▫️ Al-Wasiyyah INA ▫️
2.19K subscribers
463 photos
23 videos
44 files
740 links
Channel Resmi
Ash-Sheikhah Ustadzah Haifaa' bint Abdullah Ar-Rasyid (hafidzhahallah).

Channel Berbahasa Arab:
https://t.me/AlWasiyyah

Channel Berbahasa Prancis:
https://t.me/AlWasiyyahFR

Channel Berbahasa Inggris:
https://t.me/AlWasiyyahEN
Download Telegram
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [1]

🟠 Apa Definisi Aqidah Secara Bahasa dan Istilah?

✍🏻 Berkata Sheikh Muhammad Aman Al-Jāmiy rahimahullah,

"Aqidah secara bahasa diambil dari kata _Al-'Aqd_ yang bermakna ikatan dan pengokohan, kata ini (al-'aqd) awalnya digunakan pada perkara yang dapat ditangkap secara inderawi seperti ikatan/simpul, tali-tali dan benang kemudian kata ini digunakan untuk perkara maknawi seperti aqd nikah (akad nikah), akad jual beli dan akad-akad perjanjian-perjanjian dan selainnya.

_Al-'Aqd_ sebagaimana yang kami sebutkan adalah lawan dari _Al-Hall_ (lepas), ini merupakan makna secara bahasa.

🔹 Makna aqidah secara istilah diambil dari makna ini yakni, bahwasanya aqidah adalah pembenaran dengan pasti yang tidak boleh ada keraguan di dalamnya terhadap _Mathālib Ilāhiyah_, kenabian maupun perkara-perkara ghaib.

🔸 _Mathālib Ilāhiyah_ adalah, segala sesuatu yang berkaitan dengan Sang Rabb -subhānahu wa ta'ālā- dari sisi dzat-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang mencakup _Tauhidul Ilmi Al-Khabariy, Tauhid Al-Qashd_ dan _Tauhid Ath-Thalab wal Amal_, maka semua ini termasuk _mathalib ilahiyah_.

🔸 Perkara yang juga termasuk ke dalam _mathālib ilāhiyah_ adalah, keimanan kepada malaikat. Adapun yang dimaksud dari kenabian adalah, keimanan kepada kenabian para nabi, membenarkan mereka dan beriman kepada mukjizat-mukjizat mereka.

🔸 Kemudian perkara-perkara ghaib seperti kebangkitan setelah kematian, dan peristiwa-peristiwa yang mengikutinya setelahnya sampai para hamba masuk ke dalam salah satu dari dua negri surga atau neraka atau sampai sebagian dari mereka masuk ke surga dan sebagian lainnya masuk ke neraka, maka ini disebut dengan perkara-perkara ghaib.
Aqidah mencakup keseluruhan perkara ini."

💽 [Ditranskrip dari rekaman suara]

—————

• *Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [2]

🔸Apa Tujuan Penciptaan Manusia?

✍🏻 Sheikh Ibn ‘Utsaimīn -rahimahullah- berkata,

"بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، وأصلي وأسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، أما بعد:

🔸 Sesungguhnya sebelum aku menjawab pertanyaan ini, aku ingin untuk mengingatkan kaidah umum perihal ciptaan Allah -‘azza wa jall- dan perkara yang Dia syariatkan. Kaidah ini diambil dari firman Allah -tabāraka wa ta'ālā-:

﴿وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيم﴾ [التحريم: ٢]
"Dan Dia Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (At-Tahrim:1)

dan juga firman-Nya,

﴿إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً﴾ [الأحزاب: ١]
"Sesungguhnya Allah senantiasa Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Al-Ahzab:1) Dan selain dua ayat ini masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan penetapan sifat hikmah bagi Allah -‘azza wa jall- pada seluruh ciptaan-Nya dan segala yang Dia syariatkan yakni, pada setiap hukum-hukum-Nya yang kauni dan yang syar’i.

Karena sesungguhnya tidaklah Allah -azza wa jall- menciptakan sesuatu kecuali untuk suatu hikmah dan sama saja apakah hal tersebut pada kejadian makhluk dari tidak ada menjadi ada atau dari ada menjadi tidak ada. Tidak ada sesuatupun yang Allah -subhānahu wa ta‘ālā- syariatkan kecuali untuk suatu hikmah, sama saja apakah dalam pewajiban atau pengharaman ataupun pembolehan.

• Akan tetapi hukum yang terkandung pada hikmah adalah, hukum-Nya yang kauni dan syar’i. Bisa jadi kita mengetahui hikmah tersebut dan bisa jadi kita tidak mengetahuinya, bisa pula hikmahnya diketahui oleh sebagian manusia saja dan tidak diketahui yang lain sesuai ilmu dan pemahaman yang Allah -subhānahu wa ta'ālā- berikan kepada mereka. Jika engkau telah menyepakati dan menetapkan perkara ini maka kami katakan:

↪️ Sesungguhnya Allah -subhānahu wa ta'ālā- menciptakan jin dan manusia untuk sebuah hikmah yang agung dan tujuan yang terpuji yakni, untuk beribadah kepada-Nya -tabāraka wa ta'ālā-.

• Sebagaimana Allah -subhānahu wa ta'ālā- berfirman:

﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات: ٥٦]

"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu." (Adz-Dzariyat:56) dan Dia ta‘ālā juga berfirman,

﴿أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ﴾ [المؤمنون: ١١٥]

"Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia saja dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (Al-Mu’minun:115)

﴿أَيَحْسَبُ الْإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدىً﴾ [القيامة: ٣٦]

"Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?" (Al-Qiyamah:36)

Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah -ta'alā- memiliki hikmah mendalam dalam penciptaan jin dan manusia yakni, untuk beribadah kepadaNya.

🔸 Dan Ibadah adalah, menghinakan diri kepada Allah -'azza wa jall- dengan penuh kecintaan serta pengagungan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan tata cara yang datang sesuai syari’at-Nya. Allah -ta'ālā- berfirman,

﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ﴾ [البينة: ٥]

"Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada Allah saja dengan mengikhlashkan keseluruhan agama untukNya dalam menjalankan agama yang lurus." (Al-Bayyinah:5)

Maka inilah hikmah dari penciptaan jin dan manusia, berdasarkan hal ini maka siapa yang membangkang terhadap Rabbnya serta bersombong dari beribadah kepada-Nya, maka dia teranggap menolak hikmah yang para hamba diciptakan untuk tujuan tersebut. Perbuatannya mempersaksikan bahwa Allah -subhānahu wa ta'ālā- menciptakan makhluk sia-sia tanpa tujuan, dibiarkan begitu saja meskipun dia tidak terang-terangan menyatakan hal tersebut, akan tetapi ini adalah konsekuensi dari pembangkangan dan penolakannya terhadap ketaatan kepada Rabbnya."

📚[Fiqhul ‘Ibādāt (hal.2)]

—————

*Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [3]

🔸 Apakah Ibadah ada yang difahami secara umum dan ada yang difahami secara khusus?

✍🏼 Jawaban Shaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:

"Iya, yang difahami dari ibadah adalah, sebagaimana yang saya isyaratkan tadi bahwa ibadah/penghambaan adalah, penghinaan diri kepada Allah 'azzawajall dengan penuh kecintaan dan pengagungan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sesuai dengan keterangan syariat, ini adalah yang difahami dari ibadah secara umum.

Adapun yang difahami dari ibadah secara khusus -yang kumaksud adalah, rinciannya- Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, 'Ibadah adalah penamaan universal pada setiap hal yang dicintai dan diridhai Allah, baik dari ucapan maupun perbuatan yang tersembunyi (bathin) maupun yang tampak (lahiriyah) seperti rasa takut, tawakkal, shalat, zakat, puasa dan selain dari itu yang termasuk dalam syariat Islam.'

🔸 Kemudian jika maksudmu dari yang difahami secara khusus dan umum sebagaimana yang disebutkan sebagian ulama bahwasanya ibadah itu ada yang berupa ibadah/penghambaan kauniyah dan ada yang berupa ibadah syar’iyah, yaitu bermakna bahwasannya seorang hamba bisa jadi menghinakan diri kepada Allah secara kauniyah dan bisa juga secara syar’iyah, maka ibadah/penghambaan kauniyah sifatnya umum mencakup orang yang beriman maupun orang kafir, orang yang baik maupun orang yang fajir berdasarkan firman Allah ta'ālā:

﴿إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً﴾
“Tidak ada seorang pun di langit dan bumi, melainkan pasti dia akan datang kepada Rabb Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” [Maryam: 93]

Maka setiap yang ada di langit dan bumi tunduk kepada Allah -subhānahu wa ta'ālā- secara kauniyah, tidak mungkin bagi mereka untuk melawan Allah maupun menentang-Nya pada apa-apa yang dikehendaki oleh-Nya -subhānahu wa ta'ālā- pada kehendak kauniyah-Nya.

🔸 Adapun peribadahan (penghambaan) secara khusus, maka yang dimaksud adalah, ibadah syar’iyah yakni penghinaan diri kepada Allah -ta'ālā- secara syariat. Maka hal ini khusus bagi orang yang beriman kepada Allah -subhānahu wa ta'ālā- yang mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya kemudian pada peribadahan ini yang lebih khusus dari yang khusus dan adapula yang di atasnya.

Maka peribadahan yang lebih khusus dari khusus seperti peribadahan (penghambaan) para Rasul -alaihimushshalātu wassalām- seperti firman-Nya -ta'alā-
﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ﴾
“Maha Suci Dzat Yang Menurunkan Al-Qur’an kepada hambaNya.” [Al-Furqan:1]

Dan firman-Nya,
﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾
“Dan jika kalian berada dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami.” [Al-Baqarah: 23]

Dan firman-Nya,
﴿وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ﴾
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub.” [Shad: 45]

Dan ayat-ayat selain yang disebutkan yang datang mengenai pensifatan ubudiyah/penghambaan para Rasul alaihimushshalātu wassalām."

📚 [Fiqhul 'Ibādāt hal.3]

—————

• *Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [4]

🟠 Apa Makna Tauhid?

✍🏼 Jawaban Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,

“Kata Tauhid (التوحيد) adalah kata dasar (mashdar) dari وحّد-يوحّد
yang maknanya menjadikan sesuatu satu-satunya dan ini tidak dapat terwujudkan kecuali dengan meniadakan/menafikan dan menetapkan. Menafikan hukum dari selain dzat/perkara yang ditunggalkan dan menetapkan hukum tersebut hanya untuknya. Misalkan kita katakan, “Sesungguhnya tidak mungkin terealisasi tauhid pada seorang sampai dia mempersaksikan bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah (لا إله إلا الله). Maka dia menafikan hak diibadahi (uluhiyah) dari selain Allah dan menetapkannya untuk Allah saja.

🔸 Demikian itu dikarenakan penafian saja akan bermakna penolakan murni dan penetapan saja tidak akan menghalangi keikutsertaan selainnya pada hukum tersebut. Misalnya jika engkau katakan, “Fulan sedang berdiri” Pada pernyataan ini kamu menetapkan dia sedang berdiri akan tetapi kamu tidak menjadikannya satu-satunya untuknya (mengesakannya) dikarenakan pernyataan ini memperbolehkan ada selainnya yang juga berdiri. Jika kamu katakan, “Tidak ada yang berdiri.” Maka engkau menafikan secara keseluruhan dan kamu tidak menetapkan berdiri pada siapapun. Namun jika kamu katakan, “Tidak ada yang berdiri kecuali Zaid.” atau “Tidak ada yang berdiri kecuali Fulan.” Maka pada pernyataan ini kamu telah mengesakan Fulan pada kegiatan berdiri dari sisi kamu telah menafikan berdiri dari selainnya.

Inilah perealisasian tauhid yang sebenarnya yakni, bahwasannya tauhid tidak teranggap sebagai tauhid sampai mengandung penafian dan penetapan.”

📚 [Fiqhul 'Ibādāt hal. 5]

—————

• *Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [5]

🟠 Apa itu Tauhid Rububiyah?

✍🏻 Asy-Syaikh Ibn Baz -rahimahullah- berkata,

“Tauhid Rububiyah adalah keimanan kepada Allah ﷻ dengan sifat-sifat perbuatan-Nya, seperti Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur segala urusan, dan pengurus segala sesuatu, dan seterusnya. Serta bahwa kehendak-Nya pasti terlaksana dan kekuasaan-Nya sempurna. Inilah yang ditetapkan oleh kaum musyrikin. Kaum musyrikin mengakui bahwa Allah ﷻ adalah Pencipta mereka, Pemberi rezeki mereka, Pengatur urusan mereka, serta bahwa Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Ini adalah mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya.

🔸 Inilah Tauhid Rububiyah, yaitu beriman bahwa Allah adalah satu-satu-Nya Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur urusan, Pengendali segala sesuatu, yang menciptakan segala sesuatu, mengatur segala urusan, dan mengendalikannya, serta menciptakan sungai-sungai, lautan, gunung-gunung, pepohonan, langit, bumi, dan lain-lain. Inilah Tauhid Rububiyah.”

📚 [Fatawa Al-Jāmi' Al-Kabir].

❀••┈┈●•❁٠٠❁٠٠❁•●┈┈••❀

✍🏻 Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullah- berkata:

“Tauhid Rububiyah yaitu mengesakan Allah ﷻ dalam penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan. Maka Allah Dialah satu-satu-Nya yang ﷻ yang menciptakan, tidak ada pencipta selain-Nya. Allah ﷻ berfirman:

هَلْ مِنْ خَـٰلِقٍ غَيْرُ ٱللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۚ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ…
“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia…” [QS. Fathir: 3]

Dan Allah ﷻ berfirman menjelaskan kebatilan tuhan-tuhan orang kafir.

أَفَمَن يَخْلُقُ كَمَن لَّا يَخْلُقُ ۗ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS. An-Nahl: 17]

Hanya Allah ﷻ yang menciptakan, menciptakan segala sesuatu dan menetapkannya dengan ketentuan yang tepat.

🔸 Penciptaan-Nya mencakup apa yang terjadi dari hasil perbuatan-Nya, dan apa yang terjadi dari perbuatan makhluk-Nya juga. Oleh karena itu, sebagai bagian dari kesempurnaan iman kepada takdir adalah beriman bahwa Allah ﷻ adalah Pencipta perbuatan hamba-hamba-Nya, sebagaimana Allah ﷻ berfirman:

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan yang kamu perbuat.” [QS. Ash-Shaffat : 96]

📚 [Fiqhul 'Ibādāt hal. 6]

—————

*Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [6]

🟠 Apa itu Tauhid Uluhiyah?

✍🏻 Asy-Syekh Ibnu Baz -rahimahullāh- berkata:

“Adapun Tauhid Uluhiyah yaitu mentauhidkan Allah ﷻ dengan perbuatanmu, mengkhususkan-Nya dalam perkara ibadah tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain, seperti shalat, puasa, berdoa, nazar, zakat, haji, dan lain-lain. Tauhid Uluhiyah adalah makna dari Laa ilaaha illallah, yakni tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, artinya mengkhususkan Rabb-mu dengan perbuatan-perbuatanmu, dengan ibadah-ibadahmu, dengan pendekatan-pendekatanmu, tidak berdoa kepada selain Allah ﷻ, tidak menyembah bersama-Nya pohon, batu, patung, nabi, atau wali. Maka janganlah berdoa kepada selain Allah ﷻ, janganlah berkata, 'Wahai Sayyidku Al-Badawi sembuhkanlah aku,' atau 'Wahai Rasulullah sembuhkanlah aku atau berilah aku kesehatan atau bantulah aku,' atau 'Wahai Fulan atau Wahai Fulan dari para wali atau bukan wali dari orang-orang yang sudah mati atau dari pohon-pohon dan batu-batu dan patung-patung,' ini adalah syirik akbar.

🔸 Makna tauhid ibadah adalah mengkhususkan ibadah hanya untuk Allah ﷻ saja, dan ini disebut tauhid ilahiyah, dan ilahiyah adalah ibadah, artinya mengkhususkan Allah ﷻ dengan ibadah tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain, dan inilah makna firman-Nya -subhānah-:

﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ﴾ [البينة: ٥]. 
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama,” [Al-Bayyinah: 5]

Dan firman-Nya -subhānah-:

﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: ٢٣]
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia.” [Al-Isra: 23]

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ﴾ [البقرة: ٢١]
“Hai manusia! sembahlah Rabbmu.” [Al-Baqarah: 21]

﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات:٥٦].

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" [Adz-Dzariyat: 56].

⏩️ Artinya, mengkhususkan Allah ﷻ dengan ibadah seperti shalat, puasa, berdoa, istighasah, dan jihad mereka semua hanya untuk Allah saja. Ini disebut tauhid ibadah, dan disebut tauhid ilahiyah. Inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik dan mereka menolaknya, dan ketika dikatakan kepada mereka: 'Ucapkanlah Laa ilaaha illallah,' mereka menolak dan mengingkarinya serta berkata: “Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu? Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan.” [Sad: 5], mereka mengingkari hal itu dan tetap dalam kekufuran dan kesesatan mereka, mereka berkata, “Allah ﷻ adalah Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Pengatur, mereka mengatakan ini tetapi tetap tidak tunduk kepada tauhid ibadah, oleh karena itu mereka menjadi kafir, dan Nabi ﷺ memerangi mereka dan menghalalkan darah dan harta mereka karena kekufuran mereka dan ketidakpatuhan mereka terhadap tauhid ilahiyah.”

📚 [Fatāwa Al-Jami' Al-Kabir]

—————

• *Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [7]

🟠 Apa itu Tauhid Asmā' wa Sifāt?

✍🏻 Asy-Syekh Ibn Bāz -rahimahullāh- berkata:

“Dan ada tauhid yang ketiga, yaitu Tauhid Asmā' wa Sifāt, yaitu beriman kepada semua nama dan sifat Allah ﷻ yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan yang shahih dalam sunnah dari Nabi ﷺ, harus beriman kepada semuanya dan menetapkannya bahwa Dia العليم (Maha Mengetahui), الحكيم (Maha Bijaksana), الرؤوف (Maha Penyayang), الرحيم (Maha Pengasih), bahwa Dia meridhai, marah, dan berbicara jika Dia menghendaki -subhānahu wa ta'alā-, semua sifat-Nya dalam Al-Qur'an dan sunnah harus diimani dan ditetapkan untuk Allah -subhānahu wa ta'alā-, dan ini disebut Tauhid Asmā' wa Sifāt.

⏩️ Beriman bahwa Allah satu dalam Dzat-Nya, satu dalam nama dan sifat-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada sekutu yang mencipta atau memberi rezeki atau mengasihi hamba-Nya hingga memasukkan mereka ke surga dan menyelamatkan mereka dari neraka, tidak ada sekutu dalam kekuasaan-Nya dan bahwa Dia berkuasa atas segala sesuatu, melainkan Dia sendirian -subhanahu wa ta'alā- tidak ada sekutu dalam ketuhanan-Nya, dalam nama dan sifat-Nya, maupun dalam rububiyah-Nya -subhānahu wa ta'alā-.

Dia satu dalam rububiyah, satu dalam uluhiyah, satu dalam nama dan sifat-Nya,

{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى:١١]
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [QS. Asy-Syura: 11]

{هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مريم:٦٥]
“Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?” [QS. Maryam: 65]

 {وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ} [الإخلاص:٤]
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” [QS. Al-Ikhlas: 4]

 {فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النحل:٧٤].
“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sungguh, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. An-Nahl: 74]

🔸 Nama-nama-Nya semua adalah yang terbaik, sifat-sifat-Nya semua adalah yang tertinggi dan semuanya adalah benar bagi-Nya, tetap untuk-Nya, Dia -subhanahu wa ta'alā- disifati dengannya dengan benar bukan kiasan, maka harus menetapkan sifat-sifat itu untuk Allah ﷻ dan membiarkannya sebagaimana adanya dan beriman padanya, bahwa itu benar dan layak bagi Allah -subhānahu wa ta'alā-, bahwa Dia -subhānahu wa ta'ala- tidak ada yang menyerupai-Nya dalam hal itu, dan Dia السميع (Maha Mendengar), البصير (Maha Melihat) -subhānahu wa ta'alā-."

📚 [Fatāwā Al-Jami' Al-Kabir]

—————

*Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [8]

🟠 Apa Hukum Mempersembahkan Sebagian Jenis Ibadah kepada Selain Allah ﷻ, seperti Menyembelih untuk Selain-Nya?

✍🏻 Asy-Syekh Ibnu Utsaimin -rahimahullāh- berkata:

“Sesungguhnya tauhid ibadah adalah mengesakan Allah ﷻ dalam ibadah, yaitu dengan tidak beribadah kepada selain Allah ﷻ dengan sesuatu apapun dari jenis ibadah. Merupakan perkara yang dimaklumi bahwa menyembelih adalah pendekatan yang dilakukan manusia untuk bertakarub kepada Tuhannya, karena Allah ﷻ memerintahkannya dalam firman-Nya:

﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾ [الكوثر: ٢].
“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” [QS. Al-Kautsar: 2]

🔸 Dan setiap amalan untuk mendekatkan diri adalah ibadah. Jika seseorang menyembelih sesuatu untuk selain Allah untuk pengagungan terhadapnya, merendahkan diri kepadanya, dan mendekatkan diri kepadanya seperti yang dilakukan untuk mendekatkan diri dan mengagungkan Rabbnya -azza wa jalla-, maka dia telah berbuat syirik kepada Allah ﷻ. Jika dia berbuat syirik, maka Allah ﷻ telah menjelaskan bahwa orang musyrik diharamkan masuk surga dan tempatnya adalah neraka.

⏩️ Berdasarkan hal itu, kita katakan bahwasanya apa yang dilakukan sebagian orang dari menyembelih untuk kuburan-kuburan (yang mereka klaim sebagai wali-wali) adalah syirik yang mengeluarkan dari agama. Nasihat kami kepada mereka adalah bertaubatlah kepada Allah ﷻ dari apa yang mereka lakukan, dan jika mereka bertaubat kepada Allah, dan menjadikan penyembelihan hanya untuk Allah saja, seperti mereka menjadikan shalat hanya untuk Allah saja, dan puasa hanya untuk Allah saja, maka mereka akan diampuni dari apa yang telah lalu. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

﴿قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ﴾ [لأنفال: ٣٨]،
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), ‘Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu.” [QS. Al-Anfal: 38]

Bahkan Allah ﷻ memberikan lebih dari itu, yakni dengan menggantikan dosa-dosa mereka dengan kebaikan, sebagaimana Allah ﷻ berfirman:

﴿وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً* يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً* إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً﴾ [الفرقان: ٦٨-٧٠]
“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [QS. Al-Furqan: 68-70]

🔸 Maka nasihat saya kepada mereka yang mendekatkan diri kepada penghuni kubur dengan menyembelih untuk mereka adalah bertaubatlah kepada Allah ﷻ dari hal tersebut, kembalilah kepada-Nya, dan berbahagialah jika mereka bertaubat dengan taubat dari Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, karena Allah ﷻ bergembira dengan taubat orang-orang yang bertaubat.”

📚 [Fiqhul Ibādāt (hal. 17-18)]

________
*Channel Al-Wasiyyah*
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [9]

🔸 Apa Makna Syahadat 'لَا إِلَهَ إِلَّا الله'?

✍🏻 Asy-Syaikh ibnu Utsaimin -rahimahullāh- berkata:

“Syahadatān (dua kalimat syahadat), yaitu syahadat 'لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ' bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah), adalah kunci masuk Islam. Tanpa keduanya, seseorang tidak bisa menjadi seorang muslim. Oleh karena itu, Nabi ﷺ memerintahkan Muadz bin Jabal -رضي‌ اللّٰه‌ عنه- ketika mengutusnya ke Yaman agar hal pertama yang ia serukan adalah syahadat "لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ".

Adapun kalimat pertama dari syahadat, yaitu "لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ", yakni seseorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak disembah -pent) selain Allah -azza wa jalla-. Karena lafadz "إله" berarti sesuatu yang disembah, sedangkan lafadz "التَّأَلُّه" berarti "التَّعَبُّدُ" yakni beribadah/menyembah. Jadi, maknanya adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah/diibadahi selain Allah -ta’āla- saja.

⏩️ Kalimat ini terdiri dari dua bagian, yakni penafian dan penetapan. Penafian terdapat dalam ucapan "لَا إِلٰهَ" (tidak ada ilah/sesembahan), sedangkan penetapan terdapat dalam ucapan "إِلَّا اللهُ" (kecuali Allah -azza wa jalla-). dan lafadz "اللهُ" adalah badal (pengganti) untuk khabar yang dihilangkan yaitu khabar "لَا" karena pernyataan yang dimaksudkan adalah "لَا إِلٰهَ حَقٌّ إِلَّا اللهُ" (tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah), sehingga ini adalah pengakuan dengan lisan setelah hatinya beriman bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah -azza wa jalla-, (dua kalimat syahadat -pent) ini mencakup keikhlasan beribadah kepada Allah semata, dan menafikan ibadah kepada selain-Nya.

• Dan dengan menentukan bahwa khabar (yang dihilangkan) adalah "حَقٌّ" (yang benar) maka ini menjawab pertanyaan yang sering diajukan banyak orang, yaitu bagaimana kita bisa mengatakan tidak ada sesembahan/tuhan selain Allah, padahal ada banyak yang disembah selain Allah. Mereka disebut tuhan oleh para penyembahnya, maka Allah ﷻ berfirman,

﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ لَمَّا جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ﴾ [هود: ١٠١]

'Maka tidaklah berguna sedikitpun bagi mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, ketika datang siksaan Tuhanmu.' [Hud: 101],

dan Allah ﷻ berfirman,

﴿وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ﴾ [الإسراء: ٣٩]

'Dan janganlah kamu mengadakan tuhan lain di sisi Allah.' [Al-Isra: 39],

serta Allah ﷻ berfirman,

﴿وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ﴾ [القصص: ٨٨]

“Dan jangan (pula) kamu menyembah tuhan lain di sisi Allah.” [QS. Al-Qashash: 88].

🔸 Jadi, bagaimana mungkin kita bisa mengatakan "tidak ada tuhan selain Allah" sementara ada tuhan-tuhan yang diakui selain Allah ﷻ, dan bagaimana mungkin kita menetapkan ketuhanan untuk selain Allah? Dan para rasul berkata kepada kaumnya,

﴿اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ﴾ [الأعراف: ٥٩]

"Sembahlah Allah, tidak ada tuhan (sesembahan) bagimu selain Dia." [Al-A'raf: 59]

🔸 Maka jawaban atas permasalahan ini menjadi jelas dengan adanya penjelasan maksud khabar (yang dihilangkan -pent) pada kalimat "لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ،" (tidak ada sesembahan yang berhak disembah) selain Allah). Maka kita katakan, al-ālihah (tuhan-tuhan) yang disembah selain Allah memang disebut tuhan, tetapi mereka adalah tuhan-tuhan yang bathil, bukan tuhan yang haq (benar), dan mereka tidak memiliki hak dalam ketuhanan sedikit pun.

Allah ﷻ menegaskan dalam firman-Nya,

﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ [لقمان: ٣٠]

“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang sebenarnya dan apa saja yang mereka seru selain dari Allah adalah bathil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi, Maha Besar.” [QS. Luqman: 30]

Dan ditegaskan pula dalam firman Allah ﷻ,
#Silsilah_Fatāwā_Aqidah [10]

🔸Apa Makna Syahadat 'أن محمداً رسول الله'?

✍🏻 Syaikh Ibn Utsaimin -رحمه الله- menjelaskan:

Adapun makna syahadat “أن محمداً رسول الله” (bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah), yaitu pengakuan dengan lisan dan keyakinan dalam hati bahwa Muhammad bin Abdillah Al-Qurasyi Al-Hasyimi adalah utusan Allah ﷻ kepada seluruh makhluk, baik jin maupun manusia. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

‎قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” [QS. Al-A’raf: 158]

Dan firman-Nya:

‎تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqān (Al-Qur`ān) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia). [QS. Al-Furqan: 1]

↪️ Dan konsekuensi dari syahadat ini adalah membenarkan Rasulullah ﷺ dalam semua yang diberitakannya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangan dan tegurannya, serta beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang telah disyariatkan-Nya.

↪️ Syahadat ini juga menuntut agar kita tidak meyakini bahwa Rasulullah ﷺ memiliki sifat ketuhanan, kekuasaan atas alam semesta, maupun keberhakan untuk diibadahi. Rasulullah ﷺ adalah seorang hamba, tidak disembah, dan utusan yang tidak didustakan. Dia tidak memiliki kuasa untuk memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri atau orang lain kecuali dengan izin Allah ﷻ, sebagaimana firman Allah ﷻ:

‎قُل لَّا أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepada kalian bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah, “Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” [QS. Al-An’am: 50]

Rasulullah ﷺ adalah hamba yang diperintahkan untuk mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya, sebagaimana firman Allah ﷻ:

‎قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا. قُلْ إِنِّي لَن يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا

Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa menolak mudharat maupun mendatangkan kebaikan kepadamu. Katakanlah, “Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.” [QS. Al-Jin: 21-22],

Dan firman Allah ﷻ:

‎قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya. Aku hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” [QS. Al-A’raf: 188]

Inilah makna dari syahadat Lā Ilāha Illallāh wa anna Muhammadan Rasūlullāh.

🔸Dengan makna tersebut, kita mengetahui bahwa tidak ada yang pantas disembah baik itu Rasulullah ﷺ atau makhluk lain selain Allah. Ibadah hanya ditujukan kepada Allah ﷻ semata.