GiS| SBUM| 1️⃣
4.39K subscribers
1 photo
2.46K links
SBUM : Sobat Bertanya Ustadz Menjawab
Berisi Pertanyaan dari Sobat Akhwat, tetapi untuk member yang boleh joint Umum
Supaya dapat bermanfaat untuk semua umat
Download Telegram
1⃣7⃣2⃣7⃣
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
╔══꧁✿✿°°📥°°✿✿꧂══╗

𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮
𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯

╚══꧁✿✿°°📤°°✿✿꧂ ══╝

𝗡𝗢 : 1️⃣7️⃣2️⃣8️⃣

𝗗𝗶𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝘂𝗺 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 | 𝗚𝗶𝗦
🌏 https://grupislamsunnah.com

📬 𝗞𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗮𝗹 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗶𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗹𝗶𝗸 : https://t.me/GiS_soaljawab

═══════゚・:✿:・゚═══════

✉️ 𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦 𝗔𝗗𝗔𝗡𝗬𝗔 𝗞𝗘𝗝𝗘𝗟𝗔𝗦𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗧𝗥𝗔𝗡𝗦𝗔𝗞𝗦𝗜 𝗗𝗔𝗡 𝗧𝗘𝗥𝗣𝗘𝗡𝗨𝗛𝗜 𝗦𝗬𝗔𝗥𝗔𝗧𝗡𝗬𝗔

Nama : Tri Fatimah
Angkatan : 05 akhwat
Grup : T5 36
Nama Admin :
Nama Musyrifah : Nike Suroyowati
Domisili : Gorontalo

💬 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Afwan Ustadz izin bertanya.

Ada koperasi yang menerapkan muamalah seperti ini;

1. Perekrutan anggota dengan cara, anggota yang mendaftarkan diri harus membayar uang senilai Rp. 150.000- . Yang sebagiannya untuk simpanan wajib.

2. Setelah masuk anggota, dia berhak untuk membeli produk dari koperasi dengan cara bayar setelah panen (dalam hal ini bibit dan racun rumput, karena ini koperasi untuk petani).

3. Tapi ketika sudah panen, dia harus melunasi hutang produknya plus uang senilai 7% dari jumlah hutang produk tersebut.

4. Diakhir tahun nantinya juga setiap anggota diberikan SHU dari koperasi tersebut.

Mohon diberikan penjelasan yang detailnya tentang hukum muamalah seperti ini Ustadz?

Karena ana khawatir itu termasuk riba, sedangkan salah satu pengurusnya adalah keluarga ana. Yang beliau beranggapan, "yang penting transaksinya menggunakan barang, bukan uang dengan uang". Begitu pemahaman beliau.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.



👤 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

1. Uang pendaftaran sebagai syarat bergabung dengan sebuah koperasi tidak terlarang dan boleh boleh saja.

2. Ini akad jual beli. Antara koperasi dengan anggota. Dan hukumnya sah dan boleh.

3. Yang menjadi masalah, pada poin ketiga ini adanya tambahan pada pelunasan hutang. Karena kewajiban hutang harus dibayar sesuai dengan jumlah nominalnya. Jika di sana ada tambahan lain dari hutang maka tambahan ini dinamakan riba.

Dalam hadits disebutkan,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ

“Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan/kelebihan, maka itu dihukumi haram.”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (QS. Al-Mughni, 6: 436).

“Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُسَلِّفَ إذَا شَرَطَ عَلَى الْمُسْتَسْلِفِ زِيَادَةً أَوْ هَدِيَّةً ، فَأَسْلَفَ عَلَى ذَلِكَ ، أَنَّ أَخْذَ الزِّيَادَةِ عَلَى ذَلِكَ رَبًّا .

“Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka mengambil tambahan tersebut adalah riba.


Namun catatan dari Ibnu Qudamah,

فَإِنْ أَقْرَضَهُ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ ، فَقَضَاهُ خَيْرًا مِنْهُ فِي الْقَدْرِ ، أَوْ الصِّفَةِ ، أَوْ دُونَهُ ، بِرِضَاهُمَا ، جَازَ

“Jika meminjamkan begitu saja tanpa ada syarat di awal (syarat penambahan, pen.), lalu dilunasi dengan yang lebih baik, yakni dilunasi dengan jumlah berlebih atau dengan sifat yang lebih baik, maka itu boleh, dengan ridha keduanya (bukan paksaan, pen.).” (QS. Al-Mughni, 6: 438).

4. Adapun pembagian SHU (sisa hasil usaha) tidak masalah, dan boleh saja selama pembagiannya jelas dan perhitungannya benar. Tidak mengandung unsur yang diharamkan semisal, mengambil hak orang lain dengan cara batil, atau ghoror dan lainnya.

Adapun transaksi uang dengan uang maka harus terpenuhi syaratnya.

Yaitu, harus sama nominalnya dan dibayar secara kontan.

والله تعالى أعلم بالصواب.

✒️

Dijawab oleh :
Ustadz Mahatir Fathoni, S.Ag.
═══════ ゚・:✿:・゚ ═══════
📣 𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹 𝗔𝗰𝗰𝗼𝘂𝗻𝘁 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 (𝗚𝗶𝗦)⁣⁣

🌏 WebsiteGIS:
https://grupislamsunnah.com
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
📬 Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah
1⃣7⃣2⃣8⃣
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
╔══꧁✿✿°°📥°°✿✿꧂══╗

𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮
𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯

╚══꧁✿✿°°📤°°✿✿꧂ ══╝

𝗡𝗢 : 1️⃣7️⃣2️⃣9️⃣

𝗗𝗶𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝘂𝗺 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 | 𝗚𝗶𝗦
🌏 https://grupislamsunnah.com

📬 𝗞𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗮𝗹 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗶𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗹𝗶𝗸 : https://t.me/GiS_soaljawab

═══════゚・:✿:・゚═══════

✉️ 𝗠𝗔𝗞𝗦𝗨𝗗 𝗗𝗔𝗥𝗜 𝗛𝗔𝗗𝗜𝗧𝗦 "𝗦𝗔𝗙𝗔𝗥 𝗜𝗧𝗨 𝗔𝗗𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗣𝗢𝗧𝗢𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗔𝗭𝗔𝗕"

Nama: Hanida
Angkatan: T. 04
Grup : 043
Nama Admin : Yuliandri
Nama Musyrifah : Siti Rahma
Domisili : Tangerang

💬 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Izin bertanya mengenai hadits Ustadz.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Safar (berpergian) itu adalah potongan dari azab"
(HR. Bukhari no. 1804 dan muslim no. 1927)

Maksud hadits diatas itu seperti apa Ustadz ?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.





👤 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد.

Yang dimaksud adzab dalam hadits di atas adalah

1. Rasa sakit yang timbul dari kesulitan yang dihadapi, ketika berkendaraan dan berjalan sampai harus meninggalkan hal-hal yang disukai. (Fathul Bari, Ibnu Hajar).

2. Disebutkan bahwa seorang musafir akan sulit makan, minum dan tidur. Tiga hal ini adalah tiga rukun kehidupan, di mana ketika safar akan terasa sulit dan capek dan inilah siksa yang dirasakan. (Syarh Al Bukhari, Ibnu Batthol).

3. Anjuran untuk bersegera kembali dari safar kepada keluarganya, ketika urusan safarnya telah selesai. (Syarh Al Bukhari, Ibnu Batthol).

4. Solusi agar terlepas dari kesulitan tersebut adalah segera kembali dari safar. Sebagaimana ada riwayat dari Ibnu ‘Umar yang dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi,

وَأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ دَوَاء إِلَّا سُرْعَة السَّيْر

“Tidak ada obat (solusi) dari sulitnya safar, selain mempercepat dalam melakukan perjalanan (pulang).”
(Fathul Bari, Ibnu Hajar).


5. Hadits ini mengandung pelajaran bahwa berpisah jauh dari keluarga, tidaklah mengenakkan jika safar yang dilakukan bukan hajat yang penting. (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

6. Hadits ini memerintahkan untuk bersegera kembali pada keluarga, lebih-lebih jika khawatir bisa melalaikan keluarga jika pergi jauh. Karena sekali lagi berada di samping keluarga lebih menjaga kemaslahatan agama dan dunia. Begitu pula menetap di suatu tempat akan menguatkan jama’ah dan menguatkan dalam beribadah. (Fathul Bari, Ibnu Hajar).

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menjelaskan,

ومن كان في السفر آذى هو مظنة الضجر حِسنَ الخلق، كان في الحضر أحسن خلقاً .وقد قيل : إذا أثنى على الرجل معاملوه في الحضر ورفقاؤه في السفر فلا تشكوا في صلاحه .

“Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebih baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya, maka janganlah engkau meragukan kebaikannya.”
(Mukhtashar Minhajul Qashidin 2/57)

والله تعالى أعلم بالصواب.


✒️

Dijawab oleh : Ustadz Mahatir Fathoni, S.Ag.


═══════ ゚・:✿:・゚ ═══════
📣 𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹 𝗔𝗰𝗰𝗼𝘂𝗻𝘁 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 (𝗚𝗶𝗦)⁣⁣

🌏 WebsiteGIS:
https://grupislamsunnah.com
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
📬 Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah
1⃣7⃣2⃣9⃣
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
╔══꧁✿✿°°📥°°✿✿꧂══╗

𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮
𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯

╚══꧁✿✿°°📤°°✿✿꧂ ══╝

𝗡𝗢 : 1️⃣7️⃣3️⃣0️⃣

𝗗𝗶𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝘂𝗺 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 | 𝗚𝗶𝗦
🌏 https://grupislamsunnah.com

📬 𝗞𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗮𝗹 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗶𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗹𝗶𝗸 : https://t.me/GiS_soaljawab

═══════゚・:✿:・゚═══════

✉️ 𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗛𝗔𝗗𝗜𝗥𝗜 𝗪𝗔𝗟𝗜𝗠𝗔𝗛

Nama: Khoid Hafidah
Angkatan: T. 06
Grup : 017
Nama Admin : Triana eka
Nama Musyrifah :Ita Intari
Domisili : Jember - Jawa Timur

💬 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Maaf saya mau bertanya Ustadz.

1. Kalau mendapat undangan pernikahan atau undangan lainnya, kita diwajibkan untuk datang.

Apakah boleh tidak datang, karena sedang malas atau karena yang mengundang tidak begitu akrab ?

Membuat malas saja, karena terkadang tidak kenal. Dipastikan pengundang menyuruh orang lain. Entah tetangga atau saudara.

Apakah tindakan saya berdosa Ustadz ?

2. Kalau sewaktu tidak mempunyai uang untuk salam tempelnya.

Apakah juga berdosa, jika tidak menghadiri acara tersebut ?
Atau tertulis mempunyai hutang ?

3. Kemudian, sering sekali berbarengan (bersamaan) acara walimatul urs dengan kematian. Banyak juga seperti itu.

Sedang saya mendahulukan acara kematian. Acara pernikahan kadang tidak datang, kadang.

Apakah juga termasuk dosa yang saya lakukan Ustadz ?

Terima kasih atas pencerahannya.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.





👤 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد.

1. Jika dapat undangan nikah, maka wajib untuk memenuhi undangan itu.

Dalil yang menyatakan hukum menghadiri walimah pernikahan itu wajib, adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

[ إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا ]

“Jika salah seorang di antara kalian diundang walimah, maka hadirilah.”
(HR. Bukhari no. 5173 dan Muslim no. 1429).

Hadits ini menggunakan kata perintah dan hukum asal kata perintah itu wajib.

Abu Hurairah mengatakan,

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ – صلى الله عليه وسلم –

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah, yang di mana diundang orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang miskin. Siapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.”
(HR. Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 1432).

Dalam madzhab Syafi’i pun wajib untuk menghadiri undangan walimah. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menghadiri undangan walimah itu diperintahkan, namun apakah wajib ataukah sunnah, diperselisihkan. Pendapat yang terkuat dalam hal ini dalam madzhab Syafi’i, menghadiri undangan walimah itu fardhu ‘ain bagi setiap yang diundang. Namun undangan tersebut jadi gugur jika ada udzur.”
(Syarh Shahih Muslim, 9: 208).

Jika tidak ada uzur syari, lalu tidak mendatangi undagan tersebut, maka sama saja telah menyelisihi perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam.

Dan kami nasehatkan kepada penanya, agar bertaubat kepada Allah dan meminta ampun kepada-Nya dan tidak mengulanginya kembali.

2. Untuk masalah hadiah yang diberikan, maka bukan menjadi beban dan kewajiban bagi yang diundang untuk memberi hadiah tersebut, baik berupa uang maupun barang. Ini hanya tradisi di sebagian daerah, yaitu mewajibkan bagi yang datang untuk memberikan salam tempel. Padahal didalam Islam tidak ada sama sekali kewajiban. Jika ada kelapangan maka silahkan beri hadiah atau salam tempel, jika tidak maka tidak ada kewajiban untuk memberi salam tempel.

Dan jika yang diundang berhalangan hadir, maka tidak ada beban hutang masalah salam tempel.
Maka alasan tidak memiliki salam tempel, bukan uzur untuk tidak hadir walimahan. Karena salam tempel tidak ada kewajibannya sama sekali dalam Islam. Hanya saja yang wajib adalah kehadiran dan kedatangan yang diundang.

3. Jika memang tabrakan, maka anda ada uzur untuk tidak menghadiri undangan walimahan tersebut.

Afdhalnya adalah jika anda mampu menggabungkan kedua undangan tersebut.

Di pagi hari anda datang ke acara ta'ziah/kematian, lalu disiang atau sore hari anda hadir di acara walimahan/nikahan. Atau sebaliknya.

Jika memang tidak bisa digabungkan, maka tidaj masalah pilih salah satu keduanya, yang nama lebih besar manfaat dan maslahat yang harus anda hadiri.

Karena ada sebuah kaedah fiqhiyah yang berbunyi

إِذَا تَزَاحَمَتِ الْمَصَالِحُ قُدِّمَ اْلأَعْلَى مِنْهَا وَإِذَا تَزَاحَمَتِ الْمَفَاسِدُ قُدِّمَ اْلأَخَفُّ مِنْهَا

Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan.

والله تعالى أعلم بالصواب.


✒️

Dijawab oleh : Ustadz Mahatir Fathoni, S.Ag.


═══════ ゚・:✿:・゚ ═══════
📣 𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹 𝗔𝗰𝗰𝗼𝘂𝗻𝘁 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 (𝗚𝗶𝗦)⁣⁣

🌏 WebsiteGIS:
https://grupislamsunnah.com
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
📬 Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah
1⃣7⃣3⃣0⃣
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
╔══꧁✿✿°°📥°°✿✿꧂══╗

𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮
𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯

╚══꧁✿✿°°📤°°✿✿꧂ ══╝

𝗡𝗢 : 1️⃣7️⃣3️⃣1️⃣

𝗗𝗶𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝘂𝗺 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 | 𝗚𝗶𝗦
🌏 https://grupislamsunnah.com

📬 𝗞𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗮𝗹 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗶𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗹𝗶𝗸 : https://t.me/GiS_soaljawab

═══════゚・:✿:・゚═══════

✉️ 𝗗𝗢𝗦𝗔 𝗜𝗞𝗛𝗧𝗜𝗟𝗔𝗧𝗛 𝗗𝗔𝗡 𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗜𝗞𝗛𝗧𝗜𝗟𝗔𝗧𝗛 𝗣𝗔𝗗𝗔 𝗦𝗔𝗔𝗧 𝗧𝗛𝗔𝗪𝗔𝗙

Nama : Ana
Angkatan : T6
Grup : 17
Nama Admin : Triana eka
Nama Musyrifah : Ita Intari
Domisili : Malang

💬 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Maaf saya mau bertanya, Ustadz.

1. Tentang dosa ikhtilath ,

2. Dan mohon penjelasan bagaimana dengan kondisi saat thawaf yang bercampur ikhwan-akhwat.

Mohon pencerahannya, Ustadz.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.



👤 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

Iktilath (bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) merupakan hal terlarang dalam agama Islam, sebagaimana Islam melarang zina maka segala hal yang mengarah kepada zina pun diharamkan, sebagaimana firman Allah ﷻ :

ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا

“dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
(QS. Al Isra’: 32).

Dalam menafsirkan ayat ini, Al Hafizh ibnu Katsir mengatakan,

يقول تعالى ناهيا عباده عن الزنى وعن مقاربته, وهو مخالطة أسبابه ودواعيه

“Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan perbuatan yang mendekatkan kepada zina, yaitu ber-ikhtilath (bercampur-baur) dengan sebab-sebabnya dan segala hal yang mendorong kepada zina tersebut.”
(Umdatut Tafsir:2/428).

Dari sisi bahaya, tentunya ikhtilath memiliki bahaya yang besar, yaitu merusak hati seseorang sehingga terdorong untuk memikirkan tentang zina dan bahkan melakukannya, padahal hati merupakan segumpal daging yang menjadi penentu untuk baik atau buruknya perangai seseorang,

Bahaya Iktilath ini dimulai dari pandangan mata yang kemudian bergerak masuk ke dalam hati, padahal Allah ﷻ memerintahkan agar kita menjaga pandangan mata :

قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ذلك أزكى لهم إن الله خبير بما يصنعون

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, Sungguh, Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nur : 30).

Rasulullah ﷺ juga mengatakan,

فلعينان زناهما النظر

“Zina kedua mata adalah dengan melihat.”
(HR. Muslim : 4082).

2. Ikhtilath yang terjadi karena darurat, kepentingan yang mendesak dan keluarnya wanita dengan kaidah-kaidah syar’yiyah, seperti yang terjadi di tempat-tempat ibadah, tempat-tempat shalat, atau seperti yang terjadi pada pelaksanaan manasik haji dan umrah di kedua tanah haram, maka hal itu tidaklah terlarang.
(Lihat (Fatawa Syekh Muhammad bin Ibrahim 10/22–44).

Sebabnya adalah, keadaan darurat dan kepentingan tersebut merupakan pengecualian dari hukum asalnya, ditinjau dari satu sisi.

Ditinjau dari sisi yang lain, kerusakan yang ditimbulkan oleh fitnah tersebut juga tertutup oleh kebaikan ibadah karena “jenis amal yang diperintahkan lebih utama dari jenis hal yang dilarang”, seperti yang tercantum dalam kaidah umum.

Dan dahulu para wanita tawaf dibelakang laki-laki dan tidak bercampur baur seperti sekarang ini.

عَنْ أُمِّ سَلمَةَ رَضِي الله عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلى الله عَليْهِ وَسَلمَ قَالتْ شَكَوْتُ إِلى رَسُول اللهِ صَلى الله عَليْهِ وَسَلمَ أَنِّي أَشْتَكِي فَقَال طُوفِي مِنْ وَرَاءِ النَّاسِ وَأَنْتِ رَاكِبَةٌ فَطُفْتُ وَرَسُولُ اللهِ صَلى الله عَليْهِ وَسَلمَ حِينَئِذٍ يُصَلي إِلى جَنْبِ البَيْتِ وَهُوَ يَقْرَأُ وَالطُّورِ وَكِتَابٍ مَسْطُورٍ .
(رواه البخاري 452، ومسلم 1276).
Rasulullah berkata kepada Ummi Salamah : "Thawaf kamu wahai Ummu Salamah dibelakang manusia sementara kamu sedang berada diatas kendaraanmu.
Dan aku thawaf sementara Nabi Shalallahu A'alaihi Wasaalam berada disamping ka'bah sedang membaca surah at-Tur.
(HR. Bukhori dan Muslim).

Jadi tidak benar anggapan bahwa iktilath pada thawaf itu boleh sementara ikhtilath selain thawaf tidak boleh.
Ini penyamaan yang tidak sama dan tidak sebanding.

Oleh sebab itu para ulama mengatakan, agak terlalu sulit untuk memisahkan dan membedakan tempat thawaf laki laki dan perempuan.

Karena pada umumnya perempuan melakukan prosesi thawaf bersama mahram-nya dan tidak dilakukan secara mandiri.
Dikarenakan semakin padatnya jumlah pengunjung dan yang ingin melakukan ibadah tawaf.


والله تعالى أعلم بالصواب.

✒️

Dijawab oleh :
Ustadz Mahatir Fathoni, S.Ag.

═══════ ゚・:✿:・゚ ═══════
📣 𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹 𝗔𝗰𝗰𝗼𝘂𝗻𝘁 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 (𝗚𝗶𝗦)⁣⁣

🌏 WebsiteGIS:
https://grupislamsunnah.com
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
📬 Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah
1⃣7⃣3⃣1⃣
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
╔══꧁✿✿°°📥°°✿✿꧂══╗

𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮
𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯

╚══꧁✿✿°°📤°°✿✿꧂ ══╝

𝗡𝗢 : 1️⃣7️⃣3️⃣2️⃣

𝗗𝗶𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝘂𝗺 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 | 𝗚𝗶𝗦
🌏 https://grupislamsunnah.com

📬 𝗞𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗮𝗹 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗦𝗕𝗨𝗠
𝗦𝗶𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗹𝗶𝗸 : https://t.me/GiS_soaljawab

═══════゚・:✿:・゚═══════

✉️ 𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗡𝗬𝗘𝗪𝗔 𝗟𝗔𝗛𝗔𝗡 𝗣𝗘𝗥𝗧𝗔𝗡𝗜𝗔𝗡 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗗𝗜𝗧𝗔𝗡𝗔𝗠𝗜 𝗦𝗔𝗬𝗨𝗥𝗔𝗡, 𝗗𝗔𝗡 𝗔𝗣𝗔𝗞𝗔𝗛 𝗔𝗗𝗔 𝗭𝗔𝗞𝗔𝗧𝗡𝗬𝗔 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗧𝗔𝗡𝗔𝗠𝗔𝗡 𝗦𝗔𝗬𝗨𝗥𝗔𝗡

Nama : Yesi irdayanti
Angkatan : 1
Grup : 10
Nama Admin : Runawati
Nama Musyrifah : Santi Ummu Nabila
Domisili : Solok-Sumatera Barat

💬 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Izin bertanya, Ustadz.

1. Bagaimana hukum menyewa lahan pertanian untuk di tanami sayuran; seperti, cabai, bawang, tomat, kol dan lain-lain?

2. Apakah ada zakat yang dikeluarkan untuk tanaman sayuran ?

Mohon pencerahannya, Ustadz.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.



👤 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

1. Sewa-menyewa, termasuk ladang pertanian, sejatinya adalah bentuk pertukaran harta kekayaan.

Karena itu kejelasan merupakan satu hal penting yang harus Anda wujudkan padanya.

Semua itu demi menghindari perselisihan dan silang pemahaman antara kedua belah pihak.

Dan dengan cara ini, masing-masing pihak mendapatkan haknya secara utuh tanpa ada yang terkurangi.

Ketentuan ini merupakan aplikasi nyata dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :

أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli untung-untungan (gharar).”
[Riwayat Muslim hadits no. 1513].

Nilai sewa atau masa sewa yang tidak jelas, menjadikan akad tersebut terlarang dalam Islam.

Karena itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyewakan ladang dengan upah berupa bagian dari hasil ladang itu, yang nominal atau jumlahnya tidak dapat ditentukan.

حَنْظَلَةُ بْنُ قَيْسٍ الأَنْصَارِىُّ قَالَ سَأَلْتُ رَافِعَ بْنِ خَدِيْجٍ عَنْ كِرَاءِالأَرْضِ بِالذَّهَبِ وَالْوَرِقِ فَقَالَ لاَ بَأسَ بِهِ إِنَّمَا كَانَ النَّاسُ يُؤَاجِرُونَ عَلَى عَهدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمَاذِيَانَاتِ وَأَقْبَالِ الْجَدَاوِلِ وَأَشْيَاءَ مِنَ الزَّرْعِفَيَهلِكُ هَذَاوَيَسْلَمُ هَذَا وَيَسْلَمُ هَذَا وَيَهلِكُ هَذَا فَلَمْ يَكُنْ لِلنَّاسِ كِرَاءٌ إِلاَّ هَذَا فَلِذَلِكَ زُجِرَ عَنْهُ، فَأَمَّا شَىْءٌ مَعْلُومٌ مَضْمُونٌ فَلاَ بَأسَ بِهِ

"Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada Rafi’ bin Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa emas dan perak.
Maka Rafi’ bin Khadij menjawab, “tidak mengapa.
Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat menyewakan ladang dengan uang sewa berupa hasil dari bagian ladang tersebut yang berdekatan dengan parit atau sungai, dan beberapa bagian hasil tanaman.
Dan kemudian di saat panen tiba, ladang bagian ini rusak, sedang bagian yang lain selamat, atau bagian yang ini selamat, namun bagian yang lain rusak.
Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain dengan cara ini, maka penyewaan semacam ini dilarang.
Adapun menyewakan ladang dengan nialai sewa yang pasti, maka tidak mengapa.”
[Riwayat Muslim hadits no. 1547]

Hadits ini menjelaskan ketentuan uang sewa :

Bila sewa ladang dengan uang baik dinar atau dirham atau uang lain yang serupa, maka insya Allah tidak mengapa.

Namun, bila uang sewa berupa hasil tanaman yang ditanam di ladang tersebut maka ada dua kemungkinan :

︎ Kemungkinan pertama : Uang sewa ditentukan dengan hasil ladang tertentu.
Misalnya penyewa atau pemilik ladang atau keduanya menyepakati bahwa hasil ladang bagian atas, atau yang dekat dengan parit adalah sebagai uang sewa.
Kesepakatan semacam inilah yang dilarang dalam hadits Rafi’ bin Khadij di atas.
Alasannya, bisa jadi tanaman di ladang tidak semuanya menghasilkan.
Ada kemungkinan yang mengahasilkan hanya sebagian saja, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perselisihan, karena salah satu pihak merasa dirugikan.
Wajar bila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, demi menjaga keutuhan persatuan dan persaudaraan antara umat Islam.

︎ Kemungkinan kedua : Uang sewa ditentukan bentuk nisbah (persentase).

Bila uang sewa adalah bagian dari hasil ladang, dan nominalnya ditentukan dalam bentuk nisbah persentase tertentu dari hasil ladang maka akad semacam ini insya Allah tidak mengapa.
Walaupun banyak dari ulama yang melarangnya, pendapat Imam Ahmad dan lainnya yang membolehkan akad ini lebih kuat, dengan pertimbangan sebagai berikut :

Hukum asal setiap akad adalah halal.
Tidak ada dalil yang melarang.
Akad ini, walaupun secara lahir adalah akad sewa-menyewa, sejatinya akad ini adalah akad musaqah atau muzaraah. Alasan ini berdasarkan satu kaidah dalam ilmu fiqih yang menjelaskan bahwa standar hukum suatu akad adalah substansi atau hakikatnya dan bukan sekedar teks dan ucapannya.
(Al-Muhalla oleh Ibnu Hazm 8/211, Bidayatul Mujtahid oleh Ibnu Rusyd 2/179, dan Fat-hul Bari oleh Ibnu Hajar al-Asqalani 5/24).

Berdasarkan kaidah ini dapat kita simpulkan bahwa akad diatas, walaupun menggunakan kata-kata sewa dan uang sewa, secara hukum adalah akad musaqaah atau muzaraah.

Dari keterangan diatas, Hukum sewa lahan boleh selama sewa yang diberikan jelas dan jumlahnya sudah disepekati.
Hanya saja jika sewa nya dalam bentuk hasil panen, maka harus sesuai dengan aturan yang dijelaskan dari hadis nabi shalallau a'alaihi wassalam.

Adapun tumbuhan dan hasil pertanian yang ada zakat-nya apabila terpenuhi syarat berikut ini :
• Berupa biji-bijian atau buah-buahan.
Ini berdasarkan hadits Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu secara marfu’ yang berbunyi :

لَيْسَ فِيْ حَبٍّ وَلاَ ثَمَرٍ صَدَقَةٌ حَتَّى يَبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ…

Tidak ada (kewajiban) zakat pada biji-bijian dan buah kurma hingga mencapai 5 ausâq (lima wasaq).
[HR Muslim]

Hadits ini menunjukkan adanya kewajiban zakat pada biji-bijian dan buah kurma, selainnya tidak dimasukkan disini.
[Lihat al-Kâfi karya Ibnu Qudamah 2/131]

• Bisa ditakar karena diukur dengan wasq yaitu satuan alat takar, seperti dalam hadits diatas.
Syarat ini masih diperselisihkan para ulama.

• Dapat disimpan, karena semua komoditi yang disepakati dikenai kewajiban zakat berupa komoditi yang bisa disimpan.
Oleh karena itu diwajibkan zakat pada semua biji-bijian dan buah-buahan yang dapat ditakar dan disimpan, seperti gandung, kurma, anggur kering (Zabib) dan lain-lainnya. [Lihat al-Kâfi, 2/132].

• Tumbuh dengan usaha dari manusia.
Tanaman yang tumbuh liar tidak ada zakatnya, karena bukan menjadi kepemilikannya secara resmi.
Syarat ini diungkapkan dengan istilah:

وَيُعْتَبَرُ أَنْ يَكُوْنَ النِّصَابُ مَمْلُوْكاً لَهُ وَقْتَ وُجُوْبِ الزَّكَاةِ

Dan nishab yang dianggap adalah nishab yang menjadi miliknya ketika waktu kewajiban zakat
[Lihat asy-Syarhul Mumti’ 6/78].

• Mencapai nishab yaitu seukuran 5 wasaq berdasarkan sabda Beliau :

لَيْسَ فِيْ حَبٍّ وَلاَ ثَمَرٍ صَدَقَةٌ حَتَّى يَبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ

"Tidak ada kewajiban zakat pada biji-bijian dan buah kurma hingga mencapai 5 ausaaq (lima wasaq)."
[HR Muslim].

Satu wasaq sama dengan enampuluh sha’ (60 sha’) dan satu sha’ sama dengan 4 mud.
Satu mud-nya adalah seukuran penuh dua telapak tangan orang yang sedang.
Lima wasaq yang dijadikan standar adalah setelah pembersihan biji-bijian dan kering pada buah-buahan. [al-Mughni, 4/162].


والله تعالى أعلم بالصواب.

✒️

Dijawab oleh :
Ustadz Mahatir Fathoni, S.Ag.

═══════ ゚・:✿:・゚ ═══════
📣 𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹 𝗔𝗰𝗰𝗼𝘂𝗻𝘁 𝗚𝗿𝘂𝗽 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵 (𝗚𝗶𝗦)⁣⁣