuh kemaluanku dengan tangan kananku sejak aku membaiat Rasulullah ﷺ* <'Awâriful Ma'ârif: 5/109>.

3.Sayyiduna Hasan bin Ali bin Abi Thalib berkata: "Sungguh aku malu menemui tuhanku sedangkan aku tidak berjalan kaki menuju ka'bah Nya". Maka beliau melaksanakan haji sebanyak 25 kali dari Madinah dengan berjalan kaki, sedangkan unta-unta pilihannya dituntun dihadapannya tidak ditungganginya. <alJawahir al Lu'lu'iyyah: 113>

4. *Jika Imam Malik hendak mambacakan hadits beliau masuk kamar mandi dan membersihkan badannya terlebih dahulu, lalu memakai minyak wangi, pakaian yang baru dan imamah. Kemudian duduk diatas kursi mewahnya dengan khusyu' dan senantiasa dibakar dupa hingga selesai dari hadits tersebut.* Ketika ditanyakan hal itu, beliau menjawab: "Aku ingin mengagungkan hadits Nabi". <alManhaj as Sawisy: 409> keterangan senada di <aljawahir al Lu'lu'iyah: 304>

5. Dari lbnu Mubarok, beliau berkata: "Aku bersama imam Malik dan dia sedang membacakan hadits untuk kami, tiba-tiba kalajengking menyengatnya sebanyak 16 kali hingga dia berubah menjadi pucat, namun dia tidak memutuskan hadits tersebut dan berkata *sesungguhnya aku sabar karena untuk memuliakan hadits Rasulallah* <AlManhaj as Sawy: 408> keterangan senada di <alJawahir al Lu'lu'iyah: 304>

6. Ketika Imam Malik berjalan di gang-gang Madinah, beliau tidak memakai alas kaki dan berkata: "Aku malu kepada Allah jika aku menginjak tanah yang di dalammya terdapat kubur Nabi dengan telapak kaki kuda". <al Manhaj asSawy: 409> keterangan senada di <ar Raudhul Faiq: 202>

7. Syekh Abdul Qodir Jaelani berkata: "Aku bermimpi Nabi sebelum dhuhur, Nabi berkata kepadaku: Wahai anakku, kenapa engkau tidak berbicara (berpidato)?". Aku menjawab: "Wahai ayahku, saya orang yang tidak fasih dalam berbicara, bagaimana saya akan berbicara di hadapan orang-orang fasih Baghdad?. Lalu Nabi berkata: 'bukalah mulutmu! Maka aku membukanya dan Nabi meludahinya 7 kali seraya berkata: Bicaralah kepada manusia dan ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik!'. Lalu aku bangun sholat dhuhur dan duduk, tiba-tiba datang kepadaku kerumunan orang hingga aku tertegun melihatnya. Kemudian aku melihat sayyidina Ali berdiri di hadapanku dan berkata: Wahai anakku, mengapa engkau tidak berbicara', Aku menjawab; Wahai ayahku, aku tertegun tidak bisa mengucapkan kata-kata. Beliau berkata: Bukalah mulutmu!'. Lalu aku membukanya dan beliau meludahinya 6 kali, aku berkata: Mengapa engkau tidak menyempurnakannya 7 kali?'. Beliau menjawab: 'Karena adab kepada Nabi . Kemudian beliau meninggalkanku dan aku mulai berbicara" <alfawaid al Haditsiyah: 213>

8. Sebagian ahli ma'rifat berkata:
ما مددت رجلى إلى القبلة منذ عشرين سنة.
*Aku tidak pernah menjulurkan kakiku ke arah kiblat sejak 20 tahun* <ar-Risalah al Qusyairiyyah: 285> tanpa menyebutkan kiblat.

9. Ketika Imam Syafi'i shalat didekat makamnya Imam Abi Hanifah beliau melirihkan bacaan basmalah dan doa qunut karena adab bersama Imam Abi Hanifah. <Tadzkirunnnas: 111>

10. Jika Habib Abdullah bin Husain bin Thahir hendak keluar dari rum
ah saudara tuanya Habib Thahir, *beliau keluar dengan tidak membelakanginya, akan tetapi keluar dengan cara mundur, dan tidak berbicara di hadapannya kecuali jika saudaranya memulai pembicaraan.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>

11. Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata: "Sejak aku tumbuh dan terdidik bersama saudara tuaku Thahir, aku tidak pernah ingat aku mendahuluinya walaupun pada waktu kecil dan bermain, dan aku tidak pernah menaiki loteng sedangkan saudaraku Thahir berada dibawahnya. <Tajul-A'ras: 2/373>

12. كان الإمام بغوى لايدرس الا وهو على طهارة
*Imam Al-Baghawy tidak pernah mengajar kecuali dalam keadaan suci.*(atau yang semakna dengan pembahasan ini).

Jum'ah Mubarokah 3 Agustus 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*


اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*Footnote 1*
_______

1. Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsyabandiy yang menjabat sebagai kepala para imam di marwa, yang amat sangat dimuliakan oleh sultan berkata: "Saya bisa menduduki derajat ini, hanyalah berkah saya menghormati guruku. Aku benar-benar menjadi khodim atau pelayan untuk guruku Qodhi Imam Aba Yazid Ad-Dabusiy, dan aku selalu melayaninya, memasakkan makanannya dan akupun tidak pernah makan dari makanan itu. <Ta'lim Muta'allim>

2. Diceritakan bahwasanya Khalifah Harun ArRasyid mengirim putranya kepada Al-Ashmu'i beliau mengajarkan putranya ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat syekh Al-Ashmuiy berwudlu dan membasuh sendiri kakinya, sedangkan putranya hanya menuangkan air pada kaki sang syekh. Maka, Khalifahpun menegur hal itu dan berkata: "Putraku saya kirim kepadamu supaya engkau ajari ilmu dan adab, tapi mengapa engkau tidak memerintahkannya agar satu tangannya menuang air dan satunya lagi membasuh kakimu?" <Ta'lim Muta'allim>

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 2*
__________

*Berkah Menghadap Qiblat*

وحكي أن رجلين خرجا فى طلب العلم للغربة وكانا شريكين فرجعا بعد سنين إلى بلدهما وقد فقه أحدهما ولم يفقه الآخر، فتأمل فقهاء البلاد وسئلوا عن حالهما وتكرارهما وجلوسهما فأخبروا أن جلوس الذى تفقه فى حال التكرار كان مستقبل القبلة والمصرالذى [حصل العلم فيه] والآخر كان مستدبرا القبلة ووجهه إلى غير المصر. فاتفق العلماء والفقهاء أن الفقيه فقه ببركة استقبال القبلة إذ هو السنة فى الجلوس إلا عند الضرورة، وببركة دعاء المسلمين فإن المصر لا يخلو من العباد وأهل الخير والزهد، فالظاهر أن عابدا دعا له فى الليل.

Dihikiyatkan, ada dua orang pergi merantau untuk mencari ilmu. Merekapun belajar bersama-sama. Setelah berjalan bertahun- tahun, mereka kembali ke tanah kelahiran mereka. Salah satu dari mereka menjadi seorang faqih/alim fiqih, sedang satunya lagi tidak. Kemudian hal itu menarik perhatian ulama' ahli fiqih daerah itu, lalu mereka bertanya mengenai haliyah atau keadaan dua orang itu, dan tentang metode pengulangan dalam belajar, serta cara duduk mereka berdua di saat belajar, kemudian mereka mendapat informasi dari banyak orang, bahwasanya duduknya orang yang alim fiqih itu dalam ia belajar selalu menghadap qiblat dan negara mesir, tempat digapainya atau sumbernya ilmu. Sedangkan yang satunya dalam belajarnya tidak menghadap ke arah qiblat dan wajahnya berpaling dari arah negara mesir. Atas hal itu, para ulama dan ahli fiqih sepakat, bahwa *orang yang alim fiqih itu menjadi alim fiqih, sebab berkahnya menghadap qiblat, karena hal itu merupakan sunahnya duduk, terkecuali dalam kondisi terdesak (dhorurot),* dan disebabkan lagi oleh berkahnya doa dari orang-orang islam di mesir sana, karena di mesir tidaklah sepi dari orang-orang yang melakukan ibadah dan tidak sepi pula dari ahli kebajikan. Yang jelas, setiap malam hari pasti ada walaupun satu orang ahli ibadah yang mendoakan kepadanya. <Ta'lim Muta'allim>

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 3*
______

Imam Bukhari menyusun kitab yang khusus memuat hadis-hadis yang sahih saja dengan nama Shahȋh al-Bukhȃriy. Penyusunan kitab ini memberikan sumbangan yang sangat berharga untuk mempermudah mengetahui dan membahas hadis bagi para pelajar terutama generasi selanjutnya.

Imam Bukhari meyusun kitab ini karena atas dorongan dan anjuran gurunya yang bernama Ishaq bin Rawaih yang berkata: “Hendaklah kamu menyusun kitab yang khusus berisi sunnah (hadis) Rasulullah yang sahih”. Bukhari berkata:”ucapan itu membekas dan merasuk dalam hatiku, lalu aku menyusun al-Jȃmi’ as-Shahȋh”.
Beliau juga berkata: “Aku bermimpi bertemu Nabi Saw., seolah-olah aku berada di depannya, sambil membawa untuk menjaga beliau dari gangguan. Lalu aku bertanya pada ahli ta’wil mimpi. Dia menjelaskan kepadaku: “Engkau akan mencegah pemalsuan hadis Rasulullah”. Mimpi inilah yang mendorong untuk membuat kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh.

Imam Bukhari menempuh cara tertentu sehingga kesahihan hadisnya dapat dipertanggung jawabkan. Ia berusaha keras untuk meneliti keadaan para perawi , untuk memastikan kesahihan hadis-hadis yang diriwayatkan. Beliau juga membanding-bandingkan hadis yang satu dengan yang lainnya, meneliti dan memilih hadis yang menurutnya paling sahih. Sebagaimana penegasan imam Bukhari: “Saya menyusun kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh ini adalah hasil saringan dari 600.000 hadis selama 16 tahun”.
Di samping metode ilmiah, dalam penelitiannya, ia juga tidak mengabaikan aspek ruhani. Salah satu muridnya yang bernama al-Firbari mengatakan:”Aku mendengar Muhammad Ismail al-Bukhari berkata bahwa: *Aku menyusun al-Jȃmi’ as-Shahȋh ini di masjidil haram, aku tidak akan memasukkan satu hadis pun ke dalam kitab itu sebelum sholat istikharah dua rakaat, dan setelah itu aku betul-betul meyakini bahwa hadis itu sahih”.*
Maksudnya, imam Bukhari mulai menyusun bab dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram, kemudian menulis pendahuluan dan pemhasannya di Raudhah (tempat antara makam Nabi dan mimbar). Setelah itu beliau mengumpulkan hadis dan menempatkan pada bab-bab yang sesuai. Semua itu dilakukan di Mekah, Madinah, dan beberapa negara tempat pengembaraannya. Dengan cermat, Imam Bukhari menyusun kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh selama enam belas tahun, beliau meneliti, menyaring, dan memilih hadis sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkannya. Sehingga terwujudlah kitab itu sesuai keinginannya.
Jerih payah maksimal yang dicurahkan untuk menyusun kitab itu, membuat al-Jȃmi’ as-Shahȋh mencapai kebenaran dan mempunyai kedudukan tinggi di hati para ulama dan seluruh umat Islam. Sudah tepatlah bila ia mendapat prediksi sebagai “kitab hadis Nabi yang paling sahih”.

*Ubaidillah Arsyad*
*KEUTAMAAN MENGAJAR DAN BERDAKWAH DI JALAN ALLAH [bag. ke 1]*

*Materi ke 42 hal. 77 - 78*


بسم الله الرحمن الرحيم
1- Rasulullah bersabda:
أفضل الصدقة أن يتعلم المرء المسلم علما ثم يعلمه أخاه المسلم
*Sedekah paling utama adalah seorang Muslim yang belajar satu ilmu lalu mengajarkannya kepada saudara Muslim lainnya* <al-Manhaj as-Sawiy: 117>

2- Nabi Isa berkata:
من يتعلم وعمل وعلّم يدعى عظيما فى ملكوت السموات
*Barang siapa belajar dan mengamalkan serta mengajarkannya, akan disebut orang yang agung di kerajaan langit*. <alManhaj asSawiy: 115> keterangan senada di <al-lhya': 2/141>

3- Diriwayatkan, sesungguhnya Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa:
تعلم الخير وعلمه الناس! فإنى منور لمعلم العلم ومتعلميه قبورهم حتى لا يستوحشوا لمكانهم
*Belajarlah suatu kebaikan dan ajarkanlah kepada manusia karena sesungguhnya Aku menyinari kuburan-kuburan orang yang mengajarkan ilmu dan yang mempelajarinya sehingga mereka tidak merasa kesepian di kuburan mereka*. <al Manhaj asSawiy: 118> keterangan senada di <Jami' Bayani-'Ilm wa Fadhlih: 1/61>

4- Ketika mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah berkata kepadanya: "Wahai Mu'adz, sungguh jika Allah memberi hidayah satu orang musyrik dengan sebabmu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah (kendaraan yang paling mewah saat itu)"
Rasul juga berkata kepada Ali "Sungguh jika Allah memberi hidayah kepada seseorang sebab perantara kamu maka itu lebih baik bagimu daripada seekor unta merah. <al Manhaj as Sawiy: 303>

5- Al-Habib Ali Al-Habsyi berkata:
ما شيء يسر قلب النبي مثل نشر العلم وتبليغه والعمل به.
*Tidak ada sesuatu yang bisa membahagiakan hati Nabi sebesar menyebarkan ilmu dan menyampaikannya serta mengamalkannya*. <Kunyzus Sa'adah: 64>

6- Imam Ali bin Muhammad Al-Habsyi berkata:
إن الدعوة إلى الله اقوى ركن للاتصال بالحبيب
*Mengajak kepada Allah (berdakwah) adalah faktor yang paling kuat untuk menyambung dengan Nabi* <AlManhaj as Sawiy: 304>

7- Habib Abdullah bin Alwy al-Haddad berkata: "Seseorang tidak akan mampu memberikan manfaat kepada makhluk Allah sebesar ajakan mereka menuju pintu Allah (berdakwah)". <ALManhaj as-Sawiy: 302> keterangan senada di <ar Risalah alMu'awanah: 15>

8- Rasulullah bersabda:
من حفظ على امتى أربعين حديثا من أمر دينها بعثه الله تعالى يوم القيامة فى زمرة الفقهاء والعلماء
*Barang siapa menyampaikan kepada umatku 40 hadits tentang urusan agama mereka, maka Allah akan mengutusnya di hari kiamat dalam golongan para ahli fiqh dan ulama". Dan dalam riwayat lain: "Allah mengutusnya sebagai orang yang alim.* <AlJawahir al Lu'lu'iyah: 7>

9- افضل الصدقة تعليم الجاهل وافضل صلة الرحم بالعلم
*Sedekah yang paling utama adalah mengajarkan orang yang bodoh, dan silaturrahmi paling utama adalah dengan ilmu.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>

10- Memberi manfaat kepada saudara termasuk amal yang paling mulia, dan memberi manfaat keagamaan seperti mengajar lebih utama daripada memberi manfaat duniawi, karena yang pertama (manfaat keagamaan) menghidupkan jiwa yang kekal, sedangkan yang kedua (manfaat duniawi) menghidupkan jasad yang fana. <atau yang semakna dengan pembahasan ini>

11- الذى يعلم غيره فإن الله تعالى يفتح عليه ويبارك فى علمه ويرسخ علمه فى قلبه
*Barang siapa mengajar orang lain, maka Allah akan membuka hatinya dan memberi berkah dalam ilmunya dan akan dikokohkan ilmu itu dalam hatinya.* <Atau yang semakna dengan pembahasan ini>

12- Telah dikatakan:
إن المعلم ينتفع من المتعلم اكثر مما ينتفع المتعلم منه
*Sesungguhnya guru mengambil manfaat dari murid lebih banyak daripada murid mengambil manfaat dari guru*. <Tatsbitul Fuad: 1/372>

13- Ketika Abu hanifah ditanya: "Dengan apa engkau memperoleh ilmu". Beliau menjawab:
ما استفدت علما الا افدته غيرى
*Aku tidak memperoleh suatu ilmu kecuali aku mengajarkannya kepada selainku*. <Ta'limul Muta 'allim:31> hanya saja disitu disebutkan Abu Yusuf.

14- Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith dan yang lain berkata:
من احب أن يطول الله عمره يكون داعى الى الله
*barang siapa ingin Allah panjangkan umurnya hendaknya dia berdakwah* <Kalamul Habib Alwy bin Syiháb: 1/119>
15- Barang siapa mengajarkan suatu ilmu kepada orang lain, lalu orang yang diajari tadi mengajarkannya kepada yang lainnya, maka akan dilipatgandakan pahala orang yang pertama dua kali, dan jika orang yang ketiga mengajarkan kepada orang lain, maka akan dilipatgandakan pahala orang pertama tiga kali, dan pahala orang kedua, dua kali dan begitu seterusnya. <Atau yang semakna dengan pembahasan ini>

Ahad 5 Agustus 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*


اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*KEUTAMAAN MENGAJAR DAN BERDAKWAH DI JALAN ALLAH [2]*

*Materi ke 43 hal. 79 - 82*


بسم الله الرحمن الرحيم
16- Imam Idrus bin Umar Al Habsyi memberi penjelasan: *Di antara hak-hak guru atas muridnya adalah menjaga ilmu-ilmu dan faedah-faedah dari mereka, dan menyampaikannya kepada generasi setelahnya* agar mereka dapat mengambil faedah tersebut, dan pahala-pahala guru bertambah banyak sebab pahala orang yang mengambil faedah tersebut, dan penyebutan nama guru menjadi langgeng, karena orang yang mendapat petunjuk dan yang mengamalkannya sampai hari kiamat akan mendapat pahala, dan akan diberikan seperti pahala tersebut untuk gurunya, dan bagi gurunya guru dilipatgandakan dua kali, dan bagi guru ketiga dilipatgandakan 3 kali, dan guru yang keempat dilipatgandakan 4 kali, dan begitu seterusnya berlipat ganda setiap tingkatan dengan jumlah pahala setelahnya sampai pada Nabi Muhammad ﷺ. Dan oleh sebab ini diketahui keutamaan ulama terdahulu atas ulama akhir zaman. <al-Manhaj as Sawiy: 124> keterangan senada di <lqdul Yawaqit: 2>

17- من كان مشغولا بطلب العلم أو التدريس أو التأليف فذلك أفضل من الذكر وقراءة القرآن، فإن لم يكن كذلك فالأفضل له الإشتغال بالعبادة

*Orang yang sibuk mencari ilmu atau mengajar atau menyusun (kitab), maka semua itu lebih utama daripada berdzikir dan membaca al-Qur'an, dan jika tidak, maka lebih baik dia menyibukkan diri dengan ibadah* (atau yang semakna dengan pembahasan ini).

18- Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attos mengatakan: "Telah sampai kepada kami cerita syekh Abdullah bin Abdul Baqi As-Sya'Ab Al-Madany, beliau adalah orang yang bertemu Nabi ﷺ dalam keadaan terjaga dan beliau selalu bertanya kepada orang yang datang dari penduduk (Hadramaut): 'ceritakanlah pada diriku tentang *Sayyid Ahmad bin Umar bin Sumaith!* Apa yang dia lakukan dan apa pekerjaannya! karena aku tidak berkumpul dengan Nabi kecuali Nabi terus memuji dan menyanjungnya dengan pujian yang agung'. Lalu dikatakan: *Pekerjaan dan kebiasaannya adalah berdakwah kepada Allah dan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan dakwah* Lalu beliau berkata: "Oleh karena itu Nabi ﷺ mencintainya dan menyanjungnya". <al Manhaj as-Sawiy: 304> keterangan senada di <Tuhfatul Asyraf: 1/135>.

19- Diceritakan bahwa Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith mengajarkan fiqh kepada penduduk Syibam (suatu kota di Hadramaut) hingga kepada orang-orang yang berkebun dan yang berada di jalanan, sampai dikatakan jika ada orang Syibam masuk masjid, pasti orang tahu para jamaah sedang berada di tasyahud awal atau tasyahud akhir, karena dia mengetahui perbedaan tawarruk dan iftirasy' (tawarruk adalah duduk yang sunnah di tasyahud akhir, dan iftirasy adałah duduk yang sunnah di tasyahud awal), oleh sebab ini salah satu dari para Habaib mengatakan: "Jika kalian melihat salah seorang dari penduduk Syibam sedang sholat, maka sholatlah dibelakangnya (menjadi makmum) <al Fawaidud-Durriyyah: 33>.

20- Disebutkan, bahwa Habib Muhammad bin Ja'far al Attos berkumpul dengan Nabi dalam keadaan terjaga, dan beliau memohon fath yang agung (dibuka mata hati) pada Nabi. Maka Nabi berkata: "fath yang agung ada pada Ahmad bin Umar bin Sumaith". Kemudian Habib Muhammad pergi menuju Syibam hingga beliau bertemu dengan Habib Ahmad bin Umar dan berkata kepadanya: "Nabi mengirimku kepadamu". Beliau (Habib Ahmad) mengatakan: "Kiriman diterima dengan syarat kamu biasakan lisanmu dengan dakwah kepada Allah". Maka beliau menerima syarat tersebut lalu kembali ke kotanya, dan berdakwah hingga Allah memberinya keterbukaan hati yang luas <al Manhaj as-Sawy: 304> keterangan senada di <Nafahâtun Nasim al Hajiri: 230>.

21- Habib Abdullah bin Umar bin Yahya mengatakan:
ما نختار البقا فى الدنيا الا لثلاث: لتعليم اولادنا، وأقسامه الليل، وللدعوة إلى الله
*Kami tidak ingin tetap tinggal di dunia kecuali karena tiga hal: untuk mengajar anak-anak kami, untuk bangun malam dan berdakwah kepada Allah*. <Kalamul Habib 'Alwy bin Syihab: 1/430>.

22- Habib Abdullah Al-Haddad berkata: *Seharusnya di zaman ini guru yang mencari-cari murid walaupun itu berbeda dengan apa yang dilakukan ulama salaf, agar dia dapat mengingat
pelajaran, karena jika tidak mengingat dia pasti lupa, dan juga karena untuk mencari pahala.* <al Manhaj as Sawy: 210> keterangan senada di <Tatsbitul Fuád: 1/379>

23- Imam Sariy As-Saqothi berkata kepada muridnya, Abi Qosim al Junaid: "Wahai junaid, pergilah ke masjid dan beri nasehat kepada orang-orang". Al-Junaid menjawab: "Wahai guru, aku bisa memberi nasehat, hanya saja aku takut tiga ayat dalam kitab Allah". Sang guru berkata: "Apa itu!". Kemudian Junaid menjawab: "Yang pertama firman Allah:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, Padahal kamu membaca Kitab! Maka tidaklah kamu berpikir?" (Q.S. al-Baqarah: 44).
yang kedua firman Allah :

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ

"...dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang... " (QS. Hud: 88)
dan yang ketiga adalah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ * كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan!. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan". (Q.S. As-Shaf: 2.3).

Sang guru diam dan al-Junaid pergi ke kamarnya lalu tidur. Dalam tidurnya, Junaid bermimpi Nabi Muhammad ﷺ, beliau berkata kepadanya: "wahai Junaid kenapa engkau tidak menasehati orang orang Pergilah ke masjid dan berilah nasehat kepada mereka!". Seketika itu juga, Junaid bangun dan pergi menemui gurunya dengan gembira, dan antara gurunya dan Rasulullah memiliki hubungan hati, sesampainya dihadapan gurunya (sebelum dia menceritakan mimpinya) tiba-tiba gurunya berkata: "wahai Junaid aku heran denganmu, kamu tidak menasehati orang-orang kecuali dengan perintah dari Nabi" Lalu Junaid pergi ke masjid dan diumumkan kepada orang-orang bahwa dia akan memberi wejangan pada hari itu. Maka orang-orang berkumpul dan telah menyelinap di antara mereka orang musyrik yang memakai pakaian ulama dan masuk masjid untuk membingungkan Junaid dengan pertanyaan. Lalu si musyrik berkata: "Wahai Junaid, jelaskanlah kepadaku sabda Nabi ﷺ: takutlah kalian dengan firasat orang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah. Orang-orang menyimak dengan penuh perhatian bagaimana Junaid menjawab pertanyaan ini, dan tidak ada yang mengetahui sesungguhnya orang yang bertanya adalah orang kafir musyrik, akan tetapi Allah memberitahunya, lalu Junaid menjawab untuk membalas pertanyaan si musyrik tadi: "Wahai kamu ini, keterangan hadits ini adalah sesungguhnya kamu orang yang kafir dan bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah!". Maka orang musyrik tersebut seketika itu memeluk agama islam. <Anîsul-Mukminîn: 103>.

Senin, 6 Agustus 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*


اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*MENGAJAR ANAK DAN ISTRI*

*Materi ke 44 hal. 82 - 84*


بسم الله الرحمن الرحيم

1- Dalam firman Allah taa'la;

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا)

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka" (Q.S. AT-Tahrim:6), Sayyidina Ali berkomentar;
علموا انفسكم واهليكم الخير اى ما ينجون به من النار
*Ajarilah diri kalian dan keluarga kalian dengan kebaikan, yakni dengan ilmu yang menyelamatkan dari neraka.*

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
فقهوهم وعلموهم وادبوهم
*Pahamkanlah mereka, ajari mereka dan didiklah mereka.*
<al Manhaj as Sawiy: 118> keterangan senada di <al Mawarid ar Rawiyyah: 68>

2- Rasulullah ﷺ bersabda:
لا يلقى الله احد بذنب أعظم من جهالة اهله
*Seseorang tidak bertemu Allah dengan membawa dosa yang lebih besar daripada kebodohan keluarganya.*
<al-Ihya': 2/31>

3- Hak bagi setiap orang Muslim untuk memulai dari dirinya sendiri maka dia memperbaikinya dengan menekuni pekerjaan fardhu dan meninggalkan perkara yang diharamkan, kemudian mengajarkan hal itu kepada keluarganya, jika selesai dari mereka dia mulai ke tetangganya, kemudian kepada kerabat yang berada di sana, lalu kepada penduduk kota dan kepada penduduk sekitar kota (desa-desa dan pesisir), lalu kepada penduduk yang berada di padang sahara dan yang lainnya, dan begitu seterusnya hingga ke penjuru dunia. <ad-Dakwah at- Támmah: 50>

4- Kebahagiaan yang tiada tara adalah jika istrimu mengatakan: "Ajarilah aku, ajarilah aku" (atau yang semakna dengan pembahasan ini).

5- Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith berkata:
بر الولد على الوالد واجب بتعليمه وتربيته
*Bakti orang tua kepada anak itu wajib dengan cara mengajari dan mendidiknya.* Nabi tidak banyak menganjurkan dalam hal berbakti kepada anak karena cukup dengan dorongan sifat manusia dan itu lebih kuat dari dorongan hukum syariat, berbeda dengan kewajiban bakti anak kepada orang tua, maka sangat menganjurkan sekali padahal hukum keduanya sama sama wajib". <al Manhaj as Sawiy: 118> keterangan senada di <Kalamul Habib Ahmad Ibnu Sumaith: 420>

6- Seseorang mendatangi Umar bin Khattab guna mengadukan kedurhakaan anaknya. Lalu beliau mendatangkan anak tersebut dan memarahinya atas kedurhakaan kepada ayahnya. Anak itu berkata: Bukankah *anak juga mempunyai hak atas ayahnya?*. Beliau menjawab: "Benar". Lalu si anak berkata: "Apakah itu wahai aminal Mukminin?" Lalu Umar menjawab: *Hendaklah si ayah memilh wanita yang baik untuk calon ibu anaknya, dan membaguskan nama anaknya dan mengajarinya al Qur'an*. Si anak berkata: "Sungguh ayahku tidak melakukan satu pun dari hak-hak tersebut. Adapun ibuku adalah orang hitam (negro) yang menjadi budaknya orang majusi, dan ayahku telah memberiku nama ju'al" (sejenis kumbang) dan tidak pernah mengajariku Al-Qur'an satu huruf pun". Kemudian Umar menoleh kepada orang itu dan berkata: "Kamu datang kepadaku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, sedangkan kamu telah mendurhakainya sebelum dia durhaka kepadamu. Kamu telah berbuat jelek kepadanya sebelum dia berbuat jelek kepadamu". <al Futuhat al 'Aliyah: 141> keterangan senada di <Simthul-'Iqyan: 162>

7- Bibi dari Habib Abdullah bin Husain dan Habib Thahir bin Husain adalah Ummu Kultsum dan dialah yang mendidik mereka berdua. Pada suatu hari, dia mendengar salah satu dari mereka mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, lalu dia mengambil siwak dan menyikatkan pada keponakannya hingga gusinya berdarah dan berkata kepadanya: Ludahkanlah!". Ketika meludah, keluarlah darah dari mulutnya. Lalu si bibi mengatakan: "Lihatlah! Ucapan tadi berubah menjadi darah" dan menyuruh keponakannya untuk bertaubat. <Nafahatun Nasím al-Hajiri: 195>

8- Ayah Syekh Muhammad al-Majdzub telah mendidik putranya dengan didikan yang baik. Syekh Muhammad berkata: "Waktu aku kecil ketika masuk awal bulan, ayah memanggilku dan berkata: bawalah alQur'an!" Maka aku membawanya lalu ia berkata: Berjanjilah kepadaku atas kitab Allah ini bahwa kamu tidak akan bermaksiat kepada Allah di bulan ini seluruhnya! Syekh Muhammad berkata: Aku anggap masa sebulan itu mudah dan aku berkata: "Akan
berlalu bulan ini sesaat". Lalu aku berkata kepada ayahku: "iya". Maka aku berjanji kepadanya tidak akan bermaksiat di bulan ini dan aku menepati janjiku. Dan ketika masuk bulan kedua, ia memanggilku lagi dan membuat perjanjian agar aku tidak bermaksiat di bulan ini, dan akhirnya setiap masuk bulan baru, ia mengambil janji dariku hingga aku terbiasa untuk tidak melakukan maksiat dan aku senang melakukan taat sejak kecilku, dan telah terbuka untukku pintu hingga aku sampai kepada yang mulia Nabi ﷺ dan aku berkumpul dengannya ﷺ dalam keadaan terjaga dan bersambung dengannya hingga semua yang aku lakukan dengan perintah darinya. <alMawá'idz al-Jaliyah: 20>

Kamis 9 Agustus 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*


اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*Footnote 1*
____________

وقال الإمام على كرم الله وجهه: إن للوالد على الولدحقا، وان للولد على الوالد حقا، فحق الوالد على الولد أن يطيعه فى كل شيء إلا فى معصية الله سبحانه، وحق الولد على الوالد أن يحسن اسمه ويحسن أدبه ويعلمه القران

Al-Imam Ali Krw. berkata, "Sesungguhnya seorang ayah memiliki hak atas anaknya, dan sesungguhnya seorang anak memiliki hak atas ayahnya. Hak ayah atas anak adalah ditaati dalam segala hal kecuali dalam maksiat kepada Allah yang Mahasuci. Sedangkan hak anak atas ayah adalah diberi nama yang baik, diajarkan adab yang baik, dan diajarkan Al-Qur'an."

قال فى الاحياء: يقال : اول ما يتعلق بالرجل يوم القيامة أهله وولده، فيقفونه بين يدي الله تعالى، فيقولون: يا ربنا، خذ لنا بحقنا منه، فإنه ما علّمنا ما نجهل، وكان يطعمنا الحرام ونحن لا نعلم فيقتص الله لهم منه.

Imam al-Ghazali mengatakan dalam al-Ihya, "Dikatakan bahwa yang pertama terkait dengan seseorang pada hari Kiamat adalah istri dan anaknya, lalu mereka berdiri di hadapan Allah kemudian mengatakan, Wahai Tuhan kami, ambillah hak kami darinya, sesungguhnya ia tidak mengajari kami apa yang tidak kami ketahui dan ia memberi kami makanan yang haram dan kami tidak mengetahuinya.' Maka Allah mengambil balasan untuk mereka darinya." <al-Manhaj as-Sawy: 119>

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 2*
_________

Amal taatnya anak yang belum baligh di catat di buku catatan amal kedua orang tuanya, setelah baligh maka pahala tersebut diperoleh oleh anak tersebut dan juga kedua orang tua mendapatkan pahala yang sama bila amal taat atas petunjuk atau perintah kedua orang tuanya.

النصائح الدينية ص : ٢٢-٢٣:
وأعمال الطفل من الطاعات التي تكون قبل البلوغ في صحائف أبويه من المسلمين ومهما أحسنا في تربيته والقيام عليه كما ينبغي فالمرجو من فضل الله أن لا يخيبهما من ثواب أعماله الصالحة وطاعاته بعد البلوغ بل المرجو من فضل الله أن يكون لهما مثل ثوابه ويشهد لذالك ما ورد من الأحاديث في الدعاء إلى الهدى والدلالة على الخير فإنهما قد دعواه إلى الهدى ودلاه على الخير مهما أخذا في حقه بنحو ما ذكرناه من الإحسان في تربيته و أمره بالخير وترغيبه فيه ونهيه عن الشر وزجره عنه والله أعلم.

Al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan dalam Nashaih ad-Dîniyyah: "Sesungguhnya ketaatan yang dilakukan anak sebelum baligh akan tercatat dalam lembaran- lembaran amal kedua orang tuanya yang muslim. Jika mereka mendidiknya dengan bagus dan melaksanakan kewajiban terhadapnya sebagaimana mestinya, maka anugerah Allah yang diharapkan adalah mereka tak akan disia-siakan dari amal-amal saleh dan ketaatan anaknya setelah baligh. Bahkan mereka akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala yang diperoleh anaknya. Hal itu dinyatakan oleh hadits-hadits mengenai ajakan menuju hidayah dan petunjuk kepada kebaikan. Maka sesungguhnya mereka telah mengajak kepada hidayah dan menunjukkan kepada kebaikan, bagaimanapun mereka telah memenuhi hak anak, sebagaimana yang telah kami sebutkan dengan mendidiknya dengan baik, menyuruh dan mendorongnya melakukan kebaikan, serta melarang dan memperingatkannya dari kejahatan."

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 3*
______

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺑﻄﺎﻝ - ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ - ( ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺗﻠﺰﻡ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ ﺇﻻ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ ﻭﻟﻜﻦ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﺳﺘﺤﺴﻨﻮﺍ ﺗﺪﺭﻳﺐ ﺍﻟﺼﺒﻴﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺭﺟﺎﺀ ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭﺃﻥ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﺄﺟﻮﺭ ﻭﻷﻧﻬﻢ ﺑﺎﻋﺘﻴﺎﺩﻫﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺗﺴﻬﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺇﺫﺍ ﻟﺰﻣﺘﻬﻢ

Ibnu batthol berkata ulama' sepakat (ijam') bahwa anak yang belum baligh tidak diwajibkan ibadah dan melakukan kefarduan kecuali bila sudah baligh akan tetapi mayoritas ulama' menganggap baik atas latihan ibadah yang dilakukan anak belum baligh karena mengharapkan keberkahan . dan orang yang orang tua yang melakukan tersebut (menyuruh anaknya melakukan latihan puasa) itu diberikan pahala dikarenakan sebab kebiasaan ibadah yang dilakukan anak belum baligh itu menyebabkan dia mudah melakukan ibadah disaat dirinya (anak) sudah diwajibkan melakukan ibadah (yaitu disaat baligh).

Hukum puasanya anak kecil bila sudah tamyiz hukumnya sah dan dihukumi sunnah :

الباجوري ١/٢٨٧. :
قوله البلوغ فلا يجب على الصبي ثم ان كان مميزا صح منه والا فلا.
اعانة الطالبين ٢/٢٢٠
قوله فلا يجب على صبي أى وإن صح منه إذلا تلازم بين الصحة والوجوب كما مر. :
اعانة الطالبين ٢/٢٢٢
:(قوله: ولو في صوم المميز) غاية في اشتراط التبييت نفلا. أي يشترط التبييت، ولو كان الناوي صبيا مميزا، نظرا لذات الصوم، وإن كان صومه يقع نفلا، وليس لنا صوم نفل يشترط فيه ذلك إلا هذا، فيلغز به ويقال: لنا صوم نفل يشترط فيه تبييت النية.

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 4*
______
*Mendoakan kedua orang tua sesudah shalat sebagai potret bersyukur pada Keduanya*

{ أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير } . فالشكر لله على نعمة الإيمان ، وللوالدين على نعمة التربية . وقال سفيان بن عيينة : من صلى الصلوات الخمس فقد شكر الله تعالى ، ومن دعا لوالديه في أدبار الصلوات فقد شكرهما .وفي صحيح البخاري عن عبد الله بن مسعود قال : سألت النبي صلى الله عليه وسلم : أي الأعمال أحب إلى الله عز وجل ؟ قال : الصلاة على وقتها قال : ثم أي ؟ قال : بر الوالدين قال : ثم أي ؟ قال : الجهاد في سبيل الله . فأخبر صلى الله عليه وسلم أن بر الوالدين أفضل الأعمال بعد الصلاة التي هي أعظم دعائم الإسلام .

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. 31:14) Dalam ayat di atas syukur pada Allah artinya mensyukuri atas kenikmatan iman, sedang syukur pada kedua orang tua artinya mensyukuri atas jerih payahnya merawat, mendidik dan mengasuh kita semenjak kecil. Tsufyan Bin ‘Uyainah berkata “Barangsiapa telah menjalani shalat lima waktu maka ia telah bersyukur kepada Allah, dan barangsiapa mendoakan kedua orangtuanya seusai shalat maka ia telah bersyukur pada keduanya.”

Dalam shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Ibn Mas’ud, ia berkata “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah ?’ , Beliau bersabda, ‘Sholat pada waktunya’, Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berbakti kepada kedua orang tua’, Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berjihad (berjuang) di jalan Allah’. Kemudian Rasulullah mengkhabarkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah amalan yang paling disukai oleh Allah setelah shalat yang merupakan paling agungnya tiang-tiang agama islam.” [HR.Bukhari dan Muslim] (Al-Mausuuah al-Fiqhiyyah VIII/65)

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 5*
_______

*DILEMA ANTARA PERINTAH SUAMI ATAU TAAT ORTU*

Dalam berumah-tangga yang namanya problematika bisa timbul dari mana saja, bisa dari anak, harta, lingkungan, bahkan orangtua pun kadang berpotensi menjadi batu sandungan terhadap langgengnya sebuah tangga. Seperti yang dialami oleh mba' Munaroh, ia mengalami dilema saat harus memilih antara mengikuti suami yang mengajak pergi bersamanya, atau tetap bersama sang orangtua yang melarangnya mengikuti sang suami.

*Pertanyaan:*
a. Bolehkah suami memaksa istrinya untuk tetap mengikutinya?
b. Bagaimana hukum orang tua melarang anak perempuannya mengikuti suaminya?
c. Manakah yang harus didahulukan antara perintah suami dan perintah orangtua?

*Jawaban:*
a. Suami boleh memaksa sang istri untuk ikut dengannya, sebab seorang suami punya hak dalam hal-hal yang berkaitan dengan istimta (nafkah batin
b. Orang tua tidak boleh melarang, kecuali bila ada dlarar (sesuatu yang membahayakan pada anak).
c. Dalam kondisi seperti di atas, sang istri harus mendahulukan perintah suami, sebab seorang istri wajib taat pada suaminya. Dan tidak termasuk uquq al-walidain (membangkang kepada orang tua).

*Referensi:* ihya' Ulumuddin: 1/56, Nihayah al-Muhtaj: 3/369, Syarah Shahih Muslim: 4/98, Subulussalam: 2/633, Tafsir Munir Fil 'Aqîdah: 5/61, Is'adurrofiq: 2/114-115.

*Ubaidillah Arsyad*
*Footnote 6*
______

*EKONOMI BERANTAKAN KARENA TIDAK MENDOAKAN ORANG TUA*

Kang Bejo sebagai pekerja keras akan tetapi kehidupanya ekonomi selalu berkurang, hutang makin numpuk dan lain-lain. Dan ia tidak pernah berdoa apalagi mendoakan orang tua. Apa penyebab ekonomi kang bejo berantakan?

*Jawab:* Karena meninggalkan mendoakan orang tua

*Referensi*:

روى عن بعض الصحابة رضي الله تعالى عنه أنه قال: ترك الدعاء للوالدين يضيق العيش على الولد

Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Meninggalkan do'a untuk orang tua akan menyebabkan kesempitan pada kehidupan anak".
*Footnote 7*
_______

*IBU ATAU ISTRI, MANA YANG HARUS DIDAHULUKAN*

Yang harus didahulukan adalah orang tua dan dihukumi durhaka jika mendahulukan istri.

*Referensi:*

عقوق الوالدين يأخذ مظاهرَ عديدة، وصورًا شتى، منها ما يلي الى ان قال إيثار الزوجة على الوالدين: فبعض الناس يقدم طاعة زوجته على طاعة والديه، ويؤثرها عليهما، فلو طلبت منه أن يطرد والديه لطردهما ولو كانا بلا مأوى، وترى بعض الأبناء يبالغ في إظهار المودة للزوجة أمام والديه، وتراه في الوقت نفسه يغلظ على والديه، ولا يرعى حقهما. (المكتبة الشاملة)
*Footnote 8*
______

*Perbuatan yang tergolong durhaka pada orang tua*

عقوق الوالدين يأخذ مظاهرَ عديدة، وصورًا شتى، منها ما يلي:
1- إبكاءعقوق الوالدين وتحزينهما: سواء بالقول أو الفعل، أو بالتسبب في ذلك.
2- نهرهما وزجرهما: وذلك برفع الصوت؛ والإغلاظ عليهما بالقول، قال سبحانه: ﴿فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا﴾.
3- التأفف والتضجر من أوامرهما: وهذا مما أدبنا الله عز و جل بتركه؛ فكم من الناس من إذا أمر عليه والداه صدر كلامه بكلمة «أف» ولو كان سيطيعهما، قال سبحانه وتعالى: ﴿فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ﴾).
4- العبوس وتقطيب الجبين أمامهما: فبعض الناس تجده في المجالس بَشُوشًا مبتسمًا، حسن الخلق، ينتقي من الكلام أطايبه، ومن الحديث أعذبه؛ فإذا ما دخل المنزل وجلس بحضرة الوالدين انقلب ليثًا هصورًا لا يلوي على شيء، فتبدلت حاله، وذهبت وداعته، وتولت سماحته، وحلت غلظته وفظاظته وبذاءته، يصدق على هذا قول القائل:
مِنَ النَّاسِ مَنْ يَصِلُ الْأَبْعَدِينَ
وَيَشْقَى بِهِ الْأَقْرَبُ الْأَقْرَبُ
5- النظر إلى الوالدين شزرا: وذلك برمقهما بحنق والنظر إليهما بازدراء واحتقار، قال معاوية بن إسحاق عن عروة بن الزبير قال: «ما بر والده من شد الطرف إليه»
6- الأمر عليهما: كمن يأمر والدته بكنس المنزل، أو غسل الثياب، أو إعداد الطعام؛ فهذا العمل لا يليق خصوصًا إذا كانت الأم عاجزةً أو كبيرةً أو مريضةً، أما إذا قامت الأم بذلك بطوعها وبرغبة منها وهي نشطة غير عاجزة فلا بأس في ذلك، مع مراعاة شكرها والدعاء لها.
7- انتقاد الطعام الذي تعده الوالدة: وهذا العمل فيه محظوران، أحدهما: عيب الطعام، وهذا لا يجوز؛ لأن الرسول صلى الله عليه و سلم «ما عاب طعاما قط، إن أعجبه أكل، وإلا تركه»( البخاري ). والثاني: أن فيه قلة أدب مع الأم وتكديرًا عليها.
8- ترك مساعدتهما في عمل المنزل: سواء في الترتيب والتنظيم، أو في إعداد الطعام، أو غير ذلك، بل إن بعض الأبناء – هداهم الله سبحانه وتعالى – يعد ذلك نقصًا في حقه وهضمًا لرجولته، وبعض البنات – هداهن الله سبحانه وتعالى – ترى أمها تعاني وتكابد العمل داخل المنزل فلا تعينها، بل إن بعضهن تقضي الأوقات الطويلة في محادثة زميلاتها عبر الهاتف، تاركة أمها تعاني الأمرّين.
9- الإشاحة بالوجه عنهما إذا تحدثا: وذلك بترك الإصغاء إليهما، أو المبادرة إلى مقاطعتهما أو تكذيبهما، أو مجادلتهما، والاشتداد في الخصومة والملاحاة معهما، فكم في هذا العمل من تحقير لشأن الوالدين، وكم فيه من إشعار لهما بقلة قدرهما.
10- قلة الاعتداد برأيهما: فبعض الناس لا يستشير والديه ولا يستأذنهما في أي أمر من أموره، سواء في زواجه أو طلاقه، أو خروجه من المنزل والسكنى خارجه، أو ذهابه مع زملائه لمكان معين، أو نحو ذلك.
11- ترك الاستئذان حال الدخول عليهما: وهذا مما ينافي الأدب معهما، فربما كانا أو أحدهما في حالة لا يرضى أن يراه أحد عليها.
12- إثارة المشكلات أمامهما: سواء مع الإخوان أو الزوجة، أو الأولاد أو غيرهم، فبعض الناس لا يطيب له معاتبة أحدٍ من أهل البيت على خطأ ما إلا أمام والديه، ولا شك أن هذا الصنيع مما يقلقهما ويقض مضجعهما.
13- ذم الوالدين عند الناس والقدح فيهما، وذكر معايبهما: فبعض الناس إذا أخفق في عمل ما – كأن يخفق في دراسته مثلا – ألقى باللائمة والتبعة على والديه، ويبدأ يسوغ إخفاقه ويلتمس المعاذير لنفسه بأن والديه أهملاه ولم يربياه كما ينبغي، فأفسدا عليه حياته وحطما مستقبله، إلى غير ذلك من ألوان القدح والعيب.
14- شتمهما ولعنهما: إما مباشرة أو بالتسبب في ذلك؛ كأن يشتم الابن أبا أحد من الناس أو أمه، فيرد عليه بشتم أبيه وأمه، فعن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: «من الكبائر شتم الرجل والديه». قيل: وهل يشتم الرجل والديه؟! قال: «نعم ! يسب أبا الرجل فيسب أباه، ويسب أمه فيسب أمه») البخاري.
15- إدخال المنكرات للمنزل: كإدخال آلات اللهو والفساد للبيت، مما يتسبب في فساد الشخص نفسه، وربما تعدى ذلك إلى فساد إخوته وأهل بيته عمومًا، فيشقى الوالدان بفساد الأولاد، وانحراف الأسرة.
16- مزاولة المنكرات أمام الوالدين: كشرب الدخان أمامهما، أو استماع آلات اللهو بحضرتهما، أو النوم عن الصلاة المكتوبة، ورفض الاستيقاظ لها إذا أيقظاه، وكذلك إدخال رفقة السوء للمنزل؛ فهذا كله دليل على التمادي في قلة الحياء مع الوالدين.
17- تشويه سمعة الوالدين: وذلك باقتراف الأعمال السيئة والأفعال الدنيئة التي تخل بالشرف وتخرم المروءة، وربما قادت إلى السجن والفضيحة، فلا شك أن هذا من عقوق الوالدين؛ لأنه يجلب لهما الهم والغم والخزي والعار.
18- إيقاعهما في الحرج: كحال من يستدين أموالا ثم لا يسددها، أو يقوم بالتفحيط، أو يسيء الأدب في المدرسة؛ فتضطر الجهات المسئولة إلى إحضار الوالد في حالة فقدان الولد أو إساءته للأدب، وربما أوقف الوالد ريثما
يسدد الولد دينه، أو يحضر ويسلم نفسه.
19- المكث طويلا خارج المنزل: وهذا مما يقلق الوالدين ويزعجهما على الولد، ثم إنهما قد يحتاجان للخدمة، فإذا كان الولد خارج المنزل لم يجدا من يقوم على خدمتهما.
20- الإثقال عليهما بكثرة الطلبات: فمن الناس من يثقل على والديه بكثرة طلباته، مع أن الوالدين قد يكونان قليلي ذات اليد، ومع ذلك ترى الولد يلح عليهما بشراء سيارة له، وبأن يزوجاه، ويوفرا له مسكنًا جديدًا، أو بأن يطلب منهما مالاً كثيرًا؛ كي يساير زملاءه وأصدقاءه.
21- إيثار الزوجة على الوالدين: فبعض الناس يقدم طاعة زوجته على طاعة والديه، ويؤثرها عليهما، فلو طلبت منه أن يطرد والديه لطردهما ولو كانا بلا مأوى، وترى بعض الأبناء يبالغ في إظهار المودة للزوجة أمام والديه، وتراه في الوقت نفسه يغلظ على والديه، ولا يرعى حقهما.
22- التخلي عنهما وقت الحاجة أو الكبر: فبعض الأولاد إذا كبر وصار له عمل يتقاضى مقابله مالاً تخلى عن والديه، واشتغل بخاصة نفسه.
23- التبرؤ منهما، والحياء من ذكرهما ونسبته إليهما: وهذا من أقبح مظاهر العقوق، فبعض الأولاد ما إن يرتفع مستواه الاجتماعي، أو يترقى في الوظائف الكبيرة إلا ويتنكر لوالديه، ويتبرأ منهما، ويخجل من وجودهما في بيته بأزيائهما القديمة، وربما لو سئل عنهما لقال: هؤلاء خدم عندنا! وبعضهم يرفض أن يذكر اسم والده في الولائم والمناسبات العامة؛ خجلاً من ذلك! وهذا العمل – بلا ريب – دليل على ضعة النفس، وصغر العقل، وحقارة الشأن، وضيق العطن، وإلا فالنفس الكريمة الأبية تعتز بمنبتها وأصلها، والكرام لا ينسون الجميل.
24- التعدي عليهما بالضرب: وهذا العمل لا يصدر إلا من غلاظ الأكباد وقساة القلوب الذين خلت قلوبهم من الرحمة والحياء، وخوت نفوسهم من أدنى مراتب المروءة والنخوة والشهامة.
25- إيداعهم دور العجزة والملاحظة: وهذا الفعل غاية في البشاعة، ونهاية في القبح والشناعة، يقشعر لهوله البدن، ويقف لخطبه شعر الرأس، والذي يفعله لا خير فيه البتة.
26- هجرهما، وترك برهما ونصحهما إذا كانا متلبسين ببعض المعاصي: وهذا خلل وخطل؛ فبر الوالدين واجب ولو كانا كافرين، فكيف إذا كانا مسلمين، وعندهما بعض التقصير؟ !
27- البخل والتقتير عليهما: فمن الناس من يبخل على والديه، ويقتر عليهما في النفقة. وربما اشتدت حاجتهما إلى المال، ومع ذلك لا يعبأ ولا يبالي بهما.
28- المنة على الوالدين: فمن الناس من قد يبر والديه، ولكنه يفسد ذلك بالمن والأذى، وذكر ذلك البر بمناسبة وبدون مناسبة.
29- السرقة من الوالدين: وهذا الأمر جمع بين محذروين، السرقة والعقوق؛ فتجد من الناس من يحتاج للمال، فيقوده ذلك إلى السرقة من والديه إما لكبرهما، أو لغفلتهما، ومن صور السرقة أن يخدع أحد والديه، فيطلب منه أن يوقع على إعطائه كذا وكذا من المال أو الأرض أو نحو ذلك، وقد يستدين منهما، وهو مبيت النية على ألا يسدد.
30- الأنين وإظهار التوجع أمامهما: وهذا الأمر من أدس صور العقوق؛ ذلك أن الوالدين – وخصوصًا الأم – يقلقان لمصاب الولد، ويتألمان لألمه؛ بل ربما يتألمان أكثر منه.
31- التغرب عن الوالدين دون إذنهما، ودون الحاجة إلى ذلك: فبعض الأبناء لا يدرك أثر بعده عن والديه؛ فتراه يسعى للغربة والبعد عن الوالدين دون أن يستأذنهما ودون أن يحتاج إلى الغربة؛ فربما ترك البلد الذي يقطن فيه والداه دون سبب، وربما تغرب للدراسة في بلد آخر مع أن تلك الدراسة ممكنة في البلد الذي يسكن فيه والداه إلى غير ذلك من الأسباب التي لا تسوغ غربته، وما علم أن اغترابه عن والديه يسبب حسرتهما، وقلقهما عليه، وما علم أنه ربما مات والداه أو أحدهما وهو بعيدٌ عنهما باختياره؛ فيخسر بذلك برهما، والقيام عليهما، أما إذا احتاج الابن إلى الغربة، واستأذن والديه فيها فلا حرج عليه في ذلك إن شاء الله عز و جل.
32- تمني زوالهما: فبعض الأولاد يتمنى زوال والديه؛ ليرثهما إن كانا غنيين، أو يتخلص منهما إن كانا مريضين أو فقيرين، أو لينجو من مراقبتهما ووقوفهما في وجهه كي يتمادى في غيه وجهله.
33- قتلهما والتخلص منهما: فقد يحصل أن يشقى الولد، فيقدم على قتل أحد والديه؛ إما لِسَوْرَةِ جهل أو ثورة غضب، أو أن يكون في حال سكر، أو طمعا في الميراث، أو غير ذلك، فيا لشؤم هذا، ويا لسواد وجهه، ويا لسوء مصيره وعاقبته، إن لم يتداركه الله عز و جل برحمته.
34-الاعتراض على زواجهما:
للأسف الشديد هناك ظاهرة من أقبح مظاهر العقوق من الأبناء والبنات لأبائهم وأمهاتهموفيها تعنت وظلم وطغيان من الأولاد وهى ووقوفهم واعتراضهم على زواج الأب أوالأم بعد الفراق(سواء كان بالموت أو الطلاق) وكأن من يريد أوتريد الزواج أو مجرد التفكير فى هذا الأمر (ارتكب جريمة وقال منكرا من القول وزورا)