*Footnote 3*
___________
*Dzikir berikut ini dibaca sebelum memulai pelajaran, dan termasuk yang dapat menyebabkan futuh (terbukannya hati) dan tidak mudah lupa (ijazah dari KH Idris Marzuqi)*
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ إِلَى آبَدِ الآبَدِيْنَ وَدَهْرِ الدَّاهِرِيْنَ. سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
*Doa agar diberi kecerdasan dan kemudahan menghafal (ijazah dari KH Idris Marzuqi dari KH Quraisy Syihab)*
اَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ، وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ، وَإِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْنِنِى بِالْعِلْمِ، وَزَيِّنِّى بِالْحِلْمِ، وَأَكْرِمْنِى بِالتَّقْوَى، وَجَمِّلْنِى بِالْعَافِيَةِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمْيِنَ.
Dibaca 3 kali ba'da Shalat Ashar dan disertai Istiqomah Shalat Tahajjud.
*Tasbih memperkuat hafalan dan mempertajam ingatan (ijazah dari KH Idris Marzuqi dari KH Masduqi Mahfudz Malang)*
بِسم الله الرحمن الرحيم
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ إِلَى آبَدِ الآبَدِيْنَ وَدَهْرِ الدَّاهِرِيْنَ . اَللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيَّ فُتُوْحَ الْعَارِفِيْنَ بِحِكْمَتِكَ وَانْصُرْ عَلَيَّ رَحْمَتَكَ وَذَكِّرْنِيْ مَا نَسِيْتُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ نَوِّرْ بِالْكِتَابِ بَصَرِيْ وَاشْرَحْ بِهِ صَدْرِيْ وَاسْتَعْمِلْ بِهِ بَدَنِيْ وَأَطْلِقْ بِهِ لِسَانِيْ وَقَوِّ بِهِ جَنَانِيْ وَأَسْرِعْ بِهِ فَهْمِيْ وَقَوِّ بِهِ عَزْمِيْ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
___________
*Dzikir berikut ini dibaca sebelum memulai pelajaran, dan termasuk yang dapat menyebabkan futuh (terbukannya hati) dan tidak mudah lupa (ijazah dari KH Idris Marzuqi)*
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ إِلَى آبَدِ الآبَدِيْنَ وَدَهْرِ الدَّاهِرِيْنَ. سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
*Doa agar diberi kecerdasan dan kemudahan menghafal (ijazah dari KH Idris Marzuqi dari KH Quraisy Syihab)*
اَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ، وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ، وَإِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْنِنِى بِالْعِلْمِ، وَزَيِّنِّى بِالْحِلْمِ، وَأَكْرِمْنِى بِالتَّقْوَى، وَجَمِّلْنِى بِالْعَافِيَةِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمْيِنَ.
Dibaca 3 kali ba'da Shalat Ashar dan disertai Istiqomah Shalat Tahajjud.
*Tasbih memperkuat hafalan dan mempertajam ingatan (ijazah dari KH Idris Marzuqi dari KH Masduqi Mahfudz Malang)*
بِسم الله الرحمن الرحيم
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ إِلَى آبَدِ الآبَدِيْنَ وَدَهْرِ الدَّاهِرِيْنَ . اَللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيَّ فُتُوْحَ الْعَارِفِيْنَ بِحِكْمَتِكَ وَانْصُرْ عَلَيَّ رَحْمَتَكَ وَذَكِّرْنِيْ مَا نَسِيْتُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ نَوِّرْ بِالْكِتَابِ بَصَرِيْ وَاشْرَحْ بِهِ صَدْرِيْ وَاسْتَعْمِلْ بِهِ بَدَنِيْ وَأَطْلِقْ بِهِ لِسَانِيْ وَقَوِّ بِهِ جَنَانِيْ وَأَسْرِعْ بِهِ فَهْمِيْ وَقَوِّ بِهِ عَزْمِيْ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote 4*
____________
Yang paling kuat menyebabkan mudahnya hafalan, ialah kesungguhan hati, ketekunan, menyedikit-kan porsi makan, dan shalat di malam hari. Membaca Al-Qur'an itu termasuk dari beberapa hal yang meyebabkan mudahnya hafalan, dikatakan:
ليس شيء أزيد للحفظ من قراءة القرآن نظرا.
" Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang, kecuali membaca Al Qur'an dengan melihat.
Membaca Al-Qur'an dengan melihat itu lebih utama, sebagaimana sabda Nabi Saw: "Amalan umatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur'an dengan cara meilihat."
Syekh Syaddad bin Hakim pernah bermimpi di dalam tidurnya, bertemu dengan salah satu temannya yang telah meninggal, lalu beliau menanyainya: Perbuatan apakah yang engkau rasakan lebih bermanfaat? Jawabnya: "membaca Al-Qur'an dengan menyimak tulisannya."
Syi'ir disebutkan: Aku adukan kepada ki Waki' akan lemahnya hafalanku ia pun memberikan ku sebuah petunjuk, untuk meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya hafalan itu merupakan anugrah dari Tuhan sedangkan anugrah Allah swt tidaklah akan diberikan pada orang yang durhaka atau maksiat. Bersiwak, minum madu, makan kandar (kemenyan putih) yang dicampur gula dan makan buah zabib merah 21 buah setiap hari dalam keadaan lapar, kesemuannya itu dapat mengakibatkan baiknya hafalan dan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Segala sesuatu yang bisa mengurangi lendir atau dahak dan mengurangi kadar air yang berlebih pada tubuh, itu juga bisa memperkuat hafalan. Segala sesuatu yang mampu menambah lendir atau dahak itu akan mengakibatkan mudah lupa. <Ta'lim Muta'allim>
Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur mengatakan bahwa lemak di bagian belakang kepala kambing mendatangkan ilmu bagi yang memakannya. Beliau menyukai dan memakannya dengan tujuan tersebut, dan menganjurkan agar memanggangnya. Beliau juga mengatakan, bahwa sebagian ulama mengatakan, Sesungguhnya anak yang memiliki kepala besar akan menjadi alim." Beliau juga berkata, "Anak yang dicukur kepalanya setiap hari Rabu selama empat kali berturut-turut sejak lahir akan menjadi alim." Demikian dikutip dari kitab Lam'ah an-Nur <al-Manhaj as-Sawy: 237>
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
____________
Yang paling kuat menyebabkan mudahnya hafalan, ialah kesungguhan hati, ketekunan, menyedikit-kan porsi makan, dan shalat di malam hari. Membaca Al-Qur'an itu termasuk dari beberapa hal yang meyebabkan mudahnya hafalan, dikatakan:
ليس شيء أزيد للحفظ من قراءة القرآن نظرا.
" Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang, kecuali membaca Al Qur'an dengan melihat.
Membaca Al-Qur'an dengan melihat itu lebih utama, sebagaimana sabda Nabi Saw: "Amalan umatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur'an dengan cara meilihat."
Syekh Syaddad bin Hakim pernah bermimpi di dalam tidurnya, bertemu dengan salah satu temannya yang telah meninggal, lalu beliau menanyainya: Perbuatan apakah yang engkau rasakan lebih bermanfaat? Jawabnya: "membaca Al-Qur'an dengan menyimak tulisannya."
Syi'ir disebutkan: Aku adukan kepada ki Waki' akan lemahnya hafalanku ia pun memberikan ku sebuah petunjuk, untuk meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya hafalan itu merupakan anugrah dari Tuhan sedangkan anugrah Allah swt tidaklah akan diberikan pada orang yang durhaka atau maksiat. Bersiwak, minum madu, makan kandar (kemenyan putih) yang dicampur gula dan makan buah zabib merah 21 buah setiap hari dalam keadaan lapar, kesemuannya itu dapat mengakibatkan baiknya hafalan dan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Segala sesuatu yang bisa mengurangi lendir atau dahak dan mengurangi kadar air yang berlebih pada tubuh, itu juga bisa memperkuat hafalan. Segala sesuatu yang mampu menambah lendir atau dahak itu akan mengakibatkan mudah lupa. <Ta'lim Muta'allim>
Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur mengatakan bahwa lemak di bagian belakang kepala kambing mendatangkan ilmu bagi yang memakannya. Beliau menyukai dan memakannya dengan tujuan tersebut, dan menganjurkan agar memanggangnya. Beliau juga mengatakan, bahwa sebagian ulama mengatakan, Sesungguhnya anak yang memiliki kepala besar akan menjadi alim." Beliau juga berkata, "Anak yang dicukur kepalanya setiap hari Rabu selama empat kali berturut-turut sejak lahir akan menjadi alim." Demikian dikutip dari kitab Lam'ah an-Nur <al-Manhaj as-Sawy: 237>
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote 5*
__________
*Sebab-sebab Lupa Hafalan*
Hal-hal yang dapat menyebabkan mudahnya lupa antara lain: melakuan kemaksiatan, banyak dosa, gelisah dan susah dalam urusan dunia, banyaknya kesibukan, dan dan banyaknya urusan Seperti telah kami kemukakan di atas, bahwa orang yang berakal itu jangan susah karena perkara dunia, karena hal itu membahayakan dan sama sekali tidak ada manfaatnya. Susah karena dunia tak lepas dari akibat gelap hati. Sedangkan susah karena akherat itu tak lepas dari akibat hati yang bercahaya, dan hal itu akan terasa di kala shalat. Susah karena dunia akan menghalangi berbuat kebajikan, tetapi susah karena akherat akan membawa kepada amal kebajikan. Menyibukkan diri dengan melakukan shalat secara khusu' dan mempelajari ilmu pengetahuan itu dapat menghilangkan kegundahan dalam hati.
Sebab-sebab lain yang membuat mudah lupanya ilmu, yaitu makan ketumbar yang masih basah,makan buah apel yang kecut , melihat salib, membaca tulisan yang berada pada papan kuburan, berjalan melewati kandang unta, membuang kutu yang masih hidup ke tanah, dan berbekam pada tengkuk kepala. Jauhilah kesemuaan itu, karena membuat orang jadi pelupa. Hal ini kebanyakan diketahui dari tajribah (pengalaman). <Ta'lim Muta'allim>
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
__________
*Sebab-sebab Lupa Hafalan*
Hal-hal yang dapat menyebabkan mudahnya lupa antara lain: melakuan kemaksiatan, banyak dosa, gelisah dan susah dalam urusan dunia, banyaknya kesibukan, dan dan banyaknya urusan Seperti telah kami kemukakan di atas, bahwa orang yang berakal itu jangan susah karena perkara dunia, karena hal itu membahayakan dan sama sekali tidak ada manfaatnya. Susah karena dunia tak lepas dari akibat gelap hati. Sedangkan susah karena akherat itu tak lepas dari akibat hati yang bercahaya, dan hal itu akan terasa di kala shalat. Susah karena dunia akan menghalangi berbuat kebajikan, tetapi susah karena akherat akan membawa kepada amal kebajikan. Menyibukkan diri dengan melakukan shalat secara khusu' dan mempelajari ilmu pengetahuan itu dapat menghilangkan kegundahan dalam hati.
Sebab-sebab lain yang membuat mudah lupanya ilmu, yaitu makan ketumbar yang masih basah,makan buah apel yang kecut , melihat salib, membaca tulisan yang berada pada papan kuburan, berjalan melewati kandang unta, membuang kutu yang masih hidup ke tanah, dan berbekam pada tengkuk kepala. Jauhilah kesemuaan itu, karena membuat orang jadi pelupa. Hal ini kebanyakan diketahui dari tajribah (pengalaman). <Ta'lim Muta'allim>
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote ke 6*
_____________
*Supaya mudah menghafalkan*
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَحْفَظَ اْلعِلْمَ فَعَلَيْهِ أَنْ يُلَازِمَ خَمْسَ خِصَالٍ : اَلْأُوْلَى صَلَاةُ الَّليْلِ وَلَوْ رَكْعَتَيْنِ، وَالثَّانِيَةُ دَوَامُ الْوُضُوْءِ، وَالثَّالِثَةُ اَلتَّقْوَى فِى السِّرِّ وَاْلعَلَانِيَةِ، وَالرَّابِعَةُ أَنْ يَأْكُلَ لِلتَّقْوَى لَالِلشَّهَوَاتِ، وَالْخاَمِسَةُ اَلسِّوَاكُ
Barang siapa yang ingin menjaga (menghafal) ilmu, maka ia harus membiasakan lima perkara :
*Pertama,* solat malam (tahajud) walaupun hanya dua rakaat.
*Kedua,* membiasakan (menjaga) wudhu.
*Ketiga,* bertakwa (kepada Allah) baik di tempat sepi maupun di tempat ramai.
*Keempat,* makan untuk meningkatkan ketakwaan, bukan untuk mengikuti hawa nafsu.
*Kelima,* membiasakan bersiwak. (kitab Durratun Nashihin, halaman 15)
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
_____________
*Supaya mudah menghafalkan*
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَحْفَظَ اْلعِلْمَ فَعَلَيْهِ أَنْ يُلَازِمَ خَمْسَ خِصَالٍ : اَلْأُوْلَى صَلَاةُ الَّليْلِ وَلَوْ رَكْعَتَيْنِ، وَالثَّانِيَةُ دَوَامُ الْوُضُوْءِ، وَالثَّالِثَةُ اَلتَّقْوَى فِى السِّرِّ وَاْلعَلَانِيَةِ، وَالرَّابِعَةُ أَنْ يَأْكُلَ لِلتَّقْوَى لَالِلشَّهَوَاتِ، وَالْخاَمِسَةُ اَلسِّوَاكُ
Barang siapa yang ingin menjaga (menghafal) ilmu, maka ia harus membiasakan lima perkara :
*Pertama,* solat malam (tahajud) walaupun hanya dua rakaat.
*Kedua,* membiasakan (menjaga) wudhu.
*Ketiga,* bertakwa (kepada Allah) baik di tempat sepi maupun di tempat ramai.
*Keempat,* makan untuk meningkatkan ketakwaan, bukan untuk mengikuti hawa nafsu.
*Kelima,* membiasakan bersiwak. (kitab Durratun Nashihin, halaman 15)
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote Ke 7*
______________
*Metode Riyadhoh Puasa Mbisu Meningkatkan Kecerdasan Dan Sebagai Strategi Mempercepat Dikabulkannya Doa*
Dalam kitab ta'lim muta'allim dikatakan:
اذا تم عقل المرء قل كلامه # وأيقن بحمق المرء إن كان مكثرا
(Bila sempurna (cerdas) akal seseorang, maka sedikitlah bicaranya, dan yakinlah bodohnya orang yang banyak bicara)
Lisan adalah anggota badan manusia kedua yang paling berpengaruh bagi manusia setelah hati, kalau hati adalah dasar bagi keselamatan dan keterpurukan manusia maka lisan adalah tonggak atau tiang dari keselamatan dan keterpurukarn tersebut.
Tirakat puasa Mbisu diperbolehkan dan strategi ini dipilih dan diamalkan oleh para sufi agar keinginannya tercapai. Didalam kitab Tafsir as Showi juz 1 hal. 153 dijelaskan:
ومن ذلك اختار بعض أكابر الصوفية أن الخلوة مع الرياضة لبلوغ المراد ثلاثة أيام بليالها يجعل ذكر الله فيها شعاره ودَثاره ولايتكلم فيها
Menyendiri dan riyadhoh (tirakat) tiga hari berturut turut, dan malamnya di isi dengan dzikir kepada Alloh, serta pada masa tiga hari tersebut melakukan tidak berbicara (puasa bisu), adalah satu ritual yang baik sekali dan telah dipilih oleh Akâbirus sufiyyah (ulama besar ahli sufi).
Dalam surat Al-Mu'minun salah satu ciri keimanan adalah: "menghindarkan diri dari perbuatan yang sia-sia". Ketika Nabi Zakaria AS, yang sudah renta, mendapat kabar dari Allah bahwa dia akan mendapat anak, beliau penasaran (meski tentu saja sangat yakin kekuasaan Allah) akan hal itu dan meminta tandanya. Tuhan menjawab: Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh berkata kepada orang manusia pun selama tiga hari berturut-turut." (QS Maryam: 4-10) Dalam kisah kemudian Nabi Zakaria AS memang kemudian tidak bisa berbicara selama 3 hari, beliau puasa bicara(puasa bisu).
Riyadhoh yang dilakukan bersungguh-sungguh seperti puasa bisu dengan niat karena Allah, maka Allah pasti akan mengabulkan permintaanya, seperti halnya nabi Zakaria ingin memiliki anak akhirnya dikabulkan juga. Begitu juga sang pelajar kalau di saat mencari ilmu dilengkapi dengan riyadhoh maka cita-citanya akan diikabulkan oleh Allah. Wallâhu a'lam
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
______________
*Metode Riyadhoh Puasa Mbisu Meningkatkan Kecerdasan Dan Sebagai Strategi Mempercepat Dikabulkannya Doa*
Dalam kitab ta'lim muta'allim dikatakan:
اذا تم عقل المرء قل كلامه # وأيقن بحمق المرء إن كان مكثرا
(Bila sempurna (cerdas) akal seseorang, maka sedikitlah bicaranya, dan yakinlah bodohnya orang yang banyak bicara)
Lisan adalah anggota badan manusia kedua yang paling berpengaruh bagi manusia setelah hati, kalau hati adalah dasar bagi keselamatan dan keterpurukan manusia maka lisan adalah tonggak atau tiang dari keselamatan dan keterpurukarn tersebut.
Tirakat puasa Mbisu diperbolehkan dan strategi ini dipilih dan diamalkan oleh para sufi agar keinginannya tercapai. Didalam kitab Tafsir as Showi juz 1 hal. 153 dijelaskan:
ومن ذلك اختار بعض أكابر الصوفية أن الخلوة مع الرياضة لبلوغ المراد ثلاثة أيام بليالها يجعل ذكر الله فيها شعاره ودَثاره ولايتكلم فيها
Menyendiri dan riyadhoh (tirakat) tiga hari berturut turut, dan malamnya di isi dengan dzikir kepada Alloh, serta pada masa tiga hari tersebut melakukan tidak berbicara (puasa bisu), adalah satu ritual yang baik sekali dan telah dipilih oleh Akâbirus sufiyyah (ulama besar ahli sufi).
Dalam surat Al-Mu'minun salah satu ciri keimanan adalah: "menghindarkan diri dari perbuatan yang sia-sia". Ketika Nabi Zakaria AS, yang sudah renta, mendapat kabar dari Allah bahwa dia akan mendapat anak, beliau penasaran (meski tentu saja sangat yakin kekuasaan Allah) akan hal itu dan meminta tandanya. Tuhan menjawab: Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh berkata kepada orang manusia pun selama tiga hari berturut-turut." (QS Maryam: 4-10) Dalam kisah kemudian Nabi Zakaria AS memang kemudian tidak bisa berbicara selama 3 hari, beliau puasa bicara(puasa bisu).
Riyadhoh yang dilakukan bersungguh-sungguh seperti puasa bisu dengan niat karena Allah, maka Allah pasti akan mengabulkan permintaanya, seperti halnya nabi Zakaria ingin memiliki anak akhirnya dikabulkan juga. Begitu juga sang pelajar kalau di saat mencari ilmu dilengkapi dengan riyadhoh maka cita-citanya akan diikabulkan oleh Allah. Wallâhu a'lam
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote Ke 8*
____________
*7 perkara yang menyebabkan lupa menurut Jalinus*
ونقل حجة الإسلام الغزالى فى كتابه نصيحة الملوك عن جالينوس قال :سبعة أشياء تجلب النسيان : استماع كلام خشن لا يتصوره القلب والحجامة على خرزة العنق والبول في الماء الراكد وأكل الحوامض والنظر في وجه الميت والنوم الكثير وطول النظر إلى الأماكن الخربة ... وقال في كتاب الأدوية : أن النسيان يحدث بسبب سبعة أشياء وهي : البلغم وضحك القهقهة وأكل المالح واللحم السمين وكثرة الجماع والسهر مع التعب وسائر البرودات والرطوبات فإن أكلها يضر ويجلب النسيان "
*Melihat aurat menyebabkan lupa*
ذكر صاحب المختار من الحنفية فى شرحه: أن نظر الرجل الى فرج امرأته ونظرها الى فرجه يورث النسيان.
وكذا ذكر الزيلعى فى شرحه "الكنز" : أنه يورث النسيان النظر إلى العورة.
ثم نقل عن علي بن أبى طالب كرم الله وجهه: أن من أكثر من النظر إلى عورته عوقب بالنسيان. انتهى
____________
*7 perkara yang menyebabkan lupa menurut Jalinus*
ونقل حجة الإسلام الغزالى فى كتابه نصيحة الملوك عن جالينوس قال :سبعة أشياء تجلب النسيان : استماع كلام خشن لا يتصوره القلب والحجامة على خرزة العنق والبول في الماء الراكد وأكل الحوامض والنظر في وجه الميت والنوم الكثير وطول النظر إلى الأماكن الخربة ... وقال في كتاب الأدوية : أن النسيان يحدث بسبب سبعة أشياء وهي : البلغم وضحك القهقهة وأكل المالح واللحم السمين وكثرة الجماع والسهر مع التعب وسائر البرودات والرطوبات فإن أكلها يضر ويجلب النسيان "
*Melihat aurat menyebabkan lupa*
ذكر صاحب المختار من الحنفية فى شرحه: أن نظر الرجل الى فرج امرأته ونظرها الى فرجه يورث النسيان.
وكذا ذكر الزيلعى فى شرحه "الكنز" : أنه يورث النسيان النظر إلى العورة.
ثم نقل عن علي بن أبى طالب كرم الله وجهه: أن من أكثر من النظر إلى عورته عوقب بالنسيان. انتهى
Footnote Ke 9
____________
Ada seorang santri dari Indonesia menuntut ilmu di Rubath Tarim pada zaman Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri. Setelah di sana 4 tahun, santri itu minta pulang. Dia pamit minta izin pulang kepada Habib Abdullah.
“Habib, saya mau pulang saja.”
“Lho, kenapa?” tanya beliau.
“Bebal otak saya ini. Untuk menghafalkan setengah mati. Tidak pantas saya menuntut ilmu. Saya minta izin mau pulang.”
“Jangan dulu. Sabar.”
“Sudah Bib. Saya sudah empat tahun bersabar. Sudah tidak kuat. Lebih baik saya menikah saja.”
“Sebentar, saya mau mengetes dulu bagaimana kemampuanmu menuntut ilmu.”
“Sudah bib. Saya menghafalkan setengah mati. Tidak hafal-hafal.”
Habib Abdullah kemudian masuk ke kamar, mengambil surat-surat untuk santri itu. Pada masa itu surat-surat dari Indonesia ketika sampai di Tarim tidak langsung diberikan. Surat tersebut tidak akan diberikan kecuali setelah santri itu menuntut ilmu selama 15 tahun. Habib Abdullah menyerahkan seluruh surat itu kepadanya, kecuali satu surat. Setelah diterima, dibacalah surat-surat itu sampai selesai.
Satu surat yang tersisa kemudian diserahkan.
“Ini surat siapa?” tanya Habib.
“Owh, itu surat ibu saya.”
“Bacalah!”
Santri itu menerima surat dengan perasaan senang, kemudian dibacanya sampai selesai. Saat membaca, kadang dia tersenyum sendiri, sesekali diam merenung, dan sesekali dia sedih.
“Sudah kamu baca?” tanya beliau lagi.
“Sudah.”
“Berapa kali?”
“Satu kali.”
“Tutup surat itu! Apa kata ibumu?”
“Ibu saya berkata saya disuruh nyantri yang bener. Bapak sudah membeli mobil baru. Adik saya sudah diterima bekerja di sini, dan lain-lain.” Isi surat yang panjang itu dia berhasil menceritakannya dengan lancar dan lengkap. Tidak ada yang terlewatkan.
“Baca satu kali kok hafal? Katanya bebal gak hafal-hafal. Sekarang sekali baca kok langsung hafal dan bisa menyampaikan.” kata Habib dengan pandangan serius.
Santri itu bingung tidak bisa menjawab. Dia menganggap selama ini dirinya adalah seorang yang bodoh dan tidak punya harapan. Sudah berusaha sekuat tenaga mempelajari ilmu agama, dia merasa gagal. Tetapi membaca surat ibunya satu kali saja, dia langsung paham dan hafal.
Habib Abdullah akhirnya menjelaskan kenapa semua ini bisa terjadi. Beliau mengatakan,
لأنك قرأت رسالة أمك بالفرح فلو قرأت رسالة نبيك بالفرح لحفظت بالسرعة
“Sebab ketika engkau membaca surat dari ibumu itu dengan perasaan gembira. Ini ibumu. Coba jika engkau membaca syariat Nabi Muhammad dengan bahagia dan bangga, ini adalah Nabiku, niscaya engkau sekali baca pasti langsung hafal. ”
* * *
Banyak saudara-saudara kita (atau malah kita sendiri) yang tanpa sadar mengalami yang dirasakan santri dalam kisah di atas. Jawabannya adalah rasa cinta. Kita tidak menyertakan perasaan itu saat membaca dan mempelajari sesuatu. Sehingga kita merasa diri kita bodoh dan tidak punya harapan sukses.
Banyak orang merasa bodoh dalam pelajaran, tetapi puluhan lagu-lagu cinta hafal di luar kepala. Padahal tidak mengatur waktu khusus untuk menghapalkannya.
Bagi para guru/pengajar, jangan mudah mengkambinghitamkan kemampuan otak siswa dalam lemahnya menerima pelajaran. Mungkin anda tidak berhasil menanamkan VIRUS CINTA di hati mereka.
*Kisah di atas ditranskrip dari salah satu ceramah Habib Jamal bin Thoha Baagil.
____________
Ada seorang santri dari Indonesia menuntut ilmu di Rubath Tarim pada zaman Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri. Setelah di sana 4 tahun, santri itu minta pulang. Dia pamit minta izin pulang kepada Habib Abdullah.
“Habib, saya mau pulang saja.”
“Lho, kenapa?” tanya beliau.
“Bebal otak saya ini. Untuk menghafalkan setengah mati. Tidak pantas saya menuntut ilmu. Saya minta izin mau pulang.”
“Jangan dulu. Sabar.”
“Sudah Bib. Saya sudah empat tahun bersabar. Sudah tidak kuat. Lebih baik saya menikah saja.”
“Sebentar, saya mau mengetes dulu bagaimana kemampuanmu menuntut ilmu.”
“Sudah bib. Saya menghafalkan setengah mati. Tidak hafal-hafal.”
Habib Abdullah kemudian masuk ke kamar, mengambil surat-surat untuk santri itu. Pada masa itu surat-surat dari Indonesia ketika sampai di Tarim tidak langsung diberikan. Surat tersebut tidak akan diberikan kecuali setelah santri itu menuntut ilmu selama 15 tahun. Habib Abdullah menyerahkan seluruh surat itu kepadanya, kecuali satu surat. Setelah diterima, dibacalah surat-surat itu sampai selesai.
Satu surat yang tersisa kemudian diserahkan.
“Ini surat siapa?” tanya Habib.
“Owh, itu surat ibu saya.”
“Bacalah!”
Santri itu menerima surat dengan perasaan senang, kemudian dibacanya sampai selesai. Saat membaca, kadang dia tersenyum sendiri, sesekali diam merenung, dan sesekali dia sedih.
“Sudah kamu baca?” tanya beliau lagi.
“Sudah.”
“Berapa kali?”
“Satu kali.”
“Tutup surat itu! Apa kata ibumu?”
“Ibu saya berkata saya disuruh nyantri yang bener. Bapak sudah membeli mobil baru. Adik saya sudah diterima bekerja di sini, dan lain-lain.” Isi surat yang panjang itu dia berhasil menceritakannya dengan lancar dan lengkap. Tidak ada yang terlewatkan.
“Baca satu kali kok hafal? Katanya bebal gak hafal-hafal. Sekarang sekali baca kok langsung hafal dan bisa menyampaikan.” kata Habib dengan pandangan serius.
Santri itu bingung tidak bisa menjawab. Dia menganggap selama ini dirinya adalah seorang yang bodoh dan tidak punya harapan. Sudah berusaha sekuat tenaga mempelajari ilmu agama, dia merasa gagal. Tetapi membaca surat ibunya satu kali saja, dia langsung paham dan hafal.
Habib Abdullah akhirnya menjelaskan kenapa semua ini bisa terjadi. Beliau mengatakan,
لأنك قرأت رسالة أمك بالفرح فلو قرأت رسالة نبيك بالفرح لحفظت بالسرعة
“Sebab ketika engkau membaca surat dari ibumu itu dengan perasaan gembira. Ini ibumu. Coba jika engkau membaca syariat Nabi Muhammad dengan bahagia dan bangga, ini adalah Nabiku, niscaya engkau sekali baca pasti langsung hafal. ”
* * *
Banyak saudara-saudara kita (atau malah kita sendiri) yang tanpa sadar mengalami yang dirasakan santri dalam kisah di atas. Jawabannya adalah rasa cinta. Kita tidak menyertakan perasaan itu saat membaca dan mempelajari sesuatu. Sehingga kita merasa diri kita bodoh dan tidak punya harapan sukses.
Banyak orang merasa bodoh dalam pelajaran, tetapi puluhan lagu-lagu cinta hafal di luar kepala. Padahal tidak mengatur waktu khusus untuk menghapalkannya.
Bagi para guru/pengajar, jangan mudah mengkambinghitamkan kemampuan otak siswa dalam lemahnya menerima pelajaran. Mungkin anda tidak berhasil menanamkan VIRUS CINTA di hati mereka.
*Kisah di atas ditranskrip dari salah satu ceramah Habib Jamal bin Thoha Baagil.
*ADAB-ADAB DALAM MAJLIS ILMU*
*Materi Ke 22 hal. 75-76*
بسم الله الرحمن الرحيم
1- Hatim al-Asham berkata:
لا تنظر الى من قال، وانظر الى ما قال
Janganlah kamu melihat siapa orang yang berbicara, akan tetapi lihatah kepada apa yang ia bicarakan. <alManhaj asSawy: 356>, keterangan senada di <Tanbihul Mughtaríin: 81>
2- Imam Ali Zainal Abidin melangkahi orang-orang untuk duduk di majlisnya Zaid bin Aslam (sedangkan dia adalah seorang budak) beliau berkata:
ينبغى العلم أن يتّبع حيث كان، إنما يجلس الرجل الى من ينفعه فى دينه
sesungguhrya ilmu itu dicari dimana saja, dan seharusnya seseorang itu duduk bersama orang yang dapat memberinya manfaat untuk agamanya". <Syarhul'Ainiyah: 20>
3- *Imam An-Nawawi* ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah untuk gurunya saat di perjalanan. Serta, lisannya berdoa;
اللهم استر عنى عيب معلمى حتى لا تقع عينى له على نقيصة ولا يبلغنى ذلك عنه أحد
(Allôhummastur 'annî 'ayba mu'allimî hattâ lâ taqo'u 'aynî lahû 'alâ naqîshotin wa lâ yuballighonî dzâlika 'anhu ahad)
Artinya: Ya Allah, tutuplah dariku dari mengetahui AIB guruku, hingga mataku tidak melihat AIBnya dan tidak seorang pun yang menyampaikan AIB guruku kepadaku. <al-Manhaj as-Sawy: 220> senada dengannya dalam <Lawâqih al-Anwar: 155>
4- al-Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, menyukai jika seseorang membaca kitab memulainya dengan membaca sesuatu yang mengandung kabar gembira bagi yang mendengarkan. Pernah datang kepadanya seorang pelajar yang ingin membaca kitab Shahih al-Bukhári, lalu mulai membaca pasal kitabal-janáiz (kitab jenazah), maka wajah beliau berubah dan mencelanya dengan keras, lalu mengatakan, Apakah di dalam kitab ini tidak ada bab lain selain bab tentang jenazah? Permulaan dan pembukaan yang baik merupakan bukti kecerdasan dan kepandaian.
<al-Manhaj as-Sawy: 228> keterangan senada dalam kitab Tadzkirunnnas: 195>.
5- كن (رحمك الله) حَسن الاصغاء والاستماع إلى الخطبة والوعظ، واتّعظ بما تسمعه، واستشعر فى نفسك أنك مقصود ومخاطب بذلك.
Jadilah kamu (semoga Allah merahmatimu) sebagai orang yang baik dalam menyimak dan mendengarkan khutbah dan nasehat, *terimalah nasehat yang kamu dengar dan merasalah dalam dirimu bahwa kamu yang dimaksud dan yang dituju dengan nasehat itu.* <AnNashaih ad Diniyah: 132>
6- Seyogyanya bagi penuntut ilmu menyimak suatu ilmu dan hikmah dengan perhatian dan hormat, *walaupun dia telah mendengar satu masalah atau satu kalimat sebanyak seribu kali*, dikatakan:
من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرة كتعظيمه فى أول مرة فليس بأهل العلم.
Barang siapa yang perhatiannya setelah mendengar seribu kali tidak sama dengan perhatiannya ketika mendengarnya pertama kali, maka dia bukan orang yang berilmu" *(berbeda dengan orang-orang zaman sekarang, jika sudah mendengar suatu masalah sekali, maka dia akan mengabaikannya untuk yang kedua kalinya dan menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang lain hingga menyebabkan kelesuan guru untuk menerangkan)*. <Ta'limul Muta'allim: 19> 10
7- Ada seorang lelaki yang menghadiri majlis pembacaan di sisi Habib Muhammad bin Idrus al-Habsy, lalu dia membaca tasbih di tengah-tengah pembacaan, maka Habib Muhammad menghentikan bacaan dan menoleh kepadanya seraya berkata: "Apakah kita sekarang hanya kejelekan?, apabila kita berada dalam kebaikan mengapa kamu tidak ikut bersama kami?, dan apabila kita berada dalam kejelekan, kenapa kamu tidak melarang kami?, dan *jika kamu mangatakan kamu mendengar bacaan kami sambil kamu bertasbih, maka sesungguhnya Allah tidak menjadikan untuk seseorang dengan dua hati dalam dirinya"*. Lalu lelaki itu merasa malu dan tidak menjawabnya. <al Fawaid ad-Durriyyah: 58>
8- Diceritakan dari Syekh Husain bin Syekh Abi Bakar bin Salim bahwasanya beliau melihat sebagian anaknya sedang menggerakkan tasbih ketika berada dalam pelajaran, maka beliau berkata kepadanya: "Tinggalkanlah tasbih itu! ada waktu yang lain untuknya". <Tadzkinun Nas: 162>
9- Suatu kali ada seseorang yang tertawa dalam majlis al-A'masy lalu beliau menegur dan menyuruhnya berdiri seraya berkata: "Kamu menuntut ilmu yang telah Allah bebankan padamu sambil tertawa?" kemudian beli
*Materi Ke 22 hal. 75-76*
بسم الله الرحمن الرحيم
1- Hatim al-Asham berkata:
لا تنظر الى من قال، وانظر الى ما قال
Janganlah kamu melihat siapa orang yang berbicara, akan tetapi lihatah kepada apa yang ia bicarakan. <alManhaj asSawy: 356>, keterangan senada di <Tanbihul Mughtaríin: 81>
2- Imam Ali Zainal Abidin melangkahi orang-orang untuk duduk di majlisnya Zaid bin Aslam (sedangkan dia adalah seorang budak) beliau berkata:
ينبغى العلم أن يتّبع حيث كان، إنما يجلس الرجل الى من ينفعه فى دينه
sesungguhrya ilmu itu dicari dimana saja, dan seharusnya seseorang itu duduk bersama orang yang dapat memberinya manfaat untuk agamanya". <Syarhul'Ainiyah: 20>
3- *Imam An-Nawawi* ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah untuk gurunya saat di perjalanan. Serta, lisannya berdoa;
اللهم استر عنى عيب معلمى حتى لا تقع عينى له على نقيصة ولا يبلغنى ذلك عنه أحد
(Allôhummastur 'annî 'ayba mu'allimî hattâ lâ taqo'u 'aynî lahû 'alâ naqîshotin wa lâ yuballighonî dzâlika 'anhu ahad)
Artinya: Ya Allah, tutuplah dariku dari mengetahui AIB guruku, hingga mataku tidak melihat AIBnya dan tidak seorang pun yang menyampaikan AIB guruku kepadaku. <al-Manhaj as-Sawy: 220> senada dengannya dalam <Lawâqih al-Anwar: 155>
4- al-Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, menyukai jika seseorang membaca kitab memulainya dengan membaca sesuatu yang mengandung kabar gembira bagi yang mendengarkan. Pernah datang kepadanya seorang pelajar yang ingin membaca kitab Shahih al-Bukhári, lalu mulai membaca pasal kitabal-janáiz (kitab jenazah), maka wajah beliau berubah dan mencelanya dengan keras, lalu mengatakan, Apakah di dalam kitab ini tidak ada bab lain selain bab tentang jenazah? Permulaan dan pembukaan yang baik merupakan bukti kecerdasan dan kepandaian.
<al-Manhaj as-Sawy: 228> keterangan senada dalam kitab Tadzkirunnnas: 195>.
5- كن (رحمك الله) حَسن الاصغاء والاستماع إلى الخطبة والوعظ، واتّعظ بما تسمعه، واستشعر فى نفسك أنك مقصود ومخاطب بذلك.
Jadilah kamu (semoga Allah merahmatimu) sebagai orang yang baik dalam menyimak dan mendengarkan khutbah dan nasehat, *terimalah nasehat yang kamu dengar dan merasalah dalam dirimu bahwa kamu yang dimaksud dan yang dituju dengan nasehat itu.* <AnNashaih ad Diniyah: 132>
6- Seyogyanya bagi penuntut ilmu menyimak suatu ilmu dan hikmah dengan perhatian dan hormat, *walaupun dia telah mendengar satu masalah atau satu kalimat sebanyak seribu kali*, dikatakan:
من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرة كتعظيمه فى أول مرة فليس بأهل العلم.
Barang siapa yang perhatiannya setelah mendengar seribu kali tidak sama dengan perhatiannya ketika mendengarnya pertama kali, maka dia bukan orang yang berilmu" *(berbeda dengan orang-orang zaman sekarang, jika sudah mendengar suatu masalah sekali, maka dia akan mengabaikannya untuk yang kedua kalinya dan menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang lain hingga menyebabkan kelesuan guru untuk menerangkan)*. <Ta'limul Muta'allim: 19> 10
7- Ada seorang lelaki yang menghadiri majlis pembacaan di sisi Habib Muhammad bin Idrus al-Habsy, lalu dia membaca tasbih di tengah-tengah pembacaan, maka Habib Muhammad menghentikan bacaan dan menoleh kepadanya seraya berkata: "Apakah kita sekarang hanya kejelekan?, apabila kita berada dalam kebaikan mengapa kamu tidak ikut bersama kami?, dan apabila kita berada dalam kejelekan, kenapa kamu tidak melarang kami?, dan *jika kamu mangatakan kamu mendengar bacaan kami sambil kamu bertasbih, maka sesungguhnya Allah tidak menjadikan untuk seseorang dengan dua hati dalam dirinya"*. Lalu lelaki itu merasa malu dan tidak menjawabnya. <al Fawaid ad-Durriyyah: 58>
8- Diceritakan dari Syekh Husain bin Syekh Abi Bakar bin Salim bahwasanya beliau melihat sebagian anaknya sedang menggerakkan tasbih ketika berada dalam pelajaran, maka beliau berkata kepadanya: "Tinggalkanlah tasbih itu! ada waktu yang lain untuknya". <Tadzkinun Nas: 162>
9- Suatu kali ada seseorang yang tertawa dalam majlis al-A'masy lalu beliau menegur dan menyuruhnya berdiri seraya berkata: "Kamu menuntut ilmu yang telah Allah bebankan padamu sambil tertawa?" kemudian beli
au tidak mengajaknya berbicara sekitar dua bulan lamanya. <Tanbihul Mughtarrin : 10>
10- Imam Syafi'i berkata: "Aku membuka lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat pelan karena memuliakannya, agar beliau tidak mendengar suara jatuhnya lembaran itu". <al Manhaj as Sawiy 219>, keterangan senada di <al Fawaid ats-Tsamínah: 36> hikmah.
11- *Janganlah kamu menertawakan orang yang salah dalam bacaannya karena kamu dahulu juga seperti itu, tetapi ajarilah ia dan bersikap ramahlah kepadanya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
12- Apabila kamu menghadiri majlis ilmu yang di sana ada orang yang sedang memberi penjelasan, maka kamu jangan tergesa-gesa menyebutkan apa yang kamu hafal dari keterangan kalimat tersebut, karena hal itu merupakan aib bagimu dan menunjukkan tidak adanya adabmu, kecuali jika gurumu menunjukmu untuk berbicara.
<al-'Athiyah al Haniyyah: 32>
13- Bukan termasuk adab yang baik bahkan berhak mendapat sanksi, bila seorang guru bertanya kepada seorang murid, lalu murid yang lain menjawabnya, karena hal itu menunjukkan keinginannya untuk dipuji orang lain. <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
Ahad 1 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
10- Imam Syafi'i berkata: "Aku membuka lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat pelan karena memuliakannya, agar beliau tidak mendengar suara jatuhnya lembaran itu". <al Manhaj as Sawiy 219>, keterangan senada di <al Fawaid ats-Tsamínah: 36> hikmah.
11- *Janganlah kamu menertawakan orang yang salah dalam bacaannya karena kamu dahulu juga seperti itu, tetapi ajarilah ia dan bersikap ramahlah kepadanya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
12- Apabila kamu menghadiri majlis ilmu yang di sana ada orang yang sedang memberi penjelasan, maka kamu jangan tergesa-gesa menyebutkan apa yang kamu hafal dari keterangan kalimat tersebut, karena hal itu merupakan aib bagimu dan menunjukkan tidak adanya adabmu, kecuali jika gurumu menunjukmu untuk berbicara.
<al-'Athiyah al Haniyyah: 32>
13- Bukan termasuk adab yang baik bahkan berhak mendapat sanksi, bila seorang guru bertanya kepada seorang murid, lalu murid yang lain menjawabnya, karena hal itu menunjukkan keinginannya untuk dipuji orang lain. <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
Ahad 1 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*footnote 1*
___________
*Mengobati Hati dengan Memandang Wajah Orang Shaleh*
Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad.
Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan (Manaqib Imam Ahmad, 210).
Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah (keras), maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” (Tarikh Al Islam, 5/109).
Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” (Tartib Al Madarik, 2/51-52).
Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” (Al Hilyah, 2/158).
Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” (Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri).
Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” (Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau).
Semoga Allah kumpulkan kita di dunia & akhirat bersama orang-orang sholeh dan dimasukkan ke sorga bersama Sayyidil Mursalin....
___________
*Mengobati Hati dengan Memandang Wajah Orang Shaleh*
Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad.
Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan (Manaqib Imam Ahmad, 210).
Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah (keras), maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” (Tarikh Al Islam, 5/109).
Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” (Tartib Al Madarik, 2/51-52).
Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” (Al Hilyah, 2/158).
Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” (Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri).
Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” (Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau).
Semoga Allah kumpulkan kita di dunia & akhirat bersama orang-orang sholeh dan dimasukkan ke sorga bersama Sayyidil Mursalin....
*ADAB-ADAB DALAM MAJLIS ILMU [2]*
*Materi Ke 23 hal. 37-39*
بسم الله الرحمن الرحيم
14- Ketika murid murid Imam Abdulloh bin Alwi al-Haddad sowan kepada Habib Ahmad bin Umar al Hinduan (sahabat Imam Abdullah Haddad), Habib Ahmad bertanya kepada para murid-murid Imam Haddad.
"Apa pemaknaan dari doa Nabi :
اعوذ بك من الفقر؟
Aku memohon perlindungan kepada Allah dari sifat faqir?
Para muridnyapun seketika menjawab:
"Kami mendengar dari Habib Abdullah seperti ini...
Perbincangan pun selesai dan dilanjut dengan ramah tamah.
Setibanya kembali dirumah Imam Hadad, sang guru pun bertanya. "apakah beliau bertanya kepadamu?"
"Iya wahai guru, dan para muridnya menceritakan permasalahan tadi."
Imam Haddad pun memberika wejangan
"hal itu tidak semestinya engkau menjawab, jika para guru-guru bertanya kepadamu maka jawablah: *"Allah yang lebih tau, kami disini untuk mengambil faedah darimu"*
Para murid-muridpun sowan yang kedua kalinya. Tibalah di ndalem Habib Ahmad Al Hinduan, dan beliau tiba tiba menanyakan hal yang sama. Para murid pun serentak menjawab.
" Allohu a'lam, kami disini untuk mengambil faedah ilmu kepadamu wahai tuan guru."
Dan kemudian Habib Ahmad al-Hinduan menjelaskan panjang lebar,
"yang dimaksud faqir disitu adalah, Khouful Faqri ( takut menjadi fakir)
<Kalam Habib Alwi bin Syihab: 2/249>
15- Jika seorang murid menemukan sesuatu yang menurutnya salah di dalam kitab atau keterangan gurunya, seharusnya ia tidak tergesa-gesa menyalahkannya. Akan tetapi hendaknya dia menafsirkannya dengan penafsiran yang baik, karena barang kali dialah yang telah salah memahaminya. atau yang semakna dengan pembahasan ini>
16- Orang yang bertanya kepada gurunya untuk melemahkannya atau ingin mengetahui apakah gurunya mengetahui jawabannya atau tidak, maka sesungguhnya *keberkahan ilmu dan guru akan dihilangkan darinya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
17- Ketika masih belajar, syekh Abdul Qodir al-Jilani berteman dengan Ibnu Saqâ dan Ibnu Abi 'Ishrûn dalam menelaah pelajaran, beliau memilih keduanya karena mereka tergolong orang yang cerdas dan pandai supaya dapat membantunya saat mempelajari kembali pelajaran dan memecahkan kesulitan dari pelajaran tersebut. Hingga suatu saat, mereka berkumpul dan bermusyawarah untuk pergi mengunjungi al-Ghouts yang merupakan sosok yang terkenal baik dan rajin beribadah serta diziarahi oleh berbagai kalangan dari berbagai penjuru. Al-Ghouts ini bertempat tinggal di pinggiran kota dan Habib Abdul Qodir menganjurkan keduanya untuk menziarahinya. Ketika mereka hendak berangkat, Ibnu Saqâ berkata: "Aku akan berangkat menemui al Ghouts dengan satu masalah yang sulit dan aku akan tanyakan kepadanya sehinga dia menjadi bingung dan tidak tahu apa yang akan dia katakan tentang pertanyaanku". Dan Ibnu Abi 'Ishrûn berkata: "Aku akan menanyainya tentang satu masalah yang tidak aku ketahui dan aku akan melihat, apa yang akan dia katakan nanti". Lalu keduanya bertanya: "Kalau kamu wahai Abdul Qodir?". Beliau menjawab: "Aku akan berangkat mengunjunginya demi mengharapkan berkah darinya tanpa menanyakan sesuatu apa pun, karena orang yang seperti ini sedang sibuk dengan sesuatu yang lebih agung bila dibanding dengan pertanyaan-pertanyaan kalian yaitu Allah . Lalu mereka bertiga berangkat dengan tujuan dan niat masing-masing. Setelah mereka mengetuk pintu, maka al-Ghauts membukakan pintu dan agak lamban keluar guna menemui mereka, setelah beberapa saat al-Ghauts menemui mereka dalam keadaan marah, memakai pakaian kewaliannya dan berkata kepada mereka "Adapun engkau wahai Ibnu Saqâ, kamu menemuiku untuk mengujiku dengan masalah ini, maka jawabannya ini, dalam kitab ini, di halaman ini, dan dia menjelaskannya", lalu Al-Ghouts berkata kepadanya: Keluarlah! karena sesungguhnya aku melihat api kekufuran menyala di antara tulang rusukmu, adapun kamu wahai Ibnu Abi 'Ishrûn, kamu keluar untuk menanyakan pada kami tentang masalah ilmiah agar kamu dapat melihat apa yang akan kami katakan, masalahnya adalah ini jawabannya ini, dalam kitab ini, keluarlah! karena sesungguhnya aku melihat dunia mengotorimu, adapun
*Materi Ke 23 hal. 37-39*
بسم الله الرحمن الرحيم
14- Ketika murid murid Imam Abdulloh bin Alwi al-Haddad sowan kepada Habib Ahmad bin Umar al Hinduan (sahabat Imam Abdullah Haddad), Habib Ahmad bertanya kepada para murid-murid Imam Haddad.
"Apa pemaknaan dari doa Nabi :
اعوذ بك من الفقر؟
Aku memohon perlindungan kepada Allah dari sifat faqir?
Para muridnyapun seketika menjawab:
"Kami mendengar dari Habib Abdullah seperti ini...
Perbincangan pun selesai dan dilanjut dengan ramah tamah.
Setibanya kembali dirumah Imam Hadad, sang guru pun bertanya. "apakah beliau bertanya kepadamu?"
"Iya wahai guru, dan para muridnya menceritakan permasalahan tadi."
Imam Haddad pun memberika wejangan
"hal itu tidak semestinya engkau menjawab, jika para guru-guru bertanya kepadamu maka jawablah: *"Allah yang lebih tau, kami disini untuk mengambil faedah darimu"*
Para murid-muridpun sowan yang kedua kalinya. Tibalah di ndalem Habib Ahmad Al Hinduan, dan beliau tiba tiba menanyakan hal yang sama. Para murid pun serentak menjawab.
" Allohu a'lam, kami disini untuk mengambil faedah ilmu kepadamu wahai tuan guru."
Dan kemudian Habib Ahmad al-Hinduan menjelaskan panjang lebar,
"yang dimaksud faqir disitu adalah, Khouful Faqri ( takut menjadi fakir)
<Kalam Habib Alwi bin Syihab: 2/249>
15- Jika seorang murid menemukan sesuatu yang menurutnya salah di dalam kitab atau keterangan gurunya, seharusnya ia tidak tergesa-gesa menyalahkannya. Akan tetapi hendaknya dia menafsirkannya dengan penafsiran yang baik, karena barang kali dialah yang telah salah memahaminya. atau yang semakna dengan pembahasan ini>
16- Orang yang bertanya kepada gurunya untuk melemahkannya atau ingin mengetahui apakah gurunya mengetahui jawabannya atau tidak, maka sesungguhnya *keberkahan ilmu dan guru akan dihilangkan darinya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
17- Ketika masih belajar, syekh Abdul Qodir al-Jilani berteman dengan Ibnu Saqâ dan Ibnu Abi 'Ishrûn dalam menelaah pelajaran, beliau memilih keduanya karena mereka tergolong orang yang cerdas dan pandai supaya dapat membantunya saat mempelajari kembali pelajaran dan memecahkan kesulitan dari pelajaran tersebut. Hingga suatu saat, mereka berkumpul dan bermusyawarah untuk pergi mengunjungi al-Ghouts yang merupakan sosok yang terkenal baik dan rajin beribadah serta diziarahi oleh berbagai kalangan dari berbagai penjuru. Al-Ghouts ini bertempat tinggal di pinggiran kota dan Habib Abdul Qodir menganjurkan keduanya untuk menziarahinya. Ketika mereka hendak berangkat, Ibnu Saqâ berkata: "Aku akan berangkat menemui al Ghouts dengan satu masalah yang sulit dan aku akan tanyakan kepadanya sehinga dia menjadi bingung dan tidak tahu apa yang akan dia katakan tentang pertanyaanku". Dan Ibnu Abi 'Ishrûn berkata: "Aku akan menanyainya tentang satu masalah yang tidak aku ketahui dan aku akan melihat, apa yang akan dia katakan nanti". Lalu keduanya bertanya: "Kalau kamu wahai Abdul Qodir?". Beliau menjawab: "Aku akan berangkat mengunjunginya demi mengharapkan berkah darinya tanpa menanyakan sesuatu apa pun, karena orang yang seperti ini sedang sibuk dengan sesuatu yang lebih agung bila dibanding dengan pertanyaan-pertanyaan kalian yaitu Allah . Lalu mereka bertiga berangkat dengan tujuan dan niat masing-masing. Setelah mereka mengetuk pintu, maka al-Ghauts membukakan pintu dan agak lamban keluar guna menemui mereka, setelah beberapa saat al-Ghauts menemui mereka dalam keadaan marah, memakai pakaian kewaliannya dan berkata kepada mereka "Adapun engkau wahai Ibnu Saqâ, kamu menemuiku untuk mengujiku dengan masalah ini, maka jawabannya ini, dalam kitab ini, di halaman ini, dan dia menjelaskannya", lalu Al-Ghouts berkata kepadanya: Keluarlah! karena sesungguhnya aku melihat api kekufuran menyala di antara tulang rusukmu, adapun kamu wahai Ibnu Abi 'Ishrûn, kamu keluar untuk menanyakan pada kami tentang masalah ilmiah agar kamu dapat melihat apa yang akan kami katakan, masalahnya adalah ini jawabannya ini, dalam kitab ini, keluarlah! karena sesungguhnya aku melihat dunia mengotorimu, adapun
engkau wahai anakku Abdul Qodir, kamu keluar mengharap berkah kami, permintaanmu insya Allah tercapai, dan engkau akan mengatakan: "telapak kakiku ini berada di atas pundak setiap wali". Lalu mereka semua keluar dari hadapan al-Ghouts. dan tidak lama setelah itu Ibnu Saqâ dipanggil dengan perintah raja untuk pergi ke ulamanya orang Nasrani guna mendebat mereka, karena raja mereka meminta kepada raja orang muslim, orang yang paling alim dari penduduknya untuk berdebat dengan mereka, maka berkumpul para penduduknya dan mereka sepakat menunjuk Ibnu Saqâ, mereka berkata: "dia yang paling cerdas dan yang paling alim", maka raja menyuruhnya pergi menemui orang-orang nasrani, ketika sampai di daerah mereka, dia melihat wanita nasrani dan jatuh cinta kepadanya dan tergila-gila dengannya, dia meminangnya lewat ayahnya, maka ayahnya menolak kecuali jika dia masuk agama mereka, lalu dia masuk agama mereka dan menjadi orang nasrani (kita memohon pada Allah keselamatan dari yang seperti itu), adapun Ibnu Abi Ishrûn, raja memberinya kepercayaan mengurus harta wakaf dan sedekah, maka datang kepadanya dunia dari semua arah, dia tahu bahwa ini sebab doa Al-ghouts (tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah), adapun habib Abdul Qadir, maka dia telah mencapai derajat yang tinggi sehingga dia berkata: "Telapak kakiku ini berada di atas bahu setiap wali", suaranya sampai kepada seluruh wali, dan mereka semua menundukkan kepala mereka tatkala mendengar perkataannya ini dan mengakuinya. <Tuhfatul Asyráf: 1/62>
18- قال الحبيب عبدالله الحداد رضي الله عنه: قراءة الفاتحة آخر المجلس عادة اهل اليمن، ورأى بعضهم أن القيامة قامت، وسمع مناديا ينادى: قوموا يا أهل الفاتحة! فقام اهل اليمن.
Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Membaca al Fatihah di akhir majlis adalah kebiasaan penduduk (Yaman), dan sebagian ulama bermimpi bahwa kiamat telah terjadi dan dia mendengar sebuah panggilan: "Wahai golongan orang yang membaca al Fâtihah, bangkitlah kalian!" Maka bangunlah penduduk Yaman". <Tatsbitul Fuád: 1/105>
19- السلف يقولون: الكتابة ومطالعة النحو بعد العصر تضعف العقل والبصر.
Ulama' Salaf berkata: *menulis dan belajar ilmu nahwu setelah Ashar dapat melemahkan akal dan penglihatan*. <al-Manhaj as-Sawy: 227> keterangan senada dalam kitab <Kalam Habib Ahmad Al-'Atthos 3:4>
Senin 2 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
18- قال الحبيب عبدالله الحداد رضي الله عنه: قراءة الفاتحة آخر المجلس عادة اهل اليمن، ورأى بعضهم أن القيامة قامت، وسمع مناديا ينادى: قوموا يا أهل الفاتحة! فقام اهل اليمن.
Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Membaca al Fatihah di akhir majlis adalah kebiasaan penduduk (Yaman), dan sebagian ulama bermimpi bahwa kiamat telah terjadi dan dia mendengar sebuah panggilan: "Wahai golongan orang yang membaca al Fâtihah, bangkitlah kalian!" Maka bangunlah penduduk Yaman". <Tatsbitul Fuád: 1/105>
19- السلف يقولون: الكتابة ومطالعة النحو بعد العصر تضعف العقل والبصر.
Ulama' Salaf berkata: *menulis dan belajar ilmu nahwu setelah Ashar dapat melemahkan akal dan penglihatan*. <al-Manhaj as-Sawy: 227> keterangan senada dalam kitab <Kalam Habib Ahmad Al-'Atthos 3:4>
Senin 2 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*Footnote Ke 1*
Versi lengkap cerita no.14
_____________
*Cara mendidik Imam Haddad kepada murid-muridnya.*
Ketika murid murid Imam Abdulloh bin Alwi al-Haddad sowan kepada Habib Ahmad bin Umar al Hinduan (sahabat Imam Haddad), Habib Ahmad bertanya kepada para murid-murid Imam Haddad.
"Apa pemaknaan dari doa Nabi :
اعوذ بك من الفقر؟
Aku memohon perlindungan kepada Allah dari sifat faqir?
Para muridnyapun seketika menjawab:
"Kami mendengar dari guru-guru kami maknanya adalah berlindung dari sedikitnya harta yang dengan disertai kegelisahan, kesusahan, rasa jemu, benci dan tidak ridho atas ketentuanNya.
Perbincangan pun selesai dan dilanjut dengan ramah tamah.
Setibanya kembali dirumah Imam Hadad, sang guru pun bertanya. "apakah beliau bertanya kepadamu?"
"Iya wahai guru, dan para muridnya menceritakan permasalahan tadi."
Imam Haddad pun memberika wejangan
"hal itu tidak semestinya engkau menjawab, jika para guru-guru bertanya kepadamu maka jawablah: *"Allah yang lebih tau, kami disini untuk mengambil faedah darimu"*
Lain waktu para murid-muridpun sowan yang kedua kalinya. Tibalah di ndalem Habib Ahmad Al Hinduan, dan beliau tiba tiba menanyakan hal yang sama.
"Apa makna dari doa Nabi:
اعوذ بك من الفقر؟
"Aku berlindung kepadamu dari sifat faqir"
Para murid pun serentak menjawab.
" Allohu a'lam, kami disini untuk mengambil faedah ilmu kepadamu wahai tuan guru."
Dan kemudian Habib Ahmad al-Hinduan menjelaskan panjang lebar,
"yang dimaksud faqir disitu adalah, Khouful Faqri ( takut menjadi fakir) jika rasa takut feqir ini sudah tersimpan dalam hati manusia, ia tidak aka pernah merasa kaya dan puas, seandainya ia memiliki pembendaharaan bumi dan isinyapun mereka tetap akan takut faqir, yang berakibat pada sifat bakhil dan muncul masalah-masalah yang lain semisal saling membunuh disebabkan takut faqir."
Begitulah seharusnya para Murid, selalu beradab kepada para guru dan Masyayikhnya.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
Versi lengkap cerita no.14
_____________
*Cara mendidik Imam Haddad kepada murid-muridnya.*
Ketika murid murid Imam Abdulloh bin Alwi al-Haddad sowan kepada Habib Ahmad bin Umar al Hinduan (sahabat Imam Haddad), Habib Ahmad bertanya kepada para murid-murid Imam Haddad.
"Apa pemaknaan dari doa Nabi :
اعوذ بك من الفقر؟
Aku memohon perlindungan kepada Allah dari sifat faqir?
Para muridnyapun seketika menjawab:
"Kami mendengar dari guru-guru kami maknanya adalah berlindung dari sedikitnya harta yang dengan disertai kegelisahan, kesusahan, rasa jemu, benci dan tidak ridho atas ketentuanNya.
Perbincangan pun selesai dan dilanjut dengan ramah tamah.
Setibanya kembali dirumah Imam Hadad, sang guru pun bertanya. "apakah beliau bertanya kepadamu?"
"Iya wahai guru, dan para muridnya menceritakan permasalahan tadi."
Imam Haddad pun memberika wejangan
"hal itu tidak semestinya engkau menjawab, jika para guru-guru bertanya kepadamu maka jawablah: *"Allah yang lebih tau, kami disini untuk mengambil faedah darimu"*
Lain waktu para murid-muridpun sowan yang kedua kalinya. Tibalah di ndalem Habib Ahmad Al Hinduan, dan beliau tiba tiba menanyakan hal yang sama.
"Apa makna dari doa Nabi:
اعوذ بك من الفقر؟
"Aku berlindung kepadamu dari sifat faqir"
Para murid pun serentak menjawab.
" Allohu a'lam, kami disini untuk mengambil faedah ilmu kepadamu wahai tuan guru."
Dan kemudian Habib Ahmad al-Hinduan menjelaskan panjang lebar,
"yang dimaksud faqir disitu adalah, Khouful Faqri ( takut menjadi fakir) jika rasa takut feqir ini sudah tersimpan dalam hati manusia, ia tidak aka pernah merasa kaya dan puas, seandainya ia memiliki pembendaharaan bumi dan isinyapun mereka tetap akan takut faqir, yang berakibat pada sifat bakhil dan muncul masalah-masalah yang lain semisal saling membunuh disebabkan takut faqir."
Begitulah seharusnya para Murid, selalu beradab kepada para guru dan Masyayikhnya.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote Ke 2*
____________
قال السادةالصوفية :((من لم يرخطأ شيخه خيرا من صواب نفسه لم ينتفع)) ويقول (المتعلم) اللهم استر عيب معلمى عنى ولاتذهب بركة علمه منى.
Para ulama' ahli sufi berkata: *Siapa yang tidak bisa melihat kesalahan gurunya lebih baik dari kebenaran dirinya, maka ia tidak akan mendapatkan manfaatnya ilmu.*
Santri hendaknya berdoa: Allôhummastur 'ayba mu'allimî 'annî wa lâ tudzhib barokata 'ilmihî 'annî Âmîn (Ya Allah tutupilah 'aib guruku dariku, dan jangan hilangkan barokah ilmunya dariku).
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
____________
قال السادةالصوفية :((من لم يرخطأ شيخه خيرا من صواب نفسه لم ينتفع)) ويقول (المتعلم) اللهم استر عيب معلمى عنى ولاتذهب بركة علمه منى.
Para ulama' ahli sufi berkata: *Siapa yang tidak bisa melihat kesalahan gurunya lebih baik dari kebenaran dirinya, maka ia tidak akan mendapatkan manfaatnya ilmu.*
Santri hendaknya berdoa: Allôhummastur 'ayba mu'allimî 'annî wa lâ tudzhib barokata 'ilmihî 'annî Âmîn (Ya Allah tutupilah 'aib guruku dariku, dan jangan hilangkan barokah ilmunya dariku).
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote Ke 3*
______________
*MEMBACA FATIHAH SEBELUM PELAJARAN*
Sebelum memulai pelajaran, biasanya seorang guru mengajak muridnya untuk membaca surat al-Fatihah terlebih dulu. Apakah hal seperti itu dianjurkan dan apa faidahnya?
Jawaban: Dianjurkan, dan faidahnya adalah tabarrukan.
ومن اداب المعلم فى درسه أن يقدم على الشروع فى التدريس قراءة شيء من كتاب الله تعالى تبركا وتيمنا.
Sebagian adabnya guru ketika mengajar adalah membaca sesuatu dari al-Qur'an sebelum memulai pelajarannya dengan tujuan mengambil berkah. <adabul alim wal muta'allim: 73>
*ACARA DIAKHIRI DENGAN BACAAN FATIHAH*
Bagaimana hukum membuka atau menutup suatu acara dengan bacaan al-Fatihah?
Jawaban: Hal semacam ini dianggap baik menurut syariat.
(مسئلة ش) جرت عادة عامة المسلمين بجميع الأقطار ترتيب الفاتحة وقرائتها بعد الدعوات فى ختام المجلس.. إلى أن قال.. فهى مستحسنة شرعا وان لم يكن لها أصل من كتاب وسنة. < نهاية المفيد: ١٨-١٩>
*KEBIASAAN MEMBACA FATIHAH DI AKHIR MAJLIS ADALAH ADAT PENDUDUK YAMAN*
Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Membaca al Fatihah di akhir majlis adalah kebiasaan penduduk (Yaman), dan sebagian ulama bermimpi bahwa kiamat telah terjadi dan dia mendengar sebuah panggilan: "Wahai golongan orang yang membaca al Fâtihah, bangkitlah kalian!" Maka bangunlah penduduk Yaman". <Tatsbitul Fuád: 1/105>
قال الحبيب عبدالله الحداد رضي الله عنه: قراءة الفاتحة آخر المجلس عادة اهل اليمن، ورأى بعضهم أن القيامة قامت، وسمع مناديا ينادى: قوموا يا أهل الفاتحة! فقام اهل اليمن.
*MAJLIS DIBUBARKAN DENGAN BACAAN SHALAWAT*
Santri mengatakan *Allôhumma solli 'alâ muhammad* dengan tujuan membubarkan jamaah atau sebuah kumpulan saat jam'iyyah. Serentak para jamaah menyahut *sholli 'alaih* dan mereka pulang ke kamarnya masing-masing. Bagaimana syariat menanggapi praktek pembubaran jamaah dengan shalawat?
Jawaban: Hukumnya sunah jika diniati dzikir, dan makruh jika diniati membubarkan majlis (tidak disertai dengan niat menghasilkan fadlilahnya shalawat)
1 - الفواكه الدوانى على رسالة ابن زيد القيرواني للشيخ أحمد بن غنيم النفراوي المالكي ( جـ 2 صـ 391 ) دار الفكر
خاتمة تثمل علي مساىل:الي ان قال ومنها ان الانسان اذا اورد الصلاة والسلام عقب اتمام عمل كما هنا لا ينبغى له ان يقصد بهما الاعلام باتمامه بل لا ينبغى له ان لا يقصد الا تحصيل فضيلتهما والا دخل فى الكرهة وكذا قولهم عند النمام والله اعلم سواء.
2 - الدر المنضود فى الصلاة والسلام على صاحب المقام المحمود للشيخ ابن الحجر الهيتمي صـ 200- 248
الفصل السادس فى ذكر أمور مخصوصة تشرع الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم _الى ان قال_ التاسع والثلاثون عند تفرق القوم بعد اجتماعهم وعند القيام من المجلس وفى كل محل يجتمع فيه لذكر الله تعالى مر فى مبحث (قبائح تارك الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم) حديث ان كل مجلس خلا عن ذكره صلى الله عليه وسلم ...كلن على أهله تراة من الله يوم القيامة وقاموا عن أنتن جيفة . وجاء عن سفيان رضي الله عنه أنه كان اذا اراد القيام يقول صلى الله وملائكته على محمد وعلى أنبيائه وملائكته . ومر فى الفوائد حديث أن سيارة من الملائكة.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
______________
*MEMBACA FATIHAH SEBELUM PELAJARAN*
Sebelum memulai pelajaran, biasanya seorang guru mengajak muridnya untuk membaca surat al-Fatihah terlebih dulu. Apakah hal seperti itu dianjurkan dan apa faidahnya?
Jawaban: Dianjurkan, dan faidahnya adalah tabarrukan.
ومن اداب المعلم فى درسه أن يقدم على الشروع فى التدريس قراءة شيء من كتاب الله تعالى تبركا وتيمنا.
Sebagian adabnya guru ketika mengajar adalah membaca sesuatu dari al-Qur'an sebelum memulai pelajarannya dengan tujuan mengambil berkah. <adabul alim wal muta'allim: 73>
*ACARA DIAKHIRI DENGAN BACAAN FATIHAH*
Bagaimana hukum membuka atau menutup suatu acara dengan bacaan al-Fatihah?
Jawaban: Hal semacam ini dianggap baik menurut syariat.
(مسئلة ش) جرت عادة عامة المسلمين بجميع الأقطار ترتيب الفاتحة وقرائتها بعد الدعوات فى ختام المجلس.. إلى أن قال.. فهى مستحسنة شرعا وان لم يكن لها أصل من كتاب وسنة. < نهاية المفيد: ١٨-١٩>
*KEBIASAAN MEMBACA FATIHAH DI AKHIR MAJLIS ADALAH ADAT PENDUDUK YAMAN*
Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Membaca al Fatihah di akhir majlis adalah kebiasaan penduduk (Yaman), dan sebagian ulama bermimpi bahwa kiamat telah terjadi dan dia mendengar sebuah panggilan: "Wahai golongan orang yang membaca al Fâtihah, bangkitlah kalian!" Maka bangunlah penduduk Yaman". <Tatsbitul Fuád: 1/105>
قال الحبيب عبدالله الحداد رضي الله عنه: قراءة الفاتحة آخر المجلس عادة اهل اليمن، ورأى بعضهم أن القيامة قامت، وسمع مناديا ينادى: قوموا يا أهل الفاتحة! فقام اهل اليمن.
*MAJLIS DIBUBARKAN DENGAN BACAAN SHALAWAT*
Santri mengatakan *Allôhumma solli 'alâ muhammad* dengan tujuan membubarkan jamaah atau sebuah kumpulan saat jam'iyyah. Serentak para jamaah menyahut *sholli 'alaih* dan mereka pulang ke kamarnya masing-masing. Bagaimana syariat menanggapi praktek pembubaran jamaah dengan shalawat?
Jawaban: Hukumnya sunah jika diniati dzikir, dan makruh jika diniati membubarkan majlis (tidak disertai dengan niat menghasilkan fadlilahnya shalawat)
1 - الفواكه الدوانى على رسالة ابن زيد القيرواني للشيخ أحمد بن غنيم النفراوي المالكي ( جـ 2 صـ 391 ) دار الفكر
خاتمة تثمل علي مساىل:الي ان قال ومنها ان الانسان اذا اورد الصلاة والسلام عقب اتمام عمل كما هنا لا ينبغى له ان يقصد بهما الاعلام باتمامه بل لا ينبغى له ان لا يقصد الا تحصيل فضيلتهما والا دخل فى الكرهة وكذا قولهم عند النمام والله اعلم سواء.
2 - الدر المنضود فى الصلاة والسلام على صاحب المقام المحمود للشيخ ابن الحجر الهيتمي صـ 200- 248
الفصل السادس فى ذكر أمور مخصوصة تشرع الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم _الى ان قال_ التاسع والثلاثون عند تفرق القوم بعد اجتماعهم وعند القيام من المجلس وفى كل محل يجتمع فيه لذكر الله تعالى مر فى مبحث (قبائح تارك الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم) حديث ان كل مجلس خلا عن ذكره صلى الله عليه وسلم ...كلن على أهله تراة من الله يوم القيامة وقاموا عن أنتن جيفة . وجاء عن سفيان رضي الله عنه أنه كان اذا اراد القيام يقول صلى الله وملائكته على محمد وعلى أنبيائه وملائكته . ومر فى الفوائد حديث أن سيارة من الملائكة.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*Footnote 4*
___________
*FADHILAH MAJLIS ILMU YANG BANYAK ORANG MELALAIKANNYA*
Teman-temanku yang dimuliakan Allah swt, siapa diantara kita yang ingin diangkat derajatnya oleh Allah maka carilah majlis-majlis ilmu, karena Allah memberikan ganjaran sangat besar ada didalamnya. Banyak sekali hadist-hadist Nabi, nasehat para sahabat,tabi'in dan kaum shalihin yang telah menjelaskannya. Diantaranya:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: " «إِنَّ لُقْمَانَ قَالَ لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ عَلَيْكَ بِمُجَالَسَةِ الْعُلَمَاءِ، وَاسْمَعْ كَلَامَ الْحُكَمَاءِ، فَإِنَّ اللَّهَ لَيُحْيِي الْقَلْبَ الْمَيِّتَ بِنُورِ الْحِكْمَةِ، كَمَا يُحْيِي الْأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ الْمَطَرِ» "
Dari Umamah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: 《Seungguhnya Luqman Al-hakim berwasiat kepada putranya: "Wahai putraku, lazimilah majlis para Ulama & dengarkannlah ucapan ahli hikmah ! Karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah (ilmu), sebagaimana Dia menghidupkan tanah yg mati dengan tetesan air hujan"》
وقال عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن الرجل ليخرج من منزله وعليه من الذنوب مثل جبال تهامة فإذا سمع العالم خاف واسترجع عن ذنوبه وانصرف إلى منزله وليس عليه ذنب فلا تفارقوا مجالس العلماء فإن الله عز وجل لم يخلق على وجه الأرض تربة أكرم من مجالس العلماء
Berkata Sayyidina Umar bin Khottob ra:
"Sesungguhnya seseorang yang keluar dari rumah sedangkan dia menanggung dosa seberat gunung tihamah, tatkala dia mendengar perkataan orang alim yang membuatnya takut dan bertaubat, maka ketika kembali ke rumah dia dalam keadaan tanpa memiliki dosa sedikitpun. Janganlah kalian tinggalkan majlisnya para ulama, karena sesungguhnya Allah SWT tidaklah menciptakan tempat dimuka bumi ini yang lebih mulia dari majlisnya para ulama."
حدثنا عبدان بن أحمد،ثنا هشام بن عمار،ثنا محمد بن شعيب،ثنا ثور بن يزيد،عن خالد بن معدان، عن أبي أمامة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:«من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه،كان له كأجر حاج تاما حجته»
Rasulullah ﷺ bersabda: barang siapa pergi ke majid(majlis ilmu)dengan niat belajar agama (ngaji) atau niat mengajar maka pahalanya adalah seperti orang yang haji secara sempurna. <Mu'jam kabir jus 8 hal 94>
مجلس فقه خير من عبادة ستين سنة
Diriwayatkan imam ad-dailami dar hadis nya sohabat ibnu umar bahwa majlis fiqh lebih baik dari pada ibadah sunnah 60 tahun <Manhajus sawi 99>
أن الاشتغال بالعلم لله أفضل من نوافل العبادات البدنية من صلاة وصيام وتسبيح ودعاء ونحو ذلك
Bahwa sesungguhnya belajar ilmu/ngaji syariat dengan niat karna Allah itu lebih utama dari pada ibadah SUNNAH badaniyyah seperti solat,puasa,membaca tasbih,berdoa dll. <Manhajus sawi 99>
كان الإمامان سفيان الثوري والشافعي يقولان:ليس شيئ بعد الفرائض أفضل من طلب العلم
Imam sufyan at-sauri dan imam syafi'i berkata: tidak ada sesuatu ibadah setelah fardu yang lebih utama dari pada menuntut ilmu/ngaji.
<Manhajus sawi 100>
وقال سيدنا الإمام أحمد بن زين الحبشي رضي الله عنه؛مسألة من العلم خير من مئة عبادة،ومن يطلب العلم خير ممن يجتهد فى العبادة ليله ونهاره
Imam ahmad bin zain al-habsyi berkata: satu masalah dari ilmu lebih baik dari 100 ibadah sunnah,dan orang yang menuntut ilmu/ngaji itu lebih baik dari pada orang yang beribadah sunnah diwaktu malam dan siang
<Manhajus sawi 101>
أن العلم أي تعلمه وتعليمه أرفع وأفضل من سائر الأعمال التي يتقرب بها إلى الله تعالى رب البريات فهو من أفضل العبادات.
Bahwa ngaji dan mulang itu lebih tinggi kedudukanya dan lebih utama dari amal-amal taqorrub kepada Allôh,karna ilmu(ngaji dan mulang) adalah besar-besar nya ibadah dan utamanya taat. <Manhajus sawi 101>
وقال الامام الحسن البصري رحمه الله:لو كان للعلم صورة لكانت صورته أحسن من صورة الشمس والقمر والنجوم والسماء
Andaikan ilmu mempunyai bentuk rupa,maka ilmu mempunyai rupa yang lebih indah dari matahari,rembulan,bintang dan langit.
<Manhajus sawi 90>
أخبرنا محمد بن كثير،عن الأوزاعي،عن بحير بن سعد،عن خالد بن معدان،قال: «الناس عالم ومتعلم،وما بين ذلك همج لا خير فيه»
Khalid bin Ma'dan ia berkata: "Manusia (terbagi dua) yaitu alim (orang yang mengajar) dan pelajar,selain itu adalah orang hina yang tidak ada kebaikan". <
___________
*FADHILAH MAJLIS ILMU YANG BANYAK ORANG MELALAIKANNYA*
Teman-temanku yang dimuliakan Allah swt, siapa diantara kita yang ingin diangkat derajatnya oleh Allah maka carilah majlis-majlis ilmu, karena Allah memberikan ganjaran sangat besar ada didalamnya. Banyak sekali hadist-hadist Nabi, nasehat para sahabat,tabi'in dan kaum shalihin yang telah menjelaskannya. Diantaranya:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: " «إِنَّ لُقْمَانَ قَالَ لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ عَلَيْكَ بِمُجَالَسَةِ الْعُلَمَاءِ، وَاسْمَعْ كَلَامَ الْحُكَمَاءِ، فَإِنَّ اللَّهَ لَيُحْيِي الْقَلْبَ الْمَيِّتَ بِنُورِ الْحِكْمَةِ، كَمَا يُحْيِي الْأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ الْمَطَرِ» "
Dari Umamah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: 《Seungguhnya Luqman Al-hakim berwasiat kepada putranya: "Wahai putraku, lazimilah majlis para Ulama & dengarkannlah ucapan ahli hikmah ! Karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah (ilmu), sebagaimana Dia menghidupkan tanah yg mati dengan tetesan air hujan"》
وقال عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن الرجل ليخرج من منزله وعليه من الذنوب مثل جبال تهامة فإذا سمع العالم خاف واسترجع عن ذنوبه وانصرف إلى منزله وليس عليه ذنب فلا تفارقوا مجالس العلماء فإن الله عز وجل لم يخلق على وجه الأرض تربة أكرم من مجالس العلماء
Berkata Sayyidina Umar bin Khottob ra:
"Sesungguhnya seseorang yang keluar dari rumah sedangkan dia menanggung dosa seberat gunung tihamah, tatkala dia mendengar perkataan orang alim yang membuatnya takut dan bertaubat, maka ketika kembali ke rumah dia dalam keadaan tanpa memiliki dosa sedikitpun. Janganlah kalian tinggalkan majlisnya para ulama, karena sesungguhnya Allah SWT tidaklah menciptakan tempat dimuka bumi ini yang lebih mulia dari majlisnya para ulama."
حدثنا عبدان بن أحمد،ثنا هشام بن عمار،ثنا محمد بن شعيب،ثنا ثور بن يزيد،عن خالد بن معدان، عن أبي أمامة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:«من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه،كان له كأجر حاج تاما حجته»
Rasulullah ﷺ bersabda: barang siapa pergi ke majid(majlis ilmu)dengan niat belajar agama (ngaji) atau niat mengajar maka pahalanya adalah seperti orang yang haji secara sempurna. <Mu'jam kabir jus 8 hal 94>
مجلس فقه خير من عبادة ستين سنة
Diriwayatkan imam ad-dailami dar hadis nya sohabat ibnu umar bahwa majlis fiqh lebih baik dari pada ibadah sunnah 60 tahun <Manhajus sawi 99>
أن الاشتغال بالعلم لله أفضل من نوافل العبادات البدنية من صلاة وصيام وتسبيح ودعاء ونحو ذلك
Bahwa sesungguhnya belajar ilmu/ngaji syariat dengan niat karna Allah itu lebih utama dari pada ibadah SUNNAH badaniyyah seperti solat,puasa,membaca tasbih,berdoa dll. <Manhajus sawi 99>
كان الإمامان سفيان الثوري والشافعي يقولان:ليس شيئ بعد الفرائض أفضل من طلب العلم
Imam sufyan at-sauri dan imam syafi'i berkata: tidak ada sesuatu ibadah setelah fardu yang lebih utama dari pada menuntut ilmu/ngaji.
<Manhajus sawi 100>
وقال سيدنا الإمام أحمد بن زين الحبشي رضي الله عنه؛مسألة من العلم خير من مئة عبادة،ومن يطلب العلم خير ممن يجتهد فى العبادة ليله ونهاره
Imam ahmad bin zain al-habsyi berkata: satu masalah dari ilmu lebih baik dari 100 ibadah sunnah,dan orang yang menuntut ilmu/ngaji itu lebih baik dari pada orang yang beribadah sunnah diwaktu malam dan siang
<Manhajus sawi 101>
أن العلم أي تعلمه وتعليمه أرفع وأفضل من سائر الأعمال التي يتقرب بها إلى الله تعالى رب البريات فهو من أفضل العبادات.
Bahwa ngaji dan mulang itu lebih tinggi kedudukanya dan lebih utama dari amal-amal taqorrub kepada Allôh,karna ilmu(ngaji dan mulang) adalah besar-besar nya ibadah dan utamanya taat. <Manhajus sawi 101>
وقال الامام الحسن البصري رحمه الله:لو كان للعلم صورة لكانت صورته أحسن من صورة الشمس والقمر والنجوم والسماء
Andaikan ilmu mempunyai bentuk rupa,maka ilmu mempunyai rupa yang lebih indah dari matahari,rembulan,bintang dan langit.
<Manhajus sawi 90>
أخبرنا محمد بن كثير،عن الأوزاعي،عن بحير بن سعد،عن خالد بن معدان،قال: «الناس عالم ومتعلم،وما بين ذلك همج لا خير فيه»
Khalid bin Ma'dan ia berkata: "Manusia (terbagi dua) yaitu alim (orang yang mengajar) dan pelajar,selain itu adalah orang hina yang tidak ada kebaikan". <
Sunan ad-darimi jus 1 hal 351>
Riwayat Abu Dzar ra:
حضور مجلس عالم أفضل من صلاة ألف ركعة وعيادة ألف مريض وشهود ألف جنازة
"Hadirnya seseorang di majlisnya orang alim adalah lebih utama dari 1000 rakaat (sunnah), lebih utama pula dari menjenguk 1000 orang sakit & lebih utama pula dari menyaksikan (mengantarkan) 1000 jenazah."
Coba kita berfikir sejenak menghadiri majlis ilmu yang tidak mengeluarkan tenaga besar ternyata masih lebih besar pahalanya dari seribu rakaat sunnah, mengapa demikian karena shalat kita setiap rakaatnya itu tergantung dengan ilmu yang kita miliki.
Yang lebih hebatnya lagi lebih besar pahalanya dari mengantar seribu jenazah. Taukah kita bagaimana pahala mengantarkan satu jenazah muslim, Nabi katakan orang tersebut mendapatkan 1 qiroth (القيراط) yang nilainya sama seperti sedekah satu gunung emas. SUBHANALLAH !!! Itu baru satu jenazah muslim yang kita antar, sedangkan menghadiri majlis ilmu adalah lebih besar pahalanya dari mengantarkan 1000 jenazah!
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
Riwayat Abu Dzar ra:
حضور مجلس عالم أفضل من صلاة ألف ركعة وعيادة ألف مريض وشهود ألف جنازة
"Hadirnya seseorang di majlisnya orang alim adalah lebih utama dari 1000 rakaat (sunnah), lebih utama pula dari menjenguk 1000 orang sakit & lebih utama pula dari menyaksikan (mengantarkan) 1000 jenazah."
Coba kita berfikir sejenak menghadiri majlis ilmu yang tidak mengeluarkan tenaga besar ternyata masih lebih besar pahalanya dari seribu rakaat sunnah, mengapa demikian karena shalat kita setiap rakaatnya itu tergantung dengan ilmu yang kita miliki.
Yang lebih hebatnya lagi lebih besar pahalanya dari mengantar seribu jenazah. Taukah kita bagaimana pahala mengantarkan satu jenazah muslim, Nabi katakan orang tersebut mendapatkan 1 qiroth (القيراط) yang nilainya sama seperti sedekah satu gunung emas. SUBHANALLAH !!! Itu baru satu jenazah muslim yang kita antar, sedangkan menghadiri majlis ilmu adalah lebih besar pahalanya dari mengantarkan 1000 jenazah!
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
*ADAB SEORANG MURID TERHADAP GURUNYA*
*Materi Ke 24 hal. 40-41*
بسم الله الرحمن الرحيم
1- Sebagian ulama berkata :
سبعون فى مائة أن العلم ينال بسبب قوة الرابطة بين المريد وشيخه
*70 % ilmu itu diperoleh dengan sebab ikatan yang kuat antara murid dan gurunya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
2- اذا رايت المريدممتلئا بتعظيم شيخه واجلاله مجتمعا بظاهره وباطنه على اعتقاده وامتثاله والتاءدب بادابه فلا بدّ أن يرث سره أو شيئا منه إن بقي بعده.
Jika kamu melihat seorang murid penuh dengan penghormatan kepada gurunya dan memuliakannya, terkumpul dalam lahir dan batinnya dengan keyakinannya dan melaksanakan perintahnya serta beradab dengan tata kramanya, maka dia pasti akan mewarisi sir (rahasia/keistimewaan) gurunya atau sebagiannya jika dia masih hidup setelahnya. <Adab Sulukil Murid : 58>
3- Imam Ali bin Hasan Al-Attos berkata: Sesungguhnya perolehan ilmu, terbukanya hati, dan cahaya [yaitu terbukanya tabir] itu *berdasarkan ukuran adab seorang murid kepada gurunya.* Dan berdasarkan besarnya adab yang ada pada dirimu, tidak diragukan lagi, sebesar itulah kedudukanmu di sisi Allah. <al-Manhaj as-Sawiy : 217> keterangan senada di <AlAthiyyah al Haniyyah: 22>
4- Adab murid dalam majlis gurunya, seyogyanya dia senantiasa diam dari perkataan yang baik kecuali jika guru menyuruhnya dan dia menemukan kesempatan dari guru. <Awariful Ma'arif: 5/188>
5- Amin dan Makmun adalah putra Harun Ar-Rasyid yang selalu berlomba dalam memakaikan sepasang sandal gurunya Alkisa'i, maka gurunya berkata kepada keduanya saat itu: "Setiap satu orang memasangkan satu sandal". <alManhaj asSawiy: 217> keterangan senada di <AlAthiyah al Haniyyah: 22>
6- Imam Sya'roni bercerita: "telah sampai suatu kabar kepadaku dari Syekh Bahauddin as-Subki, beliau berkata: Ketika aku sedang berkendara bersama ayahku [syekh Taqiyuddin Assubki] di jalanan di Syam, tiba-tiba ayahku mendengar seorang petani Syam berkata: aku pernah bertanya kepada Alfaqih Muhyiddin anNawawi tentang masalah ini dan itu, lalu ayahku turun dari kudanya dan berkata: Demi Allah aku tidak akan mengendarai dan orang yang matanya pernah memandang Muhyiddin an Nawawi sedang berjalan, lalu beliau memaksa petani itu dengan bersumpah atas nama Allah untuk menaiki kuda dan akhirnya syekh Taqiyuddin Assubki berjalan kaki sampai ke kota Syam". Imam Sya'roni berkata: "Begitulah [wahai saudaraku] yang para ulama lakukan terhadap guru guru mereka, padahal dia tidak pernah menemuinya dan itu terjadi setelah beberapa tahun dari kematian gurunya" <al-Manhaj as Sawiy: 218> keterangan senada di <Tadzkirun-Nás: 59>
7- Habib Ali bin Abdullah Assegaf mendapatkan ilmu dari habib Ali bin Abdullah al-Idrus, dan jika ada yang datang kepadanya walaupun masih kecil dari keturunan al-Idrus, ia tidak mendahuluinya karena adab kepada gurunya. <Kalámul Habib 'Alwiy Ibnu Syiháb: 1/84>
8- Abdullah bin Abbas berkata:
ذللت طالبا فعززت مطلوبا
*Dulu aku terhina saat mencari ilmu, lalu aku menjadi mulia saat menjadi guru*. <al-Manhaj as-Sawiy: 144> keterangan senada di <At Tibyán: 40>
9- Muhammad bin Husain AzZubaidi, seorang pengarang kitab Tafsir sangat mengagungkan sosok gurunya dan begitu beradab kepadanya, Al'allamah Al Mûqiri. Bahkan jika ada surat yang datang dari gurunya, dia *tidak memegangnya kecuali dalam keadaan suci, dan tidak membacanya kecuali dengan menghadap kiblat*. <Masthurul-Ifadah: 17>
10- Di antara adab para salaf mereka tidak mau berludah ke suatu arah yang mana gurunya sedang berada diarah itu. <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
Selasa 3 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*Materi Ke 24 hal. 40-41*
بسم الله الرحمن الرحيم
1- Sebagian ulama berkata :
سبعون فى مائة أن العلم ينال بسبب قوة الرابطة بين المريد وشيخه
*70 % ilmu itu diperoleh dengan sebab ikatan yang kuat antara murid dan gurunya.* <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
2- اذا رايت المريدممتلئا بتعظيم شيخه واجلاله مجتمعا بظاهره وباطنه على اعتقاده وامتثاله والتاءدب بادابه فلا بدّ أن يرث سره أو شيئا منه إن بقي بعده.
Jika kamu melihat seorang murid penuh dengan penghormatan kepada gurunya dan memuliakannya, terkumpul dalam lahir dan batinnya dengan keyakinannya dan melaksanakan perintahnya serta beradab dengan tata kramanya, maka dia pasti akan mewarisi sir (rahasia/keistimewaan) gurunya atau sebagiannya jika dia masih hidup setelahnya. <Adab Sulukil Murid : 58>
3- Imam Ali bin Hasan Al-Attos berkata: Sesungguhnya perolehan ilmu, terbukanya hati, dan cahaya [yaitu terbukanya tabir] itu *berdasarkan ukuran adab seorang murid kepada gurunya.* Dan berdasarkan besarnya adab yang ada pada dirimu, tidak diragukan lagi, sebesar itulah kedudukanmu di sisi Allah. <al-Manhaj as-Sawiy : 217> keterangan senada di <AlAthiyyah al Haniyyah: 22>
4- Adab murid dalam majlis gurunya, seyogyanya dia senantiasa diam dari perkataan yang baik kecuali jika guru menyuruhnya dan dia menemukan kesempatan dari guru. <Awariful Ma'arif: 5/188>
5- Amin dan Makmun adalah putra Harun Ar-Rasyid yang selalu berlomba dalam memakaikan sepasang sandal gurunya Alkisa'i, maka gurunya berkata kepada keduanya saat itu: "Setiap satu orang memasangkan satu sandal". <alManhaj asSawiy: 217> keterangan senada di <AlAthiyah al Haniyyah: 22>
6- Imam Sya'roni bercerita: "telah sampai suatu kabar kepadaku dari Syekh Bahauddin as-Subki, beliau berkata: Ketika aku sedang berkendara bersama ayahku [syekh Taqiyuddin Assubki] di jalanan di Syam, tiba-tiba ayahku mendengar seorang petani Syam berkata: aku pernah bertanya kepada Alfaqih Muhyiddin anNawawi tentang masalah ini dan itu, lalu ayahku turun dari kudanya dan berkata: Demi Allah aku tidak akan mengendarai dan orang yang matanya pernah memandang Muhyiddin an Nawawi sedang berjalan, lalu beliau memaksa petani itu dengan bersumpah atas nama Allah untuk menaiki kuda dan akhirnya syekh Taqiyuddin Assubki berjalan kaki sampai ke kota Syam". Imam Sya'roni berkata: "Begitulah [wahai saudaraku] yang para ulama lakukan terhadap guru guru mereka, padahal dia tidak pernah menemuinya dan itu terjadi setelah beberapa tahun dari kematian gurunya" <al-Manhaj as Sawiy: 218> keterangan senada di <Tadzkirun-Nás: 59>
7- Habib Ali bin Abdullah Assegaf mendapatkan ilmu dari habib Ali bin Abdullah al-Idrus, dan jika ada yang datang kepadanya walaupun masih kecil dari keturunan al-Idrus, ia tidak mendahuluinya karena adab kepada gurunya. <Kalámul Habib 'Alwiy Ibnu Syiháb: 1/84>
8- Abdullah bin Abbas berkata:
ذللت طالبا فعززت مطلوبا
*Dulu aku terhina saat mencari ilmu, lalu aku menjadi mulia saat menjadi guru*. <al-Manhaj as-Sawiy: 144> keterangan senada di <At Tibyán: 40>
9- Muhammad bin Husain AzZubaidi, seorang pengarang kitab Tafsir sangat mengagungkan sosok gurunya dan begitu beradab kepadanya, Al'allamah Al Mûqiri. Bahkan jika ada surat yang datang dari gurunya, dia *tidak memegangnya kecuali dalam keadaan suci, dan tidak membacanya kecuali dengan menghadap kiblat*. <Masthurul-Ifadah: 17>
10- Di antara adab para salaf mereka tidak mau berludah ke suatu arah yang mana gurunya sedang berada diarah itu. <atau yang semakna dengan pembahasan ini>
Selasa 3 Juli 2018
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
*Footnote 1*
___________
*Pentingnya mempunyai Guru*
Ada maqolah ulama yang berbunyi :
مَنْ تَعَلَّمَ اْلعِلْمَ وَلَيْسَ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ شَيْطَانٌ
Barang siapa yang belajar ilmu namun tidak berguru, maka gurunya adalah setan.
Bahkan Imam Bukhari yang terkenal ahli hadits itu jumlah gurunya sampai 1.080 orang.
Oleh karena itu banyak ulama yang berkata tentang pentingnya berguru dalam mempelajari ilmu bagi penuntut ilmu tingkat dasar dan menengah, diantaranya adalah :
1. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.
Beliau berkata :
فَاعْلَمْ أَنَّ الْأُسْتَاذَ فَاتِحٌ وَمُسَهِّلٌ، وَالتَّحْصِيْلُ مَعَهُ أَسْهَلُ وَأَرْوَحُ
"Ketahuilah olehmu, bahwasanya guru itu adalah pembuka (yang tertutup) dan memudahkan (yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah dan lebih menyenangkan."
(Minhajul 'Abidin ilaa Janhati Rabbil 'Alamiin, halaman 8).
2. Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqaf.
Beliau berkata :
إِنَّ الْمَشِيْخَةَ شَأْنُهَا عَظِيْمٌ وَأَمْرُهَا عَالٍ جَسِيْمٌ
"Sesungguhnya guru itu kedudukannya sangat penting dan peranannya amat tinggi lagi besar." (Kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25).
3. Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar Al-Hadhrami.
Beliau berkata :
إِنَّ اْلأَخْذَ مِنْ شَيْخٍ لَهُ تَمَامُ الْإِطِّلَاعِ مِمَّا يُتَعَيَّنُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ، وَأَمَّا مُجَرَّدُ اْلمُطَالَعَةِ بِغَيْرِ شَيْخٍ إِتِّكَالًا عَلَى اْلفَهْمِ فَقَلِيْلَةُ الْجَدْوَى إِذْ لَابُدَّ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ مُشْكِلَاتٌ تَتَّضِحُ لَهُ إِلَّا إِنْ حَلَّهَا شَيْخٌ
"Bahwasanya mengambil ilmu dari seseorang guru yang sempurna penelaahannya itu dipandang penting bagi orang yang menuntut ilmu. Dan adapun semata-mata muthala'ah tanpa ada bimbingan dari guru karena mengandalkan pemahaman sendiri saja, maka sedikit hasilnya. Karena jika dia menemukan kerumitan-kerumitan, tidak akan jelas baginya kecuali adanya uraian dari guru."
(Kitab manhalul Wurraadi min Faidhil Imdaadi, halaman 102).
4. Dalam kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25 dan kitab Taudhihul Adillah, juz III, halaman 147, terdapat syair :
مَنْ يَأْخُذِ الْعِلْمَ عَنْ شَيْخٍ مُشَافَهَةً # يَكُنْ عَنِ الزَّيْغِ وَالتَّحْرِيْفِ فِى حَرَمٍ
"Barang siapa yang mengambil ilmu dari seorang guru secara langsung bergadap-hadapan # niscaya akan terjagalah dia dari kesesatan dan kekeliruan
وَإِنَّ بْتِغَاءَ اْلعِلْمِ دُوْنَ مُعَلِّمٍ # كَمُوْقِدِ مِصْبَاحٍ وَلَيْسَ لَهُ دُهْنٌ
Dan bahwasanya menuntut ilmu tanpa ada bimbingan dari guru # Laksana seseorang yang menyalakan pelita, padahal pelita itu tidak berminyak.
كُلُّ مَنْ يَطْلُبُ اْلعُلُوْمَ فَرِيْدًا # دُوْنَ شَيْخٍ فَإِنَّهُ فِى ضَلَالٍ
Setiap orang yang menuntut ilmu secara tersendiri # tanpa guru, maka sesungguhnya dia berada dalam kesesatan."
___________
*Pentingnya mempunyai Guru*
Ada maqolah ulama yang berbunyi :
مَنْ تَعَلَّمَ اْلعِلْمَ وَلَيْسَ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ شَيْطَانٌ
Barang siapa yang belajar ilmu namun tidak berguru, maka gurunya adalah setan.
Bahkan Imam Bukhari yang terkenal ahli hadits itu jumlah gurunya sampai 1.080 orang.
Oleh karena itu banyak ulama yang berkata tentang pentingnya berguru dalam mempelajari ilmu bagi penuntut ilmu tingkat dasar dan menengah, diantaranya adalah :
1. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.
Beliau berkata :
فَاعْلَمْ أَنَّ الْأُسْتَاذَ فَاتِحٌ وَمُسَهِّلٌ، وَالتَّحْصِيْلُ مَعَهُ أَسْهَلُ وَأَرْوَحُ
"Ketahuilah olehmu, bahwasanya guru itu adalah pembuka (yang tertutup) dan memudahkan (yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah dan lebih menyenangkan."
(Minhajul 'Abidin ilaa Janhati Rabbil 'Alamiin, halaman 8).
2. Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqaf.
Beliau berkata :
إِنَّ الْمَشِيْخَةَ شَأْنُهَا عَظِيْمٌ وَأَمْرُهَا عَالٍ جَسِيْمٌ
"Sesungguhnya guru itu kedudukannya sangat penting dan peranannya amat tinggi lagi besar." (Kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25).
3. Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar Al-Hadhrami.
Beliau berkata :
إِنَّ اْلأَخْذَ مِنْ شَيْخٍ لَهُ تَمَامُ الْإِطِّلَاعِ مِمَّا يُتَعَيَّنُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ، وَأَمَّا مُجَرَّدُ اْلمُطَالَعَةِ بِغَيْرِ شَيْخٍ إِتِّكَالًا عَلَى اْلفَهْمِ فَقَلِيْلَةُ الْجَدْوَى إِذْ لَابُدَّ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ مُشْكِلَاتٌ تَتَّضِحُ لَهُ إِلَّا إِنْ حَلَّهَا شَيْخٌ
"Bahwasanya mengambil ilmu dari seseorang guru yang sempurna penelaahannya itu dipandang penting bagi orang yang menuntut ilmu. Dan adapun semata-mata muthala'ah tanpa ada bimbingan dari guru karena mengandalkan pemahaman sendiri saja, maka sedikit hasilnya. Karena jika dia menemukan kerumitan-kerumitan, tidak akan jelas baginya kecuali adanya uraian dari guru."
(Kitab manhalul Wurraadi min Faidhil Imdaadi, halaman 102).
4. Dalam kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25 dan kitab Taudhihul Adillah, juz III, halaman 147, terdapat syair :
مَنْ يَأْخُذِ الْعِلْمَ عَنْ شَيْخٍ مُشَافَهَةً # يَكُنْ عَنِ الزَّيْغِ وَالتَّحْرِيْفِ فِى حَرَمٍ
"Barang siapa yang mengambil ilmu dari seorang guru secara langsung bergadap-hadapan # niscaya akan terjagalah dia dari kesesatan dan kekeliruan
وَإِنَّ بْتِغَاءَ اْلعِلْمِ دُوْنَ مُعَلِّمٍ # كَمُوْقِدِ مِصْبَاحٍ وَلَيْسَ لَهُ دُهْنٌ
Dan bahwasanya menuntut ilmu tanpa ada bimbingan dari guru # Laksana seseorang yang menyalakan pelita, padahal pelita itu tidak berminyak.
كُلُّ مَنْ يَطْلُبُ اْلعُلُوْمَ فَرِيْدًا # دُوْنَ شَيْخٍ فَإِنَّهُ فِى ضَلَالٍ
Setiap orang yang menuntut ilmu secara tersendiri # tanpa guru, maka sesungguhnya dia berada dalam kesesatan."
*footnote 2*
______
*BELAJAR MELALUI INTERNET APAKAH SAH DAN DIANGGAP MURID?*
Oleh Habib Umar bin Hafidz
Pertanyaan, Seorang yang belajar kepada seorang guru melalui internet misalnya, apakah ia terbilang murid dari guru tersebut? Apakah boleh mengamalkan segala macam dzikir yang disampaikan guru tersebut tanpa ijazah darinya? Mohon jawabannya (H. Bashuni)
Jawaban kami, hubungan hati adalah penentuan dalam masalah ini. Jika ia sungguh benar dalam hubungan hatinya maka ia adalah murid, lalu murid ini bisa mengambil dari gurunya dengan perantara apa saja dan dengan wasilah apa saja seperti yang anda sebutkan yaitu perantara internet, itu juga sebuah perantara dari sekian perantara yang dapat menghubungkannya dengan Syaikh. Apa yang ia pelajari darinya melalui itu maka ia dianggap muridnya dalam hal itu dan dianggap mengambil dan menerima darinya sekedar kecintaannya terhadap Syaikh tersebut. Yang ada dalam hatinya karena Allah SWT dan sekedar cintanya dijalan Allah dan sekedar keyakinannya terhadap ajaran Allah SWT yang disampaikan olehnya.
Makna hubungan berguru dan talaqqi ada sekedar hal tersebut dan keberkahan bertemu dengan jasad dan ruh didalam raga tetaplah ada. Juga ketika bertemu antara jasad dan ruh ada makna yang mulia dan indah yang didapat oleh mereka yang bertemu khususnya. Lalu seorang yang jauh tidak dihalangi dari kebaikan sekedar niatnya yang kuat dan keistimewaan tetap ada pada perjumpaan yang dimudahkan Allah walaupun memang masalah mengambil ilmu bukanlah mutlak demikian.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*
______
*BELAJAR MELALUI INTERNET APAKAH SAH DAN DIANGGAP MURID?*
Oleh Habib Umar bin Hafidz
Pertanyaan, Seorang yang belajar kepada seorang guru melalui internet misalnya, apakah ia terbilang murid dari guru tersebut? Apakah boleh mengamalkan segala macam dzikir yang disampaikan guru tersebut tanpa ijazah darinya? Mohon jawabannya (H. Bashuni)
Jawaban kami, hubungan hati adalah penentuan dalam masalah ini. Jika ia sungguh benar dalam hubungan hatinya maka ia adalah murid, lalu murid ini bisa mengambil dari gurunya dengan perantara apa saja dan dengan wasilah apa saja seperti yang anda sebutkan yaitu perantara internet, itu juga sebuah perantara dari sekian perantara yang dapat menghubungkannya dengan Syaikh. Apa yang ia pelajari darinya melalui itu maka ia dianggap muridnya dalam hal itu dan dianggap mengambil dan menerima darinya sekedar kecintaannya terhadap Syaikh tersebut. Yang ada dalam hatinya karena Allah SWT dan sekedar cintanya dijalan Allah dan sekedar keyakinannya terhadap ajaran Allah SWT yang disampaikan olehnya.
Makna hubungan berguru dan talaqqi ada sekedar hal tersebut dan keberkahan bertemu dengan jasad dan ruh didalam raga tetaplah ada. Juga ketika bertemu antara jasad dan ruh ada makna yang mulia dan indah yang didapat oleh mereka yang bertemu khususnya. Lalu seorang yang jauh tidak dihalangi dari kebaikan sekedar niatnya yang kuat dan keistimewaan tetap ada pada perjumpaan yang dimudahkan Allah walaupun memang masalah mengambil ilmu bukanlah mutlak demikian.
*Ubaidillah Arsyad Djaelani*